• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari anak tidak bisa berjalan hingga bisa berjalan, dari tidak bisa berbicara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. dari anak tidak bisa berjalan hingga bisa berjalan, dari tidak bisa berbicara"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Belajar

Sadar atau tidak manusia selalu melakukan belajar dalam kehidupan. Mulai dari anak tidak bisa berjalan hingga bisa berjalan, dari tidak bisa berbicara hingga bisa berbicara, sampai tidak bisa membaca hingga bisa membaca.

Semua perubahan dari tidak bisa menjadi bisa ini merupakan implementasi dari adanya proses belajar. Belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar.

Menurut teori belajar Bruner (dalam Slameto, 2010: 11), “belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah.

Gagne (dalam Slameto, 2010: 13), memberikan dua definisi tentang belajar:

1. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku;

2. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.

(2)

Dari dua pendapat tersebut, dapat dibuat kesimpulan belajar adalah suatu proses untuk, memperoleh penguasaan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku yang dapat didisain melalui kurikulum sekolah.

B. Pengertian Hasil Belajar

Setiap proses atau usaha yang dilakukan pasti akan menuaikan hasil. Begitu juga dalam belajar. Menurut Hamalik (dalam Kunandar, 2013: 62), “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, dan sikap-sikap, serta kemampuan peserta didik”. Sedangkan menurut Sudjana (dalam Kunandar , 2013: 62), mengatakan, “hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya.

Menurut Permendikbud No. 66 tahun 2013, dikatakan bahwa;

“Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap,

pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi mata pelajaran/kompetensi

muatan/kompetensi program, dan proses”.

Selain pendapat di atas, ada pula pendapat tentang hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 3) menyatakan “hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar”. Menurut Bloom (dalam Sardiman, 2012: 23) “hasil belajar meliputi tiga ranah/matra; ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor”. Gagne (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002: 10) menyatakan lima hasil belajar sebagai kapabilitas siswa, meliputi:

(3)

1. Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilihan informasi verbal memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan.

2. Keterampilan intelektual adalah adalah kecakapan yang berfungsi untuk menghubungkan dengan lingkungan hiup serta mempersentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret dan definisi, dan prinsip.

3. Startegi kognitif adalh kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4. Keterampilan motorik adalah keterampilan melakukan serangkaian gerak jasmani dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan kompentensi atau kemampuan tertentu, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran. Kompetensi inti pada kurikulum 2013 diantaranya;

KI.1: Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.

KI.2: Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya.

KI.3: Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan tempat bermain.

KI.4: Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis, dan logis dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia. (dikutip dari Kurikulum SD 2013)

C. Pengertian Tematik

Pembelajaran pada kurikulum 2013 SD ini menggunakan pembelajaran tematik, yaitu mengintegrasikan beberapa mata pelajaran dalam satu tema

(4)

dalam satu pembelajaran. Model pembelajaran tematik juga sering disebut dengan model pembelajaran terpadu. Menurut Sulhan (2010: 55) mengatakan

“hakikat pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa (secara individu maupun kelompok) aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik”.

Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembelajaran tematik, menurut Sungkono (2013:4) yaitu:

1. Pembelajaran tematik dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan utuh.

2. Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik perlu mempertimbangkan alokasi waktu untuk setiap topik, banyak sedikitnya bahan yang tersedia di lingkungan.

3. Pilihlah tema yang terdekat dengan siswa.

4. Lebih mengutamakan kompetensi dasar yang akan dicapai dari pada tema.

Sulhan (2010: 55), mengatakan “pelaksanaan model pembelajaran tematik mempunyai tiga sasaran utama, yaitu: keterpaduan materi pengajaran, keterpaduan prosedur penyampaian, dan keterpaduan pengalamn belajar”.

