• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI BEBERAPA BAKTERISIDA SINTETIS UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT HAWAR MALAI (Burkholderia glumae) PADA TANAMAN PADI (Oryza sativa L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI BEBERAPA BAKTERISIDA SINTETIS UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT HAWAR MALAI (Burkholderia glumae) PADA TANAMAN PADI (Oryza sativa L."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH:

TITIN CANTIKA MANURUNG 160301124

AGROTEKNOLOGI/HPT

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UJI BEBERAPA BAKTERISIDA SINTETIS UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT HAWAR MALAI (Burkholderia glumae) PADA

TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) DI RUMAH KASSA

SKRIPSI

OLEH:

TITIN CANTIKA MANURUNG 160301124

AGROTEKNOLOGI/HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat dalam Meraih Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Smatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARAp MEDAN

2021

(3)
(4)

ABSTRAK

Titin Cantika Manurung 2021: Uji Beberapa Bakterisida Sintetis Untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Malai (Burkholderia glumae ) Pada Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Di Rumah Kassa. Dibimbing oleh Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem.

Burkholderia glumae adalah patogen tular benih penyebab busuk bulir, busuk selubung dan busuk kecambah dan merupakan Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK) A2 golongan I di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menguji beberapa bakterisida sintesis terhadap penyakit hawar malai bakteri di Rumah Kassa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dari bulan Februari 2021 sampai dengan bulan Mei 2021. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non-Faktorial dengan perlakuan aplikasi bakterisida. Perlakuan bakterisida Starner 20 WP (konsentrasi 0,1% (1 g/l), 0,2%

(2 g/l), 0,3 (3 g/l)), bakterisida Kuproxat 345 SC (konsentrasi 0,1% (1 g/l), 0,2%

(2 g/l), 0,3% (3 g/l)), bakterisida Nordox 56 WP (konsentrasi 0,1% (1 g/l), 0,2%

(2 g/l), 0,3% (3 g/l)). Hasil penelitian diperoleh Bakterisida Starner 20 WP, Kuproxat 345 SC, dan Nordox 56 WP mampu menekan seranga penyakit hawar malai yang disebabkan oleh Burkholderia glumae dengan konsentrasi 0,2% (2 g/l) dan 0,3% (3 g/l). Perlakuan aplikasi bakterisida Starner 20 WP dengan konsentrasi 0,3% memiliki nilai rataan persentase gabah hampa terendah yaitu 0,82%. Bobot gabah 100 butir tertinggi terdapat pada perlakuan aplikasi bakterisida Starner 20 WP dengan konsentrasi 0,3% yaitu dengan rataan sebesar 2,60 g. Produksi gabah padi tertinggi terdapat pada perlakuan aplikasi bakterisida Starner 20 WP 3 g/l dengan rataan sebesar 120 g. Bakterisida yang paling terbaik untuk mengendalikan penyakit hawar malai adalah bakterisida Starner 20 WP (konsentrasi 0,3%) yang merupakan bakterisida sistemik dan memiliki bahan aktif asam oksolinik 20%.

Kata Kunci : bakteri hawar malai, bakterisida, Burkholderia glumae, Padi

(5)

Panic Blight (Burkholderia glumae) on Rice (Oryza sativa L.) at Kassa House.

Supervised by Lahmuddin Lubis and Mukhtar Iskandar Pinem.

Key words: bacterial panicle blight, bactericides, Burkholderia glumae, rice Burkholderia glumae is a seed-borne pathogen that causes grain rot, sheath rot and sprout rot and is a Group I A2 Quarantine Plant Destruction Organisms (OPTK) in Indonesia. This reseacrh was studied to test several synthetic bactericides against bacterial panicle blight at the Kassa House, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan, from February 2021 to May 2021. This study used a Non-Factoral Completely Randomized Design (CRD) with application treatment. bactericide. Treatment of bactericidal Starner 20 WP (concentration 0.1% (1 g/l), 0.2% (2 g/l), 0.3 (3 g/l)), bactericidal Kuproxat 345 SC (concentration 0.1% (1 g/l), 0.2% (2 g/l), 0.3% (3 g/l)), bactericide Nordox 56 WP (concentration 0.1% (1 g/l), 0.2 % (2 g/l), 0.3% (3 g/l)). The results showed that the bactericides Starner 20 WP, Kuproxat 345 SC, and Nordox 56 WP were able to suppress panicle blight attacks caused by Burkholderia glumae at concentrations of 0.2% (2 g/l) and 0.3% (3 g/l). Starner 20 WP bactericide application treatment with a concentration of 0.3% had the lowest mean percentage of empty grain, which was 0.82%. The highest grain weight of 100 grains was found in the bactericide application treatment of Starner 20 WP with a concentration of 0.3%, with an average of 2.60 g. The highest rice grain production was found in the treatment of Starner 20 WP 3 g/l bactericide application with an average of 120 g. The best bactericide to control panicle blight is Starner 20 WP (concentration 0.3%) which is a systemic bactericide and has an active ingredient of 20% oxolinic acid.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Desa Simpang Dolok pada tanggal 23 Juli 1998, anak kedua dari dua bersaudara dari ayahanda Nurdin Manurung dan Ibunda Murni Situmorang.

Penulis menempuh Pendidikan formal di SDN 11 Simpang Dolok serta lulus pada tahun 2010, SMPN 2 Lima Puluh dan lulus pada tahun 2013, SMAN 1 Lima Puluh kemudian lulus pada tahun 2016 dan pada tahun 2016 masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negri (SBMPTN). Penulis memilih minat Hama dan Penyakit Tanaman, Program Studi Agroteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi di UKM Klinik Tanaman FP USU sebagai Sekretaris Umum UKM Klinik Tanaman (2018 – 2019). Penulis juga bergabung dalam keanggotaan Himagrotek FP USU dan asisten di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman FP USU.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PTPN III Kebun Dusun Hulu, Kabupaten Simalungun pada bulan Juli sampai Agustus 2019. Kemudian penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Salur, Kecamatan Teupah Barat, Kabupaten Simeulue, Nanggroe Aceh Darussalam pada bulan Juli sampai Agustus 2020.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini berjudul “Uji Beberapa Bakterisida Sintetis Untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Malai (Burkholderia glumae) Pada Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Di Rumah Kassa” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Lahmuddin Lubis, MP. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan kepada Ir. Mukhtar I. Pinem, M. Agr. selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2021

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

Kegunaan Penulisan ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Penyakit Hawar Malai (Burkholderia glumae) ... 5

Karakteristik Bakteri Burkholderia glumae ... 6

Gejala Serangan Penyakit ... 9

Pengendalian Penyakit... 11

Bakterisida Sintesis ... 12

METODE PENELITIAN ... 14

Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Persiapan Penelitian... 16

Penyediaan Sampel Benih ... 16

Penyediaan Isolat Bakteri Burkholderia glumae ... 16

Peremajaan Isolat Bakteri Burkholderia glumae ... 16

Pelaksanaan Penelitian ... 16

Penyediaan Suspensi Bakteri Burkholderia glumae ... 16

Penyediaan Benih Terinfeksi ... 17

(9)

Penanaman Di Rumah Kassa ... 17

Pengujian Bakterisida Sintesis ... 18

Pemeliharaan ... 18

Peubah Amatan ... 18

Kejadian penyakit ... 18

Keparahan penyakit ... 19

Bobot Gabah 100 Butir (g) ... 20

Persentase Gabah Hampa ... 20

Jumlah Produksi ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Kejadian Penyakit (%) ... 21

Keparahan Penyakit (%) ... 24

Pengaruh bakterisida terhadap persentase gabah hampa (%), bobot gabah 100 butir (g) dan produksi (g) ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

LAMPIRAN ... 34

(10)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman

1 Rataan Kejadian Penyakit 9 MST – 12 MST (%)

21 2 Rataan Keparahan Penyakit Tanaman Padi (%)

24 3 Data Persentase Gabah Hampa (%), Bobot Gabah 100

Butir (g) dan Produksi (g) 26

(11)

Koloni bakteri menghasilkan pigmen kuning (a) dan tidak menghasilkan pigmen (b)

7

2 Perbedaan bulir padi yang sehat (a) dengan bulir yang

terserang bakteri Burkholderia glumae (b) 9 3 Gejala serangan bakteri Burkholderia glumae pada malai padi 11 4 Gambar malai yang terserang Burkholderia Glumae pada

perlakuan A0 (a), A1 (b), A2 (c), A3 (d), A4 (e), A5 (f), A6 (g), A7 (h), A8 (i), A9 (j).

