• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOSIALISASI PERUNDANGAN PERKAWINAN, PERLINDUNGAN ANAK, PENGHAPUSAN KDRT DAN INFORMASI HAJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SOSIALISASI PERUNDANGAN PERKAWINAN, PERLINDUNGAN ANAK, PENGHAPUSAN KDRT DAN INFORMASI HAJI"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

SOSIALISASI PERUNDANGAN PERKAWINAN,

PERLINDUNGAN ANAK, PENGHAPUSAN KDRT DAN INFORMASI HAJI

DISAMPAIKAN DALAM ACARA KOORDINASI PENYELENGGARAAN KEGIATAN PEMERINTAHAN

KECAMATAN MANYARAN KAB. WONOGIRI TAHUN 2021

KUA Kecamatan Manyaran

(2)

UU NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

POKOK-POKOK PEMBAHASAN :

• DEFINISI PERKAWINAN

• SAHNYA PERKAWINAN

• AZAS PERKAWINAN

• SYARAT DAN BATAS USIA PERKAWINAN

• LARANGAN PERKAWINAN

• BATALNYA PERKAWINAN

• HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

• HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN

• PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA

(3)

DEFINISI PERKAWINAN

• Perkawinan ialah ikatan lahir batin, antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU NO.

1 Tahun 1974; Pasal 1)

• Perkawinan adalah suatu pernikahan yang merupakan akad yang sangat kuat atau

miitsaaqan ghaliizhan untuk mentaati perintah

Allah dan pelaksanaanya merupakan ibadah. (KHI

Pasal 2 )

(4)

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974

Pasal 2 ayat (1) :

• Perkawinan adalah sah apabila dilakukan

menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Pasal 2 ayat (2):

• Tiap – tiap perkawinan dicatat menurut

peraturan – peraturan, perundang – undangan

yang berlaku.

(5)

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM

• Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (Ps.4)

• Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat.(Ps.5ayat 1)

• Pencatatan perkawinan harus dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah.(Ps. 5 ayat 2)

• Setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan

dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. (Ps. 6 ayat 1)

• Perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. ((Ps. 6 ayat 2)

(6)

AZAS PERKAWINAN = MONOGAMI

• Pasal 3 :

(1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.

(2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang

bersangkutan.

• Pasal 4 :

(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang,sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib

mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.

(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

b. isteri mendapat cacat badan / penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

(7)

SYARAT DAN BATAS USIA PERKAWINAN

• UU NO 1 /1974, Pasal : 6

• (1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

• (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

• UU NO.1 /1974, Pasal : 7

• (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

• Di rubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang

Perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ‘’ Perkawinan hanya diijinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun.

• (2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.

(8)

LARANGAN PERKAWINAN

Pasal 8 Perkawinan dilarang antara dua orang yang :

1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;

2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;

3. Berhubungan semenda, yaitu mertua,anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;

4. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;

5. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau

kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;

6. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

(9)

BATALNYA PERKAWINAN

• Pasal 22

Perkawinan dapat dibatalkan,apabila para pihak tidak

memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.

* Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu:

a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri;

b. Suami atau isteri;

c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;

d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang- undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.

(10)

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

• Pasal 30 :

• Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

• Pasal 31 :

(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam

kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan

perbuatan hukum. (3) Suami adalah kepala

keluarga dan isteri ibu rumah tangga.

(11)

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI Lanjutan...

• Pasal 34

(1) Suami wajib melindungi isterinya dan

memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan

kemampuannya.

(2) Isteri wajib mengatur urusan rumahtangga sebaik-baiknya.

(3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat

mengajukan gugatan kepada Pengadilan.

(12)

HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN

• Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

• Harta bawaan dari masing-masing suami

dan isteri dan harta benda yang diperoleh

masing- masing sebagai hadiah atau

warisan, adalah di bawah penguasaan

masing-masing sepanjang para pihak tidak

menentukan lain.

(13)

PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA

• Perkawinan dapat putus karena :

a. Kematian,

b. Perceraian dan

c. Atas keputusan Pengadilan.

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian :

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik

anak-anaknya, semata- mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan

memberi keputusannya;

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat

menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi

bekas isteri.

(14)

UU PERLINDUNGAN ANAK

UU NOMOR 35 TAHUN 2014

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG

PERLINDUNGAN ANAK

(15)

DEFINISI ISTILAH

• Anak adalah seseorang yang belum berusia 18

(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

• Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara optimal sesuai dengan

harkat martabat kemanusiaan, serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi.

(16)

DEFINISI ISTILAH

• Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk

perlindungan yang diterima oleh Anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang

membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.

• Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau

penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau

penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum.

(17)

HAK ANAK BIDANG AGAMA & PENDIDIKAN

• Setiap Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan Orang Tua atau Wali. (Pasal 6)

• Pasal 9 :

• (1) Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat.

• (1.a) Setiap Anak berhak mendapatkan

perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh

pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta

didik, dan/atau pihak lain.

(18)

HAK PERLINDUNGAN ANAK

Pasal 15 : Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:

a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;

b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata;

c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;

d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan;

e. Pelibatan dalam peperangan; dan

f. Kejahatan seksual.

(19)

PENANGGUNG JAWAB PERLIND. ANAK

• Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak.

(Pasal 20)

• Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab

memberikan dukungan sarana, prasarana,

dan ketersediaan sumber daya manusia dalam

penyelenggaraan Perlindungan Anak.

(Pasal 22)

(20)

KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB ORANG TUA

Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;

b. Menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;

c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan

d. Memberikan pendidikan karakter dan

Penanaman nilai budi pekerti pada Anak.

(21)

IDENTITAS ANAK

• Pasal 27

(1) Identitas diri setiap Anak harus diberikan sejak kelahirannya.

(2) Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

• dituangkan dalam akta kelahiran.

(3) Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran.

(4) Dalam hal Anak yang proses kelahirannya tidak diketahui dan Orang Tuanya tidak diketahui keberadaannya,

pembuatan akta kelahiran untuk Anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya dan

dilengkapi berita acara pemeriksaan kepolisian.

(22)

ADOPSI ANAK (Pasal 39)

(1) Pengangkatan Anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi Anak dan

dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan darah antara

Anak yang diangkat dan Orang Tua kandungnya.

(2a) Pengangkatan Anak sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) wajib dicatatkan dalam akta kelahiran, dengan tidak menghilangkan identitas awal Anak.

(3) Calon Orang Tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon Anak Angkat.

(4) Pengangkatan Anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

(23)

PERLINDUNGAN KHUSUS ANAK

(Pasal 59 )

Perlindungan Khusus kepada Anak diberikan kepada:

1. Anak dalam situasi darurat;

2. Anak yang berhadapan dengan hukum;

3. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;

4. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;

5. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan

narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;

6. Anak yang menjadi korban pornografi;

(24)

PERLINDUNGAN KHUSUS ANAK, Lanjutan.. . ..

7. Anak dengan HIV/AIDS;

8. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan;

9. Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis;

10. Anak korban kejahatan seksual;

11. Anak korban jaringan terorisme;

12. Anak Penyandang Disabilitas;

13. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;

14. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan 15. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari

pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya.

(25)

LARANGAN DAN DENDA

• Setiap orang dilarang: (Pasal 76A)

a. Memperlakukan Anak secara diskriminatif yang mengakibatkan Anak mengalami kerugian, baik

materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau

b. Memperlakukan Anak Penyandang Disabilitas secara diskriminatif.

• DENDA : (Pasal 77)

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76A dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta

rupiah).

(26)

LANJUTAN DENDA ... (

Pasal 77A )

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap Anak yang masih dalam

kandungan dengan alasan dan tata cara yang tidak dibenarkan oleh ketentuan peraturan

perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan

denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) adalah kejahatan.

(27)

UU PENGHAPUSAN KDRT NO. 23 TAHUN 2004

Yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah :

• “Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya

kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan

secara melawan hukum dalam lingkup rumah

tangga” (Pasal 1 ayat (1)

(28)

LINGKUP RUMAH TANGGA

Lingkup rumah tangga dalam undang-undang ini meliputi :

a. Suami, istri, dan anak;

b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan

c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan

menetap dalam rumah tangga tersebut.