Adapun karakteristik dalam model pembelajaran tematik diantaranya:

pembelajaran berpusat pada siswa, memberikan pengalaman langsung pada siswa, tidak ada pemisahan yang jelas antar mata pelajaran, menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran, bersifat luwes, dan mengembangkan hasil pembelajaran yang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

(5)

Pelaksanaan pembelajaran tematik memiliki beberapa keuntungan dan juga kelemahan yang diperolehnya. Keuntungan dan kelemahan yang dimaksud menurut Sungkono (2013:5) yaitu:

a. Keuntungan pembelajaran tematk, meliputi:

1. Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan siswa

2. Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa.

3. Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna.

4. Menumbuhkan keterampilan sosial, seperti bekerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

b. Kekurangan pembelajaran tematik, meliputi;

1. Guru dituntut memiliki keterampilan yang tinggi

2. Tidak setiap guru mampu mengintegrasikan kurikulum dengan konsep- konsep yang ada dalam mata pelajaran secara tepat.

D. Autentik

Peningkatan hasil belajar siswa dapat diukur dengan menggunakan sistem penilaian. Berdasarkan Permendikbud No. 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah Bab III tentang perencanaan

pembelajaran, “... Penilaian merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik...”.

Penilaian yang digunakan dalam kurikulum 2013 adalah penilaian autentik yaitu penilaian yang menyangkut ke tiga ranah (kognitif, afektif, dan psikomotor). Menurut Permendikbud No. 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan, dikatakan bahwa; “Penilaian otentik merupakan

(6)

penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran”.

Permendikbud No. 65 Tahun 2013 Bab V menyatakan; “Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan

menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan belajar siswa atau bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran. Hasil penilaian otentik dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil penilaian otentik dapat digunakansebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran dengan

menggunakan alat: angket, observasi, catatan anekdot, dan refleksi.

Sedangkan menurut Kunandar (2013: 35) “penilaian autentik adalah kegiatan yang menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrument penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD)”. Penilaian autentic lebih menekankan pada

pemberian tugas yang menuntut pembelajar menampilkan, mempraktikan, dan mendemonstrasikan hasil pembelajarannya yang mencerminkan kebutuhan didunia nyata secara bermakna sekaligus menunjukkan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan. Berikut beberapa penjelasan tentang penilaian tiga ranah tersebut menurut Kunandar.

Kunandar (2013: 99) penilaian kompetensi sikap adalah penilaian yang dilakukan guru untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi sikap dari peserta didik yang meliputi aspek menerima atau memperhatikan,

merespon atau menanggapi, menilai atau menghargai, mengorganisasi atau mengelola, dan berkarakter. Sedangkan Kunandar (2013: 159) penilaian kompetensi pengetahuan/kognitif adalah penilaian yang dilakukan guru untuk mengukur tingkat pencapaian atau penguasaan peserta didik dalam aspek pengetahuan yang meliputi ingatan/hafalan, pemahaman, penerapan atau aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kunandar (2013: 249)

“penilaian ketrampilan atau psikomotor adalah penilaian yang dilakukan

(7)

guru untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi ketrampilan dari peserta didik yang meliputi aspek imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi”.

Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh. Menurut Permendikbud No.65 tahun 2013 dikatakan bahwa:

Hasil penilaian otentik dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil penilaian otentik dapat digunakansebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat proses

pembelajaran dengan menggunakan alat: angket, observasi, catatan anekdot, dan refleksi.

Dari beberapa penjelasan diatas, dapat dibuat kesimpulan penilaian autentik yaitu penilaian dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor sekaligus dalam satu pembelajaran yang dilakukan secara komprehensip mulai dari awal sampai akhir kegiatan pembelajaran.

E. Tema

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 :114); te.ma adalah [n] pokok pikiran; dasar cerita (yg dipercakapkan, dipakai sbg dasar mengarang,

menggubah sajak, dsb).Tema memberikan makna kepada beberapa konsep dasar sehingga peserta didik mempelajari konsep dasar terkait dengan kehidupan nyata. Dengan demikian, pembelajaran memberikan makna nyata kepada peserta didik. Tema-tema pembelajaran dalam kurikulum 2013 kelas iv semester genap yaitu pahlawanku, indahnya negeriku, cita-citaku, tempat tinggalku, dan makananku sehat dan bergizi. Tema pahlawanku dilaksanakan pada bulan Januari, tema indahnya negeriku dilaksanakan pada bulan

(8)

Februari, tema cita-citku dilaksanakan pada bulan Maret, tema tempat

tinggalku dilakukan pada bulan April, dan tema makananku sehat dan bergizi dilakukan pada bulan Mei.

