• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pariwisata kini berkembang menjadi salah satu kebutuhan manusia. Tiap-tiap individu memerlukan rekreasi untuk melepas penat atau sekedar mencari kegiatan yang berbeda dari rutinitas sehari-hari. Menurut Yoeti (1991) pariwisata adalah kegiatan yang dilakukan sementara waktu dengan tujuan untuk menimati perjalanan, tanpa maksud untuk mencari nafkah. Masyarakat kini cenderung melakukan perjalanan wisata secara berkala, sehingga pariwisata berkembang menjadi salah satu sektor yang potensial. Besarnya potensi pariwisata menjadikannya sektor yang sangat menguntungkan bagi destinasi pariwisata.

Destinasi pariwisata merupakan kawasan yang memiliki daya tarik wisata dan sarana prasarana yang menunjang kegiatan pariwisata (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan). Yogyakarta merupakan destinasi wisata yang tidak pernah habis dieksplorasi oleh wisatawan. Jumlah wisatawan yang mengunjungi Perkotaan Yogyakarta selalu meningkat setiap tahunnya. Kini banyaknya wisatawan di Perkotaan Yogyakarta mulai menandakan jenuhnya pariwisata daerah tersebut.

Menurut Pitana (2009) pariwisata memiliki titik jenuh tertentu. Titik jenuh ini menjadi pembatas yang apabila terlampaui akan menimbulkan beberapa permasalahan, diantaranya permasalahan ekonomi sosial dan lingkungan. Pariwisata di Perkotaan Yogyakarta kini mulai mencapai titik jenuh, hal ini tercermin dari mulai munculnya permasalahan yang bersumber dari kegiatan pariwisata. Dari kondisi ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan pariwisata yang ada sudah melampaui daya dukung pariwisata atau dapat dikatakan sudah mencapai titik jenuh. Kini wisatawan mulai melirik destinasi pariwisata daru di lokasi yang letaknya jauh dari pusat kota. Sektor pariwisata pun berkembang ke pinggiran kota. Tidak jarang lokasi wisata baru berkembang di daerah pinggiran, contohnya di perdesaan. Pariwisata perdesaan kini

(2)

2

menjadi tren destinasi wisata baru. Desa wisata muncul di tiap-tiap daerah, di Kabupaten Sleman terdapat desa wisata yang tersebar di 17 kecamatan.

Hadiwijoyo (2012) menjelaskan bahwa salah satu pemicu tumbuhnya pariwisata perdesaan adalah wisatawan menginginkan wisata yang berorientasi pada pengalaman dan aktivitas fisik yang baru. Oleh karena itu, wisatawan yang berasal dari kota memiliki ketertarikan tersendiri pada pariwisata perdesaan. Dari banyak desa wisata yang ada di Kabupaten Sleman, Desa Wisata Rumah Dome merupakan desa wisata dengan keunikan historis dan daya tarik wisata.

Desa Wisata Rumah Dome terletak di Dusun Sengir, Desa Sumberharjo, Kecamatan Prambanan. Desa ini dibangun pada tahun 2006 sebagai bantuan untuk korban gempa. Bangunan rumah yang dibangun memiliki bentuk setengah bola yang dipercaya dapat menahan goncangan gempa dan terpaan angin topan. Bangunan rumah berbentuk kubah di Desa Wisata Rumah Dome ini merupakan satu-satunya di Indonesia. Bentuk bangunan unik ini menarik banyak perhatian pengunjung.

Penduduk setempat menyadari besarnya potensi wisata yang dimiliki oleh huniannya. Pada tahun 2007, penduduk berinisiatif mengajukan desa ini sebagai kawasan desa wisata. Kemudian pemerintah meresmikan Desa Wisata Rumah Dome sebagai desa wisatapada tahun 2009. Desa Wisata Rumah Dome merupakan salah satu desa wisata yang berkembang dan dikelola oleh masyarakat. Tidak lama kemudian pemerintah memberikan bantuan dana untuk pengembangan sektor pariwisata di desa tersebut melalui Program Nasioal Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata.