23

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Halaman

1 Bagan Penelitian 33

2 Deskripsi Varietas Ciherang 34

3 Deskripsi Starner 20 WP 35

4 Deskripsi Kuproxat 345 SC 36

5 Deskripsi Nordox 56 WP 37

6 Data Pengamatan Kejadian Penyakit 9 MST (%) 38 7 Sidik Ragam Kejadian Penyakit 9 MST (%) 38 8 Data Pengamatan Kejadian Penyakit 10 MST (%) 39 9 Sidik Ragam Kejadian Penyakit 10 MST (%) 39 10 Data Pengamatan Kejadian Penyakit 11 MST (%) 40 11 Sidik Ragam Kejadian Penyakit 11 MST (%) 40 12 Data Pengamatan Kejadian Penyakit 12 MST (%) 41 13 Sidik Ragam Kejadian Penyakit 12 MST (%) 41 14 Data Pengamatan Keparahan penyakit 9 MST (%) 42 15 Sidik Ragam Keparahan Penyakit 9 MST (%) 42 16 Data Pengamatan Keparahan Penyakit 10 MST (%) 43 17 Sidik Ragam Keparahan Penyakit 10 MST (%) 43 18 Data Pengamatan Keparahan Penyakit 11 MST (%) 44 19 Sidik Ragam Keparahan Penyakit 11 MST (%) 44 20 Data Pengamatan Keparahan Penyakit 12 MST (%) 45 21 Sidik Ragam Keparahan Penyakit 12 MST (%) 45 22 Data Pengamatan Persentase Gabah Hampa (%) 46

23 Sidik Ragam Persentase Gabah Hampa (%) 46

24 Data Pengamatan Bobot Gabah 100 Butir (g) 47

25 Sidik Ragam Bobot Gabah 100 Butir (g) 47

26 Data Pengamatan Produksi (g) 48

27 Sidik Ragam Produksi (g) 48

28 Biakan Bakteri Burkholderia glumae IRC PRC 49

(13)

29 Foto Kegiatan Penelitian 50

30 Foto Tanaman 51

31 Foto Malai 52

32 Foto Bakterisida 53

(14)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman budidaya sebagai sumber bahan pangan utama yang sangat penting untuk hampir setengah dari penduduk dunia. Hampir seluruh penduduk Indonesia memenuhi kebutuhan bahan pangan dari tanaman tersebut. Indonesia tercatat sebagai negara dengan konsumsi beras nomor tiga tertinggi di dunia. Untuk tingkat Asia, Indonesia menjadi negara pengkonsumsi beras tertinggi seperti Korea, Jepang, Malaysia dan Thailand (Ishag dkk, 2017).

Padi memiliki peranan sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, pakan ternak dan industri dalam negeri yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Produksi sawah di Sumatera Utara dari tahun 2014 – 2016 mengalami peningkatan. Pada tahun 2014 produksi padi sawah sekitar 3.490.516 ton, kemudian pada tahun 2015 meningkat menjadi 3.868.880 ton dan pada tahun 2016 meningkat lagi menjadi 4.609.790 ton. Kenaikan produksi ini juga didukung oleh bertambahnya luas lahan yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2014 luas panen yaitu 676.724 ha yang meningkat pada tahun 2015 menjadi 731.811 ha dan terus meningkat hingga pada tahun 2016 menjadi 826.695,8 ha dengan rata-rata produksi yaitu 52,05 kw/ha (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2017).

Peningkatan produksi padi yang terjadi tidak bebas dari berbagai kendala.

Salah satu kendala yang dihadapi adalah serangan hama dan penyakit tanaman.

Salah satu Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang dapat menurunkan produksi padi adalah bakteri Burkholderia glumae. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang dikenal dengan penyakit hawar malai atau penyakit bulir bakteri (bacterial grain rot). Patogen Burkholderia glumae ditetapkan sebagai Organisme

(15)

Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) A2 golongan satu pada tanaman padi, yang telah dilaporkan keberadaannya di Indonesia namun hanya terbatas pada daerah tertentu dan sedang dilakukan tindakan pengendalian (Permentan, 2015).

Penyakit hawar malai pertama kali dilaporkan pada tahun 1956 di daerah Kyushu, Jepang. Pada tahun 1989 penyakit ini ditemukan juga di daerah Kolombia, kemudian penyakit ini menjadi salah satu penyakit padi yang serius di dunia.

Sampai saat ini, penyakit hawar malai (Bacterial Panicle Blight / BPB) yang disebabkan oleh bakteri Burkholderia glumae telah dilaporkan dibeberapa negara termasuk Amerika Selatan dan Tengah (Republik Dominika, Venezuela, Ekuador, Brasil, Panama, Kolombia, Nikaragua, dan Kosta Rika), Afrika (negara Afrika Selatan dan Tanzania) dan Asia (Jepang, Korea, Vietnam, Filipina, India, Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, Thailand dan Cina) (Kumar et al., 2017).

Di Indonesia, keberadaan penyakit ini sudah ada sejak tahun 1987, namun pada tahun 2015 dilaporkan sudah ada di beberapa wilayah di Indonesia seperti pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatera (Permentan, 2015). Berdasarkan pengujian karakteristik morfologi dari sebelas strain bakteri yang di isolasi dari beberapa varietas padi dan dua kabupaten di Sumatera Utara, satu galur yang telah di isolasi dari Medan (IR64 M) dan satu galur yang diisolasi dari Deli Serdang (SIB) diduga terkonfirmasi sebagai Burkholderia glumae, bakteri penyebab penyakit hawar malai padi (Mardiana et al., 2018).

Menurut penelitian yang telah dilakukan (Weny, 2018), varietas padi Ciherang merupakan salah satu varietas padi yang rentan terhadap penyakit hawar malai bakteri. Varietas padi Ciherang yang diuji memiliki keparahan penyakit

(16)

3

51,94% serta menunjukkan gejala visual berupa adanya bercak coklat kemerahan pada selubung daun padi dan biji padi berwarna coklat dan abu-abu.

Pengendalian penyakit hawar malai yang disebabkan oleh bakteri Burkholderia glumae dapat juga dilakukan dengan menggunkan bahan kimia seperti tembaga, antibiotic kasugamycin, dan aplikasi oxolinic acid (OA) pada stadia keluarnya malai dari batang (heading stage) mempunyai efikasi yang tinggi terhadap pengendalian busuk biji dan bibit. Bahan kimia menghambat pertumbuhan bakteri pada plumula dan spikelet (Suryani, 2017).

Oleh karena itu penulis tertarik untuk menguji beberapa bakterisida sintetis yang paling banyak digunakan masyarakat untuk mengendalikan penyakit hawar malai (Burkholderia glumae) pada tanaman padi.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektifitas beberapa bakterisida sintesis dalam mengendalikan penyakit hawar malai (Burkholderia glumae) pada tanaman padi (Oryza sativa L.) di Rumah Kassa.

Hipotesis

1. Penggunaan beberapa bakterisida sintesis yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengendalian bakteri Burkholderia glumae penyebab penyakit hawar pada tanaman padi (Oryza sativa L.).

2. Penggunaan beberapa bakterisida sintesis dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh nyata untuk mengendalikan bakteri Burkholderia glumae penyebab penyakit hawar pada tanaman padi (Oryza sativa L.).

(17)

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang melakukan penelitian serta pihak yang melakukan penanaman padi.

(18)

5

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Hawar Malai (Burkholderia glumae )

Bakteri B. glumae adalah patogen terbawa benih padi yang menyebabkan penyakit Bacterial Grain Rot (BGR). Penyakit ini adalah penyakit yang hanya menginfeksi pada biji. Penyakit BGR pertama kali dilaporkan di Jepang pada tahun 1956 oleh Goto dan Ohata di Kyusu Jepang. Selain di jepang, penyakit ini juga ditemukan di Malaysia, Thailand, Philipina, Sri Lanka, Afrika Selatan, Amerika Utara dan Amerika Selatan. Di Indonesia, penyakit ini pertama kali ditemukan di Tasikmalaya Jawa Barat pada tahun 1987. Penyakit ini tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Kalimantan Selatan (Kurniati, 2016).

Penyakit busuk bulir oleh bakteri B. glumae dilaporkan pertama kali di Indonesia pada tahun 1987 di Kecamatan Indihiang, Kabupaten Tasikmalaya (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan 1992). Pada 5 tahun terakhir dilaporkan terjadi ledakan penyakit ini di Sulawesi Selatan dan Pulau Jawa (Baharuddin dkk, 2017; Wiyono dkk, 2017).

Penyakit busuk bulir dicirikan dengan bulir padi mengalami pembusukan bahkan hampa sehingga menyebabkan kehilangan hasil yang nyata.

Baharuddin dkk (2017) melaporkan bahwa intensitas serangan bakteri B. glumae di Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros berkisar antara 25–55% dan menyebabkan kehilangan hasil antara 20–48%. Bakteri ini diketahui dapat terbawa benih sehingga berpotensi menyebar dengan cepat. Faktor-faktor seperti importasi benih, perubahan iklim global dan cara budi daya diduga berhubungan dengan terjadinya ledakan penyakit ini (Joko, 2017).

(19)

Penyakit busuk bulir bakteri dikategorikan sebagai Emerging Infectious Disease (EID) yang memiliki karakteristik meningkatnya insidensi, sebaran geografis, dan berubahnya patogenisitas dalam waktu singkat. EID dapat disebabkan oleh perubahan iklim, teknik budi daya, perubahan habitat, perubahan genetik, dan introduksi patogen (Wiyono dkk, 2017). Suhu tinggi terutama pada malam hari dengan kelembapan relatif tinggi mendukung kemampuan infeksi bakteri dan perkembangan penyakit busuk bulir. Kisaran suhu antara 30 °C dan 31 °C optimum bagi pertumbuhan B. glumae (Nandakumar et al., 2009).

Karakteristik Bakteri Burkholderia glumae

Klasifikasi dari B. glumae menurut Urakami et al (1994), Kingdom:

Bacteria; Phylum: Proteobacteria; Class: Beta Proteobacteria; Order:

Burkholderiales; Family: Burkholderiaceae; Genus: Burkholderia; Spesies:

Burkholderia glumae.

B. glumae tergolong bakteri gram negatif, berbentuk batang dengan flagela polar (1 – 3 flagella polar), non-fluorescent (Cho et al., 2007). Koloni B. glumae berwarna putih keabu-abuan atau kuning karena pigmen. Bakteri ini lebih menyukai kondisi malam yang hangat dengan kelembapan yang tinggi (Cha et al., 2001).

Patogen ini menginfeksi benih dan menyerang plumula melalui stomata dan luka, dan berproliferasi dalam ruang-ruang antar parenkim selama perkecambahan biji (Zhu et al., 2010). B. glumae menghasil toksin di plumula seperti toxoflavin, yang kemudian menyebabkan bibit padi membusuk.

(20)

7

Gambar 2. Koloni bakteri Burkholderia glumae pada media Kings’B, koloni bakteri menghasilkan pigmen kuning (a) dan tidak menghasilkan pigmen (b)

(Zhou, 2019).

Toxoflavin dan fervenulin penting untuk patogenisitas busuk bibit padi dan gandum yang mengakibatkan berkurangnya pertumbuhan daun dan akar di bibit padi, dan juga menyebabkan gejala klorosis pada malai padi (Jeong et al., 2003). Jung et al (2013) melaporkan bahwa toxoflavin yang dihasilkan oleh B. glumae tidak hanya bertanggung jawab untuk patogenesis penyakit BGR, tetapi juga dapat digunakan untuk mengendalikan beberapa penyakit jamur pada padi, seperti yang disebabkan oleh Fusarium graminearum. Selain itu, beberapa pigmen unik yang dihasilkan oleh B. glumae juga memiliki kapasitas menghambat pertumbuhan beberapa jamur patogen, seperti Colletotrichum orbiculare (Karki et al., 2012).

Pada tanaman padi, pergerakan B. glumae menuju kebagian pelepah yang lebih atas tergantung pada kerapatan populasi bakteri. Kerapatan B. glumae yang tinggi memacu infeksi kebagian spikelet. Bakteri tumbuh cepat di dalam bagian spikelet setelah pembungaan (Suryani, 2017). Faktor virulensi yang lain adalah enzim lipase yang disekresikan melalui tipe II sekresi. Strain mutan yang tidak mampu menghasilkan enzim lipase menunjukkan virulensi yang jauh lebih rendah

b a

(21)

dibandingkan tetuanya. Sintesis enzim lipase ini seperti halnya fitotoksin toxoflavin diatur oleh quorum sensing oleh gen tofI/tofR (Devescovi et al., 2007).

Selain produksi toxoflavin dan lipase, patogenisitas B. glumae juga ditentukan oleh kemampuan motilitasnya yang bergantung pada pergerakan flagella. Studi yang dilakukan oleh Kim et al (2007) menunjukkan bahwa strain mutan B. glumae yang tidak memiliki sehingga bersifat non-motile mengalami penurunan virulensi yang sangat nyata pada tanaman padi dibandingkan dengan wild-type yang berflagela polar.

Sistem sekresi pada B. glumae juga memiliki peran yang cukup besar dalam mekanisme patogenisitas. Protein efektor yang disekresikan melalui ini dibutuhkan untuk menyebabkan virulensi pada B. glumae. Mutasi pada tipe III sekresi menghasilkan fenotipe yang memiliki virulensi yang sangat rendah dibandingkan tetuanya (Kang et al., 2008).

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Li et al (2016) dengan penanda gen gfp, mula-mula B. glumae akan berada pada tanaman padi sebagai endofit sebelum masa pembentukan malai. Bakteri patogen awalnya berada di sekitar permukaan glume dan melakukan kolonisasi pada rambut-rambut glume. Peningkatan populasi bakteri terjadi pada permukaan glume, khususnya di rambut-rambut glume.

Selanjutnya terjadi penetrasi ke permukaan dalam palea dan lemma, serta menyebar pada gynoecium dan stamen. Bakteri patogen melakukan kolonisasi di dalam lodicules dan ovarium, stilus, stigma, filamen dan stamen. Bakteri kemudian berkumpul di dalam retakan pada glume. Selanjutnya bakteri mulai menginfeksi bulir-bulir polen yang mengakibatkan deformasi dan aborsi pada bulir polen tersebut.

(22)

9

a

b Gejala Serangan Penyakit

Penyakit/gangguan ditandai dengan malai memiliki perubahan warna coklat atau warna menyerupai jerami (Groth et al., 1991). Cabang malai tetap hijau, tanpa lesi atau perubahan warna, dan malai yang terkena berhenti berkembang.

Penyakit yang sudah parah malainya akan tetap tegak tidak mengisi. Pada tahun 1996 bakteri diakui sebagai penyebab sindrom hawar malai padi (Shahjahan et al., 2000).

Gambar 3. Perbedaan bulir padi yang sehat (a) dengan bulir yang terserang bakteri Burkholderia glumae (b) (Zhou, 2019).

Gejala penyakit busuk bulir padi yaitu gejala awal berupa titik atau garis cokelat pada bulir. Gejala lanjut berupa malai tegak karena biji tidak terisi penuh, ranting malai tegak berwarna hijau dengan tulang cabang berwarna hijau. Gejala khas pada bulir ditandai dengan terbentuknya garis sehingga tampak adanya gradasi warna pada lemma dan palea (discoloration) (Jeong et al., 2003). Infeksi yang parah dapat mengakibatkan pelunakan pada beras, kemandulan spikelet, dan kehampaan bulir padi sehingga mengakibatkan perubahan bobot benih (Widarti dkk, 2020).

(23)

Penyakit Busuk Bulir Bakteri muncul selama fase ketika suhu malam yang tinggi dan sering hujan yang merupakan kondisi lingkungan yang rentan bagi padi untuk terserang wabah penyakit. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai, penyakit Busuk Bulir Bakteri (BBB) dapat menyebar dan meningkat pesat. Xie et al (2003) menemukan bahwa B. glumae dapat menyebabkan kehampaan pada gabah dan perubahan warna bulir. Patogen ini juga disimpulkan bertanggung jawab atas penurunan berat gabah, pembungaan steril, penghambatan perkecambahan biji dan rebah di bibit padi (Jeong et al., 2003).

Secara umum gejala yang muncul akibat serangan B. glumae sering disebut sebagai hawar malai (panicle blight) dan busuk bulir (grain rot) apabila menyerang bagian malai. Seringkali juga menyebabkan busuk pelepah (sheath rot) dan hawar benih (seedling blight). Pada malai yang terserang bakteri ini mengakibatkan bulir menjadi hampa atau juga mengalami aborsi. Akan tetapi gejala yang mirip dapat juga disebabkan oleh bakteri lain seperti Acidovorax avenae (penyebab penyakit bacterial brown stripe). Selain itu di Amerika Latin juga dilaporkan penyakit busuk pelepah dan busuk bulir dapat disebabkan oleh Pseudomonas fuscovaginae (Zeigler dan Alvarez, 1987).

(24)

11

Gambar 4. Gejala serangan bakteri Burkholderia glumae pada malai padi (Zhou, 2019).

Pengendalian Penyakit

Terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengendalikan penyakit hawar malai antara lain dengan perendaman benih dengan menggunakan air panas bersuhu 57ºC selama 10 menit. Selain perlakuan benih, penerapan kultur teknis seperti penggunaan jarak tanam yang lebih lebar (30x15 cm), pengairan dan drainase yang tepat serta aplikasi pupuk nitrogen yang tepat juga merupakan salah satu tindakan pengendalian penyakit hawar malai (Kumar et al., 2017).

Kemampuan beberapa strain avirulen dari Burkholderia untuk membatasi berkembangnya Busuk Bulir Bakteri (BBB) telah dikonfirmasi. Penyemprotan malai padi dengan suspensi campuran dari strain virulen B. glumae dan strain avirulen dari B.gladioli hampir sepenuhnya mengendalikan terjadinya penyakit dalam pot dan lapangan percobaan (Miyagawa and Takaya, 2000). Khasiat serupa diungkapkan ketika bibit disemprot dengan strain avirulen B. gladioli regangan

(25)

sebelum inokulasi dengan B. glumae regangan; sedangkan tidak ada antagonism diamati ketika urutan inokulasi terbalik.

Pengendalian penyakit ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan bahan kimia seperti tembaga, antibiotik kasugamycin, probenazole dan pyroquilon.

Perlakuan benih dan aplikasi oxolinic acid (OA) pada stadia keluarnya malai dari batang (heading stage) mempunyai efikasi yang tinggi terhadap pengendalian busuk biji dan bibit. Bahan kimia menghambat pertumbuhan bakteri pada plumula dan spikelet. Sistem pengendalian dimana perlakuan benih dan aplikasi OA pada malai dikombinasikan dengan seleksi benih dengan larutan garam, mempunyai efikasi yang tinggi dan sangat berdampak pada siklus infeksi B. glumae (Suryani, 2017).

