Oleh: Nuraini dan Harapin Hafid1) ABSTRACT
This study aims to analyze the growth patterns of Bali cattle carcasses of male and female pattern derived from extensive breeding in the Southeast. This research was conducted at the slaughter house in Kendari which runs from January to March 2010. A total of 40 cows were observed Bali to record growth of data, consisting of 20 head of cattle and 20 head of cattle males and females. Data were analyzed using the equation Allometric : Y = aXb(Huxley, 1932),
were transformed into logarithmic form of the equation. The results of this study showed that the growth and development of carcass bali bulls along with body cattle growth. Bali cows have slower growth and carcass muscle faster. Bone growth in male and female cattle more quickly than the growth and development of carcass.
Keywords: growth and development, carcass, Bali Cattle, sex, extensive breeding
PENDAHULUAN
Faktor umur sangat mempengaruhi kualitas daging sapi. Sapi berumur tua yakni dengan umur lebih dari 3 tahun mutu dagingnya sangat rendah. Disamping itu factor aktivitas fisik juga sangat mempengaruhi kualitas. Secara umum peternakan sapi di pedesaan sering memanfaatkan tenaga ternak untuk bekerja seperti untuk membajak atau menarik beban. Daging sapi yang sudah tua biasanya berwarna merah tua, serabutnya kasar dan apabila dimakan terasa kenyal (alot). Sebaliknya sapi yang masih muda (sekitar umur di bawah 3 tahun) dagingnya akan berwarna merah terang, serabutnya halus dan apabila dimasak akan terasa lebih empuk.Kualitas daging berhubungan erat dengan harga, semakin baik kualitas daging semakin mahal pula harganya (Hafid, 1998; 2005). Di Sulawesi Tenggara, sampai saat
ini kualitas daging masih kurang
diperhatikan oleh masyarakat dan
pemenuhan permintaan daging masih diutamakan dalam hal kuantitas saja. Hal ini dapat dilihat dari sistem pemotongan dan
penanganan daging yang belum
memperhatikan prinsip-prinsip teknis yang seharusnya. Padahal mutu atau kualitas karkas dan daging sapi merupakan masalah yang kompleks, yang penilaiannya lebih
banyak dipengaruhi sifat sensori, nilai nutrisi dan sifat-sifat teknologinya.
Disamping itu, yang mendesak dicari solusi adalah bagaimana bisa diperoleh produksi karkas dan daging dengan jumlah yang lebih banyak (optimum) sehingga dapat memberikan keuntungan yang layak, sehat dan memenuhi selera konsumen. Menurut Natasasmita (1978) dan Sudarmoyo (1982), masalah tersebut bisa dipecahkan jika diketahui pertumbuhan nisbi atau tumbuh
kembang karkas dari ternak yang
bersangkutan. Penelitian ini bertujuan menganalisis tumbuh kembang karkas sapi Bali jantan dan betina dari pola
pemeliharaan ekstensif di Sulawesi
Tenggara.
METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan Kota Kendari. Penelitian berlangsung pada Januari – Maret 2010.
B. Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan ternak sapi Bali yang dipotong (disembelih) di Rumah Pemotongan Hewan Kota Kendari. Pengamatan terhadap 20 ekor sapi bali jantan dan 20 ekor sapi bali
betina, sebelum dan setelah pemotongan. Kisaran umur sapi sekitar 2 sampai 3 tahun (I2 – I3) dengan
kisaran bobot badan 150 –250 Kg.