Bantuan yang diberikan oleh pemerintah tersebut disambut baik oleh masyarakat. terbukti dengan antusiasme pengunjung yang bertambah setelah adanya tambahan sarana dan prasarana berkat bantuan tersebut. Wisatawan yang mengunjungi desa wisata ini masyoritas adalah rombongan sekolah, terurama rombongan taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Desa ini dirasa sangat sesuai sebagai media pembelajaran mengenai gempa dan lingkungan kepada anak-anak usia dini. Adanya bukti fisik peninggalan gempa dan bangunan tahan gempa menjadi daya tarik utama di

(3)

3

desa tersebut. Rombongan sekolah yang datang sengaja menjadikan desa wisata ini sebagai tujuan wisata untuk mengenalkan bencana gempa kepada anak-anak.

Desa Wisata Rumah Dome ditetapkan sebagai area kawasan wisata dengan daya tarik utama berupa daya tarik hasil buatan manusia. Daya tarik lainnya diantaranya adalah daya tarik kesenian dan daya tarik alam. Daya tarik kesenian yang ada di kawasan wisata tersebut adalah kesenian thek-thek. Daya tarik alam yang ada di Desa Wisata Rumah Dome adalah Belik Wunut, Tanah Ambles dan Bukit Teletubbies. Bukit Teletubbies memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan, terutama untuk dikembangkan sebagai wisata pendidikan bencana. Selain karena letaknya yang strategis, lahan Bukit Teletubbies cukup luas untuk pengembangan pusat kegiatan. Bukit Teletubbies sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai area pembelajaran gempa bagi anak-anak.

Meski desa ini telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan destinasi wisata, desa ini memiliki banyak masalah. Masalah yang ada di desa ini adalah kurangnya atraksi wisata dan tidak adanya sarana prasarana yang mencukupi.

1.2. Permasalahan Perencanaan

Masalah yang ada di Desa Wisata Rumah Dome adalah kurangnya atraksi wisata dan sarana prasarana yang mendukung. Kurangnya atraksi wisata membuat pengunjung tidak puas berwisata di desa wisata ini. Terdapat 59% wisatawan merasa tidak puas dengan kujungannya di Desa Wisata Rumah Dome.Pengunjung merasa tidak puas karena aktivitas yang bisa dilakukan hanya melihat keunikan bangunan rumah dome saja. Wisatawan yang mayoritas merupakan anak-anak mengeluhkan kurangnya sarana dan prasarana pendukung pariwisata serta kurangnya media pembelajaran di desa tersebut. Penghuni dan pengunjung merasa bahwa sarana dan prasarana di Desa Wisata Rumah Dome belum lengkap. Masalah juga diperburuk dengan kondisi bangunan dan lingkungan yang kurang terawat. (Rahmawati, 2014)

Berdasarkan uraian persamalahan diatas, maka dapat diambil rumusan masalah di Desa Wisata Rumah Dome sebagai berikut:

(4)

4

Desa Wisata Rumah Dome memiliki pasar wisatawan dengan usia sekolah. Motivasi dari perjalanan wisata yang dilakukan adalah untuk menambah pengalaman dan pembelajaran mengenai desa tersebut. Pasar dan motivasi pariwisata tersebut mengerucutkan kegiatan wisata menjadi wisata berbasis pendidikan atau wisata edukasi. Namun pada kondisi eksisting, tidak banyak atraksi wisata edukasi yang dapat ditemui di Desa Wisata Rumah Dome.

Atraksi wisata edukasi yang dapat ditemukan di desa wisata ini adalah bangunan dome yang dipercaya memiliki ketahanan terhadap gempa dan Tanah Ambles yang merupakan bukti fisik dari kejadian gempa. Kedua atraksi wisata tersebut dalam kondisi yang kurang baik. Oleh karena itu diperlukan penambahan atraksi wisata yang dapat berupa bangunan maupun kegiatan pembelajaran. Penambahan pembelajaran historis desa dan mitigasi bencana juga dapat dilakukan di desa ini untuk meningkatkan kesadaran anak-anak dan remaja akan akan bahaya dari bencana yang dapat terjadi setiap saat.