Pada tema cita-citaku yang akan diteliti yaitu subtema 2 “hebatnya cita- citaku”. Pada subtema 2 terdapat 6 pembelajaran, dimana setiap pembelajaran mengintegrasikan beberapa matapelajaran yang relevan. Satu siklus akan dilakukan dalam dua pertemuan.

F. Model Pembelajaran Kooperatif

Pada pembelajaran kurikulum 2013, siswa melakukan proses belajar secara berkelompok dan bekerja sama. Karenanya, pembelajaran kooperatif cocok diterapkan untuk proses pembelajaran kurikulum 2013. Sugandi (dalam Taniredja T, 2012:55) “Pembelajaran Kooperatif (coorperative learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.

Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran kelompok”.

Solihatin, E., dan Rahardjo, (dalam T. Taniredja, dkk, 2012: 56) Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota kelompok.

Sedangkan menurut Slavin, “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan

(9)

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru”. Stahl (dalam T. Taniredja, dkk, 2012: 56) “Konsep dasar cooperative learning adalah; (1) perumusan tujuan belajar harus jelas, (2) penerimaan yang menyeluruh dari peserta didik terhadap tujuan belajar, (3) ketergantungan yang bersifat positif, (4) interaksi yang bersifat terbuka, (5) tanggung jawab individu, (6) kelompok bersifat heterogen, (7) interaksi sikap dan prilaku sosial yang positif, (8) tindak lanjut/

follow up, dan (9) kepuasan dalam belajar”.

Model-model Cooperative Leraning, Taniredja, dkk (2012:64-74) diantaranya yaitu;

1. Isjoni (dalam Taniredja, 2012: 64) Student Team-Arhieevement division (STAD)/Devisi Pencapaian-Kelompok Siswa, tipe kooperatif ini

menekankan pada adanya aktifitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam memnguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

2. Slavin (dalam Taniredja, 2012: 66) Pembelajaran Kooperatif Tipe Team- Game-Tournament (TGT), metode ini sama dengan STAD kecuali dalam

hal penggunaan turnamen akademik, dan menggunakan kui-kuis dan sistem skor kemajuan dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademi sebelumnya setara seperti mereka.

3. Taniredja, dkk (2012: 74) Model Pembelajaran Investigasi Kelompok/

Group Investigation (GI), dalam tipe ini kelompok dibentuk oleh siswa itu

(10)

sendiri dalam kelompok-kelompok kecil, selanjutnya kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi yang akan diajarkan.

G. Model Pembelajaran Investigasi Kelompok/GroupInvestigation (GI)

Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif GI adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2 sampai 6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan atau memamerkan laporannya di depan kelas untuk

berbagi dan saling tukar informasi.

Sharan (dalam Taniredja, T.dkk, 2011: 76), menjelaskan bahwa:

Investigasi kelompok dapat dilakukan dalam enam tahap, yaitu: (1) kelas menentukan subtema dan menyusunnya dalam kelompok penelitian, (2) kelompok merencanakan penelitian mereka, (3) kelompok melakukan penelitian, (4) kelompok merencanakan presentasi, (5) kelompok melakukan presentasi, (6) guru dan siswa mengevaluasi proyek mereka.

Selanjutnya menurut Slavin (dalam Taniredja, T.dkk, 2012: 79), Ada enam tahap kegiatan dalam model kooperatif tipe GI ini, yaitu;

1. Mengidentifikasikan topik dan mengatur murid ke dalam kelompok.

2. Merencanakan tugas yang akan dipelajari.

3. Melaksanakan investigasi.

4. Menyiapkan laporan akhir.

5. Mempresentasikan laporan akhir.

6. Evaluasi.

Sedangkan menurut Hermawan, H (2006: 31), mengatakan:

Langkah-langkah kegiatan siswa dalam penggunaan model tipe investigasi kelompok dapat dilakukan sebagai berikut: (1) amati situasi bermasalah, (2) jelajahi permasalahan dan temukan kunci permasalahan, (3) rumuskan apa yang harus dilakukan, (4) atur pembagian tugas dalam kelompok, (5)

(11)

belajar individual dan kelompok, (6) cek tugas yang harus dikerjakan, (7) cek proses dan hasil penelitian kelompok, dan (8) lakukan tindak lanjut.

Adapun dampak instruksional dan pengiring model kooperatif tipe GI menurut Hermawan, H (2006: 30), sebagai berikut:

1. Pandangan instruktivis tentang pengetahuan 2. Proses dan keteraturan kelmopok yang efektif 3. Penelitian yang berdisiplin

4. Menghormati HAM dan menerima keberagaman 5. Kemerdekaan sebagai pelajar

6. Komitmen terhadap penelitian sosial.

Pada penelitian ini, tahapan yang digunakan peneliti yaitu model kooperatif tipe GI menurut Slavin. Model pembelajaran GI ini memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaanya. Adapun kelebihan dari penggunaan GI diantaranya membuka kesempatan evaluasi secara konstan dan lebih besar terhadap siswa, baik oleh teman atau guru mereka. Akan tetapi, kelemahan dalam penggunaan GI yaitu tidak dapat diimplementasikan kedalam lingkungan pendidikan yang tidak bisa mendukung terjadinya dialog interpersonal. Menurut Santoso (dalam asvianti, 2012: 12) ada 5 kelebihan dan 3 kekurangan metode GI dengan uraian sebagai berikut:

a. Kelebihan metode GI

1. Pembelajaran dengan kooperatif model GI memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

2. Penerapan model pembelajaran kooperatif model GI mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

3. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi dalam kelompok tanpa memandang latar belakang.

4. Melatih siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya.

5. Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pemblajaran.

b. Kekurangan metode GI

1. Tidak semua materi dapat disampaikan dengan menggunakan metode ini.

(12)

2. Membutuhkan waktu yang lama.

3. Siswa yang malas memiliki kesempatan untuk tetap pasif dalam kelompoknya dan memungkinkan akan mempengaruhi kelompoknya sehingga usaha kelompok tersebut gagal.

H. Penelitian yang Relevan

Beberapa pendapat tentang hasil penelitian dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, dari penelitian terdahulu yang digunakan peneliti sebagai literatur dalam menyusun penelitian ini, diantaranya;

1. Aribowo, N.( 2013:64): “terdapat pengaruh pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terhadap terhadap hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas V SD. Hal ini terlihat dari hasil belajar yang dilakukan pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen setelah mendapat perlakuan, didapatkan hasil rata-rata nilai posttest pada kelompok kontrol sebesar 73,5 dan kelompok eksperimen sebesar 83,5. diketahui bahwa ada perbedaan antara hasil belajar

kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen, hasil belajar kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol”.

2. Hasan S, dkk. (2011:197): “Pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe group investigation membuat kegiatan belajar mengajar menjadi lebih menarik dan sesuai dengan kurikulum KTSP yang lebih mengutamakan pendekatan peserta didik sebagai pusat pembelajaran atau student centered approach. Akivitas belajar peserta didik pada proses pembelajaran perawatan dan perbaikan sistem refrigerasi dengan model cooperative learning tipe group investigation, menuntut peserta didik untuk lebih aktif dengan pengembangan kegiatan pembelajaran, seperti harus memahami suatu konsep atau materi dan mereka bertanggung jawab atas materi tersebut untuk disampaikan kepada teman-temannya di

kelompok. Model cooperative learning tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dan kemampuannya memahami materi mata pelajaran perawatan dan perbaikan sistem refrigerasi”.

(13)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, Metode Pembelajaran Tipe Group Investigation membuat proses pembelajaran lebih menarik dan

menyenangkan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dan meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar.

