• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI : Study Deskriptif Kualitatif Terhadap Siswa Tunagrahita di SD Inklusif Hikmah Teladan Kota Cimahi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI : Study Deskriptif Kualitatif Terhadap Siswa Tunagrahita di SD Inklusif Hikmah Teladan Kota Cimahi."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF DI SD INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

(Study Deskriptif Kualitatif Terhadap Siswa Tunagrahita di SD Inklusif

Hikmah Teladan Kota Cimahi)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Khusus

Oleh :

CUCUN HERMAWAN NIM. 0909523

(2)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF DI SD INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

(Study Deskriptif Kualitatif Terhadap Siswa Tunagrahita di SD Inklusif

Hikmah Teladan Kota Cimahi)

Oleh

CUCUN HERMAWAN

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© CUCUN HERMAWAN2013 Universitas Pendidikan Indonesia

(3)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.

LEMBAR PENGESAHAN

CUCUN HERMAWAN NIM. 0909523

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF DI SD INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA

CIMAHI

( Studi Deskriptif Kualitatif Terhadap Siswa Tunagrahita di SD Inklusif Hikmah Teladan Kota Cimahi )

Pembimbing I

Dra. Oom Sitti Homdijah, M.Pd NIP. 19610105 198303 2 001

Pembimbing II

(4)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa

(5)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF DI SD INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA

CIMAHI

Oleh : Cucun Hermawan (0909523)

Ketunagrahitaan berimplikasi pada hampir semua aspek kehidupan, salah satunya dalam berprilaku adaptif. Tidak jarang anak tunagrahita menunjukkan ketidakwajaran dalam berprilaku sehingga kebanyakan orang terganggu dengan kehadiran anak tunagrahita. Perilaku adaptif memegang peranan penting yang dapat membuka penerimaan masyarakat terhadap seseorang, dengan kata lain perilaku adaptif penting dimiliki seorang individu tersebut dapat diterima oleh masyarakat sekitarnya, begitupun dengan anak tunagrahita, mereka dapat dilatih agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. Paradigma baru dalam dunia pendidikan tentang pendidikan inklusif memberikan kesempatan bagi anak tunagrahita untuk berbaur dengan lingkungan sosial yang lebih umum, yang dapat menempatkan anak untuk dapat berprilaku lebih adaptif, berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi perilaku anak tunagrahita dalam aspek perilaku sosial di Sekolah Dasar Inklusif Hikmah Teladan Kota Cimahi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Subjek penelitian dalam penelitian ini terdiri dari dua orang anak tunagrahita. Pengumpulan data berasal dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dan penganalisisan data berasal dari data hasil triangulasi yang berkesimpulan bahwa anak tunagrahita yang menjadi subjek penelitian ini mengalami hambatan perilaku adaptif yang mencakup kepada perilaku sosialnya dimana hal ini ditunjukkan oleh ketidakmampuan anak untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik, sehingga anak tunagrahita yang bersekolah di sekolah inklusif memerlukan sebuah layanan yang terpadu dengan program individual mencakup pengembangan perilaku sosial yang sesuai dengan karakteristik siswa tunagrahita.

(6)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

MOTTO

LEMBAR PERNYATAAN UCAPAN TERIMAKASIH

ABSTRAK……….. i

KATA PENGANTAR……… ii

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN……….. iii

DAFTAR ISI……….. iv

DAFTAR TABEL………... vi

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Fokus Penelitian………... 3

C. Pertanyaan Penelitian……… 3

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………. 3

BAB II PRILAKU ADAPTIF TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR………... 5

A. Hakikat Tunagrahita….……… 5

B. Konsep Dasar Prilaku……… 10

C. Perilaku Adaptif Anak Tunagrahita………. 11

D. Perilaku Sosial……… 12

E. Konsep Pendidikan Inklusi……… 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 21

A. Metode Penelitian………. 21

(7)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Subjek Penelitian………..……… 21

D. Instrumen Penelitian………. 22

E. Teknik Pengumpulan Data……….. 22

F. Pengujian Keabsahan Data………. 23

G. Teknik Analisis Data………. 24

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 25

A. Hasil Penelitian……….……… 25

B. Pembahasan….……… 46

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……… 49

A. Kesimpulan……… 49

B. Rekomendasi………. 50

(8)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

(9)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial dan memiliki naluri yang kuat

untuk hidup bersama dengan lingkungan sosialnya, yang direfleksikan

dengan ketergantungan antara manusia, termasuk di dalamnya yaitu

anak-anak, namun sejalan dengan perkembangannya, tidak semua anak dapat

berkembang secara normal, pada masa perkembangannya seorang anak

yang oleh sebab-sebab tertentu dapat mengalami hambatan sehingga

aspek-aspek perkembangannya tidak berfungsi sebagaimana anak lain

seusianya.

Anak-anak yang berkembang tidak seperti anak-anak pada

umumnya disebut juga dengan anak dengan kebutuhan khusus salah

satunya anak dengan hambatan perkembangan kecerdasan atau

tunagrahita, anak-anak tunagrahita secara signifikan mengalami hambatan

dalam fungsi intelektual secara umum di bawah rata-rata anak-anak pada

umummya dan disertai dengan hambatan perilaku adaptif.

Hambatan-hambatan yang dialami oleh anak tunagrahita tersebut

berimplikasi pada beberapa aspek kehidupan yang idealnya penting

dimiliki seorang individu, salah satunya adalah interaksi sosial anak

tunagrahita cenderung sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya oleh

karena mereka memerlukan layanan pendidikan dalam perilaku adaptif

seperti yang dikemukakan oleh Smith, et.al (Delphie. 2009 : 150) yang

berpendapat bahwa “adaptif behavior specificically are the behavioral skills that are demonstrated in response to environmental demands” hal

(10)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Perilaku tidak adaptif yang seringkali ditunjukkan anak

tunagrahita diantaranya perilaku yang bersifat pasif (pendiam)

berteriak-teriak, menggumam, dan berkata-kata kasar menimbulkan masyarakat

merasa terganggu dan dengan kondisi yang dimiliki anak tunagrahita

tersebut tidak jarang menimbulkan stigma negative di benak masyarakat

awam.

Perilaku adaptif yang perlu dimiliki seorang individu agar individu

tersebut dapat diterima oleh masyarakat di sekitarnya, begitupun dengan

anak tunagrahita, mereka dapat dilatih agar dapat menyesuaikan diri

dengan lingkungan melalui pembelajaran dalam lingkungan pendidikan,

dengan adanya paradigma baru di dunia pendidikan melalui layanan

inklusif dapat memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus

(ABK), khususnya anak tunagrahita untuk mendapatkan pendidikan dan

berbaur dengan lingkungan sosial seperti anak pada umumnya, karena

pada hakekatnya pendidikan inklusif merupakan sebuah sistem pendidikan

yang memungkinkan setiap anak berpartisipasi penuh dalam kegiatan kelas

regular tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya.

Berlandaskan masalah masalah tersebut serta dari studi

pendahuluan yaitu: Hambatan-hambatan yang dialami oleh anak

tunagrahita tersebut berimplikasi pada beberapa aspek kehidupan yang

idealnya penting dimiliki seorang individu, salah satunya adalah interaksi

sosial anak tunagrahita cenderung sulit menyesuaikan diri dengan

lingkungannya oleh karena mereka memerlukan layanan pendidikan dalam

perilaku adaptif seperti yang dikemukakan oleh Smith, et.al (Delphie, B .

(11)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tersebut dapat diterima di lingkungan sekitarnya.

Maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian, menggali dan

menelaah tentang kondisi perilaku adaptif anak tunagrahita yang ada di SD

Hikmah Teladan Kota Cimahi, dengan diadakan penelitian ini diharapkan

akan memberikan gambaran bagi orang tua dan sekolah mengenai kondisi

perilaku adaptif anak tunagrahita dalam layanan pendidikan inklusi yang

saat ini sedang berkembang.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskanpadaperilakuadaptifanaktunagrahita di SD

Hikmah Teladan Kota Cimahi, yang akan difokuskan pada aspek sosial

anak tunagrahita.

Alasan peneliti memilih fokus kajian di atas didasarkan pada

pemikiran bahwa belum diketahui dengan jelas bagaimana kondisi sosial

anak tunagrahita setelah mendapatkan layanan pendidikan inklusif.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, selanjutnya penulis

mengembangkan beberapa masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana interaksi dan komunikasi anak tunagrahita dengan siswa

lain di SD Hikmah Teladan Kota Cimahi?

2. Bagaimana interaksi dan komunikasi anak tunagrahita dengan guru

(12)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Bagaimana guru cara mengatasi hambatan di atas?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, maka tujuan

dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana kondisi perilaku adaptif anak tunagrahita

dalam aspek perilaku sosial di Sekolah Dasar Hikmah Teladan

Kota Cimahi.

b. Tujuan Khusus

1) Memperoleh gambaran spesifik mengenai interaksi anak

tunagrahita dengan siswa lain di SD Hikmah Teladan Kota

Cimahi

2) Memperoleh gambaran spesifik interaksi anak tunagrahita

dengan guru kelas dan guru pendamping di SD Hikmah

Teladan Kota Cimahi.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Manfaat Teoritis

Dengan ditemukannya gambaran tentang hasil penelitian ini,

(13)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memberikan layanan yang ramah bagi anak-anak tunagrahita.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi sekolah, sebagai bahan masukan mengenai pola interaksi

siswa tunagrahita dengan guru maupun siswa lain di sekolah,

serta gambaran kondisi sosial anak tunagrahita yang

bersekolah di Sekolah Dasar Hikmah Teladan Kota Cimahi.

2) Bagi orang tua, sebagai pertimbangan dalam memasukkan

anak tunagrahita ke Sekolah Dasar Hikmah Teladan Kota

Cimahi.

3) Bagi peneliti, sebagai bahan pertimbangan dan pengetahuan

mengenai kondisi sosial anak berkebutuhan khusus terutama

anak tunagrahita yang bersekolah di Sekolah Dasar Hikmah

(14)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA

BAB II

PERILAKU ADAPTIF TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR

A. Hakikat Tunagrahita

1. Pengertian Tunagrahita

Anak tunagrahita pada umumnya mengalami hambatan dalam

aspek kognitif dan perilaku adaptif. Hambatan tersebut disebabkan

oleh intelegensinya yang rendah yaitu dua standar deviasi di bawah

rata-rata. Hambatan kognitif anak tunagrahita berdampak pada cara

belajar, sedangkan hambatan perilaku adaptif berdampak pada

penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya dan kemampuan

menolong diri sendiri.

Pengertian tentang tunagrahita secara umum dikemukakan oleh

American Association of Mental Deficiency (AAMD) (dalam

Rochyadi, E dan Alimin, Z. 2003:11), menurutnya anak tunagrahita

adalah sebagai berikut : “Mental retardation refers to significantly

subarverage general intellectual functioning exsisting concurrently with defisits in adaptive and manifested during development period.”

Definisi tersebut menekankan bahwa tunagrahita merupakan

kondisi yang kompleks, yang ditunjukan oleh fungsi intelektual yang

secara signifikan berada di bawah rata - rata dan mengalami hambatan

dalam perilaku adaptif dan berlangsung pada masa perkembangannya,

hal tersebut sejalan dengan pendapat Hebart J (Rochyadi dan Almin,

2003 : 7 ) yang menyebutkan lima basis seseorang dikatakan

tunagrahita, hal tersebut diantaranya :

(15)

Uraian di atas memberikan sebuah penjelasan bahwa anak tunagrahita

memiliki hambatan pada dua sisi, yaitu pertama pada sisi kemampuan

intelektual yang berada di bawah anak normal. Anak tersebut memiliki

kemampuan telektualnya yang berada pada dua standar deviasi di

bawah normal jika diukur dengan tes intelegensi dibandingkan dengan

anak normal lainnya, yang kedua adalah kekurangan pada sisi perilaku

adaptifnya, atau kesulitan dirinya untuk mampu menyesuaikan diri

dengan lingkungan. Hal ini diperjelas oleh pendapat Amin, M

(1955:11) yang menjelaskan bahwa :

Anak tunagrahita mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan ditunjukkan oleh kurang cakapnya mereka dalam memikirkan hal-hal yang bersifat akademik, abstrak, cenderung sulit dan berbelit-belit hampir pada segala aspek kehidupan serta mereka juga kurang memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak

tunagrahita anak yang secara signifikan memiliki kecerdasan di bawah

noramal/rata-rata yang disertai kekurangan dalam perilaku adaptif

yang terjadi pada masa perkembangannya. Untuk mengoptimalkan

kemampuan mereka diperlukan layanan pendidikan yang tidak

diskriminatif dan didasarkan kepada hambatan, masalah dan kebutuhan

mereka.

2. KlasifikasiTunagrahita

Perkembangan intelegensi yang terlambat diukur dengan tingkat

IQ berdasarkan berat atau ringannya ketunagrahitaan yang dialami

anak diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan yaitu, tunagrahita ringan,

tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat yang dipaparkan seperti di

(16)

a. Tunagrahita Ringan

Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil, memiliki IQ

antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut skala weschler

(WISC) memiliki IQ 69-55. Anak yang tergolong dalam Tunagrahita

ringanpun memiliki kelebihan dan kemaampuan, mereka mampu

dididik misalnya, membaca, menulis, berhitung, menjahit, memasak,

bahkan berjualan, mereka juga masih bisa bersekolah di sekolah

inklusi.

Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak memiliki kelainan

fisik, secara fisik mereka kelihatan tidak mempunyai hambatan dan

nampak seperti anak normal lainnyaa namun demikian, anak

tunagrahita ringan tidak mampu melakuakan penyesuaian sosial secara

mandiri, tidak dapat merencanakan masa depan dan suka berbuat

kesalahan. Anak tunagrahita ringan masih dapat dididik menjadi

tenaga kerja semi-skilled seperti pekerjaan pertanian, peternakan,

pekerjaan rumah tangga, dengan bimbingan dengan baik, anak

tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit

pengawasan.

Anak tunagrahita ringan biasanya agak terlambat dalam belajar

bahasa tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan berbicara

untuk keperluan sehari-hari, mengadakan percakapan dan dapat

diwawancarai, kebanyakan dari mereka dapat mandiri penuh dalam

merawat diri sendiri ( makan, mandi, berpakaian, buang air besar dan

kecil ) dan mencapai keterampilan praktis dan keterampilan rumah

tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada

normal. Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah

yang bersifat akademis, dan banyak diantaranya mempunyai masalah

khusus dalam membaca dan menulis namun, penyandang tunagrahita

ringan bisa dapat tertolong dengan pendidikan yang dirancang untuk

mengembangkan keterampilan mereka dan mengkompensasi hambatan

(17)

intelegensinya lebih tinggi mempunyai potensi melakukan pekerjaan

yang lebih membutuhkan kemampuan praktis daripada akademik,

termasuk memerlukan sedikit ketermpilan saja, kontek sosikultural

yang memerlukan sedikit prestasi akademik, sampai tingkat tertentu

dari tunagrahita ringan tidak menunjukan masalah. Terdapat

immaturitaas emosional dan sosial yang nyata, maka tampak akibat

hambatannya misalnya ketidakmampuan mengatasi tuntutan

pernikahan aatau pengasuhan anak, atau kesulitan menyesuaikan diri

dengan harapan dan tradisi budaya.

b. Tunagrahita sedang

Anak tunagrahita sedang memiliki IQ 51-36 berdasarkan skala

Binetsedangkan menurut skala weschler (WISC) memiliki IQ 54-40,

tidak jauh berbeda dengan anak tungrahita ringan, anak tunagrahita

sedangpun mampu diajak berkomunikasi namun kelemahannya

mereka tidak begitu mahir dalam menulis, membaca dan berhitung

tetapi ketika ditanya siapa nama dan alamat rumahnya akan dengan

jelas dijawab, dapat mengurus diri seperti mandi, berpakaian, makan,

minum mengerjakan pekerjaan rumah tangga sderhana seperti

menyapu, membersihkan perabot rumah tangga dan sebagainya.

