• Tidak ada hasil yang ditemukan

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI

PALINGGIH RATU AYU MAS SUBANDAR

DI PURA DALEM BALINGKANG

DESA PAKRAMAN PINGGAN

KECAMATAN KINTAMANI

KABUPATEN BANGLI

(Perspektif Teologi Hindu)

OLEH : I NENGAH KADI NIM. 09.1.6.8.1.0150 Email : nghkadi@yahoo.co.id

Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Pembimbing I

Dra. Ni Made Sokaningsih, M.Ag

Pembimbing II

Ni Putu Winanti, S.Ag., M.Pd

Mengetahui : Pembantu Dekan I

Ni Gusti A. A. Nerawati, S.Ag.,M.Si

ABSTRAK

Pura Dalem Balingkang merupakan salah satu Pura Kahyangan Jagat yang terletak di Desa Pakraman Pinggan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, sebagai tempat untuk memuja Sang Hyang Widhi dalam aneka prabhawa-Nya. Di Pura Dalem Balingkang terdapat akulturasi budaya Hindu dengan budaya Tionghoa. Dengan bukti adanya bangunan suci Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar sebagai tempat pemujaan warga keturunan Cina dan umat Hindu pada umumnya. Fenomena ini belum dipahami secara jelas oleh masyarakat Hindu,

(2)

sehingga perlu diadakan penelitian secara mendalam. Yang akan membahas mengenai eksistensi, fungsi, dan makna yang terdapat pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, data dikumpulkan melalui observasi, wawancara (interview), studi kepustakaan, dan studi dokumentasi.

Eksistensi Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang merupakan bangunan suci untuk memuliakan atau memuja permaisuri kedua Sri Haji Jayapangus. Yaitu Sri Mahadewi Sasangkaja Cihna atau Kang Cing We yang berasal dari Cina. Struktur Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar berbentuk gedong memiliki tiga bagian yaitu bagian dasar, bagian badan, bagian atas atau atap. Pemuja Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu desa-desa yang menjadi anggota Banua Kanca Satak, Desa Panyucuk, warga keturunan Cina, dan umat Hindu pada umumnya. Piodalan pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar bersamaan dengan piodalan di Pura Dalem Balingkang yaitu Purnama Kalima, yang secara langsung dipimpin oleh Pemangku Pamucuk Pura Dalem Balingkang. Banten yang dipersembahkan pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu Banten Tebasan bersinergi dengan sarana persembahan oleh warga keturunan Cina. Mantra yang digunakan pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar disebut dengan istilah Puja Sana.

Palingih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang mempunyai fungsi religi yaitu meningkatkan sradha dan bhakti. Fungsi social yaitu dapat meningkatkan persatuan serta terjalinnya hubungan yang harmonis. Fungsi akulturasi yaitu kebudayaan baru dalam bentuk bangunan, sarana upacara dan seni tari. Fungsi kerukunan yaitu meningkatkan kerukunan umat beragama Hindu dengan umat yang beragama Buddha. Dan fungsi ekonomi sebagai tempat bagi umat untuk memohon kelancaran dalam setiap usaha yang dimilikinya. Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang juga memiliki makna tattwa, susila, upakara dan makan teologi. Makna teologi yang terkandung pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu sebagai tempat untuk memuja roh suci leluhur dan sinkretisasi Śiwa-Buddha tampak dari adanya tempat pemujaan untuk Dewa Śiwa dan Buddha di Pura Dalem Balingkang.

Kata Kunci : Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar, Pura Dalem Balingkang 1. Pendahuluan

Pura sebagai tempat pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa adalah salah satu tempat untuk menumbuhkan rasa bhakti dan mengadakan hubungan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa secara niskala. Biasanya pada pura tersimpan berbagai benda-benda purbakala atau Artefak yang sarat dengan simbol dan makna. Bedasarkan atas fungsinya, pura dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Pura Jagat dan Pura Kawitan. Pura Jagat merupakan pura yang berfungsi sebagai tempat memuja Sang Hyang Widhi Wasa dalam segala

(3)

prabhawa-Nya. Sedangkan Pura Kawitan merupakan pura sebagai tempat suci untuk memuja Atmasiddhadevata atau roh suci leluhur.

