• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Sidaguri

2.1.1. Morfologi Sidaguri

Sidaguri tumbuh liar di tepi jalan, halaman berumput, hutan, ladang, dan tempat tempat dengan sinar matahari cerah atau sedikit terlindung. Tanaman ini tersebar pada daerah tropis di seluruh dunia dari dataran rendah sampai 1.450 m dpl. Perdu tegak bercabang ini tingginya dapat mencapai 2 m dengan cabang kecil berambut rapat.. Daun tunggal, bergerigi, ujung runcing, pertulangan menyirip, bagian bawah berambut pendek warnanya abu-abu, panjang 1,5-4 cm, lebar 1-1,5 cm. Bunga tunggal berwarna kuning cerah yang keluar dari ketiak daun, mekar sekitar pukul 12 siang dan layu sekitar tiga jam kemudian. Buah dengan 8-10 endaga, diameter 6-7 mm (Dalimarta, 2003).

2.1.2. Sistematika Tumbuhan Sidaguri

Botani : Sida rhombifolia L Sinonim : Sida retusa L

Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Malvales Suku : Malvaceae Marga : Sida

(2)

Nama umum/dagang : Sidaguri

Tumbuhan sidaguri dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan nama daerah : Saliguri (Minangkabau), Sidaguri (Melayu), Sidaguri (Jawa tengah), sidagori (sunda), Taghuri (Madura), Kahindu (Sumba), Hutu gamo (Halmahera),Digo (Ternate)

(Dalimarta, 2003).

2.1.3. Manfaat dan Kandungan Tumbuhan Sidaguri

Herba digunakan untuk mengatasi: influenza, demam, radang amandel (tonsilitis), difteri, TBC kelenjar (scrofuloderma), radang usus (enteritis), disentri, sakit kuning (jaundice), malaria, batu saluran kencing, sakit lambung, wasir berdarah, muntah darah, terlambat haid, dan cacingan, sedangkan akar digunakan untuk mengatasi: influenza, sesak napas (asma bronkhiale), disentri, sakit kuning, rematik gout, sakit gigi, sariawan, digigit serangga berbisa, susah buang air besar (sembelit), terlambat haid, dan bisul yang tak kunjung sembuh, dan bunga digunakan untuk obat luar pada gigitan serangga. Akar dan kulit sidaguri kuat, dipakai untuk pembuatan tali.. Perbanyakan dengan biji atau setek batang. Kandungan kimia dari tumbuhan sidaguri, daun mengandung alkaloid, kalsium oksalat, tannin, asam amino, dan minyak atsiri. Batang mengandung kalsium oksalat dan tannin. Akar mengandung alkaloid, dan steroid (Dalimarta, 2003).

2.2. Senyawa Organik Bahan Alam

Senyawa organik bahan alam dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat- sifat yang dimilikinya. Ada empat cara klasifikasi senyawa organik bahan alam, yaitu:

1. Klasifkasi berdasarkan Struktur Kimiawi

Klasifikasi ini didasarkan pada kerangka molekul dari senyawa yang bersangkutan. Menurut sistem ini, ada 4 kelas senyawa organik bahan alam, yaitu:

(3)

Contoh : asam- asam lemak, gula dana asam- asam amino pada umumnya b. Senyawa alisiklik atau sikloalifatik

Contoh : Terpenoid, steroida c. Senyawa aromatik atau benzenoid

Contoh : Golongan fenolat, golongan kuinon d. Senyawa heterosiklik

Contoh : alkaloida, flavonoida

2. Klasifikasi Berdasarkan Sifat Fisiologik

Setelah penelitian yang lebih mendalam dilakukan terhadap morfin, penisilin dan prostaglandin, maka perhatian para ahli sering ditujukan terhadap isolasi dan penentuan fungsi fisiologis dari senyawa-senyawa organik bahan alam tertentu.

Hampir separuh dari obat-obatan yang kita gunakan sehari-hari merupakan bahan- alam, misalnya alkaloida dan antibiotik. Oleh karena itu senyawa organik bahan alam dapat juga diklasifikasikan dari segi aktivitas fisiologik dari bahan alam yang bersangkutan. Misalnya : kelas hormon, vitamin, antibiotik dan mikotoksin (racun yang dihasilkan oleh jamur). Meskipun senyawa-senyawa dalam satu kelas mempunyai struktur dan asal-usul biogenetik yang sangat bervariasi, namun ada kalanya terdapat korelasi yang dekat antara aspek-aspek tersebut dengan kegiatannya.