C. Metode Penelitian
Pada awal penelitian semua alat dan
bahan yang disiapkan sebelum
pemotongan terlebih dahulu melakukan
penimbangan bobot badan dan
pencatatan terhadap jenis kelamin sapi bali kemudian dilakukan penyembelihan secara halal. Setelah penyembelihan dilakukan pemisahan kepala dan ke empat kaki pada bagian persendian tulang kanon (cannon), pengulitan dan pelepasan ekor. Selanjutnya dilakukan eviscerasi yaitu pengeluaran seluruh isi perut dan rongga dada. Setelah itu dilakukan penimbangan karkas sapi. Untuk memperoleh total daging dan tulang masing-masing bagian tersebut dipisahkan antara daging dan tulang lalu ditimbang. Data karkas langsung diperoleh saat pemisahan bagian-bagian karkas, Bobot daging perbagian karkas adalah selisih antara bobot total bagian dengan bobot tulang. Setiap sapi yang
disembelih dan bagian-bagian
karkasnya dicatat dengan seksama untuk menghindari bercampur dengan
sapi lainnya. Setiap periode
pengambilan data hanya dilakukan terhadap satu ekor sapi saja untuk mencegah terjadinya bias (Hafid, 1998; 2005). Proses penyembelihan sampai diperoleh karkas dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
D. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan persamaan alometrik Y = aXb (Huxley,
1932 dalam Berg dan Butterfield, 1976) yang dalam penggunaannya terlebih dahulu ditranformasikan ke dalam bentuk persamaan logaritma.
Log Y = log a + b Log X
dimana :
Y = Bobot karkas dan
komponennya/potongan
komersial karkas yang mengalami tumbuh kembang.
X = Bobot tubuh kosong/bobot karkas. a = Intersep (Konstanta)
Gambar 2. Diagram Alir Pelaksanaan Pemotongan Sapi (Hafid, 1998) Padanan antara peubah tak bebas (Y)
dengan peubah bebas (X) disajikan pada Tabel 3. Nilai b dibedakan dari 1,0 diuji dengan “uji t-student” (Steel dan Torrie, 1998) dengan rumus sebagai berikut :
t hit = b – 1
sb
dengan ketentuan bahwa Ho : b = 1
H1: b 1
Jika thit< ttabelmaka terima Ho.
Jika t hit> ttabelmaka terima H1.
Tabel 1. Padanan antara peubah bebas (Y) dan peubah bebas (X)
No. Y X 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Bobot Karkas Bobot Daging Bobot Tulang Bobot Paha Depan Bobot Paha Belakang Punggung Dada dan Perut Tulang rusuk Tulang Punggung Tulang Paha Depan Tulang Paha Belakang Bobot Potong Bobot Karkas Bobot Karkas Bobot Karkas Bobot Karkas Bobot Karkas Bobot Karkas Bobot Karkas Bobot Karkas Bobot Karkas Bobot Karkas
Pengulitan, lepas kepala dan kaki
Keluar Usus, lambung dan organ dalam, pemeriksaan Past Mortem
Timbang, pemeriksaan Past Morten Sapi Kandang Karantina Disembelih Eviscerasi Distribusi ke Pasar Bagian-Bagian Karkas Pemeriksaan Antemortem Diistirahatkan 24 jam Ditimbang bobot badan
Karkas Hangat
Timbang Diangkut
* Merupakan gabungan antara tulang dan daging yang menempel dirusuk.
E. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam
penelitian ini adalah :
1. Berat potong diperoleh dengan
menimbang sapi sebelum dipotong. 2. Berat karkas diperoleh dari hasil
pemotongan ternak setelah dikeluarkan bagian non karkas atau offal.
3. Bobot total daging 4. Bobot total tulang
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tumbuh Kembang Karkas Sapi Bali
Jantan dan Betina
Data tumbuh kembang karkas, daging dan tulang sapi bali jantan dan betina dari pemeliharaan ekstensif disajikan Tabel 1.
