PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI SMP NEGERI
KOTA PAYAKUMBUH BERDASARKAN INDEKS INKLUSIF
TESIS
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh
Gelar Magister Pendidikan Khusus
Oleh :
ELDA DESPALANTRI
NIM. 1201431
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN KHUSUS
SEKOLAH PASCASARJANA
PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI SMP NEGERI
KOTA PAYAKUMBUH BERDASARKAN INDEKS INKLUSIF
Elda Despalantri, S. Pd UPI Bandung, 2014
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pasca Sarjana
© Elda Despalantri 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
LEMBAR PENGESAHAN
ELDA DESPALANTRI
PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI SMP NEGERI
KOTA PAYAKUMBUH BERDASARKAN INDEKS INKLUSIF
disetujui dan disahkan oleh pembimbing
Pembimbing I
Dr. Endang Rochyadi, M. Pd NIP. 195608181 198503 1 002
Pembimbing II
Dr. Juang Sunanto, M. Ed NIP. 19610515 198703 1 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Khusus
Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
DAFTAR ISI
B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
A. Pendidikan Inklusif ... 7
1. Latar belakang Pendidikan inklusif ... 7
2. Konsep Pendidikan Inklusif ... 10
3. Landasan Pendidikan Inklusif ... 12
B. Indeks Inklusif ... 14
C. Pendidikan Inklusif di kota Payakumbuh ... 17
D. Penelitian Relevan ... 19
BAB III METODE PENELITIAN ... 21
A. Desain Penelitian ... 21
3. Tahap Akhir Lapangan ... 24
D. Subjek Penelitian ... 24
E. Teknik Pengumpulan Data ... 24
1. Pengumpulan Data Kuantitatif ... 25
2. Pengumpulan Data Kualitatif ... 25
F. Teknis Analisis Data ... 25
1. Analisis Data ... 26
2. Penyajian Data ... 26
a. Penyajian Data Kuantitatif ... 26
b. Penyajian Data Kualitatif ... 28
3. Penarikan Kesimpulan ... 29
4. Uji Coba Instrumen ... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Hasil Penelitian Kuantitatif ... 30
1. Indeks Budaya Inklusif ... 30
2. Indeks Kebijakan Inklusif ... 40
3. Indeks Praktek Inklusif ... 50
B. Hasil Penelitian Kualitatif ... 68
1. Dimensi Budaya Inklusif ... 68
2. Dimensi Kebijakan Inklusif ... 78
3. Dimensi Praktek inklusif ... 84
C. PEMBAHASAN ... 96
1. Pembahasan Budaya Inklusif ... 97
2. Pembahasan Kebijakan Inklusif ... 104
3. Pembahasan Praktek Inklusif ... 109
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 118
DAFTAR PUSTAKA ... 121
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indek inklusif menurut Ainscow et al (2000):CSIE ... 15
Tabel 4.1 Skor keseluruhan budaya inklusif ... 39
Tabel 4.2 Skor keseluruhan kebijakan inklusif ... 49
Tabel 4.3 Skor keseluruhan praktik inklusif ... 65
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Indikator 1 budaya inklusif ... 30
Grafik 4.2 Indikator 2 budaya inklusif ... 31
Grafik 4.3 Indikator 3 budaya inklusif ... 32
Grafik 4.4 Indikator 4 budaya inklusif ... 33
Grafik 4.5 Indikator 5 budaya inklusif ... 33
Grafik 4.6 Indikator 6 budaya inklusif ... 34
Grafik 4.7 Indikator 7 budaya inklusif ... 35
Grafik 4.8 Indikator 8 budaya inklusif ... 36
Grafik 4.9 Indikator 9 budaya inklusif ... 36
Grafik 4.10 Indikator 10 budaya inklusif ... 37
Grafik 4.11 Indikator 11 budaya inklusif ... 38
Grafik 4.12 Indikator 12 budaya inklusif ... 39
Grafik 4.13 Indikator 13 Rata-rata skor budaya inklusif ... 40
Grafik 4.14 Indikator 1 kebijakan inklusif ... 41
Grafik 4.15 Indikator 2 kebijakan inklusif ... 42
Grafik 4.16 Indikator 3 kebijakan inklusif ... 43
Grafik 4.17 Indikator 4 kebijakan inklusif ... 43
Grafik 4.18 Indikator 5 kebijakan inklusif ... 44
Grafik 4.19 Indikator 6 kebijakan inklusif ... 45
Grafik 4.20 Indikator 7 kebijakan inklusif ... 46
Grafik 4.21 Indikator 8 kebijakan inklusif ... 47
Grafik 4.22 Indikator 9 kebijakan inklusif ... 47
Grafik 4.23 Indikator 10 kebijakan inklusif ... 48
Grafik 4.24 Rata-rata skor kebijakan inklusif ... 49
Grafik 4.25 Indikator 1 praktek inklusif ... 50
Grafik 4.26 Indikator 2 praktek inklusif ... 51
Grafik 4.27 Indikator 3 praktek inklusif ... 52
Grafik 4.29 Indikator 5 praktek inklusif ... 53
Grafik 4.30 Indikator 6 praktek inklusif ... 54
Grafik 4.31 Indikator 7 praktek inklusif ... 55
Grafik 4.32 Indikator 8 praktek inklusif ... 55
Grafik 4.33 Indikator 9 praktek inklusif ... 56
Grafik 4.34 Indikator 10 praktek inklusif ... 57
Grafik 4.35 Indikator 11 praktek inklusif ... 57
Grafik 4.36 Indikator 12 praktek inklusif ... 58
Grafik 4.37 Indikator 13 praktek inklusif ... 59
Grafik 4.38 Indikator 14 praktek inklusif ... 60
Grafik 4.39 Indikator 15 praktek inklusif ... 60
Grafik 4.40 Indikator 16 praktek inklusif ... 61
Grafik 4.41 Indikator 17 praktek inklusif ... 62
Grafik 4.42 Indikator 18 praktek inklusif ... 62
Grafik 4.43 Indikator 19 praktek inklusif ... 63
Grafik 4.44 Indikator 20 praktek inklusif ... 64
Grafik 4.45 Indikator 21 praktek inklusif ... 65
Grafik 4.46 Rata-rata skor praktek inklusif ... 66
DAFTAR BAGAN
DAFTAR GAMBAR
ABSTRACT
THE IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN STATE JUNIOR HIGH SCHOOL IN PAYAKUMBUH BASED ON THE INDEX
FOR INCLUSION By : Elda Despalantri
NIM. 1201431
This research is about the inclusive education. Inclusive education is education for all which accommodates all students needs regardless their disabilities. This research is applied in four inclusive state junior high schools in Payakumbuh. The purpose of this research is to find out the implementation of the inclusive education in four state junior high schools in Payakumbuh (inclusive culture, inclusive policies and the inclusive practices).
ABSTRAK
PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI SMP NEGERI KOTA PAYAKUMBUH
BERDASARKAN INDEKS INKLUSIF Oleh : Elda Despalantri
NIM. 1201431
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan salah satu hak asasi setiap orang. Seperti yang tercantum pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 menegaskan bahwa :”Setiap orang mempunyai hak atas pendidikan”. Begitu juga dengan Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Selain itu UUD 1945, khususnya Pasal 28 C Ayat (1) juga menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya
berhak memperoleh pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia”. Selanjutnya pada Forum Pendidikan Dunia di Dakar, Senegal (2000) mereviu bahwa pendidikan untuk semua harus
mempertimbangkan kebutuhan mereka yang miskin dan tidak beruntung,
termasuk yang berkebutuhan khusus (UNESCO 2000). Sehingga berdasarkan
penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada batasan terhadap
seseorang untuk mendapatkan pendidikan, apapun keadaan setiap individu
tersebut, tidak terkecuali dengan anak berkebutuhan khusus.
berkembang ke AS serta ke negara-negara lainnya. Awal pelaksanaan pendidikan inklusif dalam dunia internasional tertuang dalam deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Tahun 1948. Dunia internasional kemudian mengadakan konferensi yang membahas pendidikan kebutuhan khusus. Konferensi tersebut pertama kali diadakan Salamanca tahun 1994. Pada konferensi itu, pendidikan inklusif ditetapkan sebagai prinsip dalam memenuhi kebutuhan belajar kelompok-kelompok yang kurang beruntung, terpinggirkan, dan terkucilkan.
Pendidikan inklusif dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan yang melihat bagaimana mengubah sistem pendidikan agar dapat merespon keberagaman peserta didik. Ada beberapa definisi tentang pendidikan inklusif, salah satunya yang dirumuskan dalam Seminar Agra tahun 1998 yaitu pendidikan inklusif lebih luas daripada pendidikan formal : mencakup pendidikan di rumah, masyarakat, sistem nonformal dan informal, mengakui bahwa semua anak dapat belajar, mengakui dan menghargai berbagai perbedaan pada diri anak : usia, gender, etnik, bahasa, dan lain-lain.
Jadi, pada intinya pendidikan inklusif ini, kita tidak mengenal ras, suku, agama, budaya, jenis kelamin, dan sebagainya. Semua anak belajar bersama baik itu pada pendidikan formal, maupun non formal. Oleh sebab itu hendaknya di tiap-tiap sekolah yang ada di daerah kabupaten atau di kota sudah melaksanakan pendidikan inklusif. Hal ini tercantum pada Permendiknas No. 70 Tahun 2009 Pasal 4 yang berbunyi :
1. Pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit 1 (satu) sekolah dasar, dan 1(satu) sekolah menengah pertama pada setiap kecamatandan 1 (satu) satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif yang wajib menerima peserta didik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
2. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan / atu sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. 3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masayarakat
adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan.layanan khusus. 4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus.
5. Setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Oleh sebab itu, melalui pendidikan inklusif diharapkan sekolah regular dapat melayani semua peserta didikanya dengan semaksimal mungkin tanpa terkecuali, termasuk dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Hendaknya di masing-masing daerah baik itu kota maupun kabupaten sudah memiliki sekolah inklusif.
Salah satu kota yang telah mendeklarasikan sebagai kota inklusif adalah Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Dirjen Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diwakili Dr. Rizal, M.Pd, mendeklarasikan Payakumbuh sebagai sebagai Kota Inklusif. Temu deklarasi ditandai dengan suatu Komitmen Gerakan Pendidikan Inklusif Kota Payakumbuh Tahun 2012, tepatnya tanggal 29 Juni 2012 bertempat di gedung serbaguna SMKN 2 Payakumbuh. Sehingga Walikota dan Kepala Pusat Sumber SLB N Center Kota Payakumbuh mendapat penghargaan Inclusive Education Award.
Meskipun kota Payakumbuh sudah mendeklarasikan diri sebagai kota inklusif, akan tetapi masih banyak pelaksanaan pendidikan inklusif belum maksimal. Jumlah sekolah yang ada di kota Payakumbuh tercatat hingga tahun 2013 ini yaitu, tingkat SD atau MI negeri / swasta 75 sekolah, SMP dan MTs Negeri dan Swasta ada 20, tingkat SMA negeri/ swasta ada 11 sekolah, tingkat MA negeri/ swasta ada 5 sekolah, sedangkan tingkat SMK negeri/ swasta ada 12 sekolah. Walaupun demikian, sampai saat ini kota Payakumbuh tetap dalam proses pengembangan pendidikan inklusif untuk ke arah yang lebih baik.
Berbicara soal Pendidikan inklusif, maka kita tidak terlepas dari implementasinya. Implementasi pendidikan Inklusif dipengaruhi berbagai faktor, misalnya sikap dan pengetahuan tenaga pendidik atau masyarakat terhadap pendidikan inklusi, sarana dan prasarana, serta aksesibilitas lainnya. Pada dasarnya, implementasi atau pelaksanaan pendidikan inklusif itu tidak mudah, kita harus mempersiapkan segala hal. Apalagi ketika sebuah kota menjadi kota inklusi, baik itu sekolah, tempat-tempat umum, serta masyarakatnya pun juga harus inklusif. Untuk itu penulis sangat tertarik meneliti dan ingin mengetahui lebih jauh lagi bagaimana pelaksanaan pendidikan inklusif di kota Payakumbuh berdasarkan indeks inklusi, karena kota tersebut sudah menjadi kota inklusif.
B.FOKUS PENELITIAN DAN PERTANYAAN PENELITIAN
dimensi Kebijakan (producing inclusive policies), dan (3) dimensi Praktik (evolving inclusive practices).
Oleh karena itu yang menjadi fokus penelitian ini adalah : “Pelaksanaan
Pendidikan Inklusif di SMP Negeri Kota Payakumbuh”. Adapun rincian pertanyaan penelitian tentang pelaksanaan pendidikan inklusif yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana budaya inklusif di SMP negeri kota Payakumbuh ? 2. Bagaimana kebijakan inklusif di SMP negeri kota Payakumbuh ? 3. Bagaimana praktik inklusif di SMP negeri kota Payakumbuh ?
C.TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan fokus dan pertanyaan penelitian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan inklusif di SMP negeri kota Payakumbuh, yang terbagi ke dalam tiga aspek yaitu :
1. Mengetahui budaya inklusif di SMP Negeri kota Payakumbuh 2. Mengetahui kebijakan inklusif di SMP Negeri kota Payakumbuh. 3. Mengetahui praktik inklusif di SMP Negeri kota Payakumbuh.
D.MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini hendaknya bermanfaat dalam dunia pendidikan, tidak hanya bagi penulis atau guru, tetapi juga bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait, antara lain :
1. Bagi sekolah
2. Bagi dinas pendidikan setempat
Sebagai catatan dan gambaran bagaimana pelaksanaan pendidikan inklusif di kota Payakumbuh khususnya tingkat SMP negeri.
3. Bagi pemerintah kota dan provinsi
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kombinasi atau lebih dikenal dengan mixed method, yaitu gabungan antara penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Sugiyono (2013, hlm. 19) menyebutkan bahwa metode penelitian kombinasi ini menggabungkan antara metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliabel, dan obyektif. Sedangkan Nusa dan Hendarman (2013, hlm. 49) menyebutkan
Penelitian campur sari (mixed methods) merupakan perpaduan penelitian kuantitatif dan kualitatif mulai dari tataran atau tahapan pengumpulan dan analisis data, penggunaan teknik-teknik penelitian, rancangan penelitian, sampai pada tataran pendekatan dalam satu penelitian tunggal. Selain itu creswell (2010, hlm. 5) mengemukakan
Penelitian metode campuran merupakan pendekatan penelitian yang mengombinasikan atau mengasosiasikan bentuk kualitatif dan bentuk kuantitatif. Pendekatan ini melibatkan asumsi-asumsi filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan kualitati dan kuantitatif, dan pencampuran (mixing) kedua pendekatan tersebut ke dalam satu penelitian.
Kesimpulan bahwa penelitian kombinasi (mixed methods) ini adalah gabungan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan secara bersamaan. Sedangkan desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sequential explanatory. Pada desain ini, data yang akan dikumpulkan terlebih dahulu adalah data kuantitatif dan dianalisis, yang kemudian diikuti oleh pengumpulan dan analisis data kualitatif (Nusa dan Hendarman. 2013, hlm. 64).
Penelitian mixed method memiliki aspek penting dalam merancang prosedur-prosedur, creswell mengemukakan (2010, hlm 308) antara lain:
b. Weighting (bobot), merupakan prioritas yang diberikan antara metode kuntitatif dan kualitatif.
c. Mixing (pencampuran), yaitu mencampur data berartti data kualitatif dan kuantitatif benar-benar dileburkan dalam satu end of continum, dijaga keterpisahannya dalam end of continuum yang lain, atau dikombinasikan dengan beberapa cara yang lain.
d. Teorisasi dan perspektif-perspektif transformasi, merupakan yang akan menjadikan landasan bagi keseluruhan proses/tahap penelitian.
Penelitian mixed method memiliki beberapa strategi atau desain saat penelitian. Creswell (2010, hlm.316) menyebutkan ada enam strategi metode penelitian mixed method, antara lain:
a. Strategi eksplanatoris sekuensial yaitu strategi yang diterapkan dengan pengumpulan dan analisis data kuantitatif pada tahap pertama yang diikuti oleh pengumpulan dan analisis data kualitatif pada tahap kedua yang dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif. Bobot/prioritas lebih diberikan kepada data kuantitatf.
b. Strategi eksploratoris sekuensial yaitu melibatkan pengumpulan dan analisis data kualitatif pada tahap pertama, yang kemudian diikuti oleh pengumpulan dan analisis data kuantitatif pada tahap kedua yang didasarkan pada hasil-hasil tahap pertama.
c. Strategi tranformatif sekuensial yaitu proyek dua tahap dengan perspektif teoritis tertentu yang turut membentuk prosedur-prosedur di dalamnya. Strategi ini terdiri dari tahap pertama (baik itu kulitatif atau kuantitatif) yang diikuti oleh tahap kedua (baik itu kunatitatif atau kualitatif).
d. Strategi triangulasi konkuren yaitu pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif dilakukan secara bersamaan dalam satu tahap penelitian.
e. Strategi embedded konkuren yaitu strategi yang memiliki metode primer yang memandu proyek dan database sekunder yang memainkan peran pendukung dalam prosedur-prosedur penelitian.
f. Strategi transformatif konkuren yaitu dengan mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif secara serempak serta didasarkan pada perspektif teoretis tertentu.
Data kuantitatif berupa hasil pengukuran indeks inklusif yang diperoleh pada setiap sekolah. Sedangkan data kualitatif didapat dari wawancara dan dokumen-dokumen di sekolah tersebut.
Gambaran desain penelitian sequential explanatory menurut Creswell (2010:314) sebagai berikut :
Bagan 3.1 Desain penelitian
B. Lokasi dan Informan
Penelitian ini dilakukan ditingkat SMP Negeri kota Payakumbuah, Sumatera Barat. Berdasarkan dengan adanya sekolah inklusif sudah ada di daerah setempat. Sekolah SMP Negeri yang inkusif sudah ada empat sekolah, yaitu SMP Negeri 2, SMP Negeri 4, SMP Negeri 5, dan SMP Negeri 9. Sedangkan untuk pemilihan informan, didasarkan pertimbangan mereka yang memiliki kapasitas untuk memberikan informasi akurat.
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap yang terdiri dari : tahap pra lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap tingkat kepercayaan penelitian.
1. Tahap Pra lapangan
Peneliti megurus surat izin penelitian yang dikeluarkan oleh Direktur Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Kemudian peneliti mengadakan penjajakan ke lapangan bersamaan dengan menyampaikan izin penelitian secara formal kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Payakumbuh, Kepala Sekolah SLB Resourch Center Talawi Payakumbuh, Kepala Sekolah SMP yang sekolahnya menjadi
lokasi tempat penelitian. Selanjutnya peneliti juga berusaha menjalin silaturahmi kepada pihak-pihak yang berwenang agar penelitian berjalan dengan baik dan sesuai harapan.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Pada tahap ini yaitu pekerjaan lapangan, peneliti berusaha mengumpulkan data berdasarkan fokus penelitian dan tujuan penelitian, sehingga penelitian dapat dilakukan secara terarah dan lebih spesifik. Pada tahap awal pekerjaan ini, peneliti akan menemui informan yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.
Observasi akan dilakukan dua sampai tiga kali. Adapun yang diobservasi adalah berdasarkan indikator – indikator yang ada pada indeks inklusif yaitu: budaya inklusif, praktek inklusif, dan kebijakan inklusif. Sedangkan wawancara dilakukan dengan kepala sekolah, guru kelas / mata pelajaran, guru pembimbing khusus dan penggerak inklusif di Kota Payakumbuh, yang bertujuan untuk memperkuat data di lapangan.
Peneliti akan mengumpulkan data sebanyak mungkin dengan informan tanpa mempengaruhinya. Serta mengumpulkan dokumen-dokumen yang dianggap penting dalam penelitian ini dengan dokumentasi.
3. Tahap Akhir Lapangan
Pada tahap akhir lapangan ini, peneliti akan menganalis data yang didapat secara kuantitatif dan data yang didapat secara kualitatif (wawancara, dan studi dokumentasi), yaitu berdasarkan indeks inklusif. Setelah itu didapatlah hasil indeks inklusifnya.
D. Subjek Penelitian
E.Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah:
1. Pengumpulan Data Kuantitatif
Observasi, Peneliti langsung terjun ke lapangan dan mengamati secara langsung sekolah-sekolah tersebut dengan menggunakan pedoman observasi yang diadopsi dari indeks inklusif Tony Booth dan Ainscow, yang dapat dilihat pada lampiran 1 budaya inklusif (hlm. 124), lampiran 2 kebijakan inklusif (hlm. 125), dan lampiran 3 praktek inklusif (hlm. 126).
2. Pengumpulan Data kualitatif
a. Wawancara. Wawancara yang dilakukan berdasarkan pedoman wawancara tentang ketiga dimensi inklusif sesuai dengan indeks inklusif (budaya inklusif, kebijakan inklusif, dan praktek inklusif). Pedoman wawancara yang digunakan juga diadopsi dari indeks inklusif Tony Booth dan Ainscow. Peneliti akan mewawancarai pihak-pihak yang terkait, seperti kepala sekolah, guru, siswa,dan pihak-pihak yang terkait. Adapun pedoman wawancara penelitiannya dapat dilihat pada lampiran 7 budaya inklusif (hlm.127), lampiran 8 (hlm. 128) dan lampiran 9 (hlm. 129). b. Studi dokumentasi. Peneliti akan menngumpulkan data juga dengan
dokumentasi yang tertulis, seperti program pembelajaran, kurikulum, foto dan lain-lain.
F. Teknis Analisis Data
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2013, hlm. 333).
Adapun langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Analisis data
a. Analisis Data Kuantitatif
Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan cara observasi. Observasi yang dilakukan menggunakan pedoman observasi yaitu indeks inklusif, berupa aspek budaya inklusif, praktek inklusif, dan kebijakan inklusif. Kemudian hasil observasi tersebut dihitung rata-ratanya, dan di analisis serta dibuat ke dalam bentuk persentase dengan menggunakan grafik.
b. Analisis Data Kualitatif
Data kualitatif dikumpulkan setelah data kuantitatif di dapat. Pengumpulan data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara dan studi dokumentasi, seperti program pembelajaran, foto, dan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan inklusif. Pedoman wawancara dilihat dari hasil indeks inklusif yang didapat. Hasil indeks inklusif yang didapat tergolong rendah, maka peneliti akan melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait, seperti guru, kepala sekolah, atau siswa.
Data kuantitatif dianalisis dengan menghitung rata-rata jawaban yang didapat tiap indikator. Indikator ketiga dimensi inklusif ini dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 132-139. Penentuan skor yang ditetapkan sebagai berikut :
T = tidak skornya = 0 Kadang-kadang skornya = 1 Ya skornya = 2
Untuk mengetahui hasil pencapaian ketiga dimensi inklusif pada setiap indikator dirumuskan sebagai berikut :
IDI pi = ∑
Keterangan :
IDI : indeks dimensi inklusif (budaya inklusif, praktek inklusif, dan kebijakan inklusif)
Rumus di atas digunakan pada setiap ketiga dimensi indeks inklusif.