Pura Dalem Balingkang merupakan salah satu Pura Kahyangan Jagat yang terletak di Desa Pakraman Pinggan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Yaitu sebagai tempat untuk memuja Sang Hyang Widhi dalam aneka prabhawa-Nya. Dilihat dari sejarah Pura Dalem Balingkang, disebutkan bahwa sekitar tahun 1103 Çaka atau 1081 Masehi yang menduduki tahta kerajaan di Bali adalah raja yang bergelar Sri Haji Jayapangus. Baginda Raja Sri Haji Jayapangus beristana di Balingkang. Pada masa pemerintahannya paduka Sri Haji Jayapangus didampingi oleh dua permaisuri beliau yang bergelar Sri Parameswari Induja Ketana dan Kang Cing We yang bergelar Sri Mahadewi Sasangkaja Cihna dari Cina. Lama-kelamaan bekas keraton beliau dijadikan tempat pemujaan bagi umat beragama Hindu dan Buddha yang bernama Pura Dalem Balingkang.

Keunikan di Pura Dalem Balingkang ini terletak pada struktur pura, yang sampai sekarang struktur bangunannya masih menyerupai sebuah keraton atau kerajaan. Selain itu di Pura Dalem Balingkang juga terdapat akulturasi budaya Hindu dengan budaya Tionghoa. Dengan bukti nyata yang ada sampai sekarang yaitu adanya bangunan suci Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar sebagai tempat pemujaan warga keturunan Cina, baik oleh warga keturunan Cina di Kintamani, Bali maupun seluruh dunia yang kebetulan melakukan perjalanan spiritual atau dharma yatra dan masyarakat Hindu pada umumnya.

Berdasarkan adanya akulturasi budaya Hindu dengan budaya Tionghoa di Pura Dalem Balingkang dalam bentuk Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar dipandang perlu dilakukan penelitian yang mendalam. Terutama yang berkaitan dengan beberapa aspek pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang. Diantaranya : 1) Eksistensi Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang 2) Fungsi Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang, dan 3) Makna Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang.

(4)

Penelitian terhadap eksistensi Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar ini mengambil lokasi di Pura Dalem Balingkang, Desa Pakraman Pinggan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif, karena data yang dianalisis adalah kata-kata dan kalimat yang dideskripsikan. Sumber data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber aslinya, dan data sekunder adalah data yag bersumber dari sumber pendukung yang masih terkait dengan masalah penelitian. Sedangkan data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya, yang biasanya berwujud data dokumentasi atau data skunder laporan yang telah tersedia.

Teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data di lapangan antara lain : 1) Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung pada objek penelitian, 2) Wawancara yaitu dengan jalan melakukan tanya jawab yang sistematis, 3) Studi Kepustakaan yaitu dengan cara mengkaji bahan pustaka berupa sumber bacaan, buku-buku, refrensi atau hasil penelitian lainnya, dan 4) Studi Dokumentasi yaitu karya seni berupa foto, gambar dan sebagainya. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menyusun ke dalam pola, memilih data yang penting dan membuat kesimpulan.

3. Hasil Penelitian

Desa Pakraman Pinggan merupakan bagian dari kesatuan wilayah administratif Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Desa Pakraman Pinggan merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian 960 sampai dengan 1300 meter di atas permukaan laut, dan luas wilayah 1500,58 hektar di pinggiran jurang kaldera gunung Batur. Desa Pakraman Pinggan terletak pada pegunungan yang relatif sejuk, pemukiman dan perumahan penduduk terletak kurang lebih 2,5 kilometer dari areal Pura Dalem Balingkang.

a. Eksistensi Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang

(5)

Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang merupakan bangunan suci untuk memuliakan atau memuja permaisuri kedua Sri Haji Jayapangus. Yaitu Sri Mahadewi Sasangkaja Cihna atau Kang Cing We yang berasal dari Cina. Setelah beliau wafat beliau dimuliakan oleh pengikutnya serta dibuatkan sebuah bangunan suci atau palinggih di Pura Dalem Balingkang. Yang di dalamnya tampak tata pemujaan, sarana upakara atau banten, bentuk palinggih atau ornamen pada palinggih menikuti buaya Hindu dan budaya Tionghoa.