(29)

AZAS & TUJUAN PENGHAPUSAN KDRT

“Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan asas :

a. Penghormatan hak asasi manusia;

b. Keadilan dan kesetaraan gender;

c. Nondiskriminasi; dan d. Perlindungan korban.”

“Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan : 1. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga;

2. Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;

3. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan 4. Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan

sejahtera.

(30)

LARANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Pasal 5

“ Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara :

a. kekerasan fisik;

b. kekerasan psikis;

c. kekerasan seksual; atau

d. Penelantaran rumah tangga.

(31)

PERAN INDIVIDU TERHADAP KEJADIAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

• Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam

rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk : a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;

b. memberikan perlindungan kepada korban;

c. memberikan pertolongan darurat; dan

d. membantu proses pengajuan permohonan

penetapan perlindungan.

(32)

PERAN APARAT KEPOLISIAN TERKAIT DALAM PKDRT

1. Peran Kepolisian (Pasal 16-20)

Jika ada kasus KDRT, setelah menerima laporan tersebut, langkah-langkah yang harus diambil Kepolisian adalah :

a. Memberikan perlindungan sementara pada korban;

b. Meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;

c. Melakukan penyelidikan.

(33)

PERAN APARAT HUKUM DAN STAKEHOLDER TERKAIT DALAM PKDRT

• Kewajiban Advokat

dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan bagi korban KDRT adalah (PASAL 25) :

a. Memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak-hak korban dan proses peradilan;

b. Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan dan membantu korban untuk secara lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya; atau

c. Melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial agar proses peradilan berjalan sebagaimana mestinya.

(34)

PERAN APARAT PENGADILAN TERKAIT DALAM PKDRT

Peran Pengadilan adalah :

a. Mengeluarkan surat penetapan yang berisi

perintah perlindungan bagi korban dan anggota keluarga lain

(Pasal 28);

b. Atas permohonan korban atau kuasanya,

pengadilan dapat mempertimbangkan untuk menetapkan suatu kondisi khusus yakni

pembatasan gerak pelaku, larangan memasuki

tempat tinggal bersama, larangan membuntuti,

mengawasi atau mengintimidasi korban

(Pasal 31).

(35)

KETENTUAN PIDANA ; KEKERASAN FISIK

(Pasal 44 )

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara

(3) paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).

(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan

pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau

denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).

(36)

KETENTUAN PIDANA ; KEKERASAN PSIKIS

(Pasal 45 )

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda

paling banyak Rp. 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau

sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

(37)

PIDANA KEKERASAN SEKSUAL

(PASAL 46)

• Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12

(dua belas) tahun atau denda paling

banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh

enam juta rupiah).

(38)

PIDANA PENELANTARAN

(PASAL 47)

• Setiap orang yang memaksa orang yang

menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling

sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak

Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(39)

INFORMASI HAJI

PERSYARATAN PENDAFTARAN HAJI 1. Beragama Islam

2. Berusia paling rendah 12 tahun pada saat mendaftar

3. Datang ke Kankemenag Kab/Kota dengan menyerahkan ; fc KTP : 10 lb, fc KK : 2 lb, fc Akta kelahiran/ijazah/akta nikah : 2 lb

4. Membawa foto standar haji ( background putih, tidak memakai kacamata, wajah tampak muka 70%

s/d 80%, tidak memakai peci untuk laki-laki dan memakai kerudung untuk perempuan

- Ukuran 3 x 4 : 10 lb - Ukuran 4 x 6 : 5 lb

(40)

Lanjutan persyaratan pendaftaran haji…

5. Memiliki tabungan a.n. Jemaah yang bersangkutan pada BPS BPIH (Bank Syariah Indonesia)

6. Bagi yang sudah pernah menunaikan ibadah

haji, harus menunggu 10 tahun, baru bisa

daftar haji, terhitung sejak menunaikan

ibadah haji terakhir.

(41)

PROSEDUR PENDAFTARAN HAJI

1. Calon Jemaah haji membuka tabungan haji pada BSI sesuai domisili dengan syarat membawa KTP dan setoran awal 25 juta rupiah

2. Bank menerbitkan bukti setoran awal yang berisi nomor validasi ( beberapa dokumen ditanda tangani oleh calon Jemaah haji)

3. Calon Jemaah haji mendatangi Kankemenag

Kab/Kota dengan membawa dokumen bukti setoran

awal dari BSI dan persyaratan lainnya, mengisi

formulir SPPH (Surat Pendaftaran Pergi Haji),

menerima bukti pendaftaran haji dan nomor PORSI

pendaftaran.

(42)

PEMBATALAN BPIH (Biaya

Penyelenggaraan Ibadah Haji)

A. Pembatalan karena meninggal dunia

1. Ahli waris datang ke Kemenag (Seksi PHU) dengan membawa : materai, fc kematian terlegalisir dari kel/desa, surker ahli waris dari kel/desa, BPIH asli (warna putih), fc KTP ahli waris, fc rekening yang meninggal, fc rekening ahli waris yang Banknya harus sama dengan Bank calhaj yang meninggal (yang mewariskan)

2. Ahli waris menunggu pencairan Dana B. Pembatalan karena alasan lain

1. Calhaj datang ke Kemenag (seksi PHU) dengan membawa : Materai, Surat permohonan pembatalan dan alasannya, bukti setoran BPIH asli (warna putih), fc KTP calhaj, fc rekening calhaj.

2. Calhaj menunggu proses pencairan dana

(43)

CALON JEMAAH HAJI YANG WAFAT ATAU SAKIT PERMANEN BOLEH DIGANTI AHLI WARIS

( Keputusan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag RI No.130/2020)

1. Pelimpahan nomor porsi jemaah haji dapat diberlakukan bagi Jemaah yang meninggal atau sakit permanen sebelum berangkat

2. Batasan Jemaah haji yang meninggal dunia terhitung mulai 29 April 2019 dan meninggal sebelum keberangkatan ke Arab Saudi dari Bandara Embarkasi

3. Jemaah sakit permanen dengan kategori sakit

sesuai Edaran Menkes

No.HK.02.01/Menkes/33/2020.

(44)

SYARAT PELIMPAHAN

1. Surat permohonan pelimpahan dari ahli waris ( suami/istri,anak/saudara/orang tua kandung) ditujukan kepada Kemenag kab/kota

2. Salinan Akta Kematian dari DISDUKCAPIL atau Surket Sakit dari RS Pemerintah

3. Asli Bukti setoran awal dan setoran BPIH 4. Asli Surat Kuasa Penunjukan Pelimpahan

5. Asli Surat Tanggung Jawab Mutlak yang ditanda tangani penerima pelimpahan

6. Salinan KTP ,KK, Akta Lahir/Akta Nikah atau bukti lahir Jemaah penerima pelimpahan nomor porsi dengan menunjukkan aslinya

7. Rekening tabungan Jemaah Haji di Bank yang sama dengan jamaah haji yang meninggal atau sakit permanen

8. Penerima limpahan nomor porsi jamaah haji yang meninggal dunia/sakit permanen telah berusia 12 tahun pada saat pengajuan pelimpahan, adapun persyaratan keberangkatan haji berusia paling rendah 18 tahun atau sudah menikah.

(45)

INFO NAMA CALON HAJI KEC. MANYARAN

1. Darono, Manggis 2. Sunar, Batusari 3. Sehno, Manggis 4. Wakiyem, Manggis 5. Mariyadi, Batusari 6. Subandi, Batusari 7. Hartini, Tawangrejo 8. Wachid, Tawangrejo

9. Sri Wahyuningsih, Pageyan 10. Jumadi, Pageyan

11. Sunarsih, Jenggotan 12. Sumbogo, Jenggotan

Pemberangkatan Ibadah Haji terakhir pada tahun 2019 Mulai Tahun 2020 s.d sekarang masih ditunda.

(46)

SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Referensi

Dokumen terkait

Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana

Setiap Orang yang melanggar ketentuan dari ayat (2) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1), dipidana sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan tentang

pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

sebagai Kawasan Tanpa Rokok sebagafu:rana dimaksud dalam Pasal 8, dapat dipidana dengan pidana penjara. paling lama 15 (lima belasi hari da:r latau

Pasal 11 UU PTPK: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima

Dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah 4 Pasal 113 ayat 3 Setiap orang yang dengan