3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi

Pengklasifikasian ini didasarkan pada penyelidikan morfologi komparatif dari tumbuh-tumbuhan yaitu taksonomi tumbuhan. Pada hewan dan sebagian mikroorganisme, metabolit terakhir biasanya dibuang keluar tubuh, sedang pada tumbuh-tumbuhan, metabolit tersimpan di dalam tubuh tumbuhan itu sendiri.

Pada mulanya beberapa metabolit dianggap hanya berasal dari tumbuhan tertentu. Kemudian diketahui bahwa beberapa metabolit tersebar pada berbagai tumbuhan dan ternyata banyak konstituen tumbuhan tumbuhan (seperti alkaloida dan terpenoida) yang dapat diisolasi dari spesies, genus, suku atau famili tumbuhan tertentu. Malah dalam satu spesies tunggal, dapat ditemukan sejumlah konstituen yang strukturnya berhubungan erat satu sama lain. Misalnya, “opium” dari Papaver

(4)

somniferum mengandung dua puluhan alkaloida termasuk alkaloida morfin, tebain, kodein dan narkotin yang kesemuanya dibiosintesis dari prekusor yaitu 1-benzilisokuinolin melalui penggandengan/coupling secara oksidasi. Oleh karena itu alkaloida - alkaloida tersebut yang strukturnya mirip satu sama lain dan berasal dari genus tumbuhan tertentu, disebut alkaloida opium.

4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis

Semua konstituen tumbuhan dan binatang dibiosintesis dalam mikroorganisme melalui reaksi- reaksi yang dibantu oleh enzim tertentu. Dalam hal ini sumber utama dari karbon biasanya adalah glukosa, yang dibiosintesis dalam tumbuhan hijau atau yang diperoleh dari lingkungan dalam organisme.

Beberapa ahli mulai menyusun teori langkah-langkah biogenetik dari senyawa organik bahan alam yang berlangsung dalam mikroorganisme hidup. Basis dari teori ini adalah keteraturan struktural yang teramati sejak awal sampai akhir reaksi. Teori yang paling menonjol adalah “aturan isoprena” yang diusulkan oleh Ruzicka. Dia menyatakan semua senyawa terpenoid terbentuk dari “unit isoprena” C5.

Dari kesemua teori biogenesis ini dapat disimpulkan adanya 4 kelas senyawa organik bahan alam, yakni :

(a) Poliketida (asetogenin) (b) Fenolat (fenilpropanoid) (c) Isoprenoid

(d) Alkaloida (Nakanishi, 1974).

2.2.1. Senyawa Alkaloida

Alkaloid, sekitar 5500 telah diketahui, merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Tidak ada satupun istilah ‘alkaloid’ yang memuaskan, tetapi pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari system siklik. Alkalloid sering sekali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi

(5)

yang menonjol; jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tan warna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harborne, 1987).

Alkaloida sebagai golongan dibedakan dari sebagian besar komponen tumbuhan lain berdasarkan sifat basanya. Oleh karena itu senyawa ini biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam berbagai asam organik dan sering dilakukan di laboratorium sebagai garam dengan asam hidroklorida dan asam sulfat. Garam ini dan alkaloida bebas, berupa senyawa padat berbentuk kristal tanpa warna. Beberapa alkaloida berupa cairan, dan alkaloida yang berwarnapun langka (Berberina dan Terpentina berwarna kuning). Alkaloida sering bersifat aktif optik, dan biasanya hanya satu dari isomer optik yang dijumpai di alam, meskipun dalam beberapa hal dikenal campuran rasemat, dan pada kasus lain satu tumbuhan mengandung satu isomer sementara tumbuhan lain mengandung enantiomernya.

Fungsi dari alkaloida belum dapat dipastikan dengan baik untuk beberapa jenis alkaloida, walaupun telah kita ketahui bahwa turunan - turunan dari pirimidin, purin dan pterin memainkan peranan yang sangat baik dalam proses kehidupan manusia. Semua alkaloida dapat dibuat dari poliketida asam sikimat atau bagian dari senyawa asam mevalonat yang digabung dengan asam amino, yang secara otomatis dapat memberikan sebuah sistematisasi yang tinggi secara rumus dan struktural yang akan menghasilkan suatu senyawa.