Struktur Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar berbentuk gedong memiliki tiga bagian yaitu bagian dasar, bagian badan, bagian atas atau atap. Pemuja Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu desa-desa yang menjadi anggota Banua Kanca Satak, Desa Panyucuk, warga keturunan Cina, dan umat Hindu pada umumnya. Kemudian piodalan pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar bersamaan dengan piodalan di Pura Dalem Balingkang yaitu Purnama Kalima, yang secara langsung dipimpin oleh Pemangku Pamucuk Pura Dalem Balingkang. Banten yang dipersembahkan pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu Banten Tebasan yang secara umum dipersembahkan oleh umat Hindu dan bersinergi dengan sarana persembahan oleh warga keturunan Cina. Mantra yang digunakan pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar menggunakan mantra khusus berbahasa Bali halus yang disebut dengan istilah Puja Sana. Keberadaan Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang sampai sekarang masih digunakan sebagai media untuk melakukan perjanan spiritual oleh warga keturunan Cina dan umat Hindu pada umumnya, sehingga Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang keberadaannya tetap eksis.

b. Fungsi Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang Bangunan suci atau palinggih berfungsi sebagai sarana bagi umat Hindu untuk memuja kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi-Nya. Selain itu fungsi palinggih sebagai memuja roh suci leluhur dengan berbagai tingkatan sehingga dapat meningkatkan kualitas umat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu umat manusia berkewajiban mengupayakan dirinya untuk mendekatkan atau menghubungkan

(6)

dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan roh suci leluhurnya. Kaintannya dengan penelitian ini adalah memfungsikan Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang sebagai salah satu sarana untuk pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan roh leluhur.

Fungsi Palingih Ratu Ayu Mas Subandar secara religi yaitu meningkatkan sradha dan bhakti umat kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Fungsi sosial Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu dapat meningkatkan persatuan serta terjalinnya hubungan yang harmonis. Fungsi akulturasi Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu menimbulkan kebudayaan baru dalam bentuk bangunan, sarana upacara dan seni tari tanpa meninggalkan unsur-unsur kebudayaan lama. Selanjutnya fungsi kerukunan Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu meningkatkan kerukunan umat beragama Hindu dengan umat yang beragama Buddha. Dan fungsi ekonomi Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu sebagai tempat bagi umat untuk memohon kelancaran dalam setiap usaha yang dimilikinya.

c. Makna Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang Makna merupakan hakekat yang ditemukan dalam fenomena atau aksiologi dari fenomena, makna merupakan nilai-nilai yang terkandung dibalik realitas yang dapat diamati secara indrawi. Pemaknaan dalam prosesi upacara keagamaan semestinya merupakan sesuatu yang memiliki nilai positif, dan pemaknaan ini oleh penganut pahamnya adalah cendrung subyektif. Seperti halnya dengan penelitian terhadap keberadaan Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang ini, sudah seyogyanya dapat membuktikan pemaknaan yang positif. Sehingga keberadaan Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang kedepan dapat dipahami mengenai makna yang terkandung di dalamnya.

Makna Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar secara tattwa yaitu pemahaman umat Hindu dalam menaati dan mampu mengarahkan umat untuk yakin dan sujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Makna susila yang terdapat pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu dapat merubah perilaku masyarakat

(7)

khususnya masyarakat pangempon Pura Dalem Balingkang kearah yang lebih baik. Selanjutnya makna upakara yang terkandung pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu setiap pelaksanaan piodalan pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar selalu menggunakan sarana upacara berbentuk banten, yang menyebabkan terjadinya keselarasan antara alam mikro atau Bhuwana Alit dengan alam makro atau Bhuwana Agung.

Makna teologi yang terkandung pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu sebagai tempat untuk memuja roh suci leluhur. Roh suci leluhur dimaksud adalah roh suci Kang Cing We atau Sri Mahadewi Sasangkaja Cihna. Setelah beliau wafat dimuliakan dengan sebutan Ida Bhatari Ratu Ayu Mas Subandar yang juga dipuja sebagai Buddha. Serta sinkretisasi Śiwa-Buddha tampak dari adanya tempat pemujaan untuk Dewa Śiwa pada Palinggih Pajenengan Bhatara Dalem Balingkang dan Buddha pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang. Sehingga kedua paham ini dapat saling dapat hidup berdampingan secara harmonis di Pura Dalem Balingkang.

4. Simpulan

Eksistensi Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang merupakan bangunan suci untuk memuliakan atau memuja permaisuri kedua Sri Haji Jayapangus. Yaitu Sri Mahadewi Sasangkaja Cihna atau Kang Cing We yang berasal dari Cina. Struktur Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar berbentuk gedong memiliki tiga bagian yaitu bagian dasar, bagian badan, bagian atas atau atap. Pemuja Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu desa-desa yang menjadi anggota Banua Kanca Satak, Desa Panyucuk, warga keturunan Cina, dan umat Hindu pada umumnya. Piodalan pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar bersamaan dengan piodalan di Pura Dalem Balingkang yaitu Purnama Kalima, yang secara langsung dipimpin oleh Pemangku Pamucuk Pura Dalem Balingkang. Banten yang dipersembahkan pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu Banten Tebasan bersinergi dengan sarana persembahan oleh warga keturunan Cina. Mantra yang digunakan pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar disebut dengan istilah Puja Sana.

(8)

Palingih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang mempunyai fungsi religi yaitu meningkatkan sradha dan bhakti. Fungsi social yaitu dapat meningkatkan persatuan serta terjalinnya hubungan yang harmonis. Fungsi akulturasi yaitu kebudayaan baru dalam bentuk bangunan, sarana upacara dan seni tari. Fungsi kerukunan yaitu meningkatkan kerukunan umat beragama Hindu dengan umat yang beragama Buddha. Dan fungsi ekonomi sebagai tempat bagi umat untuk memohon kelancaran dalam setiap usaha yang dimilikinya. Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang juga memiliki makna tattwa, susila, upakara dan makan teologi. Makna teologi yang terkandung pada Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar yaitu sebagai tempat untuk memuja roh suci leluhur dan sinkretisasi Śiwa-Buddha tampak dari adanya tempat pemujaan untuk Dewa Śiwa dan Buddha di Pura Dalem Balingkang.

5. Saran

Berdasarkan pembahasan dan simpulan di atas, maka ada beberapa saran yang perlu diungkap, yaitu :

1. Kepada umat Hindu dan warga keturunan Cina agar lebih meningkatkan srada dan bhakti, karena masih banyak yang belum mengetahui keberadaan dari Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar di Pura Dalem Balingkang.

2. Kepada masyarakat Desa Pakraman Pinggan agar lebih luas mensosialisasikan keberadaan palinggih yang ada di Pura Dalem Balingkang, karena banyak umat yang belum tahu keberadaan dari masing-masing palingih yang ada.

3. Kepada pemerintah, lembaga adat, PHDI, Majelis Desa Pakraman atau yang terkait dengan keberadaan Pura Dalem Balingkang, agar meningkatkan intensitas sosialisasi keberadaan palinggih yang ada di Pura Dalem Balingkang seperti Palinggih Ratu Ayu Mas Subandar. 4. Kepada peneliti lain agar melakukan penelitian lebih lanjut mengenai

beberapa aspek yang ada di Pura Dalem Balingkang maupun di tempat-tempat sekitarnya.