2.2.2. Tidak tersedianya sarana dan prasarana penunjang

Desa ini masih belum dilengkapi dengan sarana prasarana yang menunjang pariwisata. Sarana yang belum terpenuhi diantaranya adalah balai pertemuan, persampahan, signage, sanitasi dan beberapa sarana pelengkap lainnya. Penambahan sarana prasarana yang dilakukan di Desa Wisata Rumah Dome dapat menunjang pariwisata serta hunian bagi penduduk dan wisatawan.

Masalah yang ada tentunya mengurangi daya tarik wisata dari Desa Wisata Rumah Dome. Oleh karena itu diperlukan rencana pengembangan desa wisata untuk meningkatkan daya tarik wisata dari desa tersebut. Rencana pengembangan ini juga disesuaikan dengan permintaan pasar yaitu sebagai kawasan wisata pendidikan bencana.

1.3. Tujuan Perencanaan

Tujuan yang ingin dicapai adalah terumuskannya perencanaan Desa Wisata Rumah Dome sebagai desa wisata edukasi bencana. Oleh karena itu output dari rencana

(5)

5

ini adalah rancangan desa wisata edukasi bencana khususnya untuk anak-anak usia sekolah.

1.4. Ruang Lingkup Perencanaan

Ruang lingkup merupakan batasan dari perencanaan. Ruang lingkup meliputi batasan areal atau spasial, temporal dan subtantional.

1.4.1. Spasial

Ruang lingkup areal adalah batasan dari wilayah perencanaan. Ruang lingkup areal atau spasial dari perencanaan ini adalah Desa Wisata Rumah Dome, Dusun Sengir, Desa Sumberharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Kawasan Desa Wisata Rumah Dome meliputi desa wisata, Belik Wunut, Bukit Teletubbies dan Tanah Ambles.

Gambar 1.1 Peta Ruang Lingkup Perencanaan

(6)

6

1.4.2. Temporal

Lingkup temporal atau pembatasan waktu dari perencanaan ini adalah selambat-lambatnya 6 bulan. Pemilihan lingkup temporal ini dilakukan dengan mempertimbangkan luas wilayah, jumlah penduduk, lokasi perencanaan serta konsentrasi pengembangan.

1.4.3. Subtansional

Perencana memilih tema ini sesuai dengan bidang keilmuan perencanaan wilayah dan kota dengan pokok kajian pariwisata, edukasi dan bencana. Rencana yang dihasilkan disesuaikan dengan pedoman PNPM Mandiri Pariwisata. Perencana berharap hasil yang didapatkan dapat menjadi masukan dalam implementasi PNPM Mandiri Pariwisata di Desa Wisata Rumah Dome.

1.5. Penelitian dan Perencanaan Terkait

Dari studi literatur yang telah dilakukan, perencana tidak menemukan “Rencana Pengembangan Desa Wisata Rumah Dome sebagai Wisata Edukasi Bencana”. Terdapat sebuah penelitian di lokasi tersebut yang berfokus pada analisis potensi dan menghasilkan arahan pengembangan. Penelitian dan perencanaan yang memiliki kemiripan dengan perencanaan ini menjadi masukan bagi peneliti dalam menyusun laporan dan merumuskan rencana pengembangan. Beberapa penelitian dan perencanaan yang memiliki kemiripan adalah sebagai berikut:

1.5.1. Potensi dan Upaya Pengembangan Objek Wisata Rumah Dome New Ngelepen di Dusun Sengir, Desa Sumberharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman oleh Isti Rahmawati tahun 2014

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah: 1) Objek wisata ini memiliki luas sebesar 2,325 Ha dan memiliki 72 bangunan dome, 2) Wisatawan merasa tidak puas dengan objek wisata karena sarana yang tidak lengkap, penghuni mendukung pengembangan karena mendapatkan manfaat dari objek wisata, pengelola merasa objek wisata sudah semakin berkembang, 3) Faktor pendukung pengembangan adalah pengelola yang terdidik dan lingkungan alam yang mendukung, sedangkan faktor penghambat pengembangan adalah lahan

(7)

7

yang terbatas dan kurangnya papan petunjuk menuju objek wisata, 4) Potensi fisik yang dimiliki objek wisata adalah bentuk bangunan, Tanah Ambles, Belik Wunut, dan potensi sosial yaitu masyarakat yang ramah, makanan tradisional, dan kesenian tradisional, 5) Upaya pengembangan yang paling baik adalah memanfaatkan sumber daya yang dimiliki objek wisata dan peluang yang ada untuk pengembangan.