Bakterisida Sintesis

Bakterisida merupakan senyawa kimia beracun yang memilki bahan aktif bisa membunuh, menghambat pertumbuhan, mempengaruhi tingkah laku bakteri patogen penyebab penyakit. Beberapa bahan kimia seperti bakterisida, fungisida dan insektisida umumnya diberikan pada benih sebelum ditanam di lapang (IRRI, 2008).

Banyak bakterisida dapat secara efektif mengontrol atau menekan terjadinya bibit busuk dan malai membusuk disebabkan oleh patogen tanaman Burkholderia spp. termasuk antibiotik, tembaga dan senyawa yang mengandung tembaga (Katsube dan Takeda, 1998). Asam oksolinik dapat digunakan dalam perlakuan benih atau aplikasi daun, dan merupakan satu-satunya bahan kimia yang dapat mengontrol Busuk Bulir Bakteri (BBB). Senyawa ini sangat berkhasiat untuk

(26)

13

kontrol penyakit padi ini, baik dengan perawatan benih atau semprotan pada daun (Hikichi et al., 1989).

Starner 20 WP adalah bakterisida murni yang efektif untuk berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri baik pada tanaman atau benih. Starner 20 WP bekerja secara sistemik serta memiliki bahan aktif asam oksolinik 20%, bakterisida Starner 20 WP juga dapat dicampur dengan fungisida lainnya serta dapat digunakan dalam berbagai musim. Anjuran penggunaan pada tanaman padi yang terserang penyakit busuk gabah yaitu dengan dosis 0,5 – 1 g/l air, pengaplikasian dilakukan pada umur tanaman padi 25-30 HST untuk pencegahan atau pengendalian pada serangan stadium awal.

Kuproxat 345 SC merupakan fungisida sekaligus bakterisida tembaga (Cu2+) dalam bentuk cair, melindungi tanaman dari penyakit busuk buah dalam jangka waktu lama. Kuproxat 345 SC mengandung bahan aktif tembaga oksi sulfat 345 g/l serta bekerja secara kontak. Petunjuk penggunaan pada tanaman padi yang terserang penyakit hawar daun (Xanthomonas campestris) yaitu dengan dosis 2 – 3 ml/l.

Nordox 56 WP merupakan fungisida atau bakterisida alami dalam bentuk tepung merah yang dapat di suspensikan kedalam air. Nordox 56 WP mengandung bahan aktif tembaga oksida 56% dan bekerja secara kontak. Petunjuk penggunaan pada tanaman padi yang terserang penyakit Blast dan penyakit kresek yaitu dengan dosis 2 – 2,5 g/l.

(27)

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Mei di Laboratorium Penyakit dan Rumah Kassa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 m diatas permukaan laut.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih padi varietas Ciherang, isolat B. glumae IRC PRC koleksi Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian USU, bakterisida Nordox 56 WP, Starner 20 WP, Koproxat 345 SC, tanah sawah sebagai media tanam, tanah top soil sebagai media di pembibitan, media selektif B. glumae yaitu media King’s B, Media NA, Media NB, 0,5 NaOCl, cling wrap, pupuk urea, pupuk KCL, pupuk SP-36, kapas, kain kasa, aluminium foil, aquades, label dan tissue.

Alat yang digunakan adalah cawan petri, Erlenmeyer, jarum ose, autoclave, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), timbangan analitik, lampu Bunsen, tabung reaksi, ember hitam, sprayer, bak kecambah, camera, pisau, lakban, plastik klip, cangkul, dan gelas ukur, bamboo, benang, tali plastik, batang pengaduk, mikro pipet, pipet tetes, jarum suntik.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non-Faktorial dengan 10 perlakuan dan 3 ulangan sebagai berikut :

A0: Kontrol

A1: Starner 20 WP konsentrasi 0.1%

A2: Starner 20 WP konsentrasi 0.2%

(28)

15

A3: Starner 20 WP konsentrasi 0.3%

A4: Kuproxat 345 SC konsentrasi 0.1%

A5: Kuproxat 345 SC konsentrasi 0.2%

A6: Kuproxat 345 SC konsentrasi 0.3%

A7: Nordox 56 WP konsentrasi 0.1%

A8: Nordox 56 WP konsentrasi 0.2%

A9: Nordox 56 WP konsentrasi 0.3%

Jumlah ulangan yang dihitung dengan rumus:

t (r-1) ≥ 15 10 (r-1) ≥ 15 10r - 10 ≥ 15

10r ≥ 25

r ≥ 25/10

r ≥ 2.5

r ≥ 3

Jumlah total unit yaitu 10 x 3 = 30 unit penelitian Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = μ + ri + εij Keterangan:

Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j μ : Nilai tengah (rata-rata) umum

ri : Pengaruh perlakuan ke-i

εij : Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke i ulangan ke-j

(29)

Analisis data hasil penelitian menggunakan uji ragam ANOVA, jika hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT.

Persiapan Penelitian Penyediaan Benih

Benih padi varietas Ciherang diperoleh dari Balai Benih Induk Murni Tanjung Morawa, Deli Serdang dan ditanam sebanyak 3 benih pada setiap ember.

Penyediaan Isolat Bakteri Burkholderia glumae

Disediakan strain biakan bakteri B. glumae IRC PRC koleksi Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian USU. Isolat diperbanyak pada media selektif B. glumae (media SMART) media King’s B. Strain bakteri ini diisolasi ke beberapa cawan petri untuk persiapan bahan inokulasi.

Peremajaan Isolat Bakteri Burkholderia glumae

Isolat bakteri diremajakan menggunakan media NA (Nutrient agar) yang ditumbuhkan di dalam 3 cawan petri dan di inkubasi pada suhu ruang selama 48 jam.

Pelaksanaan Penelitian

Penyediaan Suspensi Bakteri Burkholderia glumae

Bakteri B. glumae IRC PRC diperbanyak dengan teknik gores dan diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam (Nandakumar et al., 2009) pada media NA (Nutrient agar). Kemudian sebanyak 3 cawan petri yang berisi koloni B. glumae diambil dengan menggunakan jarum ose dan dimasukkan kedalam larutan 10 ml NB lalu dishaker dengan menggunakan vortex selama 5 menit.

(30)

17

Setelah homogen dihitung kerapatan koloni bakteri tersebut hingga mencapai suspensi bakteri 108 cfu/ml (OD 0.5, λ = 600 nm) menggunakan Spectrofotometer.

Penyediaan Benih Terinfeksi

Benih terinfeksi diperoleh dari inokulasi buatan (artificial inoculation) dengan cara merendam benih padi didalam suspensi bakteri B. glumae (Zainal et al., 2010). Benih disterilisasi permukaan dengan 0,5 NaOCl (klorox) selama 5 menit lalu dibilas dengan menggunakan aquades steril.

Benih yang telah disterilisasi permukaan direndam dengan suspensi bakteri B.glumae 108 cfu/ml kemudian dishaker selama 16 jam pada suhu ruang, lalu benih padi dikeluarkan dari suspensi bakteri tersebut dan dikering anginkan di Laminar Air Flow Cabinet selama 45 menit lalu benih disimpan selama satu malam pada suhu ruang.

Persemaian Benih

Benih padi selanjutnya disemai dengan media top soil dibak kecambah sampai padi berumur 21 hari (HSS) sebelum dipindah tanam (Zainal, 2013).

Penanaman Di Rumah Kassa

Media tanam berupa tanah sawah dimasukkan kedalam ember hingga 2/3 bagian kemudian digenangi air. Ember yang telah diisi disusun dirumah kassa, kemudian ditanami dengan bibit yang telah berumur 21 hari dengan cara mengambil 3 bibit kedalam lubang tanam, kedalaman penanaman 2 cm (Zainal, 2013).

Pemupukan dilakukan dengan dosis rekomendasi yaitu pupuk N, P dan K masing-masing adalah 250 kg urea/ ha, 100 kg SP-36/ ha, dan 75 kg KCl/ ha. Pupuk urea diberikan bertahap, yaitu pada umur 7 hari setelah tanam (HST) sebanyak 40%

(31)

dosis, pada umur 30 HST sebanyak 30% dosis, dan umur 45 HST sebanyak 30%

dosis, sedangkan pupuk SP-36 dan KCl diberikan sekaligus pada umur 7 HST (Razie et al., 2013).

Pengujian Bakterisida Sintesis

Pengujian bakterisida sintetis dilakukan sebanyak dua kali dimulai pada saat padi berumur 60 hari dan 75 hari. Bakterisida diaplikasikan secara langsung dengan disemprot menggunakan sprayer, Starner 20 WP konsentrasi 0,1% (1 g/l), konsentrasi 0,2% ( 2 g/l), konsentrasi 0,3% ( 3 g/l) ; Kuproxat 345 SC konsentrasi 0,1% ( 1 ml/l), konsentrasi 0,2% ( 2 ml/l), konsentrasi 0,3% (3 ml/l) ; Nordox 56 WP konsentrasi 0.1% (1 g/l), konsentrasi 0,2% (2 g/l) dan konsentrasi 0,3 % (3 g/l) Pemeliharaan

Kondisi tanah dijaga agar tetap tergenang, tinggi genangan ± 2 cm dari permukaan tanah sawah. Pengendalian hama dan gulma dilakukan sesuai kondisi pertanaman.

Parameter Amatan Kejadian penyakit

Pengamatan terhadap kejadian penyakit dilakukan seminggu sekali setelah malai padi sudah memunculkan gejala serangan secara visual. Kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

KjP = a x 100%

b

Keterangan:

KjP : Kejadian penyakit hawar malai

a : Jumlah tanaman yang terserang penyakit hawar malai

(32)

19

Keparahan penyakit

Pengamatan Persentase keparahan penyakit dilakukan seminggu sekali setelah malai padi sudah memunculkan gejala serangan secara visual dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

KP = (nxv) x 100%

NXZ

KP = Keparahan Penyakit

N = Jumlah tanaman yang diamati

v = Nilai skala serangan penyakit tiap individu tanaman Z = Nilai tertinggi kategori kerusakan

n = Jumlah tanaman pada setiap skoring (Agrios, 1997).

Skala yang menunjukkan tingkat keparahan penyakit hawar malai padi menurut Devescovi et al (2007) dengan modifikasi, yaitu :

Skala 0: malai sehat

Skala 1: malai berubah warna 0% - 20%

Skala 2: malai berubah warna 21% - 40%

Skala 3: malai berubah warna 41% - 60%

Skala 4: malai berubah warna 61% - 80%

Skala 5: malai berubah warna 81% - 100%

(33)

=

Jumlah gabah hampa Jumlah seluruh gabah Bobot Gabah 100 Butir (g)

Bobot gabah setiap tanaman dihitung setelah panen sebanyak 100 butir dengan cara merontokkan seluruh gabah/bulir padi dari masing-masing tangkai malai pada waktu panen, kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik.

Persentase Gabah Hampa

Gabah hampa dihitung setelah panen. Gabah hampa dipisahkan dari gabah bernas/berisi, kemudian dihitung persentase gabah hampa dengan rmus sebagai berikut :

Persentase gabah hampa x 100%

(Chairuman, 2008).

Produksi

Produksi gabah/bulir setiap rumpun dihitung dengan cara merontokkan seluruh gabah padi dari masing-masing tanaman pada waktu panen kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik.

(34)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN Kejadian Penyakit (%)

Berdasarkan hasil pengamatan kejadian penyakit 9 MST sampai 12 MST, aplikasi bakterisida sintesis berpengaruh nyata terhadap kejadian penyakit pada tanaman padi yang terserang penyakit hawar malai pada padi yang disebabkan oleh bakteri Burkholderia glumae. Data pengamatan dan sidik ragam kejadian penyakit 9 MST – 12 MST dapat dilihat pada lampiran 6-13. Rataan kejadian penyakit 9 MST sampai 12 MST tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Kejadian Penyakit 9 MST – 12 MST (%) Perlakuan Umur

Rataan

9 MST 10 MST 11 MST 12 MST

A0 4,15a 5,63a 6,38a 9,81a 45,88

A1 1,98b 2,88c 5,88a 5,27c 18,15

A2 0,71c 0,71d 2,47bc 2,17dc 3,11

A3 0,71c 0,71d 1,40d 1,35e 2,80

A4 1,67b 3,45b 5,80a 6,17b 22,41

A5 0,71c 0,71d 2,99b 2,71d 3,95

A6 0,71c 0,71d 1,91cd 1,65de 2,52

A7 1,91b 4,01b 6,09a 6,04b 24,70

A8 0,71c 0,71d 2,94b 2,70d 4,33

A9 0,71c 0,71d 2,06cd 1,93de 6,22

Total 31,73 90,05 182,75 231,72 134,06

Keterangan: Angka - angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada Uji DMRT pada taraf α = 5%.

Tabel 1 menunjukkan pengamatan kejadian penyakit 9 MST sampai 12 MST, didapat bahwa perlakuan bakterisida memberi perngaruh yang nyata terhadap kejadian penyakit pada 9 MST dan 12 MST. Pada MST 9 dan MST 10 perlakuan pemberian bakterisida Starner 20 WP (konsentrasi 0,2% dan 0,3%), Kuproxat 345 SC (konsentrasi 0,2% dan 0,3%), dan Nordox 56 WP memiliki nilai persentase kejadian penyakit terendah yaitu 0,71%. Hal ini dikarenakan tanaman padi berada

(35)

sintesis mampu mencegah bakteri Burkholderia glumae menyerang malai tanaman padi yang masih dalam proses pembentukan serta pembungaan. Hal ini sesuai dengan literatur Suryani (2017) yang menyatakan bahwa aplikasi oxolinic acid (OA) pada stadia keluarnya malai dari batang (heading stage) mempunyai efikasi yang tinggi terhadap pengendalian busuk biji dan bibit, bahan kimia menghambat pertumbuhan bakteri pada plumula dan spikelet.

Pada pengamatan 11 MST perlakuan A3 (Starner 20 WP, konsentrasi 0,3%) memiliki nilai kejadian penyakit yang terendah yaitu 1,40%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan A6 (Kuproxat 345 SC, konsentrasi 0,3%) dan A9 (Nordox 56 WP, konsentrasi 0,3%). Pada pengamatan 12 MST perlakuan A3 (Starner 20 WP, konsentrasi 0,3%) memiliki nilai persentase terendah yaitu 1,35%, namun tidak berbeda nyata pada perlakuan A6 (1,63%) dan A9 (1,93%) hal ini dikarenakan pemberian bakterisida dengan konsentrasi 0,3% sudah mampu menekan serangan bakteri Burkholderia glumae serta bakterisida Starner 20 WP memiliki bahan aktif asam oksolinik 20%, Kuproxat 345 SC dan Nordox 50 WP memiliki bahan aktif tembaga yang paling efektif menghambat pertumbuhan bakteri Burkholderia glumae pada tanaman padi. Katsube dan Takeda (1998) menyatakan bahwa banyak bakterisida dapat secara efektif mengontrol atau menekan terjadinya bibit busuk dan malai membusuk disebabkan oleh patogen tanaman Burkholderia spp. termasuk antibiotik, tembaga dan senyawa yang mengandung tembaga.

(36)

23

Gambar 4. Gambar malai yang terserang Burkholderia Glumae pada perlakuan A0 (a), A1 (b), A2 (c), A3 (d), A4 (e), A5 (f), A6 (g), A7 (h), A8 (i), A9 (j).

Pada pengamatan 9 MST-12 MST didapat bahwa perlakuan A3 (Starner 20 WP, konsentrasi 0,3%) memiliki nilai persentase kejadian penyakit terendah hal ini dikarenakan bakterisida Starner 20 WP memiliki bahan aktif asam oksolinik dan merupakan bakterisida sistemik yang efektif menekan serangan penyakit hawar malai yang disebabkan oleh bakteri Burkholderia glumae. Hal ini sesuai dengan literatur Hikichi et al (1989) yang menyatakan bahwa asam oksolinik dapat digunakan dalam perlakuan benih atau aplikasi daun, dan merupakan satu-satunya bahan kimia yang dapat mengontrol Busuk Bulir Bakteri (BBB). Senyawa ini

a b c d

e f g h

i j

(37)

sangat berkhasiat untuk kontrol penyakit padi ini, baik dengan perawatan benih atau semprotan pada daun.

Keparahan Penyakit (%)

Berdasarkan hasil pengamatan keparahan penyakit 9 MST sampai 12 MST, aplikasi bakterisida sintesis berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit pada tanaman padi yang terserang penyakit hawar malai pada padi yang disebabkan oleh bakteri Burkholderia glumae. Data pengamatan dan sidik ragam kejadian penyakit 9 MST – 12 MST dapat dilihat pada lampiran 14-21. Rataan keparahan penyakit 9 MST sampai 12 MST tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Keparahan Penyakit Tanaman Padi (%)

Perlakuan Umur

Rataan

9 MST 10 MST 11 MST 12 MST

A0 4,15a 5,63a 6,60a 7,34a 36,47

A1 1,98b 2,88c 5,87bc 5,27c 19,82

A2 0,71c 0,71d 2,47de 2,17de 3,11

A3 0,71c 0,71d 1,40f 1,35f 1,14

A4 1,67b 3,45bc 5,22c 6,17b 21,05

A5 0,71c 0,71d 2,99d 2,71d 3,95

A6 0,71c 0,71d 1,91ef 1,65ef 2,52

A7 1,91b 4,01b 6,38ab 5,52c 23,31

A8 0,71c 0,71d 2,94d 2,70d 4,33

A9 0,71c 0,71d 2,06ef 1,93ef 2,15

Total 31,73 73,79 184,24 181,58 117,83

Keterangan: Angka – angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada Uji DMRT pada taraf α = 5%.

Tabel 2 menunjukkan pengamatan keparahan penyakit pada 9 MST sampai 12 MST. Didapat bahwa pada umur tanaman 9 MST dan 10 MST perlakuan A2, A3, A5, A6, A8, A9 memiliki nilai persentase keparahan penyakit terendah yaitu 0,71%, hal ini dikarenakan aplikasi perlakuan bakterisida dengan konsentrasi 0,2%

dan 0,3% pada tanaman padi berada pada fase pembentukan malai dan pembungaan

(38)

25

sehingga mampu menekan keparahan penyakit akibat serangan bakteri Burkholderia glumae. Suryani (2017) yang menyatakan bahwa aplikasi oxolinic acid (OA) pada stadia keluarnya malai dari batang (heading stage) mempunyai efikasi yang tinggi terhadap pengendalian busuk biji dan bibit, bahan kimia menghambat pertumbuhan bakteri pada plumula dan spikelet.

Berdasarkan pengamatan pada tabel 2 menunjukkan perlakuan A3 ( 3 g/l Starner 20 WP) adalah perlakuan yang memiliki nilai persentase keparahan penyakit terendah pada 11 MST yaitu 1,40% akan tetapi tidak berbeda nayata pada perlakuan A6 (1,91%) dan A9 (2,06%). Pada 12 MST secara statistik aplikasi perlakuan bakterisida A3 memiliki nilai persentase keparahan penyakit terendah yaitu 1,35%, namun tidak berbeda nyata pada perlakuan A9 (3,97%), A6 (4,03%), A2 (5,30%), A5 (7,10%) hal dikarenakan pemberian bakterisida dengan konsentrasi yang tinggi serta kandungan bahan aktif yang tepat mampu menekan keparahan dari serangan bakteri Burkholderia glumae pada tanaman padi. Hal ini sesuai dengan literatur Katsube dan Takeda (1998) yang menyatakan bahwa banyak bakterisida dapat secara efektif mengontrol atau menekan terjadinya bibit busuk dan malai membusuk disebabkan oleh patogen tanaman Burkholderia spp. termasuk antibiotik, tembaga dan senyawa yang mengandung tembaga.

Pada pengamatan 9 MST-12 MST didapat bahwa perlakuan A3 (Starner 20 WP, konsentrasi 0,3%) memiliki nilai persentase keparahan penyakit terendah hal ini dikarenakan bakterisida Starner 20 WP memiliki bahan aktif asam oksolinik dan merupakan bakterisida sistemik yang efektif menekan serangan penyakit hawar malai yang disebabkan oleh bakteri Burkholderia glumae. Hal ini sesuai dengan literatur Hikichi et al (1989) yang menyatakan bahwa asam oksolinik dapat

(39)

digunakan dalam perlakuan benih atau aplikasi daun, dan merupakan satu-satunya bahan kimia yang dapat mengontrol Busuk Bulir Bakteri (BBB). Senyawa ini sangat berkhasiat untuk kontrol penyakit padi ini, baik dengan perawatan benih atau semprotan pada daun.

Pengaruh bakterisida terhadap persentase gabah hampa (%), bobot gabah 100 butir (g) dan produksi (g)

Berdasarkan hasil pengamatan, aplikasi bakterisida sintesis berpengaruh nyata terhadap persentase gabah hampa (%), bobot gabah 100 butir (g) dan produksi (g) pada tanaman padi yang terserang penyakit hawar malai yang disebabkan oleh bakteri Burkholderia glumae. Sidik ragam persentase gabah hampa (%), bobot gabah 100 butir (g) dan produksi (g) dapat dilihat pada lampiran 22-24. Rataan persentase gabah hampa (%), bobot gabah 100 butir (g) dan produksi (g) dapat dilihat dari Tabel 3.

Tabel 3. Data Persentase Gabah Hampa (%), Bobot Gabah 100 Butir (g) dan Produksi (g)

Parameter Amatan Perlakuan Persentase Gabah

Hampa (%)

Bobot Gabah 100

Butir (g) Produksi (g)

A0 6,15a 2,30c 73,11e

A1 3,75b 2,46bc 103,30c

A2 1,22c 2,56a 111,22b

A3 0,82c 2,60a 120,00a

A4 4,08b 2,31c 106,55c

A5 1,34c 2,52ab 113,06b

A6 1,08c 2,57a 119,04a

A7 4,16b 2,33bc 99,19d

A8 1,09c 2,56a 118,20a

A9 0,91c 2,56a 116,62a

Total 24,75 89,77 1080,29

Rataan 2,47 8,98 108,03

Keterangan: Angka – angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada Uji DMRT pada taraf α = 5%.

(40)

27

Berdasarkan hasil pengamatan pada data secara statistik, aplikasi perlakuan bakterisida berpengaruh nyata terhadap persentase gabah hampa pada setiap tanaman sampel uji. Pada perlakuan A0 (Kontrol) memiliki nilai persentase gabah hampa tertinggi yaitu 6,15%, perlakuan A3 memiliki nilai persentase gabah hampa terendah yaitu 0,82% namun tidak berbeda nyata pada perlakuan A9 (0,91%), A6 (1,08%), A8 (1,09%), A2 (1,22%), A5 (1,34%). Hal ini dikarenakan aplikasi perlakuan bakterisida dengan konsentrasi 0,2% serta 0,3% yang mampu menekan nilai persentase keparahan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Burkholderia glumae sehingga gabah hampa yang dihasilkan sangat sedikit. Hal ini sesuai dengan literatur Zeigler dan Alvarez (1987) yang menyatakan bahwa ada malai yang terserang bakteri ini mengakibatkan bulir menjadi hampa atau juga mengalami aborsi.

Hasil analisis data secara statistik, aplikasi perlakuan bakterisida berpengaruh nyata terhadap bobot gabah 100 butir. Bobot gabah 100 butir tertinggi pada perlakuan A3 yaitu 2,60 g, namun tidak berbeda nyata pada perlakuan A6 (2,57 g), A9 (2,56 g), A8 (2,56 g), A2 (2,56 g), A5 (2,52 g) Hal ini disebabkan oleh aplikasi perlakuan bakterisida yang berpengaruh secara nyata untuk menekan kejadian penyakit yang disebabkan oleh bakteri Burkholderia glumae sehingga mempengaruhi perubahan bobot bulir tanaman padi. Widarti et al (2020) yang menyatakan bahwa infeksi yang parah dapat mengakibatkan pelunakan pada beras, kemandulan spikelet, dan kehampaan bulir padi sehingga mengakibatkan perubahan bobot benih.

Berdasarkan hasil pengamatan pada secara statistik, aplikasi perlakuan bakterisida berpengaruh nyata terhadap produksi gabah padi pada setiap tanaman

(41)

sampel uji. Perlakuan A3 memiliki jumlah produksi tertinggi yaitu 120 g, namun tidak berbeda nyata pada perlakuan A6 (119,04 g), A8 (118,20 g), A9 (116.62 g).

Hal ini disebabkan oleh aplikasi bakterisida yang mampu menekan persentase kejadian dan keparahan penyakit akibat serangan bakteri Burkholderia glumae pada tanaman padi. Xie et al (2003) menemukan bahwa Burkholderia glumae dapat menyebabkan kehampaan pada gabah dan perubahan warna bulir. Patogen ini juga disimpulkan bertanggung jawab atas penurunan berat gabah, pembungaan steril, penghambatan perkecambahan biji dan rebah di bibit padi (Jeong et al., 2003).

(42)

29

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Bakterisida Starner 20 WP, Kuproxat 345 SC, dan Nordox 56 WP mampu menekan seranga penyakit hawar malai yang disebabkan oleh Burkholderia glumae dengan konsentrasi 0,2% (2 g/l) dan 0,3% (3 g/l).

2. Perlakuan aplikasi bakterisida Starner 20 WP dengan konsentrasi 0,3%

memiliki nilai rataan persentase gabah hampa terendah yaitu 0,82%.

3. Bobot gabah 100 butir tertinggi terdapat pada perlakuan aplikasi bakterisida Starner 20 WP dengan konsentrasi 0,3% dengan rataan sebesar 2,60 g.

4. Produksi gabah padi tertinggi terdapat pada perlakuan aplikasi bakterisida Starner 20 WP 3 g/l dengan rataan sebesar 120 g.

5. Bakterisida yang paling terbaik untuk mengendalikan penyakit hawar malai adalah bakterisida Starner 20 WP (konsentrasi 0,3%) yang merupakan bakterisida sistemik dan memiliki bahan aktif asam oksolinik 20%.

Saran

Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya benih padi diberi perlakuan benih menggunakan bakterisida sebagai bentuk pencegahan serangan penyakit hawar malai (Burkholderia glumae).

(43)

DAFTAR PUSTAKA

[DBPTP] Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan. 1992. Penyakit padi.

Laporan Akhir. Jakarta (ID): Direktrorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian.

Agrios, G. N. 1997. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi keempat. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Ayuni, S. U. 2018. Penapisan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (Pgpr) Sebagai Kandidat Pengendali Hayati Bakteri Burkholderia Glumae Penyebab Penyakit Hawar Malai Padi Secara In Vitro. Universitas Sumatera Utara. Hlm 21.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2017. Produksi Padi Dan Palawija Sumatera Utara (Angka Tetap Tahun 2016). http://bps.tnmnpgn.go.id.

Diakses tanggal 12 Februari 2021.

Baharuddin, Harniati, R., Faisal, F., Yani, A., Suparni, Hamid, H., Kuswinanti, T., Jahuddin, R., 2017. Keberadaan penyakit busuk bulir (Burkolderia glumae) pada tanaman padi di Sulawesi Selatan. Prosiding Simposium Nasional Fitopatologi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hlm 19–16.

Chairuman N. 2008. Efektivitas cendawan Mikoriza arbuskula pada beberapa tingkat pemberian kompos jerami terhadap ketersediaan fosfat serta pertumbuhan dan produksi padi gogo di tanah ultisol. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Cha, K. H., Lee, Y. H., Ko, S. J., Park, S. K., Park, I. J. 2001. Influence of weather condition at heading period on the development of rice bacterial grain rot caused by Burkholderia glumae. Res Plant Dis , 7: 150–154

Cho, H. S., Park, S. Y., Ryu, C. M., Kim, J. F., Kim, J. G., Park, S. H., 2007.

Interference of quorum sensing and virulence of the rice pathogen Burkholderia glumae by an engineered endophytic bacterium. Fems Microbiol Ecol , 60: 14–23.

Devescovi, G., Bigirimana, J., Degrassi, G., Cabrio, L., Lipuma, J.J., Kim, J., Hwang, V. V. 2007. Involvement of a quorum sensing- regulated lipase secreted by a clinical isolate of Burkholderia glumae in severe disease symptoms in rice. Appl Environ Microb. 73(15):4950–4958.

Efendi, Halimursyadah, dan Simajuntak, H R. 2012. Respon pertumbuhan dan produksi plasma nutfah padi lokal aceh terhadap sistem budidaya aerob.

Jurnal Agrista 16 (3): 114-121.

(44)

31

Groth, D. E., Rush, M. C., dan Hollier, C. A. 1991. Rice diseases and disorders in Louisiana. Louisiana State University Agricultural Center, Baton Rouge.

Bull. 828.

Hasibuan, M., I. Safni., Lisnawita., K. Lubis. 2018. Morphological characterization of several strains of the rice-pathogenic. IOP Conf. Ser.:

Earth Environ. Sci. 122 012044

Hikichi, Y., Noda, C., Shimizu, K. 1989. Oxolinic Acid. Japanese Journal of Infectious Diseases. 55 : 21-23.

IRRI. 2008. Bacterial Leaf Blight, Diagnostic Summary.

http://www.knowledgebank.irri.org/RiceDoctor/Fact_Sheets/Diseases/Ba cerial_Leaf_Blight.htm#Common. (15 Desember 2008).

Ishaq, M., Rumiati, A. T., dan Permatasari, E. O. 2017. Analisis faktor – factor yang mempengaruhi produksi padi di provinsi jawa timur menggunakan regresi semiparametrik spline. J. Sains. dan Seni. ITS, 6 (1): 2337 – 3520.

Jeong, Y., J. Kim, S. Kim, Y. Kang, T. Nagamatsu, and I. Hwang. 2003. Toxoflavin produced by Burkholderia glumae causing rice grain rot is responsible for inducingbacterial wilt in many field crops. Plant Dis. 87:890-895.

Joko,T. 2017. Burkholderia glumae sebagai Emerging Pathogen: Status, Potensi Kerusakan, dan Strategi Pengedalian, hlm. 27−35. Dalam M. G. Pradana

& N. Mubin (ed.), Prosiding Simposium Nasional Fitopatologi, Bogor, 10 Januari 2017. Hlm 27–35.

Jung, B., Lee, S., Ha, J., Park, J.C., Han, S.S., Hwang, I., Lee, Y.W., Lee, J.2013.

Development of a selective medium for the fungal pathogen Fusarium graminearum using toxoflavin produced bythe bacterial pathogen Burkholderia glumae. Plant Pathol J, 29(4): 446–450.

Kang, Y., Kim, J., Kim, S., Kim, H., Lim, J.Y., Kim, M., Kwak, J., Moon, J.S., Hwang, I. 2008. Proteomic analysis of the proteins regulated by HrpB from the plant pathogenic bacterium Burkholderia glumae. Proteomics.

8(1):106–121.

Karki, H. S., Ham, J. H., 2014.The roles of the shikimate pathwaygenes, aroA and aroB, in virulence, growth and UV tolerance of Burkholderia glumae strain 411gr-6. Mol Plant Pathol,15(9): 940–947.

Katsube, K., dan Takeda, S.I. 1998. Effect of copper content in seed disinfectants on control efficacy against bacterial seedling rot [Burkholderia glumae]

and bacterial seedling blight [B. plantarii] of rice. Ann. Repo. Soc. Plant Prot. North Jap.49: 33-36.

(45)

Keputusan Menteri Pertanian. 2003. Tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Tetap Pestisida. No. 442/Kpts/SR.140/9/2003.

Kim, J., Kim, J.G., Kang, Y., Jang, J.Y., Jog, G.J., Lim, J.Y., Kim, S., Suga, H., Nagamatsu T, Hwang I. 2004. Quorum sensing and the LysR-type transcriptional activator ToxR regulate toxoflavin biosynthesis and transport in Burkholderia glumae. Mol Microbiol. 54:921–934.

Kumar, S., Meshram, S., dan Sinha, A. 2017. Bacterial diseases in rice and their eco friendly management. International Journal of Agricultural Science and Research 7 (2): 31-42.

Kurniati, A. 2016. Mengenal Lebig Dekat Bacterial grain rot. BBPOPT.

Karawang. Hal : 34 -35.

Li, L., Wang, L., Liu, L.M., Hou, Y.X., Huang, S.W, Li, Q.Q. 2016. Infection process of Burkholderia glumae in rice spikelets. J Phytopathol. 1-8.

Miyagawa, H. 2000. Biocontrol of bacterial seedling blight of rice caused by Burkholderia gladioli using with its avirulent isolate. Ann. Phyto. Soc.

Jap. 66: 232-238.

Miyagawa, H. and S. Takaya. 2000. Biological control of bacterial grain rot of rice by avirulent strain of Burkholderia gladioli. Bull. of the Chugoku Nat.

Agr. Expt. Sta. 21: 121. 55.

Nandakumar, R., A. K. M. Shahjahan, X. L. Yuan, E. R. Dickstein, D. E. Groth, A.

Clark, R. D. Cartwright dan M. C. Rush. 2009. Burkholderia glumae and B. gladioli cause bacterialpanicle blight in rice in the southern United States. Plant Dis, 93 (9): 897 – 905.

Permentan. 2015. Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina.No:

51/Permentan/KR.010/9/2015.

Razie, F., Anas, I., Sutandi, A., Sugiyanta., Gunarto, L. 2013. Efisiensi serapan hara dan hasil padi pada budidaya SRI di persawahan pasang surut dengan menggunakan kompos diperkaya. Jurnal Agron Indonesia 41 (2): 89- 97.

Shajahan, A. K. M., Rush, M.C., Clark, C.E., Groth, D.E. 1998. Bacterial sheath rotand panicle blight of rice in Louisiana. Proc. 27th RTWG. 27: 31-32.

Suryani, L. 2017. Burkholderia glumae penyebab hawar pada malai padi. Balai karantina pertanian kelas 1, Banjarmasin.

Tsiantos, J., Psallidas, P. 2002. The effect of inoculum concentration and time of aplication of various bactericides on the control of fire blight (Erwinia amylovlora) under atificial inoculation. Phytopathol

(46)

33

Urakami, Ito-Yoshida, C., Araki, H., Kijima, T., Suzuki, K-I, Komagata, K. 1994.

Transfer of Pseudomonas plantarii and Pseudomonas glumae to Burkholderia as Burkholderia spp. and description of Burkholderia vandii sp. nov. Int. Journ. OfSystematic Bact. 44 (2): 235-245.

Weny. 2018. Uji Ketahanan Lima Varietas Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Penyakit Hawar Malai Bakteri (Burkholderia glumae) di Rumah Kaca. USU, Medan.

Widarti, A., Giyanto., Kikin, H. M. 2020. Insidensi Penyakit Busuk Bulir Padi, Identifikasi, Dan Keragaman Bakteri Burkholderia glumae Pada Beberapa Varietas Padi Dijawa Barat. Jur. Fitopatologi Indonesia. 1 (16): 9-20.

Windriyati, R. E. H. 2015. Seleksi Cendawan Endofit untuk Pengendalian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum) pada Tanaman Cabai. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wiyono S, Mutaqin, K.H, Hidayat, S.H, Supramana, Widodo, 2017. Emerging disease pada tanaman pertanian: strategi dan opsi kebijakan pengendalian.

Prosiding Simposium Nasional Fitopatologi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hlm 1–11.

Xie, G. L., Luo, J. Y., Li, B. 2003. Bacterial panicle blight: A ricedangerous diseases and its identification. Plant Prot,29: 47–49.

Zainal, A. 2013. Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya.

Zeigler, R.S., Alvarez, E. 1987. Bacterial sheath brown rot of rice caused by Pseudomonas fuscovaginae in Latin America. Plant Dis. 71, 592–597.

Zhu, J. G., Jin, M. O., Zhu, S. F., Zhao, W.J., Peng, Z., Liu, H. X., Zhong, W. Y.

2010. Duplex PCR-DHPLC for detection of Burkholderiaglumae. Acta Phytopathol Sin, 40 (5): 449–455.

(47)

LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian

100 cm PINTU

A9 (U3)

A1 (U2)

A0 (U3)

100cm

A5 (U1)

A5 (U2)

A6 (U1) A0

(U1)

A4 (U2)

A9 (U1)

A2

(U2)

A3 (U1)

(A7 (U1)

A4

(U1)

A4 (U3)

A1 (U1)

A1

(U3)

A2 (U3)

A3 (U2)

A5

(U2)

A6 (U3)

A0 (U2)

A2

(U1)

A8 (U3)

A7 (U3)

A8

(U2)

A8 (U1)

A3 (U3)

A9

(U2)

A6 (U2)

A7 (U2)

(48)

35

Lampiran 2. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Komoditas : Padi Sawah

Tahun 2000

Anakan Produktif : 14 – 17 batang

Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131 3-1//IR19661-131-3- 1///IR64/////IR64

Bentuk Gabah : Panjang Ramping Bobot 1000 Butir : 27 – 28 g

Dilepas Tahun 2000

Golongan : Cere

Hasil : 5 – 8,5 t/ha

Nomor Pedigri : S3383-Id-Pn-41-3-1

Tahan Hama : Wereng Coklat Biotipe 2 dan 3

Tahan Penyakit : Bakteri Hawar Daun (HDB) strain III dan IV Tekstur Nasi : Pulen

Umur Tanaman : 116 - 125 hari Tinggi Tanaman : 107 – 115 cm Warna Gabah : Kuning bersih

Keterangan : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 5000 mdpl.

Asal Benih : Balai Benih Induk Murni Tanjung Morawa, Deli Serdang.

Status : Komersial

(49)

Lampiran 3. Deskripsi Starner 20 WP Jenis pestisisda : Bakterisida Merek dagang : Starner 20 WP Bahan aktif : Asam oksolinik 20%

Jenis formulasi : Wettable powder (WP) Petunjuk penggunaan : Padi:

Busuk gabah (Pseudomonas glumae):

-0,5 -1 g/l disemprot

- 5 – 10 g/kg pada perlakuan benih - 1,25 – 2,5 g/l air perendaman benih No. Pendaftaran : RI.01060119951100

Tanggal Produksi 2102001

Nama perusahaan : PT. Nufarm Indonesia

(50)

37

Lampiran 4. Deskripsi Kuproxat 345 SC Jenis pestisida : Fungisida/Bakterisida Merek dagang : Kuproxat 345 SC

Bahan aktif : Tembaga oksi sulfat 345 g/l Jenis formulasi : Solution Consentrate Petunjuk penggunaan : Padi Sawah:

Hawar Daun (Xanthomonas palmivora), 2 – 3 ml//l.

No. Pendaftaran : RI.0102011991478 Tanggal produksi 2011012

Nama perusahaan : PT. Nufarm Indonesia

(51)

Lampiran 5. Deskripsi Nordox 56 WP Jenis pestisida : Fungisida/Bakterisida Merek dagang : Nordox

Bahan aktif : Tembaga oksida 56%

Jenis formulasi : Wettabale Powder (WP) Petunjuk penggunaan:: Padi

Penyakit Kresek (Xanthomonas oryzae) Penyakit Blas (Pyricularia oryzae) -5 g/ 5 kg perlakuan benih

-2 -2,5 g/l penyemprotan No. pendaftaran : RI. 01020119951188 Tanggal produksi : 22 januari 2020

Nama perusahaan : PT. Tritama Wirakarsa

(52)

39

Lampiran 6. Data Pengamatan Kejadian Penyakit 9 MST (%)

Perlakuan Ulangan

1 2 3 Total Rataan

A0 3,98 3,41 5,05 12,44 4,15

A1 0,71 0,71 4,53 5,94 1,98

A2 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A3 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A4 0,71 2,45 0,71 3,86 1,29

A5 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A6 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A7 4,32 0,71 0,71 5,74 1,91

A8 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A9 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

Total 13,9662 11,5137 15,2343 41 1,36

Lampiran 7. Sidik Ragam Kejadian Penyakit 9 MST (%)

SK Db JK KT F Hit F Tab 5% Ket

Perlakuan 9 33,07 3,67 3,36 2,39 *

Galat 20 21,87 1,09

Total 29 54,94

FK : 55,25 KK : 77,04%

(53)

Lampiran 8. Data Pengamatan Kejadian Penyakit 10 MST (%)

Perlakuan Ulangan

1 2 3 Total Rataan

A0 5,82 5,82 5,27 16,90 5,63

A1 0,71 3,41 4,53 8,64 2,88

A2 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A3 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A4 5,82 3,83 0,71 10,36 3,45

A5 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A6 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A7 4,32 4,85 2,85 12,02 4,01

A8 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A9 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

Total 19,49 21,44 16,89 60,65 2,02

Lampiran 9. Sidik Ragam Kejadian Penyakit 10 MST (%)

SK Db JK KT F Hit F Tab 5% Ket

Perlakuan 9 90,42 10,05 8,61 2,39 *

Galat 20 23,34 1,17

Total 29 113,76

FK : 122,60 KK : 53,43%

(54)

41

Lampiran 10. Data Pengamatan Kejadian Penyakit 11 MST (%)

Perlakuan Ulangan

1 2 3 Total Rataan

A0 6,65 5,66 6,84 19,15 6,38

A1 6,67 5,82 5,14 17,63 5,88

A2 0,71 3,41 3,29 7,40 2,47

A3 0,71 0,71 2,78 4,20 1,40

A4 5,82 5,49 6,10 17,40 5,80

A5 3,61 2,97 2,40 8,97 2,99

A6 0,71 0,71 4,31 5,73 1,91

A7 6,02 5,82 6,42 18,26 6,09

A8 4,35 2,28 2,19 8,82 2,94

A9 2,60 2,86 0,71 6,17 2,06

Total 37,83 35,70 40,18 113,71 3,79

Lampiran 11. Sidik Ragam Kejadian Penyakit 11 MST (%)

SK Db JK KT F Hit

F Tab

5% Ket

Perlakuan 9 107,25 11,92 9,53 2,39 *

Galat 20 25,02 1,25

Total 29 132,27

FK : 430,97 KK : 29,50%

(55)

Lampiran 12. Data Pengamatan Kejadian Penyakit 12 MST (%)

Perlakuan Ulangan

1 2 3 Total Rataan

A0 9,53 9,87 10,02 29 9,81

A1 6,30 4,86 4,66 16 5,27

A2 0,71 2,66 3,13 7 2,17

A3 0,71 0,71 2,63 4 1,35

A4 5,73 5,14 7,66 19 6,17

A5 3,24 2,85 2,05 8 2,71

A6 0,71 0,71 3,55 5 1,65

A7 6,13 6,16 5,81 18 6,04

A8 4,35 1,92 1,84 8 2,70

A9 2,37 2,70 0,71 6 1,93

Total 39,76424 37,5799 42,05947 119 3,98

Lampiran 13. Sidik Ragam Kejadian Penyakit 12 MST (%)

SK Db JK KT F Hit F Tab 5% Ket

Perlakuan 9 203,26 22,58 19,23 2,39 *

Galat 20 23,49 1,17

Total 29 226,76

FK : 475,24 KK : 27,23%

(56)

43

Lampiran 14. Data Pengamatan Keparahan penyakit 9 MST (%)

Perlakuan Ulangan

Total Rataan

1 2 3

A0 3,98 3,41 5,05 12,44 4,15

A1 0,71 0,71 4,53 5,94 1,98

A2 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A3 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A4 0,71 2,45 0,71 3,86 1,29

A5 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A6 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A7 4,32 0,71 0,71 5,74 1,91

A8 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

A9 0,71 0,71 0,71 2,12 0,71

Total 13,97 11,51 15,23 40,71 1,36

Lampiran 15. Sidik Ragam Keparahan Penyakit 9 MST (%)

SK Db JK KT F Hit F Tab 5% Ket

Perlakuan 9 33,07 3,67 3,36 2,39 *

Galat 20 21,87 1,09

Total 29 54,94

FK : 55,25 KK : 77,04%

Gambar

Gambar 3. Perbedaan bulir padi yang sehat (a) dengan bulir yang terserang bakteri  Burkholderia glumae (b) (Zhou, 2019)
Gambar 4. Gejala serangan bakteri Burkholderia glumae pada malai padi  (Zhou, 2019).
Gambar 4. Gambar malai yang terserang Burkholderia Glumae pada perlakuan  A0 (a), A1 (b), A2 (c), A3 (d), A4 (e), A5 (f), A6 (g), A7 (h), A8 (i), A9 (j)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan Varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan per tanaman, jumlah malai per tanaman, jumlah gabah berisi per malai, jumlah gabah

Frekuensi irigasi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap beberapa peubah pengamatan antara lain tinggi tanaman 8 MST dan 12 MST, jumlah anakan 8 MST dan 12 MST,

Berdasarkan hasil pengamatan parameter yang diamati menujukkkan bahwa POC daun gamal yang diberikan pada tanaman padi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi

Frekuensi irigasi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap beberapa peubah pengamatan antara lain tinggi tanaman 8 MST dan 12 MST, jumlah anakan 8 MST dan 12 MST,

Varietas berpengaruh nyata pada tinggi tanaman pada 4 sampai 7 MST, jumlah anakan produktif, kejadian penyakit pada 8 dan 9 MST, bobot brangkasan, jumlah gabah bernas

Interaksi tehnik beberapa varietas dan pemberian pupuk urea terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah menunjukkan pengaruh nyata pada tinggi tanaman 6 mst,

Jumlah daun pada umur 5 dan 6 MST berbeda nyata karena tanaman telah memberikan respon pada sistem tanam dan karena keadaan fisik, kimia, dan biologi tanah serta

Bibit tanaman padi penanaman bibit tanaman padi 1 per lubang tanam... Tanaman berumur 2 MST setelah