(9)

6. Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Made Titib, Ph.D., Rektor Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

2. Bapak Dr. Drs. I Made Suweta, M.Si., Dekan Fakultas Brahma Widya Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

3. Bapak I Made Dwitayasa, S.Ag., M.Fil.H., Ketua Jurusan Teologi. 4. Ibu Dra. Ni Made Sokaningsih, M.Ag., Pembimbing I.

5. Ibu Ni Putu Winanti, S.Ag.,M.Pd., Pembimbing II.

6. Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Fakultas Brahma Widya Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

7. Para Informan.

8. Teman-teman sejawat yang telah memberikan pinjaman buku-buku yang terkait dengan topik penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Dananudjaja, James, 1980. Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali. Jakarta : Pustaka Jaya.

Donder, I Ketut, 2009. Teologi Memasuki Gerbang Ilmu Pengetahuan Ilmiah Tentang Tuhan Paradigma Sanatana Dharma. Surabaya : Paramita. Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin, 2012. Arsitektur Bangunan Suci Hindu

Berdasarkan Asta Kosala-Kosali. Denpasar : CV. Bali Media Adhikarsa, Udayana University Presss.

Hadi, Sutrisno, 2006. Metodologi Riset Jilid 1. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Nida, Diartha, 2007. Sinkretisasi Siwa-Buddha di Bali Kajian Historis Sosiologis. Denpasar : Pustaka Bali Post.

Ningrat, I Nengah Asrama Juta, 2010. Pemujaan Bhatara Dalem Balingkang di Desa Pinggan Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli (Perspektif Multikulturalisme). Tesis. Denpasar : IHDN.

(10)

Poerwadarminta, W. J. S., 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pudja, Gede, 1999. Theologi Hindu (Brahma Widya). Surabaya : Paramita.

Reuter, Thomas A., 2005. Budaya dan Masyarakat di Pegunungan Bali. Terjemahan : A. Rahman Zainuddin. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Sugiyono, 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alpabeta. Sulistyawati, Made, (ed). 2008. Integrasi Budaya Tionghoa ke Dalam Budaya

Bali (Sebuah Bunga Rampai). Bali : Universitas Udayana.

Sura, I Gede, 1991. Agama Hindu Sebuah Pengantar. Denpasar : CV. Kayu Mas. Tim-Penyusun, 1985. Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap

Aspek-aspek Agama Hindu. Denpasar : PHDI.

__________. 2006. Mengenal Pura Sad Kahyangan dan Kahyangan Jagat. Denpasar : Pustaka Bali Post.

__________. 2009. Purana Pura Dalem Balingkang. Denpasar : Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.

Titib, I Made, 2003. Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya : Paramita.

Wismara, Ida Bagus Alit, 2010. Kedudukan Pemangku Dalam Beryajña. Surabaya : Paramita.

Referensi

Dokumen terkait

Lembaga Hasil Dalam Negeri Malaysia Cawangan Pungutan, Tingkat 15, Blok 8A Kompleks Bangunan Kerajaan, Jalan Duta Karung Berkunci 11061. 50990

Kemampuan birokrasi mengenali kebutuhan masyarakat adalah bagaimana Dinas PPKB dan P3A Kabupaten Wonogiri dalam mengenali kebutuhan apa saja yang diperlukan oleh

Dengan mempelajari siklus akuntansi perusahaan jasa secara konseptual, prosedural Dengan mempelajari siklus akuntansi perusahaan jasa secara konseptual, prosedural dan faktual

sumber belajar memberikan pengaruh yang paling dominan antara guru, buku paket, dan internet terhadap motivasi belajar siswa pada mata pelajaran

3D printing is called as additive manufacturing technology where a three dimensional object is created by laying down successive layers of material.. It is also known as rapid

Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pemerintah Kota Depok sebagai badan publik wajib menyediakan, memberikan, dan/atau menerbitkan informasi publik

Hasil menunjukkan pada sinar tampak adanya bercak warna biru pada asam galat sebagai pembanding, kehijauan pada ekstrak etanol daun sirih, warna biru pucat pada

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menguji persepsi pengaruh pengetahuan keuangan, sikap keuangan, sosial demografi (tingkat pendidikan, pengalaman kerja,