Tabel 1. Koefisien tumbuh kembang karkas, daging dan tulang sapi Bali jantan dan betina dari pola pemeliharaan ekstensif
Log Y Jenis Kelamin Intersep Koefisien Pertumbuhan Nilai Nilai
b Sb b r
Bobot Karkas Jantan 0,66 0,74 0,17 b < 1 0,99
Betina 1,19 0,51 0,19 b < 1 0,47
Bobot Total Otot
Jantan 0,14 1,19 0,18 b = 1 0,99
Betina 0,02 1,13 0,17 b = 1 0,99
Bobot Total Tulang Jantan 0,79 0,76 0,33 b < 1 0,98
Betina 0,66 0,83 0,20 b < 1 0,99
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa koefisien tumbuh kembang (koefisien pertumbuhan relatif) bobot karkas, bobot total otot dan bobot total tulang dari jantan dan betina adalah sama. Tumbuh kembang terhadap bobot karkas (b = 0,74 dan 0,51) nyata berbeda dari satu (p < 0,05) yang berarti bahwa bobot karkas mempunyai sifat tumbuh kembang masak dini atau masak cepat dengan bobot tubuh atau bobot potong.
Tumbuh kembang terhadap bobot total otot (b = 1,19 dan 1,13) adalah tidak berbeda nyata dengan satu (p > 0,05) yang berarti bahwa bobot otot mempunyai sifat pola pertumbuhan yang sama/seimbang dengan bobot karkas.
Tumbuh kembang terhadap bobot total tulang (b = 0,76 dan 0,83) adalah berbeda nyata lebih kecil dari satu yang berarti
bahwa tulang secara keseluruhan
mempunyai sifat/pola pertumbuhan yang masak cepat/masak dini dibandingkan karkas.
Hasil penelitian tentang tumbuh kembang karkas relatif terhadap bobot
tubuh/potong sesuai dengan penelitian Kirton (1970) dalam Sudarmoyo (1982) yang melaporkan bahwa koefisien tumbuh kembang karkas pada kambing Belandia Baru jantan sebesar b= 0.459 dan betina sebesar b= 0.403, yang berarti bertumbuh lebih cepat dibanding bobot tubuh.
Sementara itu tumbuh kembang otot sesuai dengan hasil penelitian Sudarmoyo (1982) yang mendapatkan koefisien tumbuh kembang otot kambing kacang jantan sebesar b= 1.24 dan betina sebesar b= 1.08.
Hasil serupa juga dilaporkan oleh
Ngadiyono (1995) yang menyimpulkan tumbuh kembang jaringan otot (daging) pada sapi Sumba Ongole (SO), Brahman Cross (BX) dan sapi Australian Commercial Cross (ACC) relatif bersamaan dengan tumbuh kembang karkas ketiga jenis sapi (b= 1).
Tumbuh kembang tulang dari penelitian ini juga sejalan dengan hasil
penelitian Sudarmoyo (1982) yang
mendapatkan koefisien pertumbuhan
kambing kacang jantan sebesar b = 0.84 dan betina sebesar b= 0.79. Ngadiyono (1995)
melaporkan koefisien tumbuh kembang jaringan tulang pada sapi Sumba Ongole (SO), Brahman Cross (BX) dan sapi Australian Commercial Cross (ACC) relatif lebih cepat (masak dini) daripada tumbuh kembang karkas ketiga jenis sapi (b< 1). Hal yang sama juga telah dilaporkan oleh Hasnudi (2003) bahwa tumbuh kembang jaringan tulang pada domba Sungai Putih dan domba Lokal Sumatera besifat masak dini dibandingkan dengan karkas.
Hasil penelitian ini juga
memperlihatkan tidak adanya perbedaan tumbuh kembang karkas, daging dan tulang
diantara sapi Bali jenis kelamin jantan dan betina. Hal ini sesuai dengan Mukhoty dan Berg (1971) dan Natasasmita (1978) yang tidak menemukan perbedaan tumbuh kembang komponen tersebut pada sapi jantan, betina dan kastrasi.