1.5.2. Rencana Pengembangan Kampung Kauman sebagai Kampung Wisata Religi dan Sejarah oleh Ridwan Ikhsan tahun 2014

Perencanaan Kampung Kauman disusun dengan menggunakan pendekatan deduktif. Metode yang digunakan dalam melakukan analisis data adalah metode matrik SWOT. Hasil dari penelitian ini adalah konsep desain pariwisata Kawasan Kampung Kauman, yaitu: 1) Pengembangan mutu produk wisata, 2) Pengembangan kualitas sarana dan prasarana, 3) Pengembangan kualitas lingkungan, 4) Pemberdayaan SDM lokal, 5) Pengangkatan harkat Kampung Kauman, 6) Penawaran paket wisata.

1.5.3. Pengembangan Atraksi Wisata Jelajah Kinahrejo Berbasis Komunitas oleh Retnaningtyas Susanti tahun 2011

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Temuan dari penelitian ini diantaranya: 1) Komunitas Kinahrejo melakukan upaya pengembangan Jelajah Kinahrejo dengan memanfaatkan potensi yang ada di wilayahnya. Upaya yang dilakukan adalah pengembangan disik yang memudahkan wisatawan dan pengelola, 2) Pengembangan yang terjadi sangat erat keitannya dengan partisipasi anggota masyarakat, 3) Keberlanjutan atraksi wisata Jelajah Kinahrejo diharapakan dapat menjamin kesejahteraan seluruh warga Desa Kinahrejo.

1.5.4. Desa Wisata Ciwidey-Ciwidey Kabupaten Bandung Jawa Barat oleh Jimmy Rikhardi tahun 2013

Perancangan Lembur Pare Ciwidey merupakan langkah dalam mengolah lansekap wisata dengan berbasis pendidikan desa. Konsep wisata dipilih karena dapat memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai alam. Lingkup perancangan dalam penelitian ini terbagi dalam dua fasilitas, yakni fasilitas utama dan fasilitas penunjang. Konsep perancangan Lembut Pare Ciwidey terdiri dari konsep dasar,

(8)

8

pemintakan, sirkulasi, massa bangunan, tata hijau, bangunan penginapan dan struktur. Rikardi (2013) menyimpulkan bahwa perancangan pariwisata perdesaan perlu memperhatian banyak faktor terutama faktor lingkungan.

Gambar

Gambar  1.1 Peta Ruang  Lingkup  Perencanaan

Referensi

Dokumen terkait

Responden diminta untuk menunjukkan pilihan antara sangat tidak setuju (poin 1) sampai dengan sangat setuju (poin 5) dari setiap pertanyaan yang diajukan..

Berkaitan dengan pelaksanaan prinsip checks and balances system serta hubungan kewenangan antara Presiden dengan lembaga negara lainnya, antara lain mengenai pemberian grasi,

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh I Gusti dan Ni Ketut (2015), Al-Khatib dan Al-Horani (2012) yang menunjukkan hasil ukuran

Kita dapat melihat bahwa ada suatu instruksi lainnya setelah instruksi RET, Ini terjadi karena disassembler tidak tahu dimana data dimulai , dia hanya memproses nilai

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, sumber segala kebenaran, sang kekasih tercinta yang tidak terbatas pencahayaan cinta-Nya bagi hamba-Nya, Allah Subhana Wata‟ala

Melalui kegiatan observasi di kelas, mahasiswa praktikan dapat. a) Mengetahui situasi pembelajaran yang sedang berlangsung. b) Mengetahui kesiapan dan kemampuan siswa dalam

Dua hal yang dipelajari penulis dengan pendekatan kemosistematika dalam peng- amatan adalah: (1) ketetapan karakter pada kelompok besar tetumbuhan yang memiliki arti dalam

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata