• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENANGANAN GURU PADA REMAJA DOWN SYNDROME YANG MEMILIKI PENYIMPANGAN PERILAKU SEKSUAL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENANGANAN GURU PADA REMAJA DOWN SYNDROME YANG MEMILIKI PENYIMPANGAN PERILAKU SEKSUAL."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PENANGANAN GURU PADA REMAJA DOWN SYNDROME

YANG MEMILIKI PENYIMPANGAN PERILAKU SEKSUAL

(Studi Kasus Terhadap Siswa ”AS” di SLB Purnama Asih)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Dari Syarat Menyelesaikan Pendidikan Jenjang Strata Satu Bidang Pendidikan Khusus

Oleh :

MOCH SYAFAWI KHAIKAL K 0607406

PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

(2)

PENANGANAN GURU PADA REMAJA DOWN SYNDROME

YANG MEMILIKI PENYIMPANGAN PERILAKU SEKSUAL

(Studi Kasus Terhadap Siswa ”AS” di SLB Purnama Asih)

Oleh

Moch. Syafawi Khaikal Kusmayadi

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Moch. Syafawi Khaikal Kusmayadi 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Pembimbing I

Drs. H. Maman Abdurachman SR., M.Pd.

NIP. 19570613 198503 1 001

Pembimbing II

Dr. H. Musjafak Assjari, M.Pd.

NIP. 19550516 198101 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Khusus

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

Drs. Sunaryo, M.Pd.

(4)

ABSTRAK

Penanganan Guru Pada Remaja Down Syndrome Yang Memiliki Penyimpangan Perilaku Seksual

(Studi Kasus Terhadap Siswa “AS” di SLB Purnama Asih).

Oleh : Moch. Syafawi Khaikal Kusmayadi (0607406)

Salah Satu peran guru adalah sebagai seorang pendidik,. Sebagai seorang pendidik, guru harus mampu menjadi tokoh, panutan, dan pengarah bagi peserta didiknya. Dalam mendidik peserta didiknya di sekolah, guru memiliki tanggung jawab sebagai pengontrol setiap aktivitas peserta didiknya agar tingkah laku peserta didiknya tidak menyimpang dari norma-norma yang ada. Sindroma down merupakan salah satu jenis kelainan yang berdampak pada mental penyandangnya.. anak down syndrome memiliki skor IQ di bawah rata-rata. Dengan begitu kemampuan anak down syndrome dalam memahami sesuatu yang abstrak akan lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak lain pada umumnya. Hal ini pun berlaku pada penyandang down syndrome yang tengah memasuki fase masa remaja. Dengan keterbatasan pemahaman yang dimilki oleh remaja down syndrome maka mereka akan mengalami kesulitan untuk memahami banyak hal hal bersifat abstrak. Hambatan perkembangan mental yang dialami oleh remaja down

syndrome tentu tidak serta merta menghambat perkembangan biologis pada tubuh

mereka. Pada fase perkembangan remaja merupakan masa fase dimana seseorang menemui hal-hal baru yang timbul secara alamiah seperti timbulnya perasaan suka kepada seseorang atau lawan jenis. Dan pada fase inilah seringkali timbul perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku seksual yag menyimpang merupakan perbuatan/tingkah laku seksual yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Pada penelitian terdahulu penulis menemukan seorang siswa penyandang down syndrome yang tengah memasuki fase masa remaja di SLB Purnama Asih yang mengalami kesulitan memahami makna perasaan terhadap seseorang yang berakibat munculnya perilaku seksual yang menyimpang pada pada siswa tersebut. Siswa tersebut merupakan siswa laki-laki yang menunjukan perilaku menyukai kepada sesama laki-laki.. Maka dari sana penulis melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui penanganan guru pada remaja down syndrome yang mengalami penyimpangan perilaku seksual. Metode yang diterapkan pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Dari penelitian yang dilakukan di dapatkan hasil bahwa guru di SLB Purnama Asih memberikan penanganan terhadap siswa tersebut dengan memberikan program-program khusus yang bertujuan meminimalisir penyimpangan perilaku seksual yang terjadi pada siswa tersebut dengan cara memberikan pembelajaran yang lebih mengarah kepada pembelajaran vokasional. Pembelajaran vokasional yang dimaksud adalah pembelajaran di luar lapangan seperti kegiatan mencuci motor dan bercocok tanam. Selain itu guru memberikan program pembelajran mata pelajaran olahraga yang berisikan materi olahraga yang menitikberatkan kepada kegiatan mengolah kinerja motorik dan perkembangan otot. Dan juga pemberian konseling secara berkesinambungankepada baik pada siswa yang memiliki penyimpagan perilaku seksual tersebut maupun orang tuanya.

(5)

ABSTRACT

Handling Teacher Teens Down Syndrome Who Have Sexual Behavior Deviation (Students Against Case Study "A.S." in SLB Purnama Asih).

By: Moch. Syafawi Khaikal Kusmayadi (0607406)

One of the teacher's role is as an educator, as an educator , a teacher must be able to be a leader , role model , and guidance for learners . In educating learners in schools , teachers have a responsibility as a controller of any activity learners so that learners behavior does not deviate from existing norms . Down syndrome is one type of mental disorder that affects disabling .. Down syndrome children have IQ scores below average. Thus the ability of children with Down syndrome in understanding something abstract will be lower compared with other children in general . This also applies to people with Down syndrome who is entering the phase of adolescence . With limited understanding of being owned by a teenager with Down syndrome , they will find it difficult to understand many things it is abstract . Mental developmental delays experienced by adolescents with Down syndrome would not necessarily inhibit biological growth on their bodies . In the developmental phase of adolescence is a period where one phase encounter new things that arise naturally as feelings of love to someone or the opposite sex . And at this phase often arises sexual misconduct . Yag deviant sexual behavior is an act / sexual behavior that is not reasonable and not in accordance with the norms prevailing in society . In a previous study the authors found a student with Down syndrome who is entering the phase of adolescence in SLB Purnama Asih who have difficulty understanding the meaning of a person's feelings that result in the emergence of the sexual misconduct on the student . The student is male students who exhibit a love for his fellow man .. Then from there the authors conducted research with the aim of knowing the handling of teachers in adolescents with Down syndrome who experienced sexual deviant behavior . The method applied in this study uses descriptive qualitative research method . From the research done in getting the results that teachers in special schools Purnama Asih provide treatment to the students by providing special programs aimed at minimizing deviation sexual behavior that occurs in the student learning by providing more directed to vocational learning . Vocational learning in question is outside the field of learning activities such as washing the motor and plant. In addition the program gives teachers pembelajaran sports subjects containing material with an emphasis on sports activities motor performance processing and the development of muscle . And also the provision of counseling to both the students who have deviation sexual behavior as well as their parents.

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

UCAPAN TERIMAKASIH iii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Fokus Penelitian………. 3

C. Tujuan dan Kegunaan……… 3

1. Tujuan Penelitian………. 3

2. Kegunaan Penelitian……… 4

BAB II PERILAKU SEKSUAL REMAJA, PERILAKU SEKSUAL MENYIMPANG, DOWN SYNDROME, PERAN DAN FUNGSI GURU 5 A. Perkembangan Seksual Remaja………. 5

B. Perilaku Menyimpang dan Perilaku Seksual Menyimpang…………... 8

1. Pengertian Perilaku Menyimpang……… 8

2. Pengertian Perilaku Seksual Menyimpang……….. 13

C. Pengertian Down Syndrome……….. 14

1. Prevalensi Sindroma Down…...……….. 15

2. Karakteristik dan Ciri-ciri Sindroma Down………...………. 16

3. Penyebab Sindroma Down………...………... 19

4. Masalah yang dihadapi………...………. 20

D. Peran dan Fungsi Guru………... 21

1. Guru Sebagai Pendidik………...………. 21

(7)

3. Guru Sebagai Pembimbing……….……….. 22

4. Guru Sebagai Pemimpin………... 22

5. Guru Sebagai Pengelola Pembelajaran……… 22

6. Guru Sebagai Model dan Teladan……… 22

7. Guru Sebagai Anggota Masyarakat………. 23

8. Guru Sebagai Administrator……… 23

9. Guru Sebagai Penasehat………... 23

10. Guru Sebagai Pembaru (Inovator)……….... 24

11. Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas……… 24

12.Guru Sebagai Emansipator………... 25

13. Guru Sebagai Evaluator………... 25

14. Guru Sebagai Kulminator……… 25

BAB III METODE PENELITIAN 26 A. Metode Penelitian………….……….. 26

B. Prosedur Penelitian dan Subjek Penelitian………... 27

1. Prosedur Penelitian………….……….. 27

2. Subjek Penelitian……….. 28

C. Teknik pengumpulan Data………. 28

D. Instrumen Penelitian……….……….. 30

E. Pengujian Keabsahan Data……… 34

F. Teknik Analisis Data……….. 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 37 A. Hasil Penelitian……….. 37

1. Pernyataan Guru Tentang Penyimpangan Perilaku Seksual Yang Terjadi Pada AS………... 37

2. Pernyataan Guru Tentang Penyebab Terjadinya Penyimpangan Perilaku Sesual Pada AS……….. 43

(8)

4. Pernyataan Guru Tentang Hambatan Yang Dialami Dalam Menangani Peyimpangan Perlaku Seksual Yang Terjadi Pada AS. 60 5. Pernyataan Guru Tentang Cara Mengatasi Hambatan Yang

Dialami Dalam Menangani Peyimpangan Perilaku Pada AS…….. 63 B. Analisis Data……….. 68 C. Pembahasan………..……….. 85 1. Bentuk Peyimpangan Perilaku Seksual Yang Terjadi Pada AS….. 86 2. Penyebab Terjadinya Penyimpangan Perilaku Seksual Pada AS… 86 3. Cara Guru Dalam Menangani Penyimpangan Perilaku Pada AS… 87 4. Hambatan Yang Dialami Guru Dalam Menangani Peyimpangan

Perilaku Pada AS……….

87

5. Cara Guru Mengatasi Hambatan Yang Dialami Dalam Menangani Peyimpangan Perilaku Seksual Pada AS……….

88

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 90

A. Kesimpulan………...………... 90 B. Rekomendasi………...………... 91

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen ………... 30

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara ………... 32

Tabel 3.3 Pedoman Observasi ……….. 33 Tabel 4.2 Hasil Wawancara Tentang Penyimpangan Perilaku Seksual

Pada AS ……… 38

Tabel 4.3 Hasil Observasi Tentang Peyimpangan Perilaku Seksual Pada

AS ………. 42

Tabel 4.4 Hasil Wawancara Tentang Penyebab Terjadinya Penyimpangan Perilaku Seksual Pada AS ……… 44 Tabel 4.5 Hasil Wawancara Tentang Cara Guru Dalam Menangani

Penyimpangan Perilaku Seksual Pada AS ……… 47 Tabel 4.6 Hasil Observasi Tentang Cara Guru Dalam Menangani

Penyimpangan Perilaku Sesual Pada AS ……….. 58 Tabel 4.7 Hasil Wawancara Tentang Hambatan Yang Dialami Guru

Dalam Menangani Peyimpangan Perilaku Seksual Pada AS .. 61 Tabel 4.8 Hasil Observasi Tentang Hambatan Yang Dialami Dalam

Menangani Penyimpangan Perilaku Seksual Yang Terjadi

Pada AS ………. 64

Tabel 4.9 Hasil Wawancara Tentang Cara Mengatasi Hambatan Yang Dialami Guru Dalam Menangani Penyimpangan Perilaku Seksual Pada AS ………... 65 Tabel 4.10 Hasil Observasi Cara Mengatasi Hambatan Yang Dialami

Guru Dalam Menangani Penyimpangan Perilaku Seksual

Pada AS ………. 67

Tabel 4.11 Hasil Wawancara Tentang Penanganan Guru Terhadap Penyimpangan Perilaku Seksual Yang terjadi Pada AS………

(10)

Tabel 4.12 Hasil Observasi tentang Penanganan Guru Terhadap Penyimpangan Perilaku Seksual Yang terjadi Pada AS ……... 73 Tabel 4.13 Hasil Analisis Data Instrument Wawancara dan Observasi

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan olenya, antara lain boleh tidaknya untuk melakukan pacaran, melakukan onani, nonton bersama atau ciuman. Ada beberapa kenyataan-kenyataan lain yang cukup membingungkan antara apa saja yang boleh dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan. Kebingungan ini akan menimbulkan suatu perilaku seksual yang kurang sehat di kalangan remaja. Hal tersebut juga berlaku pada perkembangan anak berkebutuhan khusus.

Salah satu jenis anak berkebutuhan khusus adalah anak down syndrom. Anak yang menyandang sindroma Down IQ-nya dibawah rata-rata, antara 80-100. Gunarhadi (2005: 195) menyatakan bahwa, “anak-anak sindroma Down pada umumnya tergolong dalam retardasi mental ringan dan sedang dengan skor IQ antara 40-70”. Sedangkan pada anak-anak yang tidak menyandang sindroma Down 90-105. Selain kelainan pada mental penyandangnya, sindroma Down juga memiliki ciri-ciri fisik yang khas, yang menyerupai orang Mongol. Anak sindroma Down memiliki skor IQ di bawah rata-rata, dengan begitu kemampuan anak sindroma Down dalam memahami sesuatu yang abstrak akan lebih rendah dibandingkan dengan anak lain pada umumnya.

Grossman (Amin M, 1983:6) mengemukakan bahwa anak tunagrahita adalah : “Mereka yang mengalami fungsi inelektual yang secara umum berada di bawah rata-rata yang diikuti dengan kekurangan dalam perilaku adadtif dan terjadi selama masa perkembangan”.

(12)

akhirnya anak sindroma down tidak dapat membedakan perilaku yang baik dan buruk.

Tidak berfungsinya kapasitas intelegensi anak sindroma down secara maksimal nyatanya tidak berpengaruh terhadap perkembangan fungsi-fungsi seksual anak sindroma down yang terus berkembang, dan hal tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan nalar untuk menempatkan perilaku seks yang wajar bagi hidupnya pada masa remaja.

Perilaku seks yang kurang wajar yang mungkin bisa terjadi diantanya tidak mempunyai rasa malu dilihat orang lain seperti menggaruk alat kelamin sendiri di depan umum, melakukan onani di sembarang tempat, menanggalkan pakaian sembarangan, tidak memakai pembalut saat menstruasi, ataupun mengucapkan kata-kata jorok ketika merasakan rangsangan seks.

Dalam suatu kesempatan peneliti pernah mendapati seorang anak sindroma down di SLB Purnama Asih Bandung Barat tengah berpelukan mesra dengan sesama lelaki di dalam kelas. Setelah melihat kejadian tersebut kemudian peneliti beranjak melakukan wawancara singkat dengan salah satu guru di sekolah tersebut, dan hasil dari wawancara singkat tersebut guru yang bersangkutan mengatakan, hal tersebut bukan hanya kali itu saja dilakukan, namun sudah berkali kali. Dan apa yang telah disampaikan oleh guru yang bersangkutan pun diamini oleh guru-guru yang lainnya, demikian pun oleh para orang tua murid yang sehari-seharinya datang ke sekolah untuk mengantar dan menjemput anak mereka.

(13)

B. Fokus Penelitian

Adapun fokus penelitian dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana penanganan guru pada remaja down syndrome yang mengalami penyimpangan perilaku seksual di SLB Purnama Asih?”.

Dari fokus penelitian tersebut peneliti merincinya menjadi beberapa pertanyaan penelitian agar lebih terarah. Adapun yang menjadi pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perilaku seksual remaja down syndrom yang menyimpang? 2. Apa yang menyebabkan perilaku seksual pada remaja down syndrom

menyimpang?