I. Kerangka Pikir

Hasil belajar yang dicapai siswa dapat dipengaruhi oleh kegiatan

pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Tercapainya tujuan pembelajaran ditentukan oleh proses pembelajaran di dalam kelas. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mengarahkan siswa agar dapat aktif secara individu dan kelompok.

Model kooperatif tipe GI perlu diterapkan untuk mengembangkan cara berpikir dan berkomunikasi siswa untuk mendapatkan informasi yang lebih luas sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik secara kelompok maupun individu. Model pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation dapat meningkatkan tarap berfikir kreatif siswa terbukti dari hasil sekripsi menurut Ani Suryani (2010: 76) dikatakan bahwa: “terdapat peningkatan rata- rata hasil penelitian dari siklus I sampai siklus III yaitu peningkatan kualitas pembelajaran siswa yang ditunjukkan dari nilai effek size dari siklus I sampai III sebesar 2,92. Selanjutnya menurut Aribowo, N.( 2013:64): “ada perbedaan antara hasil belajar kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen

menggunakan metode GI, hasil belajar kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol”.

(14)

Berdasarkan observasi dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, di SD Negeri 2 Labuhan Ratu telah menggunakan kurikulum 2013, namun pembelajarannya belum menggunakan variasi model pembelajaran.

Masih ditemukan kendala dan permasalahan selama proses pembelajaran di kelas, yang ditunjukkan dengan adanya 51,6% orang masih rendah dalam sikap sosial, 48,4% siswa masih rendah pada nilai pengetahuan, dan 45,2%

orang rendah dalam keterampilan.

Penerapan metode pembelajaran yang tepat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dari proses pembelajaran. Metode pembelajaran kooperatif merupakan salah satu metode pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran tematik untuk peningkatan hasil belajar siswa mulai dari kognitif

(pengetahuan), efektif (spiritual dan sosial), serta psikomotor (keterampilan) sehingga diharapkan terjadi peningkatan hasil belajar siswa saat guru

menerapkan pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe GI.

Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir dapat digambarkan sebagai berikut;

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

INPUT PROSES OUTPUT

Hasil belajar peserta didik rendah

Penggunaan model kooperatif tipe Group investigation (GI)

Hasil belajar peserta didik pada tema cita-citaku meningkat lebih tinggi

(15)

J. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian kajian pustaka di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas, yaitu jika dalam pembelajaran tema cita-citaku dilaksanakan menggunakan model pembelajaran tipe investigasi

kelompok/group investiion (GI) dengan langkah-langkah yang tepat maka dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IVB SDN 2 Labuhan Ratu.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Kepala Seksi Pembinaan dan Pengembangan Industri Aneka pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar Kabupaten Malang Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hipotesis terkait dengan pengaruh kemampuan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pada Hotel Puri Bagus

Kinds of Product Jenis Produk Kualitas Grade Ketebalan Thickness Kondisi Pengiriman Condition of Supply No.. Sertifikat Persetujuan

Kelemahan siswa dalam penggunaan alat tidak hanya terjadi di Kabupaten ini, Kota Palu sebagai ibukota pusat propinsi dengan fasilitas Pendidikan yang baik, ternyata memiliki

Bahkan yang terpesona dengan keindahan al-Quran itu tidak saja penyair yang menjadi muallaf, tapi juga penyair-penyair besar yang masih mempertahankan agama ibunya.. Dikisahkan

Setelah dipaparkan diatas apa yang dimaksud dengan tradisi yang adalah merupakan perspektif yang berdasarkan pada nilai-nilai yang berakar pada sumber nilai atau

Grafik Run Chart Kejadian Tidak Adanya Label Obat High Alert di Unit Pelayanan Farmasi RSUD Bangil Bulan Januari s/d September Tahun 2016.

Tingginya tuntutan akan penyelenggaraan pelayanan di ruang IGD sering memicu stres kerja pada karyawan/staf yang bertugas di ruang tersebut, kondisi ini juga