Mereka dapat bekerja dilapangan namun dengan sedikit

pengawasan, begitu pula dengan perlindungan diri dari bahaya seperti

menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan

dan sebagainya. Perlu sedikit pengawasan dan perhatian dibutuhkan

untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita sedang.

c. Tunagrahita berat

Anak tunagrahita berat IQ antara 32-20 menurut skala Binet dan

menurut skala weschler (WISC) antara 39-25. Dalam kegiatan

sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan, perhatian bahkan pelayanan

yang total dalam hal berpakaian, mandi dan makan, mereka tidak

(18)

3. Karakteristik Tunagrahita

Anak tunagrahita memiliki karakteristik tersendiri pada segi

intelektual, segi tingkah laku (perilaku adaptif), emosi dan segi

sosialnya, kesehatan pada fisiknya, setiap anak mempunyai

karakteristik yang berbeda-beda, sesuai tingkat kekurangannya, secara

umum karakteristik anak tunagrahita dibagi ke dalam beberapa aspek

diantaranya :

a. Segi Intelektual

Tingkat intelektual anak tunagrahita selalu dibawah rata-rata anak

yang seusianya, demikian juga perkembangan kecerdasan sangat

terbatas. Intelegensi merupakan fungsi yang komplek yang dapat

diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan

keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah dan situasi

kehidupan baru, berfikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis,

mengatasi kesulitan-kesulitan, dan merencanakan masa depan.

Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut.

Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak

seperti belajar berhitung, menulis dan membaca juga terbatas.

b. Segi Tingkah Laku ( Perilaku Adaptif)

Perilaku adaptif dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang

untuk menguasai tuntutan social di lingkungan mereka.Salah satu

karakteristik ketunagrahitaan adalah mengalami hambatan dalam

perilaku adaptif. Perilaku adaptif menjadi penting adanya ketika

diperkenalkan kepada anak-anak tunagrahita yang sangat berbeda,

baik dalam hal menolong dan mengurus diri sendiri mau pun dalam

hal keterampilan social. Anak tunagrahita cenderung sulit

mempelajari sikap tertentu, bahkan sulit melakukan pekerjaan yang

ditugaskan walaupun tugas tersebut bagi orang normal sangat

sederhana, mereka merasakan ketidak mampuan dalam melakukan

suatu pekerjaan atau tugas yang diberikan kepadanya, karena

(19)

melakukannya, hal ini karena faktor kognitif yang sulit bagi

anak-anak tunagrahita khususnya yang berkenaan dengan perhatian

dengan atau konsentrasi, ingatan, berbicara dengan bahasa yang

benar, dan dalam kemampuan akademiknya. Pada umumnya anak

tunagrahita kurang percaya diri dan sering kali memerlukan

bimbingan atau bantuan orang lain untuk melakukan suatup

ekerjaan. Mereka juga sering kali sulit dalam memilih lingkungan

pergaulan yang baik, sehingga mudah terjerumus pada hal-hal yang

bersifat negatif.

Faktanya tidak semua anak tunagrahita memiliki kekurangan

perilaku adaptif yang telah disebutkan diaatas, setelah

meninggalkan sekolah, beberapa anak tunagrahita ada yang mampu

memperoleh pekerjaan, bisa menikah dan mempunyai anak, dengan

penghidupan yang cukup tanpa membutuhkan bantuan secara

khusus. Tentu saja, bagi mereka yang mengalami kesulitan

terutama yang berhubungan dengan aspek-aspek kehidupan dan

pekerjaan, mereka sangat memerlukan pendidikan dan

dukungan-dukungan secara khusus dalam membekali

keterampilan-keterampilan hidupnya.

c. Segi social dan Emosi

Dengan memahami kondisi dan karakteristik mentalnya,

kemungkinan anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam segi

social dan emosi diantaranya yaitu :

1) Kurang memiliki kemampuan berfikir

Anak tunagrahita memiliki IQ di bawah anak normal sehingga

mereka mengalami hambatan dalam perilaku adaptif.

2) Keseimbangan pribadinya labil

Masalah ini berkaitan dengan kesulitan dalam hubungan

dengan kelompok atau individu di sekitarnya, seperti tidak

mampu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sekolah,

(20)

3) Mudah marah dan tersinggung

Seringnya mengalami kekecewaan yang timbul dari kesukaran

menerima pelajaran dan sulitnya mengerti apa yang

disampaikan oleh orang lain kepadanya, hal ini dapat

diekspresikan dengan kemarahan.

d. Segi Fisik

Fungsi-fungsi perkembangan anak tunagrahita ada yang

tertinggal jauh dari anak normal, adapun yang sama atau

hampir menyamaianak normal. Perkembanganjasmanidan

motorik anak tunagrahita tidak secepat perkembangan anak

normal pada umumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pada usia 3 tahun sampai 12 tahun ada dalam kategori kurang

sekali, sedangkan anak normal pada umur yang sama ada

dalam kategori kurang ( M. Umar Djani, 1984). Dengan

demikian tingkat jasmani anak tunagrahita setingkat lebih

rendah dibandingkan dengan anak normal pada umur yang

sama.

Perkembangan motoric mencakup dua hal yaitu gross motor

(seperti berjalan, melompat, melempar ) dan fine motor (seperti

menulis, menyulam, menggunting, dsb ) pada anak-anak yang

normal berkembang adalah gross motor, sedangkan fine motor

dapat dipelajari dengan mudah, tetapi lain halnya dengan anak

tunagrahita mereka mengalami kesulitan untuk menguasainya.

Banyak gerakan-gerakan yang harus dipelajari anak tunagrahita

secara khusus.

B. KonsepDasarPerilaku

Perilaku adalah bentuk nyata dari suatu sikap, untuk mengetahui

perbedaan perilaku dengan sikap Louis-Leon (2012) mendefinisikan sikap

(21)

Tingkatan kecenderungan yang bersifat positif dan negatif yang berhubungan dengan aspek psikologi meliputi : simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka (like), sebaliknya orang yang memiliki sikap negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka

(dislike).

Berlandaskan uraian diatas maka dapat dianalogikan jika seseorang

akan berperilaku ia akan bersikap terlebih dahulu. Wujud nyata dari suatu

sikap adalah perilaku, baik itu positif maupun negatif oleh karena itu antara

sikap dengan perilaku saling berkaitan erat sedangkan untuk definisi dari

perilakunya diungkapkan oleh Krech et.al (Syaifuddin A, 1988:53) yang

menurutnya :

Perilaku adalah semua aktivitas yang mendorong individu guna mencapai tujuan tertentu, dimana aktivitas yang dimaksud adalah segala yang ia tanggapi, pikirkan, rasakan, mengaktifkan kegiatan serta membentuk kebiasaan baru guna mencapai tujuan yang dimaksud.