B. Persamaan Regresi Logaritma Tumbuh Kembang Karkas dan Komponennya
Persamaan regresi logaritma
tumbuh kembang karkas sapi bali jantan dan betina disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Koefisien persamaan regresi logaritma tumbuh kembang karkas dan komponennya sapi Bali jantan dan betina dari pola pemeliharaan ekstensif
Log Y Log X KelaminJenis Model Persamaan Regresi Nilai r
Bobot Karkas
(BK) Bobot Tubuh (BT) Jantan Log BK =0,66+0,74 Log BT 0,99
Betina Log BK =0,19+0,51 Log BT 0,47
Bobot Otot (BO) Bobot Karkas (BK) Jantan Log BO =0,14+1,19 Log BT 0,99
Betina Log BO =0,02+1,13 Log BT 0,99
Bobot Tulang
(BT) Bobot Karkas (BK) Jantan Log BT =0,79+0,76 Log BT 0,98
Betina Log BK =0,66+0,83 Log BT 0,99
Berdasarkan pada Tabel 2 terlihat bahwa persamaan regresi bobot karkas memperlihatkan hubungan yang tidak erat antara variabel tak bebas (Y) dan variabel bebas (X) dengan koefisien korelasi (r) antara 99 % dan 47 %.
Persamaan regresi bobot otot dan bobot tulang memperlihatkan keeratan hubungan yang sangat kuat antara variabel tak bebas karkas, daging dan tulang (Y) dan variabel bebas bobot tubuh dan karkas (X) dengan koefisien korelasi (r) antara 98 % dan 99 %. Besarnya keeratan hubungan di antara variabel-variabel di atas sesuai dengan Hasil
Penelitian Ngadiyono (1995) yang
mendapatkan koefisien korelasi (r) pada sapi SO, BX dan ACC sebesar 90, 85 dan 83% (untuk karkas Vs bobot tubuh), masing-masing 95, 94 dan 85% (untuk daging Vs karkas) dan masing-masing sebesar 23, 40, dan 32% (untuk tulang Vs karkas). Hal ini sesuai dengan penelitian Mukhoty dan Berg
(1971), Herman (1993), Hasnudi (2003) dan Hafid (2005)..
KESIMPULAN
Dari analisis data dan pembahasan
yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Tumbuh kembang karkas dan daging sapi jantan bersamaan dengan tumbuh kembang badan sapi. Sedangkan pada sapi betina mempunyai tumbuh kembang karkas lebih lambat dan otot yang lebih cepat.
2. Tumbuh kembang tulang pada sapi jantan dan betina lebih cepat (masak dini) dari pada tumbuh kembang karkas. 3. Secara umum bagian-bagian karkas,
daging dan tulang mempunyai hubungan yang sangat kuat terhadap kedua jenis kelamin sapi.
DAFTAR PUSTAKA
Berg, R.T. dan R.M. Butterfield, 1978. New Concepts Of Cattle Growth, Sydney University Press.
Hafid, H., 1998. Kinerja produksi sapi australia commercial cross yang dipelihara secara feedlot dengan
kondisi bakalan dan lama
penggemukan berbeda. Tesis
Magister Sains. Program
Pascasarjana, IPB. Bogor.
Hafid, H., 2005. Kajian Pertumbuhan dan Distribusi Daging Serta Estimasi Produktifitas Karkas Sapi Hasil Penggemukan. Disertasi Doktor, Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Hasnudi. 2003. Kajian tumbuh kembang
karkas dan komponennya serta penampilan domba sungai putih dan lokal sumatera yang menggunakan
pakan limbah kelapa sawit.
Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.
Herman, R. 1993. Perbandingan
pertumbuhan, komposisi tubuh dan karkas antara domba priangan dan ekor gemuk. Disertasi Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mukhoty, H. and R.T. Berg. 1971. Influence of breed and sex on muscle weight distribution of cattle. J. Agric. Sci. Camb. 81; 317 – 326.
Natasasmita, A. 1978. Body composition of swamp buffalo, a. study of development growth and of sex differences. PhD Thesis Univerisity of Melbourne.
Ngadiyono, N. 1995. Pertumbuhan serta sifat-sifat karkas dan daging sapi sumba ongole, brahman cross dan australian commercial cross yang dipelihra secara intensif pada berbagai bobot potong. Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. Bogor. Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sudarmoyo. B, 1982. Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Pertumbuhan Bagian-bagian Badan dan Karkas Kambing Kacang. Tesis Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1998. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu
Pendekatan Biometrik. PT.