3. Bagaimana cara guru dalam menangani perilaku seksual remaja down syndrom yang menyimpang ?

4. Hambatan apa saja yang dialami guru dalam menangani perilaku seksual remaja down syndrom yang menyimpang di sekolah?

5. Bagaiman upaya guru dalam mengatasi hambatan tersebut?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan

a. Tujuan Secara Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah unutk memperoleh gambaran mengenai penanganan guru pada remaja down syndrome yang mengalami penyimpangan perilaku seksual di SLB Purnama Asih Bandung Barat.

b. Tujuan Secara Khusus

1). Untuk mengetahui perilaku seksual remaja down syndrom yang menyimpang.

2). Untuk mengetahui penyebab pernyimpangan perilaku seksual remaja down syndrome.

(14)

4). Untuk mengetahui hambatan yang dialami guru dalam menangani perilaku seksual remaja down syndrom yang menyimpang.

5). Untuk mengetahui upaya guru dalam mengatasi hambatan dalam memberikan penanganan penyimpangan perilaku seksual remaja

down syndrom yang menyimpang.

2. Kegunaan Penelitian

a. Sebagai masukan bagi guru tentang bagaimana penanganan yang tepat dalam menangani perilaku seksual remaja down syndrom.

b. Menambah wawasan ilmu PLB khususnya tentang penanganan peyimpangan perilkau seksual remaja down syndrom.

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Berkenaan dengan metode penelitian tersebut, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif karena penelitian ini bermaksud memahami, mengembangkan atau menjelaskan fenomena yang ada di lapangan sebagai suatu keutuhan yang tidak dapat dipahami apabila terpisah dari masalah yang ingin diketahui

Menurut pendapat Sugiono (1992:1),

“Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu, dimana cara ilmiah ini berarti kegiatan keilmuan itu dilandasi oleh metode. Dengan cara ilmiah ini diharapkan data yang didapatkan lebih objektif, valid, dan reliable”.

Pemecahan masalah melalui metode deskriptif ini dapat dilakukan dengan menempuh langkah-langkah sistematis, sehingga dapat menggambarkan deskripsi situasi secara objektif

Menurut Arikunto, S (2006 : 12)

Penelitian kualitatif menunjukan bahwa pelaksanaan penelitian terjadi secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya, menekankan pada deskripsi secara alami.

(16)

B. Prosedur Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SLB Purnama Asih yang beralamat di Jln. Villa Duta No.2 Parongpong, Bandung Barat. Penelitian dilakukan selama sebanyak 10 hari pertemuan. Dalam pengumpulan data, peneliti melakukan beberapa langkah yaitu sebagai berikut:

a) Membuat surat permohonan izin penelitian yang akan diberikan kepada pihak serta dinas yang terkait dan untuk selanjutnya diberikan kepada pihak sekolah yang akan menjadi tempat penelitian.

b) Melakukan observasi terhadap anak di sekolah tempat penelitiandan berkonsultasi terhadap guru di sekolah tersebutuntuk menentukan anak mana yang akan diteliti

c) Membuat instrument dan mengkonsultasikan terhadap pembimbing sesuai dengan tujuan penelitian.

d) Setelah instrument disetujui oleh kedua pembimbing maka penulis meminta judgement terhadap 2 ahli yaitu ahli perilaku (Dosen PKH), ahli down syndrom (Dosen PKH),. Untuk lebih jelas laporan hasil judgement dilampirkan di halaman lampiran.

e) Setelah instrumen di judgement dan diperbaiki maka instrumen digunakan terhadap responden, dimana instrument wawancara mengenai penyimpangan perilaku seksual digunakan untuk mewawancarai guru-guru disekolah. Sedangkan pedoman observasi dan dokumentasi digunakan sebagai pedoman peneliti ketika mengamati perilaku seksual remaja don syndrom dan penanganan guru terhadap perilaku seksual remaja down syndrom yang menyimpang di sekolah.

(17)

2. Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek pada penelitian karya tulis ini adalah kepala sekolah dan dua orang guru aktif yang mengajar di SLB Purnama Asih Kab. Bandung Barat yang mengajar siswa down syndrome kelas 1 SMPLB di SLB Purnama

Asih yang berinisial “AS”, dengan profil sebagai berikut:

Nama : AS

Tempat tanggal lahir : Bandung, 7 Mei 1999 Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Kelas : 1 SMPLB

Jenis kelainan : Down Syndrome Nama ayah : Marwoto

Nama Ibu : Yuni Tanjung

Alamat : Gunung Batu

C.Teknik Pengumpulan Data

Salah satu karakteristik kualitatif adalah peneliti sebagai instrument utama penelitian (human instrument). Konsekuesi dari posisi ini adalah peneliti harus mengenal apa yang akan diteliti dan melakukan secara langsung seluruh kegiatan pengumpulan data dengan teknik pengumpulan data yang ada serta menginterpretasikan data yang diperoleh.

Ada dua pendapat ahli yang dijadikan acuan sehingga peneliti sendiri merupakan instrumen utama dalam penelitiannya, yaitu Nasution (1988: 55-56) menyatakan bahwa:

Peneliti sebagai alat peka dan bereaksi terhadap segala stimulasi dari lingkungan yang diperkirakan bermakna atau tidak bagi penelitian, peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai dan dapat mengumpulkan aneka data, suatu situasi yang melibatkan interaksi antara manusia tidak dapatdipakai dengan pengetahuan semata-mata, akan tetapi diperlukan penghayatan yang mendalam.

(18)

”Alat pengumpul data yang paling tepat digunakan dalam penelitian kualitatif adalah manusia, karena pelaku paling tepat direkam dengan alat manusia. Cara pengumpulan datanya adalah pengamatan secara partisipasif dan wawancara

mendalam”

Untuk memperoleh data sesuai tujuan yang diharapkan, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu :

1. Wawancara

Wawancara merupakan bentuk komunikasi verbal untuk mendapatkan keterangan/informasi mengenai data yang dibutuhkandalam penelitian. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap para guru di SLB Purnama Asih. Adapun aspek-aspek yang ingin diungkap yaitu : 1) Perilaku seksual remaja down syndrom yang menyimpang. 2) Penyebab perilaku seksual yang menympang pada remaja down syndrom. 3) Cara guru dalam menangani perilaku seksual remaja down syndrom yang menyimpang. 4) Hambatan yang dialami guru dalam menangani perilaku seksual remaja

down syndrom yang menyimpang di sekolah. 5) Upaya guru dalam

mengatasi hambatan dalam menangani perilaku seksul remaja down

syndrom yang menyimpang.

Dalam melakukan wawancara peneliti melakukan kombinasi antara wawancara berstuktur dan wawancara tidak berstuktur tipe focused interview, yaitu dalam melakukan penelitian peneliti menggunakan pedoman wawancara dan peneliti menanyakan hal-hal yang diluar pedoman wawancara apabila dirasa perlu dan dinilai dapat memberikan tambahan informasi pada permasalahn penelitian.

2. Observasi

(19)

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dimaksudkan untuk mendukung dan mempertegas data hasil observasi dan wawancara terutama mengenai penyimpanangan perilaku seksual pada remaja down syndrome serta penanganannya.

(20)
(21)

Tabel 3.2 Pedomen wawancara Aspek Yang

Diungkap Butir Pertanyaan Wawancara

Bentuk

1. Bagaimana bentuk penyimpangan seksual secara fisik

yang terjadi/terlihat pada “AS” di sekolah?  Fisik

2. Apa penyebab terjadinya penyimpangan perilaku seksual

yang terjadi pada “AS”?

3. Bagaimana cara guru melakukan pengawasan terhadap

penyimpangan perilaku seksual yang terjadi pada “AS”

di sekolah?

4. Bagaimana program pembelajaran yang diberikan oleh guru dalam menangani penyimpangan perilaku seksual

yang terjadi pada “AS” di sekolah?

 Strategi  Metode

(22)

Aspek Yang

Diungkap Butir Pertanyaan Wawancara

Purnama Asih

5. Bagaimana pendekatan yang dilakukan guru dalam menangani penyimpangan perilaku seksual yang terjadi

pada “AS” di sekolah?

6. Bagaimana keterlibatan orang tua dalam menangani

penyimpangan perilaku seksual yang terjadi pada “AS”?

7. Bagaimana evaluasi yang dilakukan guru dalam

menangani penyimpangan perilaku seksual yang terjadi

pada “AS”?

8. Bagaimana cara guru mengatasi hambatan yang dialami dalam menangani penyimpangan perilaku seksual yang

terjadi pada “AS” di sekolah?

 Eksternal  Internal

Table 3.3 Pedoman observasi

Masalah Kegiatan Yang Diobservasi

Bentuk penyimpangan perilaku seksual fisik yang

tejadi pada “AS” sekolah

(23)

Masalah Kegiatan Yang Diobservasi yang tejadi pada “AS” di

(24)

dibentuk dalam diri sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakangnya.

Mengujikan keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility (Validasi internal), transferability (Validasi eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability ( Objektifitas). Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan hal-hal di luar data untuk menguji kevalidan data yang telah di dapat. Peneliti memeriksa keabsahan data dengan membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil observasi dan dokumentasi.

Pengujian data mengenai perilaku seksual, cara penanganan penyimpangan perilaku seksual, serta upaya penanganan hambatan dilakukan dengan cara membandingkan data hasil wawancara dari para guru. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah :

1. Data yang didapatkan melalui wawancara dibuat transip wawancaranya. 2. Transkip wawancara yang diperoleh dari berbagai sumber kemudian di

deskripsikan.

3. Data yang telah di deskripsikan di uji keabsahan datanya dengan membandingkan data dari berbagai sumber.

4. Data yang di uji keabsahan datanya di analisis secara silang dan dibuat dalam bentuk tabel untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis data.

F. Teknik Analisis Data

Nasution (1988:129) mengemukakan bahwa,

(25)

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisi data adalah mengacu kepada pendapat Nasution (1980:130), yaitu (1) reduksi data (2) diplay data, dan (3) verifikasi data.

Reduksi data : Pada tahap ini peneliti memilih data mana yang relevan dan kurang dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini informasi dalam lapangan sebagai bahan mentah disingkat, diringkas, disusun lebih sistematis, serta ditonjolkan pokok-pokok yang penting sehingga lebih mudah dikendalikan.

Display data : Pada tahap ini diusahakan menyajikan data dalam bentuk tema-tema singkat yang langsung diikuti dengan analisis pada setiap tema-tema, sehingga akhirnya diperoleh kesimpulan dari setiap responden.

(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Dalam bab V ini akan dikemukakan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya. Selain itu pada bab ini juga akan dikemukakan beberpa rekomendasi untuk pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini, seperti sekolah dan guru sebagai penyelenggara dalam penanganan penyimpanagan perilaku seksual yang terjadi pada “AS” di SLB Purnama Asih sesuai adengan temuan yang diperoleh dari hasil penelitian. Berdasakan dari hasil penelitian dan pengolahan data yang telah dikemukakan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa:

1. “AS” menunjukan perilaku seksual yang menyimpang yaitu menyukai

sesame laki-laki. Hal ini dapat terlihat dari kesamaan dan keterikatan jawaban dari wawancara terhadap subjek GK, KS, dan GO tentang

bentuk peyimpangan perilaku seksual yang terjadi pada “AS” di SLB

Purnama Asih.

2. Penyebab dari terjadinya peyimpangan perilaku seksual yang terjadi

pada “AS” di SLB Purnama Asih adalah karena faktor intelegensi

yang dimilki “AS”.

3. Cara penanganan yang guru lakukan adalah dengan menyusun

program khusus bagi “AS” dengan mengikut sertakan orang tua “AS”

di dalam perencanaan penyusunan program pembelajarannya. Dalam

(27)

belajar lebih untuk mata pelajaran vokasional mencuci motor dan bercocok tanam.

4. Ada beberapa hambatan yang dialami oleh guru yang berasal dari factor internal dan eksternal. Yaitu faktor internal yang berupa kesabaran guru itu sendiri dan factor eksternal yang berupa jumlah sumber daya guru yang terbatas untuk melakukan pengawasan

terhadap peyimpangan perilaku seksual yang terjadi pada “AS” di

SLB Purnama Asih.

5. Guru memilki cara dalam mengatasi hambatan yang dialami dalam

menangani peyimpangan perilaku seksual yang terjadi pada “AS” di

SLB Purnama Asih adalah dengan cara lebih meningkatkan rasa sabar di dalam menjalankan tugas menjadi seorang guru, selaian itu dengan cara menyusun jadwal yang fleksibel untuk pengawasan peyimpangan

perilaku seksual yang terjadi pada “AS” di SLB Purnama Asih, juga

dalam kegiatan olahraga diberikan materi pengajaran olahraga yang lebih bervariatif.

B. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian dan bebearpa temuan di lapangan pada penanganan guru terhadap peyimpangan perilaku seksual remaja down

syndrome (studi kasus terhadap sisiwa “AS” di SLB Purnama Asih) maka pada bagian ini ada beberapa rekomendasi yang ingin coba penulis sampaikan, diantaranya adalah sebagai berikut:

(28)

dengan baik di setiap sekolah khususunya bagi sekolah tempat saya melakukan penelitian.

2. Untuk orang tua, proses konseling antara orang tua dengan pihak sekolah akan lebih terjalin dengan baik apabila ada kesamaan visi diantara kedua belah pihak dan memiliki spirit yang sama dalam rangka untuk mencapai pendidikan optimal bagi siswa.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung : Refika Aditama Gunarhadi. (2005). Penanganan Anak Sindroma Down dalam Lingkungan Keluarga dan

Sekolah, Jakarta: Depdiknas

Soetiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya, Jakarta : Sagung Seto

Somantri, S. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung : Refika Aditama.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D, Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta.

Syah, M. (2007). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosda karya.

Moleong, J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi . Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Kartono, K. (2009). Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, Bandung : Mandar Maju. Sadarjoen, S. (2005). Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. Bandung: PT. Refika

Aditama.

Wiramihardja, S. (2007). Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: Refika Aditama.

Andiki. (2008). Guru adalah panutan. [Online].

Gambar

Tabel 4.13 Hasil Analisis Data Instrument Wawancara dan Observasi
Tabel 3.1 Kisi-kisi instrumen
Tabel 3.2 Pedomen wawancara
Table 3.3 Pedoman observasi

Referensi

Dokumen terkait

Namun subkultur dari eksplan yang berasal dari media yang mengandung TDZ 3,0 mg/1 ke media yang mengandung konsentrasi TDZ yang sama menunjukkan jumlah tunas yang

FENNY YUTIKA SELI, 2014, The Effectiveness of Using Social Networking Site in Teaching Writing of recount text at Tenth Grade Students of SMA Negeri 87 Jakarta, Skripsi,

Dengan adanya hasil dari analisa yang didapat nantinya, diharapkan perusahaan dapat mampu mengetahui kekurangan dan kelebihan dari sistem yang sudah dimiliki dan dapat

Bertambahnya angka kejadian penyakit menular seksual karena kurang pengetahuan baik didapatkan dari pendidikan kurikuler ataupun dari non- kurikuler. Penelitian ini

Router dapat digunakan untuk menghubungkan banyak jaringan kecil ke sebuah jaringan yang lebih besar, yang disebut dengan internetwork , atau untuk membagi sebuah jaringan

memahami dan menjelaskan ide / gagasan matematika yang terdapat pada gambar atau permasalahan yang diberikan Kemampuan dalam menggunakan istilah- istilah, notasi-notasi

Permasalahan di atas merupakan permasalahan umum yang terjadi saat siswa menerima materi pelajaran matematika, sedangkan secara khusus yang diamati di SD Negeri 04 Golan