Mengacu pada definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku

merupakan tindakan atau perbuatan yang dilakukan untuk merealisasikan

keinginan, singkatnya perilaku merupakan hasil interaksi antara situasi atau

lingkungan dengan faktor-faktor sekitarnya, hal ini diperkuat oleh definisi

dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1124) yang mendefinisikan

perilaku sebagai tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau

lingkungan.

Uraian-uraian diatas memberikan suatu pengertian bahwa pada

kehidupan bermasyarakat, setiap manusia harus bisa menyesuaikan diri

dengan tuntutan lingkungan masyarakatnya oleh karena itu perilaku adaptif

sangat dibutuhkan baik untuk anak tunagrahita maupun anak pada umumnya,

sebab dengan semakin berkembangnya jaman maka anak akan lebih dituntut

untuk dapat memenuhi tuntutan social dimana dia tinggal dan anak dituntut

untuk dapat melakukan kegiatan umum sehari-hari sesuai dengan usianya.

(22)

C. PerilakuAdaptifAnakTunagrhita

Terdapat banyak istilah mengenai perilaku adaptif, misalnya

kompetensi sosial (social competency), kapasitas adaptif (adaptive capacity),

ketepatan menyesuaikan diri (adaptive fitting) dsb, namun istilah-istilah

tersebut bermuara pada satu sebuah kunci yaitu kemampuan menyesuaikan

diri. Definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli bermacam-macam

seperti yang dikemukakan oleh Kelly, at.al (Delphie, 2005:37) bahwa “The

efectiveness & degree to which an individual meets standards of self

sufficiency & responsibility for his or her age-related cultural group”.

Pengertian diatas dapat diartikan bahwa perilaku adaptif merupakan

kematangan diri dan sosial seorang individu dalam melakukan kegiatan

umum sehari-hari sesuai dengan keadaan umurnya dan berkaitan dengan

budaya kelompoknya singkatnya perilaku adaptif merupakan suatu

kemampuan seseorang untuk dapat mengatasi keadaan-keadaan yang terjadi

dalam masyarakat dan lingkungannya. Seseorang dikatakan memiliki

hambatan perilaku adaptif bila terdapat hambatan dalam tiga hal yaitu

1) Maturation atau perkembangan 2) Learning capacity atau kemampuan

belajar, dan 3) Social adjusment termasuk personal indepedence and social

responsibility atau penyesuaian perilaku sosial termasuk kebebasan pribadi

dan rasa tanggung jawab sosial. (Sloan dan Birch; Delphie, 2005:37).

Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dalam

perilaku adaptif. Hambatan ini disebabkan oleh karena memiliki kemampuan

intelektual yang rendah, sehingga ia tidak dapat mengartikan norma-norma

lingkungan yang ada oleh karena itu anak tunagrahita perlu dilatih dengan

treatment yang cocok dan metode latihan tertentu sedini mungkin karena

perilaku adaptif menunjukkan pada tingkat kemampuan seseorang untuk

bertanggung jawab baik secara personal maupun secara sosial.

Perilaku adaptif hendaknya berfokus pada kebutuhan khusus anak

(23)

lingkunagan yang mereka hadapi. Fokus perilaku adaptif diklarifikasi oleh

Bruininks, at.al (Beirne Smith at.al, 2002) meliputi hal-hal berikut ini :

1. Menolong diri, penampilan pribadi (makan, minum, pergi ke toilet,

berpakaian, berhias diri, dan memelihara kesehatan.

2. Perkembangan fisik (keterampilan motorik kasar dan motorik halus)

3. Komunikasi (bahasa reseptif dan ekspresif)

4. Keterampilan sosial (bermain, berinteraksi, bersosialisasi, perilaku

seksual, bertanggung jawab, mengekspresikan emosi)

5. Fungsi kognitif yang meliputi (pengetahuan akademik)

6. Memelihara kesehatan dan keselamatan diri (pencegahan terhadap

masalah kesehatan dan luka, memelihara diri, latihan merawat anak)

7. Keterampilan berbelanja (penggunaan uang, belanja)

8. Keterampilan domestik (kebersihan dan perawatan rumah)

9. Keterampilan vokasional.

Kesimpulan dari uraian tersebut maka, perilaku adaptif menjadi penting

untuk diperkenalkan pada anak-anak tunagrahita, baik dalam hal menolong

baik untuk diri sendiri maupun dalam hal keterampilan sosial, diantara

anak-anak tersebut ada yang kurang memiliki kemampuan dalam memenuhi

tuntutan akademik di sekolah, akan tetapi mereka cukup baik dalam kontak

sosial di sekolah maupun diluar sekolah. Anak tunagrahita yang mengalami

kesulitan terutama yang berhubungan dengan aspek-aspek kehidupan dan

pekerjaan, memerlukan pendidikan dan dukungan-dukungan secara khusus

dalam membekali keterampilan-keterampilan hidupnya agar mereka tidak

bergantung pada orang lain.

D. PerilakuSosial

Sebagai makhluk sosial, individu akan menampilkan perilaku tertentu

antara interaksi sosial tersebut, akan terjadi peristiwa saling mempengaruhi

atanara individu yang satu dengan individu yang lain. Hasil dari peristiwa

(24)

Sejalan dengan pengertian diatas banyak pengertian yang dikemukakan

oleh para ahli. Hurlock (1998:250) mengemukakan bahwa perilaku sosial

menu jukkan terdapatnya tingkahlaku yang sesuai dengan tuntutan sosial atau

kemampuan untuk menjadi orang bermasyarakat menerangkan bahwa

perilaku.

Lebih jelasnya Skinner (Sarlito, 2000:17) perilaku manusia berkembang

dan dipertahankan oleh anggota masyarakat yang member penguat pada

individu untuk berperilaku tertentu (yang dikenhendaki oleh masyarakat)

dengan demikian maka tidak dapat dihindarkan bahwa perilaku social muncul

pada situasi-situasi terjadinya interaksi sosial dalam upaya menyesuaikan diri

dengan lingkungan masyarakat.

Berdasarkan pada pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku

sosial adalah perilaku yang ditampilkan individu saat berinteraksi yang sesuai

dengan kemampuan individu dan tuntutan lingkungan sekitarnya.

Yusuf (1984:64) perilaku sosial adalah perilaku yang sudah merupakan

suatu pola yang relatif menetap, yang diperlihatkan olehn individu di dalam

interaksinya dengan orang lain. Interaksi merujuk pada adanya aksi dan reaksi

individu di dalam hubungan interpersonal. Perilaku sosial individu mungkin

merupakan aksi atau perangsang bagi timbulnya perilaku sosial bagi orang

lain. Aksi atau reaksi antara satu individu dengan individu yang lain, saling

mempengaruhi. Dari perilaku yang merupakan indikator terhadap sifat-sifat

interpersonal dapat diketahui bahwa perilaku sosial itu dapat dilihat dari

tujuh aspek, yaitu :

1. Aspek dalam kemampuan bergaul yaitu kemampuan siswa menjalin

hubungan dengan teman sebaya di sekolah seperti memiliki pergaulan

teman sebaya yang luas di sekolah, percaya diri saat berkomunikasi

dengan teman, mampu bekerja sama dengan teman.

2. Aspek keterbukaan sikap yaitu kemampuan siswa untuk

(25)

berkomunikasi dengan baik, mampu menampilkan diri baik kelebihan

atau kekurangannya, mampu bersikap jujur saat berbicara maupun

bekerja.

3. Aspek kepemimpinan yaitu siswa memiliki kemampuan dan

keterampilan untuk memimpin, seperti memiliki kemauan untuk

memimpin teman, memiliki kecenderungan mempengaruhi

teman-temannya.