Dengan kata lainnya, komponen asam amino membentuk karakter dari alkaloida dan klasifikasinya dapat dibuat dengan baik berdasarkan bentuk morfologinya. Alkaloida juga digunakan sebagai penyebab proses solusi dan biogenetik dibandingkan dengan beberapa jenis asam amino yang merupakan pembentuk alkaloida, seperti glisin (di dalam pembentuk N-heterosiklik), asam glutamat, ornitin, lisin, fenilalanin, tirosin, triptofan dan asam antralin. Kebanyakan alkaloida dapat ditemukan di dalam segala jenis tumbuhan, dari tumbuhan tingkat tinggi sampai ke mikroorganisme. Beberapa alkaloida dapat ditemukan dalam hewan, dan alkaloida juga dapat ditemukan di dalam biota laut (Robinson, 1995).

(6)

Sejak dahulu kala alkaloida telah digunakan dalam berbagai hal. Kebanyakan alkaloida digunakan sebagai suatu zat beracun yang dapat menyebabkan kematian seperti strysin. Strysin telah digunakan sebagai suatu zat pembunuh selama beberapa abad dan juga merupakan suatu zat yang menyebabkan kematian pada beberapa jenis unggas. Strysin merupakan suatu zat yang dapat merusak sel-sel tubuh yang lama-kelamaan dapat menyebabkan kematian. Koniin didalam Conium maculatum digunakan oleh orang-orang Yunani untuk hukuman eksekusi, dan Sokrates adalah pemimpin Yunani yang sering menggunakannya. Beberapa alkaloida dapat menyebabkan halusinasi seperti grup opium di dalam Papaver somniferum, turunan-turunan dari asam lisergis dalam tumbuhan Claviceps purpurea, sebuah tumbuhan parasit (Torssell, 1983).

2.2.2. Klasifikasi Alkaloida

Pada bagian yang memaparkan sejarah alkaloida, jelas kiranya bahwa alkaloida sebagai kelompok senyawa. Banyak usaha untuk mengklasifikasikan alkaloida. Sistem klasifikasi yang paling banyak diterima, menurut Hegnauer, alkaloida dikelompokkan sebagai (a) alkaloida sesesungguhnya, (b) protoalkaloida (c) pseudoalkaloida.

(a) Alkaloida Sesungguhnya.

Alkaloida sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, lazim mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklis, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam organik. Beberapa pengecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklis dan alkaloida kuartener, yang bersifat agak asam.

(b) Protoalkaloida

Protoalkaloida merupakan amin yang relatif sederhana dalam mana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklis. Protoalkaloida diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian amin biologis sering digunakan untuk kelompok ini. Contoh adalah meskalin, efedrin , dan N, N-dimetiltriptamin.

(7)

(c) Pseudoalkaloida

Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa biasanya bersifat basa.

Ada dua seri alkaloida yang penting dalam klas ini, yaitu alkaloida stereoidal ( konessin, purin dan kaffein ) (Sastrohamijojo, 1996).

Ada juga yang mengklasifikasikan alkaloid berdasarkan bentuk inti dari molekulnya yeng terdapat di alam, terbagi atas beberapa kelompok, yaitu :

1. Kelompok Feniletilamin 2. Kelompok Pirolidin 3. Kelompok piridin 4. Kelompok quinolin 5. Kelompok isoquinolin 6. Kelompok pirrolidin- piridin

7. Kelompok penantren (Finar, 1983)

Berdasarkan biogenetiknya, senyawa – senyawa alkaloida dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Alisiklik alkaloida, terdiri dari : - Lupinin alkaloida

- Tropane alkaloida

2. Fenilalanin alkaloida, terdiri dari : - Papaverin

- Morfin

- Amarilis alkaloida 3. Indole Alkaloida, terdiri dari :

- Caly canthin - Quinin - Vindolin

-Ajmalin dan Mitrphilin - Reserpin

(8)

Dari klasifikasi di atas dapat disimpulkan bahwa belum ada keseragaman dalam pengklasifikasian senyawa alkaloida (Hendrikson,1965).

2.2.3. Sifat-sifat Alkaloida

Alkaloida adalah senyawa organik yang mengandung nitrogen (biasanya dalam bentuk siklik) dan bersifat basa. Senyawa ini tersebar luas dalam dunia tumbuh - tumbuhan dan banyak diantaranya yang mempunyai efek fisiologi yang kuat. Beberapa dari efek tersebut telah dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia primitif jauh sebelum Ilmu Kimia Organik berkembang. Alkaloida ‘Cinchona’ yang terkandung dalam kulit pohon dari spesies Cinchona dan Remijia misalnya telah dikenal oleh penduduk asli dipegunungan Andes, Kuinin yang merupakan salah satu konstituen utama dari ekstrak kulit kayu tersebut, laporkan telah dikenal sebagai anti malaria yang efektif sejak tahun 1633. Karena banyaknya senyawa alkaloida serta keterkaitannya dengan bidang lain seperti farmasi, sebenarnya dunia alkaloida memerlukan satu bidang tersendiri.

Secara umum, golongan senyawa alkaloida mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Biasanya merupakan kristal tak berwarna, tidak mudah menguap, tidak larut

dalam air, larut dalam pelarut-pelarut organik seperti : eter, etanol dan juga koroform. Beberapa alkaloida (seperti koniin dan nikotin) berwujud cair dan larut dalam air. Ada juga alkaloida yang berwarna misalnya berberin (kuning). 2. Bersifat basa, pada umumnya berasa pahit, bersifat racun, mempunyai efek. 3. Dapat membentuk endapan dengan larutan asam fosfowolframat, asam

fosfomolibdat, asam pikrat, kalium merkuriiodida dan lain sebagainya. Dari endapan-endapan ini, banyak juga yang memiliki bentuk kristal yang khusus sehingga sangat bermanfaat dalam identifikasinya (Rangke, 1989).

(9)

2.2.4. Deteksi Senyawa Alkaloida

Bukti kualitatif untuk menunjukkan adanya alkaloid dalam pencirian kasar dapat diperoleh dengan menggunakan berbagai pereaksi alkaloid. Tata kerja untuk menguji apakah tumbuhan mengandung alkaloid dapat ditentukan dengan reaksi pewarnaan yang jelas yaitu dengan menggunakan pereaksi Mayer ( Kalium tetraiodomerkurat ) yang banyak digunakan untuk mendeteksi alkaloid karena pereaksi ini memberikan endapan dengan hampir semua alkaloid.

Sebelum melakukan uji ini, dianjurkan untuk melakukan pemurnian terlebih dahulu karena pereaksi ini mengendapkan komponen tumbuhan yang lain juga. Pereaksi lain seperti Wagner (Iodium dalam kalium iodida), asam siklotungstat 5%, asam tanat 5%, pereaksi Drangendorff (Kalium tetraiodobismutat), iodoplatinat, dan larutan asam pikrat jenuh sering pula dipakai. Beberapa alkaloid mengandung gugus fungsi khas yang dapat ditentukan dengan pereaksi khusus, misalnya morfina bersifat fenol sehingga dapat dipakai pereaksi fenol untuk membedakannya. Penggunaan pereaksi seperti itu secara bersistem dapat dipakai untuk penggolongan alkaloid.

Jika kita menginginkan pencirian alkaloid yang lebih lengkap, cara kromatografi dan spektrofotometri dapat dipakai untuk memberikan informasi secukupnya dengan usaha sedikit mungkin. Untuk kebanyakan alkaloid pelarut bersifat basa atau asam dipakai untuk memastikan bahwa molekul semuanya tidak terprotonisasi atau semuanya terprotonisasi. Untuk alkaloid yang bersifat basa lemah, pelarut yang didapar pada harga pKa alkaloid yang akan dipisahkan memberikan hasil yang baik. Pereaksi deteksi yang paling umum dipakai untuk menyemprot kromatogram pereaksi ini beberapa nonalkaloid meskipun kepekaan terhadap alkaloid sekitar sepuluh kalinya, beberapa pereaksi lain untuk mendeteksi alkaloid adalah flouresamina dan 7,7,8,8-tetra sianokuinondimetana. Keuntungannya adalah bahwa pereaksi ini bereaksi secara berlainan dengan jenis struktur yang berbeda. Alkaloid yang mengandung gugus fenol dapat dideteksi dengan pereaksi khusus fenol

(10)

2.2.5. Isolasi Senyawa alkaloida

Isolasi alkaloida berdasarkan metode Harborne

Ekstraksi jaringan kering dengan asam asetat 10% dalam etanol, biarkan sekurang- kurangnya empat jam. Pekatkan ekstrak sampai seperempat volume asal dan endapkan alkaloida dengan meneteskan NH4OH pekat. Kumpulkan endapan dengan pemusingan, cuci dengan NH4OH 1%. Larutkan sisa dalam beberapa tetes etanol atau kloroform.

Kromatografi sebagian larutan pada kertas dapar asam sitrat dalam air. Kromatografi sebagian lain pada pelat silika gel G dalam metanol-NH4OH pekat (200:3). Deteksi adanya alkaloida pada kertas dan pelat, mula- mula dengan flouresensi dibawah sinar uv, kemudian menggunakan penyemprot pereaksi Dragendorff (Harborne, 1987).

Pada umumnya alkaloida diekstraksi dari tumbuhan sumbernya melalui proses sebagai berikut:

1. Tumbuhan (daun, bunga, buah, kulit atau akar) dikeringkan, lalu dihaluskan. 2. Alkaloida diekstraksikan dengan pelarut tertentu, misalnya dengan etanol,

kemudian pelarutnya diuapkan.

3. Residu yang diperoleh diberi asam anorganik untuk menghasilkan garam ammonium kuaterner; kemudian diekstraksikan kembali.

4. Garam N+ yang diperoleh direaksikan dengan Natrium Karbonat sehingga menghasilkan alkaloida-alkaloida yang bebas kemudian diekstraksi dengan pelarut tertentu seperti eter, kloroform atau pelarut lainnya.

5. Campuran alkaloida - alkaloida yang diperoleh akhirnya diisolasi melalui berbagai cara, misalnya dengan metode kromatografi.

Sebagaimana telah dikemukakan, alkaloida diperoleh dari tumbuh-tumbuhan namun ada juga yang dibuat sintesis, misalnya efedrin dan papaverin (Rangke, 1983).

(11)

2.2.6. Biosintesa Senyawa alkaloida

Prekusor alkaloid yang paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya biosintesis alkaloid lebih rumit. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Ia berkisar dari senyawa sederhana seperti koniina, yaitu alkaloid utama. Conium maculatum, sampai ke struktur pentasiklik seperti strikhnina, yaitu racun kulit Strychnos. Amina tumbuhan (misalnya meskalina) dan basa purina dan pirimidina (misalnya kafeina) kadang- kadang digolongkan sebagai alkaloid dalam arti umum (Manitto, 1992).

2.3. Metode Pemisahan

2.3.1. Ekstraksi

Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, perkolasi, dan sokletasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya : n–heksana, eter, benzena, kloroform, etil asetat, etanol, metanol, dan air.

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan ekstrak yang terakhir memberikan reaksi negatif terhadap pereaksi alkaloida. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotary evaporator (Harborne, 1987).

(12)

2.3.2. Kromatografi

Penjelasan terperinci tentang kromatografi pertama kali diberikan oleh Michael Tswett, seorang ahli botani Rusia yang bekerja di Warsawa. Pada tahun 1906, dia mengumumkan pemerian pemisahan klorofil dan pigmen lainnya dalam suatu seri tanaman. Larutan eter petroleum yang mengandung cuplikan diletakkan pada ujung atas tabung gelas sempit yang telah diisi dengan serbuk kalsium karbonat. Ketika ke dalam kolom itu dituangi eter petroleum maka akan terlihat bahwa pigmen-pigmen itu terpisah dalam beberapa daerah. Setiap daerah bewarna itu diisolasi dan diidentifikasi senyawa penyusunnya. Adanya pita bewarna itu maka dia mengusulkan nama “kromatografi” yang berasal dari bahasa Yunani “kromatos” yang berarti warna dan “graphos” yang berarti menulis.

Sekarang kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tetap tinggal pada sistem dan dinamakan fasa diam. Fasa lainnya, dinamakan fasa gerak, memperkolasi melalui celah-celah fasa diam. Gerakan fasa gerak menyebabkan perbedaan migrasi dari penyusunan cuplikan.

Ada beberapa cara dalam mengelompokkan teknik kromatografi. Kebanyakan berdasarkan pada macam fasa yang digunakan (fasa gerak-fasa diam), misalnya kromatografi gas dan kromatografi cairan. Cara pengelompokan lainnya berdasarkan mekanisme yang membuat distribusi fasa. Disini metoda kromatografi sebagian dikelompokkan berdasarkan macam fasa yang digunakan dan sebagian lain berdasarkan pada mekanisme pada distribusi fasa.

Kromatografi cairan-padat atau kromatografi serapan, ditemukan oleh Tswett dan dikenalkan kembali oleh Khun dan Lederer pada 1931, telah digunakan sangat luas untuk analisis organik dan biokima. Pada umumnya sebagai isi kolom adalah silika gel atau alumina, yang mempunyai angka banding luas permukaan terhadap volume sangat besar. Sayangnya hanya ada beberapa bahan penyerap, maka pemilihannya sangat terbatas. Keterbatasan yang lebih nyata pada kenyataan bahwa

(13)

koefisien distribusi untuk serapan kerap kali tergantung pada kadar total. Hal ini akan menyebabkan pemisahan tidak sempurna.

Kromatografi cairan-cairan atau kromatografi partisi, dikenalkan oleh Martin dan Synge pada 1941, dan kemudian mendapatkan hadiah Nobel untuk itu. Fasa diam terdiri atas lapisan tipis cairan yang melapisi permukaan dari padatan inert yang berpori-pori. Ada banyak macam kombinasi cairan yang dapat digunakan sehingga metode ini sangat berguna. Lebih lanjut, koefisien distribusi sistem ini lebih tidak tergantung pada kadar, memberikan pemishan yang lebih tajam.

Kromatografi gas-padat, digunakan sebelum tahun 1800 untuk memurnikan gas. Pada waktu dulu teknik ini tidak berkembang karena keterbatasannya yang sama seperti halnya kromatografi cairan-padat, tetapi penelitian lebih lanjut dengan macam fasa padat baru memperluas penggunaan teknik ini.

Kromatografi gas-cairan merupakan metoda pemisahan yang sangat efisien dan serba guna. Teknik ini telah menyebabkan revolusi dalam kimia Organik sejak dikenalkan pertama kali oleh James dan martin pada 1052. Hambatan yang paling utama adalah bahan cuplikan harus mempunyai tekanan uap paling tidak beberapa torr pada suhu kolom. Sistem ini sangat baik sehingga dapat dikatakan sebagai metoda pilihan dalam kromatografi karena dapat memisahkan dengan cepat dan peka

(Sudjadi, 1986).

2.3.2.1. Kromatografi Kertas

Kromatografi kertas merupakan kromatografi cairan – cairan dimana sebagai fasa diam adalah lapisan tipis air yang diserap dari lembap udara oleh kertas. Jenis fasa cair lainnya dapat digunakan. Teknik ini sangat sederhana.

Mula- mula telah dilakukan pemisahan asam- asam amino dan peptida- peptida yang merupakan hasil hidrolisa protein wool dengan suatu cara dimana kolom yang berisi bubuk diganti dengan lembaran kertas dan kemudian diletakkan di dalam

(14)

bjana tertutup yang berisi uap jenuh larutan. Ini adalah merupakan jenis dari sistem partisi dimana fasa tetap adalah air, disokong oleh molekul- molekul selulose dari kertas, dan fasa bergerak biasanya merupakan campuran dari satu atau lebih pelarut- pelarut organik dan air.

Suatu hal yang perlu diperhatikan dimana pada kromatografi kertas peralatan yang dipakai tidak perlu alat- alat teliti dan mahal. Hasl- hasil yang baik dapat diperoleh dengan peralatan- peralatan dan materi- materi yang sangat sederhana. Senyawa- senyawa yang terpisahkan dapat dideteksi pada kertas dan dapat segera diidentifikasikan. Bahkan jika dikehendaki komponen- komponen yang terpisahkan dapat diambil dari kertas dengan jalan memotong- motongnya yang kemudian dilarutkan secara terpisah.

Pelarut bergerak melalui serat- serat dari kertas oleh gaya kapiler dan menggerakkan komponen- komponen dari campuran cuplikan pada perbedaan jarak dalam arah aliran pelarut. Bila permukaan pelarut telah bergerak sampai jarak yang cukup jauhnya atau setelah waktu yang ditentukan; maka kertas diambil dari bejana dan kedudukan dari permukaan pelarut diberi tanda dan lembaran kertas dibiarkan kering. Jika senyawa- senyawa berwarna maka mereka akan terlihat sebagai pita- pita atau noda- noda yang terpisah. Jika senyawa tidak berwarna mereka maka mereka harus dideteksi dengan cara menggunakan pereaksi- pereaksi yang memberikan warna terhadap senyawa yang dipisahkan (Sastrohamidjojo, 1985).

2.3.2.2. Kromatografi Lapisan Tipis

Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Yang pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.

Pada hakikatnya Kromatografi Lapisan Tipis melibatkan dua peubah: sifat fasa diam atau sifat lapisan dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fasa

(15)

diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair- cair). Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap, walaupun sering berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair di dalam sistem kromatografi cair- cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, yaitu: silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatome), dan selulosa. Fasa gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut (Gritter, 1991).

2.3.2.3. Kromatografi Kolom

Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, atau bahkan tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom.

Ada empat perubahan utama yang dilakukan pada cara kolom klasik. Pertama dipakai penyerap yang lebih halus dengan kisaran ukuran mesh lebih sempit, agar tercipta kesetimbangan yang lebih baik di dalam sistem. Kedua sistem tekanan biasanya pompa mekanis, dipakai untuk mendorong pelarut melalui penyerap yang halus. Ini perlu karena ukuran partikel kecil, tetapi pompa itu juga menyebabkan kromatografi lebih cepat, jadi memperkecil difusi. Ketiga detektor telah dikembangkan sehingga diperoleh analisis senyawa yang bersinambungan ketika senyawa itu keluar dari kolom. Data analisi ini dapat dipakai untuk membagi- bagi fraksi ketika keluar, dan jika diperlakukan dengan tepat, dapat memberikan data kuantitatif mengenai banyaknya senyawa yang ada. Akhirnya penyerap baru dan cara pengemasan kolom baru dikembangkan sehingga memungkinkan derajat daya pisah yang tinggi tercapai.

(16)

Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang- kurangnya sepuluh kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kalinya. Nisbah panjang terhadap lebar sebagian besar ditentukan oleh mudah atau sukarnya pemisahan, nisbah lebih besar untuk pemisahan yang lebih sukar. Ukuran kolom dan banyaknya penyerap yang dipakai ditentukan oleh bobot campuran linarut yang akan dipindahkan (Gritter, 1991).

2.4. Teknik Spektroskopi

Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi cahaya dengan atom dan molekul. Radiasi cahaya atau elektromagnet dapat menyerupai gelombang. Beberapa sifat fisika cahaya paling baik diterangkan dengan ciri gelombangnya, sedangkan sifat lain diterangkan dengan sifat partikel (Creswell, 1982).

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1955).

Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe-tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul, Resonansi Magnet Inti yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Ini juga memberikan informasi yang menyatakan tentang alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data yang ada kadang-kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui (Pavia, 1979).

(17)

2.4.1. Spektrofotometri Inframerah ( Fourier Transform - Infra Red )

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapannya kurang dari 100 cm -1 (panjang gelombang lebih daripada 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul.

Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran

Beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam menafsirkan sebuah spektrum infra merah :

a. Spektrum haruslah cukup terpisah dan mempunyai kuat puncak yang memadai.

b. Spektrum harus dibuat dari senyawa yang cukup rumit.

c. Spektrofotometer harus dikalibrasi sebagai pita akan teramati pada kerapatan atau panjang gelombang yang semestinya. Kalibrasi yang benar dapat dilakukan dengan baku-baku yang dapat dipercaya, misalnya polistiren.

d. Metode penangannan cuplikan ( Silverstein, 1984 ).

Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan yaitu vibrasi regang (stretching) dan vibrasi lentur (bending vibrations).

1. Vibrasi Regang

Terjadi perubahan jarak antara dua atom dalam suatu molekul secara terus-menerus. Vibrasi regang ada dua macam, yakni vibrasi regang simetris dan tak simetris.

2. Vibrasi Lentur

Terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada dua macam vibrasi lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang (scissoring dan rocking) dan vibrasi luar bidang (waging dan twisting) ( Noerdin, 1985).

(18)

Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang teramati di dalam infra-merah. Medan listrik yang berganti-ganti, yang dihasilkan oleh perubahan penyebaran muatan yang menyertai getaran menjodohkan getaran molekul dengan medan listrik pancaran elektromagnet yang berayun (Silverstain, 1986).

2.4.2. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton ( 1H-NMR )

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen ( Cresswell, 1982 ).

Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorpsi tunggal dalam spektrum NMR

( Bernasconi, 1995 ).

Spektrum NMR dari amina sangat beragam, sama seperti NMR yang ditunjukkan pada alkohol. Serapan N-H dari sebuah amina alifatik berada pada δ 0,5 sampai 3 ppm, sedangkan serapan amina aromatik berada pada δ 3,0 sampai 5,0 ppm. Sebagai hasil dari adanya ikatan hidrogen pada amina sekunder ataupun amina primer maka pergeseran kimia dari proton N-H bervariasi, dimana pergeseran kimia ini tergantung pada pelarut, konsentrasi dan temperaturnya. Hal ini hampir serupa dengan alkohol. Sama juga dengan alkohol, amina juga mungkin dapat dibedakan proton dari N-H dengan menggunakan deuterium yaitu D2O. Serapan proton dari N-H juga dapat dengan mudah diketahui dengan mencocokkan dengan pertukaran isotopnya dengan kontaminan yang mendekati peak dari HOD dengan pertukarannya menggunakan air (Alan, 1981).

(19)

Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu :

1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan spektrum puncak tunggal yang kuat.

CH3

H3C Si CH3 CH3

2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan ke dalam larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4.

Boleh dikatakan semua senyawa organik memberikan resonansi bawah medan terhadap TMS. Hal ini disebabkan Si lebih bersifat elektropositif dibandingkan atom C. TMS sendiri dari segi kimia bersifat lembam, tidak bercampur dengan H2O ataupun air berat (Muldja, 1955).

Pergeseran Kimia

Spektroskopi NMR dalam kimia tidak didasarkan pada kemampuannya untuk membeda-bedakan unsur dalam suatu senyawa, tetapi didasarkan pada kemampuannya untuk mengetahui inti tertentu dengan memperhatikan lingkungannya dalam molekul. Frekuensi resonansi individu inti dipengaruhi oleh distribusi elektron pada ikatan kimia dalam molekul, dengan demikian harga frekuensi resonansi suatu inti tertentu tergantung pada struktur molekul.

Untuk memberikan gambaran NMR sebagai gambaran inti adalah proton. Sebagai benzil asetat akan menghasilkan tiga sinyal NMR yang berbeda yaitu masing-masing utnuk satu proton fenil, metilen, dan gugus metil. Hal ini dihasilkan oleh pengaruh lingkungan kimia yang berbeda pada suatu proton tersebut dalam molekul, keadaan ini dikenal dengan pergeseran kimia frekuensi resonansi atau lebih sederhana sebagai pergeseran kimia.

(20)

Tetrametil silan (TMS) merupakan senyawa yang memenuhi persyaratan yang dimaksud. Sinyal TMS sangat jelas dan pergeseran kimianya berbeda terhadap kebanyakan resonansi proton lain. Sehingga sinyal resonansi cuplikan jarang teramati saling tindih dengan TMS. Senyawa TMS memiliki sifat inert, mudah menguap, merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik sehingga mudah dipisahkan setelah cuplikan selesai dibuat spektrum. Jadi skala δ resonansi magnetik proton didasarkan pada standar ini (TMS) (Sastrohamidjojo,1996).

Referensi

Dokumen terkait

Sejenis kaktus (peyote) yang mengandung alkaloida meskalin dengan daya halusinogen lebih lemah dari LSD. Zat ini dapat menghasilkan efek “trip” visual hebat yang bisa bersifat

Salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya PJK adalah hipertensi. Perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak

Menurut Pramukanto (2006), roof landscape atau lebih dikenal dengan green roof, rooftop garden, atau roof garden merupakan salah satu pemberdayaan potensi ruang yang

Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan hanya dengan cara merendam simplisia dalam satu atau campuran pelarut selama waktu tertentu pada temperatur

Akan tetapi, meskipun seseorang yang mempunyai kekuatan optik kornea dan lensa kristalinnya lebih besar dari kekuatan optik yang normal/ rata-rata, dapat menjadi

Hegnauer memberikan batasan bahwa alkaloida adalah senyawa bersifat toksik yang bekerja terhadap sistem syaraf pusat, bersifat basa, mengandung nitrogen heterosiklik, disintesa

Buta warna dapat juga ditemukan pada penyakit makula, saraf optik, sedang pada kelainan retina ditemukan cacat relative penglihatan warna biru dan kuning sedang kelainan saraf

Studi kasus kontrol menunjukkan bahwa pasien dengan kanker serviks lebih sering menjalani seks aktif dengan pasangan yang melakukan seks berulang kali (Belinson S.,Smith