1.) Dimensi budaya inklusif
Indikator yang digunakan pada dimensi budaya inklusif terlampir pada halaman 132.
IBI =
Ket :
IBI = indeks budaya inklusif
2.) Dimensi kebijakan inklusif
IKI =
Ket :
IKI = indeks kebijakan inklusif
3.) Dimensi praktek inklusif
Indikator yang digunakan pada dimensi praktek inklusif dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 137.
IPI =
Ket :
IPI = indeks praktek inklusif
b. Penyajian Data Kualitatif
Data yang didapat dari hasil wawancara dan studi dokumentasi dianalisis, kemudian penyajian data kualitatif dilakukan dalam bentuk uraian singkat sehingga pembaca memahami hasil penelitian ini dengan jelas. Untuk penyajian data kualitatif dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 141-293
3. Penarikan Kesimpulan
b. Kriteria atau tolok ukur yang sudah dibuat dapat digunakan untuk menjawab atai mempertanggungjawabkan hasil penilaian yang sudah dilakukan.
c. Kriteria atau tolok ukur dugunakan untuk mengekang masuknya unsur subjektif yang ada pada diri penilai.
d. Dll
Adapun rentang kriteria penilaian yang digunakan pada penelitian ini diadopsi dari Arikunto dan Safruddin (2009, hlm. 34) yaitu:
0 % - 20% = buruk sekali 21% - 40 % = buruk 41% - 60% = cukup 61% - 80% = baik
81% - 100 % = baik sekali
4. Uji Coba Instrumen
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Penelitian ini adalah jenis penelitian campuran atau yang lebih dikenal dengan penelitian mixed methode. Penelitian ini berjudul Pelaksanaan pendidikan inklusif di SMP Negeri kota Payakumbuh yang menjadi fokus penelitiannya ada tiga yaitu budaya inklusif, kebijakan inklusif, dan praktek inklusif. Hasil dari penelitian secara ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan inklusif di SMP Negeri kota Payakumbuh tergolong ke dalam kategori baik. Karena persentase yang didapat berkisar antara 61%-80%, adapun persentase yang didapat oleh ketiga dimensi tersebut adalah:
1. Data kuantitatif yang didapat pada dimensi budaya inklusif adalah 62,02%. Belum semua indikator yang terlaksana, namun demikian budaya inklusif didasarkan pada di SMP negeri Payakumbuh sudah termasuk ke dalam kategori baik. Hal ini karena persentase yang didapat berkisar pada antara 61%-80%. Sedangkan untuk data kualitatif yang diperoleh dari beberapa dari indikator budaya inklusif tidak terlaksana dikarenakan ada siswa yang merasa bukan warga sekolah tempat mereka menuntut ilmu disebabkan karena mereka adalah siswa dari SMP N 10 yang babgunan sekolahnya belum selesai. Ada juga siswa yang saling berbeda pendapat dan belum semua menjalin persahabatan yang solid disebabkan karena mereka sama-sama mempertahankan ego masing-masing, hal ini siswa dan siswi SMP ini berada pada masa pancaroba dari masa anak-anak beranjak ke masa remaja.
Selain itu untuk pembagunan sekolah yang berkaitan dengan aksesibilitas siswa yang mengalami hambatan belum semua sekolah yang melaksanakannya. Tetapi sekolah sudah menyediakan beasiswa untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan anak-anak yang mengalami hambatan dalam proses belajar mengajar, seperti seragam sekolah, buku, sepatu, tas, dan lain-lain. Di samping itu juga fasilitas sekolah yang disediakan guru juga masih terbatas, belum semua siswa yang dapat mengaksesnya.
3. Data yang diperoleh pada dimensi praktek pembelajaran inklusif adalah 79,73%. Praktek inklusif di SMP Negeri Payakumbuh terselenggara dengan baik, meskipun belum sempurna dan masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi. Seperti aksesibilitas untuk semua siswa, khususnya bagi siswa yang mempunyai hambatan belajar. Selain itu yang perlu dibenahi yaitu fasilitas yang ada di sekolah karena belum semua siswa dapat mengaksesnya.
Jadi, dari hasil penelitian yang dilakukan pada empat sekolah yang diteliti yaitu SMP N 2, SMP N 4, SMP N 5, dan SMP N 9 ini sudah menunjukkan sikap positif karena sudah berusaha untuk melaksanakan pendidikan inklusif.
B. Rekomendasi
Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan setelah penelitian ini terlaksana yaitu:
1. Bagi sekolah
Melaksanakan pendidikan inklusif lebih baik lagi, dengan cara membenahi hal-hal yang belum terlaksana, seperti pembangunan sekolah yang belum memperhatikan aksesibilitas bagi siswa yang mengalami hambatan, serta fasilitas yang belum lengkap bagi peserta didik termasuk siswa yang berkebutuhan khusus.
2. Bagi dinas pendidikan setempat
siswa yang mengalami hambatan. Selain itu dinas pendidikan hendaknya juga membantu merekrut tenaga pendidik dari pendidikan khusus, untuk ditempatkan di sekolah-sekolah yang telah melaksanakan pendidikan inklusif.
3. Bagi pemerintah kota dan pemerintah provinsi
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. dan Safruddin, Cepi Abdul J. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara
Armstrong, Ann C, Armstrong D, dkk. “Inclusive Education: International Policy
and Practice”. Journal of Educational Administration.2011. 49 :110-112
Booth, T. and Ainscow, M. (2002). Index for Inclusion. Developing Learning and Participation in School, London: CSIE.
DEPDIKNAS, Direktorat Jenderal Mandikdasmen, Direktorat PSLB. 2007. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
Direktorat Pembinaan PK-LK Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2011. Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009. Jakarta
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif. Jakarta : Kementerian Pendidikan Nasional
Mel Ainscow and Susie Miles, University of Manchester, UK . Developing Inclusive Education Systems: How Can We Move Policies Forward? (Chapter prepared for a book in Spanish to be edited by Climent Gine et al, 2009)
Pokja Payakumbuh.(2012). Sejarah dan Tokoh Pendidikan Inklusif di Kota
Payakumbuh. [Online]. Tersedia di:
http://pokjapayakumbuh.org/index.php/profile/inklusi/sejarah. Diakses 25
September 2013
Putra, N. dan Hendarman. 2013. Metode Riset Campur Sari. Jakarta : Indeks RRI. (2013). Payakumbuh Kota Percontohan Pendidikan Inklusif di Indonesia.
[Online]. Tersedia di: http://rri.co.id/index.php/berita/51279/Payakumbuh-Kota-Percontohan-Pendidikan-Inklusif-di-Indonesia#.UyDaFc5r38o.
Diakses 24 September 2013
Sri Hartono, Y. 2010 . Indeks Inklusi di SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin. Tesis Magister pada PKKh UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Sugiyono.2013. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung : Alfabeta
Sunanto, J. 2010. Indeks Inklusi dalam Pembelajaran di Kelas yang Terdapat ABK di Sekolah Dasar. [Online]. Tersedia : jasianakku-sampel.blogspot.com/2010/04/indeks-inklusi-dalam-pembelajaran-di.html. diakses 25 september 2013
Tarsidi, D. (Ed).2002. Pendidikan Inklusif (Ketika Hanya Ada Sedikit Sumber). Bandung :The Atlas Alliance.
Tarsidi, D. (2007). Pendidikan Inklusif Sebagai Satu Inovasi Kependidikan untuk Mewujudkan Pendidikan Untuk Semua. [Online]. Tersedia: http://d-tarsidi.blogspot.com/2007/07/inovasiinklusi.html. diakses 20 Maret 2014 W. Creswell, J. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Wendy Messenger. “Book Review: Index for Inclusion - Developing Learning,
Participation and Play in Early Years and Childcare”. Journal of Early
Childhood Research 2005 3: 107