4. Aspek inisiatif sosial yaitu kemampuan siswa untuk mengorganisir

kelompoknya, seperti mengambil tindakan dalam menyelesaikan tugas

kelompok, mampu untuk mengeluarkan saran dalam menyelesaikan

masalah.

5. Aspek partisipasi dalam kegiatan kelompok yaitu keikutsertaan siswa

dalam berbagai kegiatan kelompok.

6. Aspek tanggung jawab dalam tugas yaitu kesediaan siswa untuk

menyelesaikan tugasnya sebagai bagian dari kelompok sampai selesai

dengan sebaik mungkin dan bertanggung jawab terhadap tugas

kelompok.

7. Aspek toleransi terhadap teman yaitu siswa dapat menerima dan

memperlakukan dengan baik semua temannya di dalam kelompok dan

dapat mempertimbangkan dengan baik pendapatteman-temannya di

sekolah, terdiri dari menghargai pemikiran dan perasaan teman, mampu

menerima kelebihan dan kekurangan teman.

Individu harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baik

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat. Sekolah

merupakan lembaga pendidikan formal yang sangat mempengaruhi perilaku

sosial siswa.

Hal ini sesuai dengan yg dikemukakan oleh Ansori (2004 :93) bahwa

dalam lingkungan sekolah anak belajar membina hubungan dengan

(26)

sosialisasi yang dilakukan oleh siswa di sekolah akan tergantung dari

kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri dengan berbagai kegiatan yang

ada di sekolah.

Dengan demikian perilaku sosial di sekolah dalam penelitian ini dapat

diartikan sebagai segala sesuatu bentuk tingkah laku atau aktivitas yang

ditampilkan oleh anak pada saat berinteraksi dengan teman sebaya, guru kelas

dan guru pendamping khusus secara individu maupun keloimpok di

lingkungan sekolah.

E. Konsep Pendidikan Inklusi

1. Sejarah Singkat Pendidikan Inklusi

Selama ini anak-anak yang memiliki hambatan disediakan

fasilitas pendidikan khusus yang disesuaikan dengan derajat dan jenis

hambatannya umumnyaanak-anak tersebut bersekolah luar biasa atau

SLB. Model pendidikan bagi ABK pun adalah model segregasi, SLB

memiliki kurikulum, metode mengajar, sarana pembelajaran, sistem

evaluasi, dan guru khusus dari segi pengelolaan, model segregasi

memang menguntungkan karena mudah bagi guru dan administrator

namun demikian dari sudut pandang pendidik model segregasi

merugikan siswa ABK yang memungkinkan untuk bersekolah di

sekolah reguler.

Disadari atau tidak sistem pendidikan SLB telah membangun

tembok bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus, hal itu telah

menghambat proses sosialisasi anak sehingga muncul sebuah label

antara ABK dengan anak pada umumnya sehingga menimbulkan

komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat dan

sebagian dari ABK pun merasa keberadaannya bukan menjadi bagian

yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Hal serupa diungkapkan oleh Reynolds dan Birch (1988) yang

(27)

berkelainan mengembangkan potensi secara optimal. Secara pilosopis

model segregasi tidak logis, karena menyiapkan peserta didik untuk

kelak dapat berinteraksi dengan masyarakat normal, akan tetapi

mereka dipiosahkan dari masyarakat normal dan memerlukan biaya

yang cukup mahal yang baik bagi ABK agar dapat diakui dan berbaur

dengan anak pada umumnya sehingga keberadaan ABK pun mendapat

tempat di masyarakat.

Modernisasi pendidikan merevolusi pendidikan ABK untuk

menyuarakan hak-hak mereka, oleh karena itu kemudian muncul

konsep pendidikan inklusi. Salah satu kesepakatan internasional yang

mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi melalui sebuah

kontroversi yang dinamakan “Convention on the Rights of Person with

Disabilities and Optional Protoco “ yang disahkan pada Maret 2007.

Konvensi tersebut memuat kesepakatan pada pasal 24 yang

menyebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk

menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan

pendidikan yang bertujuan untuk mendorong terwujudnya partisipsi

ABK dalam kehidupan masyarakat, di Indonesia pun memuat

perundangan yang mendukung terlaksananya pendidikan inklusi pada

penjelasan pasal 15 ayat 1 tentang pendidikan khusus UU no 20/2003

menjelaskan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau

peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang

diselenggarakan secara inklusi atau berupa satuan pendidikan khusus

pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang

memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak

berkelainan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi yang secara

operasional diperkuat dengan PP/no. 17 tahun 2010 tentang

pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus berbunyi :

Pendididkan inklusi merupakan model penyelenggaraan

program pendidikan bagi anak berkelainan, dimana

(28)

di sekolah umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di

sekolah tersebut.

Berdasarkan hal di atas maka telah terjadi perubahan paradigma

dalam dunia pendidikan yang menghargai perbedaan setiap anak,

menyatukan semua anak tanpa memandang latar belakang dari anak

tersebutuntukbelajardalamsatukelasdenganmemberikanpelayananpend

idikan yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak.

2. Definisi Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang

berusaha mentranspormasi sistem poendidikan dengan meniadakan

hambatan hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa baik yang

berkaitan dengan baerbagai etnik, gender, dalam pendidikan,

pengertian ini dinyatakan pula oleh UNESCO 1994. Sunaryo (2009)

memberikan penjelasan bahwa :

Pendidikan inklusi berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak, tanpa kecuali ada perbedaan secara fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa, atau kondisi lain termasuk anak penyandang cacat dan anak berbakat, anak jalanan, anak yangbekerja, anak dari etnis, budaya, bahasa, minoritas dan kelompok anak anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan.

Stainback dan Stainback (2012) mengemukakan pendidikan

inklusi sebagai : Pendidikan yang mengakomodasi semua siswa di

kelas yang sama, menyediakan program pendidikan yang layak,

menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap

siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para

guru agar anak-anak berhasil.

Berdasarkan teori tersebut maka pendidikan inklusi adalah

pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik

bersama-sama anak lainnya. Untuk mengoptimalkan poetensi yang

dimilikinya. Terlaksananya pendidikan inklusi harus diimbangi

(29)

mendukung pemenuhan khusus setiap anak, karena hakekatnya

pendidikan inklusiadalahsusatualat yang paling efektif untuk melawan

diskriminasi perilaku, membangun masyarakat inklusi dan mencapai

tujuan pendidikan untuk semua.

Pengertian sekolah inklusi menurut Dinas Pendidikan Jawa

Barat (2010) menyebutkan bahwa :

Sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama dengan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan siswa. Lebih dari itu sekolah inklusi juga merupakan hak setiap anak diterima menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebaya maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.

Mengacu pada teori diatas maka pendidikan iklusif adalah

sistem pendidikan nasional yang menyertakan dan mengakomodasi

semua anak secara bersama-sama dalam suatu iklim dan proses

pembelajaran dengan layanan pendidikan yang layak dan sesuai

dengan kebutuhan individu itu sendiri serta memahami segala

kesulitan pendidikan yang dihadapi mereka tanpa memandang

perbedaan yang ada dalam diri setiap individu dalam hal ini anak,

seperti kondisi kemampuan akademik, sosial emosi, ekonomi, politik,

suku, bahasa, jenis kelamin, agama/kepercayaan, serta perbedaan

kondisi fisik maupun mental. Pendidikan inklusif juga tidak memaksa

anak-anak yang memang tidak memungkinkan untuk dipersatukan

dalam satu sistem pendidikan bersama anak-anak lain pada umumnya

dalam satu sekolah.

3. Landasan Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusi mempunyai empat landasan yang harus dijadikan

(30)

a. Landasan Filisofis

Secara filosofis pendidikan merupakan hak asasi manusia.

Pendidikan bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif dan

menjangkau semua warga negara tidak terkecuali. Landasan

filosofis utama penerapan pendidikan inklusi di Indonesia adalah

pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang

didirikan atas pondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut

Bhineka Tunggal Ika (Mulyono Abdulrahman 2003).

Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebhineekaan manusia,

baik kebhinekaan vertikal maupun horizontal, yang mengemban

missi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi. Kebhinnekaan vertikal

ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan

finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian diri dan

sebagainya.

Kebhinnekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku

bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi

politik, dsb. Karena berbagai keberagaman namun dengan

kesamaan misi yang diemban di bumi ini, misi, menjadi kewajiban

untuk membangun kebersamaan dan iteraksi dilandasi dengan

saling membutuhkan.

Bertolak filosofi bhinneka tunggal ika, kelainan dan

keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan individu

berkelainan pastilah dapat ditemukan keunggulan-keunggulan

tertentu yang sama-sama memiliki kelemahan dan kelebihan dan

dapat diciptakan melalui sistem pendidikan.

Sistem pendidikan inilah yang harus memungkinkan

terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam,

sehingga mendorong sikap silih asih, silih asuh dengan semangat

toleransi seperti halnya yang dijumpai atau yang dicita-citakan

(31)

b. Landasan Religi

Sebagai bangsa yang beragama, penyelenggaraan pendidikan

tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan agama di dalam al quran

disebutkan bahwa hakikat manusia adalah makhluk yang satu sama

lain berbeda (individual differences). Tuhan menciptakan manusia

berbeda satu sama lain dengan maksud agar dapat saling

berhubungan dalam rangka saling membutuhkan (QS. Al Hujarat,

49:13). Adanya siswa yang membutuhkan layanan pendidikan

khusus pada hakikatnya adalah manifestasi dari hakikat manusia

sebagai individual differences tersebut. Iteraksi manusia harus

dikaitkan dengan upaya pembuatan kebajikan. Ada dua jenis

interaksi antar manusia, yaitu cooperative dan competitive (QS. Al

Maidah, 5:2 dan 48 ) begitu pula dengan pendidikan yang juga

harus menggunakan keduanya dalam rangka mencapai tujuan

pendidikan dan pembelajaran.

Bertolak dari ayat-ayat al quran yang telah diutarakan,

menunjukkan bahwa ada kesamaan antara pandangan filosofis

dengan religi tentang hakikat manusia.

Keduanya merupakan upaya menemukan kebenaran hakiki ;

filsafat menggunakan nalar belaka sedangkan agama menggunakan

wahyu keduanya akan bertemu karena sumber kebenaran hakiki

hanya satu yaitu Tuhan YME. Landasan filosofi dan religi akan

bertemu untuk selanjutnya dapat menjadi landasan dalam

pemanfaatan hasil penelitian sebagai produk pengganti kegiatan

(32)

c. Landaan Yuridis

Landsan yuridis memiliki hierarki dari undang undang dasar,

undang undang, peraturan pemerintah, kebijakan direktur jenderal,

peraturan daerah , kebijakan direktur, sehingga peraturan sekolah,

selainitu melibatkan kesepakatan kesepakatan internasioanl yang

berkenaan dengan pendidikan.

Kesepakatan UNESCO di salamanca, \spanyol pada tahun

1994 telah menetapkan agar pendidikan di seluruh dunia

dilaksanakan inklusif dan menyatakan bahwa pendidikan adalah

hak untuk semua (education for all), tidak peduli orang itu

memiliki hambatan atau tidak, kaya atau miskin, pendidikan juga

tidak membedakan ras, warna kulit, suku, agama.

Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sedapat mungkin

diintegrasikan dengan pendidikan reguler, pemisahaan dalam

bentuk segregrasi untuk keperluan pembelajaran (instruction),

bukan untuk keperluan pendidikan (education, untuk keperluan

pendidikan, anak-anak berkebutuhan khusus harus disodialisasikan

dalam lingkungan yang nyata dengan anak-anak lain pada

umumnya.

d. Landasan Pedagogis

Pasal 3 undang undang No. 20 tahun 2003, disebutkan bahwa

tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta

didik agarmenjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

tuhan yang maha esa, berahlak mulia sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan

bertanggungjwab. Jadi melalui pendidikan peserta didik

berkelainan dibentuk menjadi warganegara yang demokratis dan

bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu menghargai

perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini

(33)

teman sebayanya di sekolah. Betapa pun kecilnya mereka harus

diberi kesempatan bersama teman teman sebayanya.

4. TujuanPendidikanInklusi

Tujuan pendidikan inklusi adalah memberikan kesempatan dan

hak sama kepada setiap anak secara demokratis dan tidak

diskriminatif secara sosial, kultural, ekonomi, agama, ras, dan

karakteristik individual untuk mendapatkan pendidikan yang layak

Pendapat serupa dikemukakan oleh Yusup M (2005),

menurutnya tujuan pendidikan inklusi adalah :

a. Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengikuti dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki seoptimal mungkin b. Memberikan layanan pendidikan kepada peserta didik

berkebutuhan khusus agar potensi yang dimiliki (kognitif, afektif dan psikomotor) dapat berkembang secara optimal dan mereka dapat hidup mandiri dalam komonitas sosial yang wajar serta dapat berperan dalam kehidupan bermanfaat, berbangsa dan bernegara

c. Memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan dalam sistem persekolahan reguler, sehingga tejadi proses saling adaftasi dan intyeraksi dengan sesama anak yang lain secara wajar dalam lingkungan masyarakat d. Memebrikan kemudahan bagi anak berkebutuhan khusus dari

lingkungan tempat tinggal dimanapun untuk mendapatkan aksebilitas pendidikan pada sekolah terdekat yang memungkinkan.

Setelah menganalisis tujuan pendidikan inklusi, maka dapat

disimpulkan bahwa tujuan pendidikan inklusi adalah untuk

memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak baik

itu ABK maupun anak pada umumnya untuk mendapatkan pendidikan

yang layak sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka meningkatkan

(34)
(35)

CUCUN HERMAWAN, 2013

BAB III

METODE PENELITIAN A. MetodePenelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian deskriptif dengan pendekataan kualitatif. Karena penelitian ini

bermaksud mengungkapkan dan menjelaskan berbagai gambaran tentang

fenomena -fenomena yang ada dilapangan kemudian dirangkum menjadi

sebuah kesimpulan deskriptif berdasarkan data penelitian yang dikumpulkan

sendiri oleh peneliti.

Metode deskriptif digunakan karena metode ini paling tepat untuk

menggambarkan dan menjelaskan bagaimana kondisi perilaku adaptif anak

tunagrahita di SD Hikmah Teladan.

B. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksankan di SD Hikamah Teladan yang beralamat

di jalan Jend.H. Amir Machmud No. 177A Cimahi, sekolah ini merupakan

salah satu sekolah inklusi yang terdapat di Kota Cimahi.Kelas yang

digunakan sebagai tempat penelitian yaitu kelas IIB, dan IVC karena di kelas

tersebut terdapat anak tunagrahita yang belajar dengan siswa lainnya.

C. Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa tunagrahita yang

memiliki beberapa kriteria sebagai berikut :

1. Yang mempunyai IQ antara 68 - 52 data dari guru

2. Anak tidak dapat berkomunikasi secara benar dengan temannya

3. Kesulitan melakukan kegiatan sehari hari seperti : mandi, ke toilet dll

Berdasarkan kriteria diatas maka peneliti memilih dan menentukan subjek

(36)

1. DS

2. BM.

Alasannya karena kedua subjek penelitian tersebut memenuhi kriteria yang

telah peneliti tentukan.

D. Instrumen Penelitian

Di dalam penelitian yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti

sendiri. Dalam penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari dari objek

penelitian pun belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang

diharapka semuanya belum jelas. Rancangan penelitian masih bersifat

sementara dan akan berkembang setelah peneliti memasuki objek penelitian,

oleh karena itu peneliti adalah kunci dalam penelitian

kualitatif”(Sugiyono,2008:60). Teori serupa dinyatakan oleh Nasution

(Sugiyono, 2009 : 306) bahwa : Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan

lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama.

Alasannya ialah, bahwa segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti.

Masalahnya, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan,

bahkan hasil yang diharapkan, itu semua tiodak dapat di tentukan secara pasti

dan jelas sebelumnya.Segala sesuatunya masih perlu dikembangkan

sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan serba tidak pasti dan tidak jelas itu,

tidak ada pilihan lain dan hanya penelitian itu sendiri sebagai alat

satu-satunya yang dapat mencapainya.

Berdasarkan dua pernyataan diatas dapat di pahami bahwa, dalam

dalam penelitian kualitatif pada awalnya permasalahan belum jelas dan pasti,

maka yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri, tetapi setelah

masalahnya yang akan di pelajari jelas, maka dapat dikembangkan suatu

instrumen. Instrumen yang telah dikembangkan tersebut dapat dilihat disetiap

(37)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui

observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Menurut Lofland dan Lofland

(Moleong, 2007 : 157) ”sumber data dalam penelitian kualitatif ialah kata

-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumentasi dan

lain-lain”.

1. Observasi

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi

dilakukan secara tersembunyi (convert). Observasi yang dilakukan adalah

observasi langsung non-partisivatori, pelaksanaan observasi tersebut

dilengkapi dengan alat bantu berupa alat tulis dengan disertai

pencatatan-pencatatan. Instrumen penelitiannya yaitu pedoman observasi.

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kondisi perilaku adaptif anak selama anak berinteraksi

dengan guru dan teman lainnya disekolah, ketika anak sedang belajar di

dalam kelas, ketika anak sedang istirahat, dan ketika anak sedang

melakukan kegiatan sekolah.

2. Wawancara

Data yang dikumpulkan melalui wawancara bersifat verbal, hasil

wawancara direkam agar memudah kan peneliti untuk

mendokumentasikan berbagai data dan informasi yang disampaikan dari

responden. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang bersifat

terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang

pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan –

pertanyaan yang akan di ajukan (Moleong, 2007 :190), sehingga

digunakan pedoman wawancara yang berisi daftar pertanyaan untuk

memudahkan peneliti dalam melakukan wawancara. Pedoman

(38)

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan terhadap guru kelas,

helper, teman sekelas.Wawancara yang dilakukan bertujuan untuk

mendapatkan keterangan dan informasi dari berbagai pihak yang terlibat

langsung, walaupun dalam penelitian in digunakan wawancara tak

berstruktur, namun terlebih dahulu di buat kisi-kisi wawancara serta

pedoman wawancara yang berisi daftar pertanyaan untuk memudahkan

peneliti dalam melakukan wawancara.

3. Studi Dokumentasi

Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk menelaah atau

mengkaji data-data atai informasi yang berupa dokumen tertulis,

fotografi, dan sebagainya sebagai penunjang atau bukti secara fisik akan

keadaan saat penelitian berlangsung, atau berfungsi sebagai pelengkap

bukti-bukti dari data yang diperoleh dari wawancara dan observasi yang

berkaitan dengan masalah penelitian, berupa foto di saat pelaksanaan

pembelajaran dikelas, setting kelas, arsip program pembelajaran yang

telah disusun, data-data siswa dan asessmennya, dan sebagainya.

F. Pengujian Keabsahan Data

Uji keabsahan data hasil diperiksa kreadibilitas keabsahannya dengan

menggunakan teknik triangulasi.Triangulasi merupakan suatu teknik yang

tidak hanya sekedar menilai kebenaran data, tapi juga menyelidiki kebenaran

data dan kedalaman penelitian atau memperoleh kebsahan

penemuan-penemuan itu.Teknik triangulasi yang digunakanadalah triangulasi sumber.

Hal ini dilakukan dengan jalan :

1. Membandingkan data hasil wawancara terhadap subjek penelitian dengan

data hasil wawancara dengansumber informasi lain dalam penelitian.

2. Membandingkan data hasil wawanacara dengan data hasil pengamatan.

3. Membandingkan data hasil wawancara dengan isi dokumen yang

(39)

4. Melakukan member check, melakukan perbaikan-perbaikan jika ada

kekeliruan dalam pengumpulan informasi atau menambah kekurangan –

kekurangan, sehingga informasi yang diperoleh dapat dilaporkan sesuai

dengan apa yang dimaksud informan.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data penelitian ini bersifat induktif melalui penganalisian dari

data triangulasi baik yang bersifat tertulis maupun lisan dan dilakukan selama

proses berlangsung sampai selesai. Analisis data dilakukan untuk

memperolah jawaban dari pertanyaan penelitian melalui tiga tahap yaitu :

1. Reduksi data (merangkum data, penyeleksian data)

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara ataupun dokumentasi

yang direkam dalam bentuk catatan, ditafsirkan atau diseleksi, data yang

tidak relevan akan diberi kode untuk tidak dilampirkan, hasil penyelesaian

data yang dapat diorganisasikan datanya lalu kemudian dicari kesimpulan

dimana kesimpulannya dijadikan temuan terhadap masalah yang diteliti.

2. Penyajian data

Penyajian data berbentuk teks naratif sesuai dengan permasalahannya,

dimana data yang disajikan dianalisis terlebih dahulu kemudian disusun

secara sistematis agar data yang diperoleh dapat dijelaskan atau dijawab

masalah yang ditelitinya dan dibahas sesuai dengan hasil observasi,

wawancara dan studi dokumentasi.

3. Mengambil konklusi/verifikasi

Verifikasi merupakan analisis lanjutan dari reduksi dan penyajian data

dengan melihat kembali data dan menimbang makna dari data-data yang

dikumpulkan untuk di analisis, selanjutnya melakukan cross check

(membaca berulang-ulang) untuk

menguji kebenaran dan konklusi yang dibuat sehingga terdapat validitas

data yang teruji, maka dapat ditarik kesimpulan/konklusi dalam bentuk

(40)

CUCUN HERMAWAN, 2013

PERILAKU ADAPTIF ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH DASAR INKLUSIF HIKMAH TELADAN KOTA

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek

a. Subjek 1

Nama : Dewi Sulastri (DS)

Tempat/Tgl Lahir : Bandung, 10 September 1997

Usia : 15 thn

Kelas : IV C

Jenis Kelamin : Perempuan

DS adalah siswi kelas IV di SD Hikmah Teladan kota Cimahi.

Berdasarkan asesment yang peneliti lakukan DS termasuk anak tunagrahita

ringan dengan IQ 66 DS adalah seorang anak yang pendiam.

b. Subjek 2

Nama : Bunbun Muladi (BM)

Tempat/Tgl Lahir : Bandung, 01 Januari 2002

Usia : 10 thn

Kelas : I B

Jenis Kelamin : Laki-laki

BM adalah siswa kelas IB SD Hikmah Teladan di kota Cimahi, Hasil

asesment yang dilakukan peneliti menunjukan bahwa BM termasuk anak

tunagrahita dengan IQ 70.

Mengacu pada data di atas kelas ke-2 siswa yang menjadi subjek

(41)

tunagrahita ringan masih dapat bersekolah di inklusi dengan bantuan GPK

dan layanan khusus.

2. Deskripsi Data

a) Hasil wawancara Subjek 1 (DS)

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada guru kelas, guru

pendamping khusus dan teman sekelas, diperoleh data bahwa

kehadiran siswa tunagrahita di SD Hikmah Teladankota Cimahi

diterima dengan baik. Guru, dan teman sekelas berasumsi bahwa DS

anak yang baik, kebanyakan teman perempuan DS di kelasnya

menganggap bahwa DS baik karena DS suka mengantar temannya

untuk jajan.Perilaku DS cenderung pendiam dan memiliki satu

teman dekat berinisial AT dan kurang menyukai berteman atau

bermain dengan teman Laki-laki karena DS sering diganggu oleh

Laki-laki.

Pada dasarnya DS anak yang baik, tidak suka mengganggu

temannya. Hal yang kurang baik pada diri DS ialah dia jarang

mengerjakan PR yang diberikan oleh gurunya, sehingga ia sering

dihukum karena kesalahannya, selain itu DS suka tertawa

terbahak-bahak tanpa alasan, mengacak-acak rambut jika sedang mendapat

kesulitan dalam belajar. Saat pembelajaran ia tidak pernah bertanya

sekalipun tidak mengerti tentang materi pelajaran yang diberikan dan

cara dia menyampaikan sesuatu cukup dimengerti oleh banyak

orang.

b) Hasil wawancara Subjek 2 (BM)

Hasil penelitian BM berbeda dengan DS, BM memang dapat

diterima oleh guru, GPK dan teman sekelasnya ketika ia masih dapat

mengikuti pelajaran, namun jika “mood”nya kurang baik BM diperbolehkan belajar dikelas bersama. BM pun tidak memiliki

(42)

BM bukan anak yang suka memilah-milih teman dia berteman

dengan siapa saja, walaupun pendiam BM termasuk anak yang suka

menggangu teman-temannya atau mengganggu ketika sudah merasa

kesal untuk belajar sehingga jika dilarang dan menimbulkan amarah

pada diri BM, maka ia harus dibawa ke ruang layanan khusus untuk

belajar dan menjalani hukumannya agar ia dapat lebih baik lagi.

Tak jarang ia melakukan hal seperti mengupil, memasukan

tangan ke dalam mulut tanpa sebab dan mencubit dirinya sendiri jika

ia merasa kesal atau bersalah, ia termasuk anak yang memiliki sikap

(43)

Tabel 4.1

Display data wawancara ITEM Ruang Lingkup

Pertanyaan

Subjek

Penelitian Hasil Wawancara Interaksi

Sosial

(44)
(45)

melakukan hal

DS Hanya mengacak-acak rambutnya

dirinya sendiri jika merasa kesal telah Kegiatan bermain DS Mengikuti

permainan dengan Merespon orang disekitar DS DS memiliki

(46)

baik, seperti

Kedisiplinan DS DS dapat

(47)

waktu belajar dia

Menyampaikan keinginan DS DS mampu menyampaikan

(48)
(49)

yang sulitpun anak tidak pernah bertanya Sopan santun (meminta

izin untuk suatu hal)

DS Mampu bersikap sopan untuk Pemberian respon DS Keduanya pun

(50)

tertawa terbahak-bahak walaupun sesuatu yang dia anggap lucu dan menyenangkan hatinya itu tidak terlalu lucu untuk siswa lainnya BM Sedikit berbeda

dengan DS, BM mengekspresikan rasa senang sambil tertawa terbahak-bahak, terkadang disertai dengan mengucapkan

“Tos” jika

marah/kesal, BM akan menaiki bangku, lari keluar kelas atau mencubit dirinya sendiri.

c. Hasil Observasi Penelitian Subjek 1 (DS)

Berdasarkan penelitian di lapangan, subjek DS adalah seorang

anak pendiam, hal ini direfleksikan oleh sikap DS yang cenderung

pendiam, DS kurang memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan

berkomunikasi dengan teman di kelasnya, bila dilihat dari

kemampuannya DS mampu mengenali teman sekelasnya, baik

mengenal nama maupun mengenal temannya secara fisik. Hal yang

kurang baik dalam perilaku sosial DS adalah dominan berteman

dengan sesama ABK (Tuna grahita) saja dan masih dapat diajak

berinteraksi hanya dengan anak perempuan saja. DS pun memiliki

teman dekat seorang anak tunagrahita dikelasnya yang berjenis

kelamin perempuan berinisial AT. Kecenderungan sikap DS yang

pendiam dan hanya mau berteman dengan sesama teman perempuan

saja menurut peneliti karena DS sering diejek “bodoh” oleh teman

(51)

kepadanya karena secara fisik DS memiliki perawakan besar, hal

inilah yang menyebabkan anak menjadi pendiam dan tampak kurang

percaya diri, walaupun demikian DS merupakan pribadi yang ramah,

dan tertib terhadap peraturan yang ada, perilaku seperti ini di tujukan

DS dengan kemampuannya untuk dapat mengikuti permainan secara

berkelompok, berbaur dengan teman tanpa memberikan gangguan

dan belajar secara berkelompok walaupun hanya ikut berkelompok

saja. DS tidak pernah membuat keributan dalam belajar atau dalam

bermain, namun jika ada yang terus menerus mengganggunya, DS

akan melawannya dengan berkata “hey jangan begitu”,

(menggunakan bahasa Sunda).

DS kurang mampu mengikuti pembelajaran di kelasn. DS

kurang fokus terhadap kegiatan belajar mengajar, ketika ia diberi

pertanyaan oleh guru atau teman-temannya mengenai materi

pelajaran, hal yang sering terjadi adalah DS menjawab pertanyaan

tetapi jawaban yang diberikan DS tidak memberikan jawaban yang

benar dan keliru(jawaban tidak nyambung), hal tersebut merupakan

hal yang membuat teman-teman DS khusnya teman laki-laki di

kelasnya beranggapan bahwa DS adalah siswa yang bodoh, tetapi

jika ia diberikan pertanyaan untuk merespon pertanyaan sederhana

seperti “makan apa?” atau “beli apa?”DS bisa menjawab dengan

baik.

DS memiliki kkebiasaan buruk Yang tidak umum dilakukan

jika dibandingkan dengan kebiasaan orang pada umumnya. Perilaku

tau kebiasaan buruk DS adalah sering mengacak-acak rambutnya

sehingga DS tampilannya menjadi kurang rapi dan tidak enak

dipandang, perilaku buruknya ini sering ia lakukan apabila ia tidak

sedang melakukan kegiatan seperti pada saat pembelajaran DS tidak

Gambar

Tabel 4.1 Display Data Wawancara…………………………………….      27
 Tabel 4.1 Display data wawancara
Tabel 4.2 Display Data Observasi

Referensi

Dokumen terkait

Data kualitatif dikumpulkan setelah data kuantitatif di dapat. Pengumpulan data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara dan studi dokumentasi, seperti program

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara (interview), serta dokumentasi. Triangulasi data dalam penelitian ini yaitu sumber data dan

Teknik pengumpulan data melalui, observasi, wawancara dan dokumentasi; pengabsahan data melalui teknik triangulasi, kemudian data dianalisis dengan reduksi data, data

Pengumpulan data melalui observasi dokumentasi dan Focus Group Discussion (FGD). Data dianalisis dengan teknik triangulasi metode dan triangulasi sumber. Hasil penelitian

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara (interview), dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan dua macam triangulasi

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi, dengan cara

yang terkumpul dalam proses pengumpulan data, baik dari hasil observasi. partisipan, wawancara mendalam, maupun

Teknik pengumpulan data yang digunakan: studi kepustakaan, observasi (pengamatan), wawancara (interview), dokumentasi dan triangulasi (gabungan). Teknik analisis data terdiri dari: