• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURVEILANS DAN MONITORING AGEN PENYAKIT RABIES PADA ANJING DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARAN BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SURVEILANS DAN MONITORING AGEN PENYAKIT RABIES PADA ANJING DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARAN BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

SURVEILANS DAN MONITORING AGEN PENYAKIT RABIES PADA ANJING DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARAN BARAT DAN NUSA

TENGGARA TIMUR TAHUN 2013

(Surveillance and Monitoring of dog rabies agent in Bali, West Nusa Tenggara and East Nusa Tenggara Province in 2013)

I. K. E. Supartika, I. K. Wirata, I. G. A. J. Uliantara, I.K. Diarmita

Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Surveilens dan monitoring deteksi agen penyakit rabies di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar merupakan komponen penting dalam upaya pengendalian dan pemberantasan penyakit rabies di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar. Rabies bersifat endemis di Provinsi Bali, Pulau Flores dan sekitarnya di wilayah Provinsi NTT. Pada tahun 2013 jumlah sampel otak anjing yang diperiksa Balai Besar Veteriner Denpasar sebanyak 1.572 sampel. Sampel diuji dengan fluorescence antibody technique (FAT). Di Provinsi Bali, jumlah sampel otak anjing yang diperiksa sebanyak 992 sampel, 41/992(4,13%) sampel diantaranya positif rabies. Rata-rata jumlah kasus rabies perbulan ada sebanyak 3,42 kasus. Kasus rabies paling banyak ditemukan di Kabupaten Bangli sebanyak 12 kasus, dan lebih banyak disebabkan oleh anjing yang belum divaksin rabies. Jumlah sampel otak yang berasal dari NTB sebanyak 560 sampel, tidak ada positif rabies, sedangkan sampel otak anjing dari Provinsi NTT diperiksa sebanyak 20 sampel, 7/20 (35,00%) sampel positif rabies.

Hasil surveilens dan monitoring ini menunjukkan bahwa rabies masih bersifat endemis di Provinsi Bali dan pulau Flores, NTT, untuk itu program vaksinasi masal, kerjasama antar instansi pemerintah, komunikasi, informasi dan edukasi tentang rabies ke masyarakat masih perlu ditingkatkan. Sampai saat ini Provinsi NTB masih bebas rabies. Kontrol sangat ketat terhadap lalu lintas hewan penular rabies ke Provinsi NTB dan daerah bebas rabies di Provinsi NTT masih sangat diperlukan dan diimplemantasikan.

Kata kunci: anjing, monitoring, otak, rabies, surveilans

ABSTRACT

Surveillance and monitoring to detect rabies agent in areal work of Balai Besar Veteriner Denpasar is an important component in effort to control and eradicate rabies in this region. Rabies is endemic in Bali Province and around Flores Insland, East Nusa Tenggara Province. In 2013 total dog brain sample examined by Balai Besar Veteriner Denpasar was 1.572 samples. All of the samples were examined using fluorescence antibody technique (FAT).

In Bali Province, total number sample examined was 992 sample, among of it 41/992(4,13%) were rabies positive.The average total rabies cases per month was 3,42

(2)

case. Mostly, rabies cases were found in Bangli regency wich total 12 cases, and it was occur in unvaccinated rabies dogs.

The number dog brain sample from West Nusa Tenggara was 560 samples. All of it was rabies negative, while total dog brain sample from East Nusa Tenggara was 20 samples, 7/20 (35,00%) was rabies positive.

Surveillance and monitoring resulths showed that rabies still endemic in Bali Province and Flores Island, East Nusa Tenggara Province. For this reasons, mass vaccination, collaboration between government, communication, information and education about rabies to the society should be improved. Until now, West Nusa Tenggara Province still to be free rabies region. Highly attention and control on animal carried out rabies still needed and should be implemented.

Key word: brain sample, dog, monitoring, rabies, surveillance

PENDAHULUAN

Penyakit rabies merupakan penyakit viral zoonosis akut, menimbulkan ensefalitis fatal pada mammalia disebabkan oleh Lyssavirus dari keluarga Rabdoviridae (Murphy et al., 2009; Fischer et al., 2013). Wilayah kerja Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar meliputi: Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur secara historis merupakan daerah bebas rabies, namun sejak tahun 1997 wilayah ini mulai tertular rabies dengan munculnya kasus rabies pertama kali di Larantuka, Flores Timur,

Nusa Tenggara Timur

(Windiyaningsih et al., 2004), selanjutnya rabies menyebar ke Provinsi Bali pada akhir tahun 2008 (Supartika et al., 2009). Meningkatnya lalu lintas orang, hewan serta barang berdampak pada semakin cepatnya perpindahan orang atau hewan dalam masa inkubasi berpindah ke tempat lain dan berperan dalam penyebaran penyakit zoonosis seperti rabies di daerah baru (Lankau et al., 2013). Kejadian wabah rabies di Larantuka, Flores

Timur, NTT disebabkan oleh masuknya tiga ekor anjing dari daerah endemis rabies yaitu dari daerah Butung, pulau Buton, Sulawesi Selatan pada bulan September 1997 (Windiyaningsih et al., 2004). Di Provinsi Bali, sumber penularan rabies diduga berasal dari masuknya anjing dalam masa inkubasi dibawa pelaut berasal dari Sulawesi Selatan (Putra et al., 2009). Kejadian kasus rabies di Provinsi Bali dari tahun 2008 sampai dengan 2013 terus muncul. Anjing masih merupakan hewan penular rabies utama di Provinsi Bali. Dari 672 kasus rabies pada hewan di Bali periode tahun 2008-2012 semuanya ditularkan oleh anjing rabies (Supartika et al., 2013). Keberhasilan pembebasan rabies dari wilayah tertentu sangat tergantung pada seberapa efektif kegiatan surveilans telah dilaksanakan. Surveilans adalah kegiatan terstruktur untuk melihat populasi hewan dari dekat untuk menentukan apakah penyakit spesifik merupakan ancaman sehingga tindakan awal dapat dilaksanakan secepatnya

(3)

(Salman, 2013). Surveilans memegang peranan penting dalam memacu memberikan respon cepat, memonitor dampaknya, sehingga wabah secara cepat dapat ditindaklanjuti (Townsend et al., 2013).

Dalam rangka pengendalian dan pemberantasan rabies di wilayah kerja BBVet Denpasar (Provinsi Bali, NTB dan NTT), BBVet Denpasar melakukan kegiatan surveilans dan monitoring penyakit rabies pada anjing bekerja sama dengan dinas atau instasi yang membidangi peternakan dan

kesehatan hewan di

kabupaten/kota di wilayah Provinsi Bali, NTB dan NTT. Surveilans dan monitoring ini bertujuan: mendeteksi keberadaan virus rabies pada anjing berisiko terjangkit rabies, terkait dengan upaya pembebasan penyakit rabies di Provinsi Bali, mendeteksi sedini mungkin kemungkinan keberadaan virus rabies pada anjing di wilayah Provinsi NTB dalam rangka menjaga Provinsi NTB tetap bebas rabies, mendeteksi keberadaan virus rabies pada anjing-anjing yang berisiko tertular Rabies di wilayah Pulau Flores terkait kegiatan penanggulangan rabies (early detection, early warning, early response) di wilayah Provinsi NTT.

MATERI DAN METODE Materi

Surveilans dan monitoring penyakit rabies pada anjing dilaksanakan dengan melakukan pengambilan sampel otak anjing dengan kriteria sebagai berikut: 1) anjing yang mempunyai risiko

menularkan penyakit rabies, seperti: anjing yang menggigit orang dan atau hewan lainnya, 2) anjing yang menunjukkan gejala klinis rabies dan menunjukkan perubahan perilaku, 3) hasil eliminasi terhadap anjing liar tidak berpemilik yang dilakukan oleh petugas dinas setempat, 4) sampel otak anjing yang diperoleh dari tempat-tempat yang menyediakan hidangan dari daging anjing (rumah makan RW). Walaupun terkadang terkesan sedikit tertutup/ eksklusif tetapi tempat yang menyediakan hidangan daging anjing (RW)

masih cukup banyak

keberadaannya, 5) sampel otak anjing yang mati akibat tertabrak kendaraan di jalan raya. Hal ini menjadi pertimbangan karena pada umumnya anjing yang terjangkit rabies akan mengalami perubahan perilaku dan cenderung kehilangan insting untuk menghindari lalulintas kendaraan, 6) untuk di daerah bebas Rabies, anjing yang berasal dari daerah tertular rabies dan tanpa dilengkapi dengan keterangan vaksinasi rabies (SKKH).

Metode

Data yang menyertai sampel otak anjing yang masuk ke Unit Epidemiologi, BBVet Denpasar dicatat. Data tersebut meliputi: anamnesa, kasus gigitan, kasus klinis, eliminasi, umur anjing, jenis kelamin, status vaksinasi, asal sampel. Sampel otak anjing dalam keadaan segar, segar beku atau dalam pengawet gliserin 50% diperiksa dengan metoda Flourescent Antibody Test (FAT).

(4)

Preparat apus otak setelah dikeringkan dalam suhu ruangan difiksasi dengan aseton pada suhu -20oC selama 30 menit. Setelah dikeringkan pada suhu ruangan preparat digenangi dengan konjugat anti-rabies (Bio-Rad), ditaruh pada cawan petri yang beralaskan kertas tissue basah, kemudian dimasukkan ke dalam incubator suhu 37oC selama 30 menit. Preparat dicuci dengan PBS pH 7,2 sebanyak 3 kali 5 menit. Preparat ditetesi larutan mounting serta ditutup dengan cover slip. Preparat diperiksa dibawah mikroskup fluorescence. Sel-sel neuron terinfeksi virus

rabies ditandai dengan pendaran warna hijau magenta.

HASIL

Jumlah sampel otak anjing yang diperiksa di Laboratorium Patologi, BBVet Denpasar sebanyak 1,572 sampel, terdiri dari 992 sampel berasal dari Provinsi Bali, 560 sampel berasal dari Provinsi NTB dan sisanya 20 sampel berasal dari Provinsi NTT (Tabel 1). Pada pemeriksaan FAT, sampel positif rabies ditandai dengan adanya pendaran fluorescence berwarna hijau magenta pada sel-sel neuron terinfeksi virus rabies (Gambar 1).

Gambar 1.

Sampel positif rabies ditandai dengan adanya pendaran fluorescence berwarna hijau magenta pada sel-sel neuron terinfeksi virus rabies.

(5)

Tabel 1.

Jumlah sampel otak anjing yang diperiksa Balai Besar Veteriner Denpasar dan jumlah sampel positif rabies di Provinsi Bali, NTB dan NTT dari bulan

Januari s/d Desember Tahun 2013.

Bulan

Bali NTB NTT Jumlah Keseluruhan

(+) Rabies (-) Rabies Jml (+) Rabies (-) Rabies Jml (+) Rabies (-) Rabies Jml (+) Rabies (-) Rabies Jml Jan 3 40 43 0 0 0 1 0 1 4 40 44 Peb 5 45 50 0 0 0 0 0 0 5 45 50 Mar 3 29 32 0 21 21 1 0 1 4 50 54 Apr 4 52 56 0 20 20 0 0 0 4 72 76 Mei 5 47 52 0 40 40 2 0 2 7 87 94 Jun 5 130 135 0 80 80 0 6 6 5 216 221 Jul 4 82 86 0 20 20 0 0 0 4 102 106 Ags 2 87 89 0 50 50 0 0 0 2 137 139 Sep 1 183 184 0 90 90 1 5 6 2 278 280 Okt 4 159 163 0 100 100 0 0 0 4 259 263 Nop 1 12 13 0 139 139 2 0 2 3 151 154 Des 4 85 89 0 0 0 0 2 2 4 87 91 Jml 41 951 992 0 560 560 7 13 20 48 1.524 1.572

Di Provinsi Bali jumlah sampel otak anjing positif rabies sebanyak 41/992 (4,13%) berasal dari 9 kabupaten/kota (Tabel 1). Jumlah rata-rata anjing rabies per bulan ada sebanyak 3,42 kasus (Grafik 1). Kasus rabies masih muncul dengan intensitas rendah di

sebagian besar kabupaten seperti: Kabupaten Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, Jembrana, Karangasem dan Klungkung. Hanya dua kabupaten tidak ditemukan kasus yaitu di Kabupaten Tabanan dan Kota Denpasar. (Grafik 2).

(6)

Grafik 1.

Jumlah sampel otak anjing positif dan negatif rabies yang diperiksa di Balai Besar Veteriner Denpasar dari Provinsi Balibulan Januari s/d Desember

2013 (N=992 sampel, 41 sampel positif rabies)

Grafik 2.

Jumlah sampel otak anjing positif rabies dari masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2013.

3 5 3 4 5 5 4 2 1 4 1 4 40 45 29 52 47 130 82 87 183 159 12 85 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des (+)Rabies (-)Rabies 7 8 1 12 5 0 1 0 7 128 27 71 145 83 226 19 77 175 0 50 100 150 200 250 (+)Rabies (-)Rabies

(7)

Dari 41 kasus positif rabies kebanyakan berasal dari anjing yang belum divaksin rabies 33/41 (80,49%) dan sisanya 8/41 (19,51%) berasal dari gigitan anjing yang sudah pernah divaksin rabies (Grafik 3). Berdasarkan anamnesanya, riwayat rabies kebanyakan berasal dari kasus gigitan 35/41 (85,36%), kasus

klinis 2/41 (4,88%) dan hasil kegiatan eliminasi 4/41 (9,75%) (Grafik 4).

Berdasarkan jenis kelamin dan umur anjing (Grafik 5 dan 6), bahwa kasus rabies kebanyakan disebabkan oleh anjing jantan 21/41 (51,22%), anjing betina 11/41 (26,83%), tidak ada informasi 9/41 (21,95 %).

Grafik 3.

Status vaksinasi anjing positif rabies di Provinsi Bali dari bulan Januari s/d Desember 2013 33 8 0 5 10 15 20 25 30 35

Belum Divaksin Rabies Sudah Divaksinasi Rabies Positif Rabies

(8)

Grafik 4.

Jumlah kasus positif rabies di Provinsi Bali tahun 2013 berdasarkan anamnesa penyakit.

Grafik 5.

Jumlah kasus positif rabies di Provinsi Bali tahun 2013 berdasarkan jenis kelamin anjing

Jumlah kasus rabies pada anjing di Provinsi Bali berdasarkan umur disajikan pada Grafik 6. Di Provinsi NTB, jumlah sampel otak anjing yang diperiksa dari bulan Januari

sampai dengan Desember 2013 sebanyak 560 sampel, berasal dari 9 kabupaten/kota semuanya hasilnya negatif rabies (Grafik 7 dan 8). 35 2 4 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Gigitan Klinis Eliminasi

(+) Rabies 21 11 9 0 5 10 15 20 25

Jantan Betina Tidak Ada Data (+) Rabies

(9)

Grafik 6.

Jumlah kasus rabies di Provinsi Bali tahun 2013 berdasarkan umur anjing

Grafik 7.

Jumlah sampel otak anjing rabies yang diperiksa di Balai Besar Veteriner Denpasar dari Provinsi Nusa Tengarar Barat bulan Januari s/d Desember

2013 (N= 560, semua sampel negatif rabies) 8 7 15 11 0 2 4 6 8 10 12 14 16

< 6 bulan 6-12 bulan >12 bulan Tidak Ada Data (+) Rabies 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 21 20 40 80 20 50 90 100 139 0 0 20 40 60 80 100 120 140 160

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nop Des Positif Rabies Negatif Rabies

(10)

Grafik 8.

Jumlah sampel otak ajing yang diperiksa Balai Besar Veteriner Denpasar, berasal dari kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2013.

Di Provinsi NTT, kejadian rabies berfluktuasi setiap bulannya (Grafik 9). Dari 20 sampel otak yang diperiksa, 7 (35,00%) sampel positif rabies berasal dari anjing

dengan riwayat belum divaksinasi rabies. Asal sampel otak anjing

dari masing-masing

kabupaten/kota di Provinsi NTT disajikan pada Grafik 10.

Grafik 9.

Jumlah sampel otak anjing yang diperiksa di Balai Besar Veteriner Denpasar dari Provinsi Nusa Tengarar Timur bulan Januari s/d Desember 2013 (N=

20, 7 positif rabies; 13 sampel negatif rabies)

0 0 0 0 0 0 0 0 0 41 40 50 49 50 10 150 30 140 0 20 40 60 80 100 120 140 160

Positif Rabies Negatif Rabies

1 0 1 0 2 0 0 0 1 0 2 0 0 0 0 0 0 6 0 0 5 0 0 2 0 1 2 3 4 5 6 7

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des (+)Rabies (-)Rabies

(11)

Grafik 10.

Jumlah sampel otak anjing yang diperiksa Balai Besar Veteriner Denpasar berasal dari kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2013

(N=20, 7 positif rabies) 0 3 0 1 0 3 0 3 2 2 0 4 0 2 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 Kupang Flores Timur

Sikka Ende Ngada Manggarai Manggarai Barat (+)Rabies (-)Rabies

(12)

PEMBAHASAN

Di Provinsi Bali jumlah sampel otak anjing positif rabies sebanyak 41/992 (4,13%) berasal dari 9 kabupaten/kota (Tabel 1). Jumlah rata-rata anjing rabies per bulan ada sebanyak 3,42 kasus (Grafik 1).

Hasil surveilans menunjukkan bahwa di Provinsi Bali kasus rabies masih muncul dengan intensitas rendah di sebagian besar kabupaten seperti: Kabupaten Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, Jembrana, Karangasem dan Klungkung. Hanya dua kabupaten/kota tidak ditemukan kasus yaitu di Kabupaten Tabanan dan Kota Denpasar. (Grafik 2).

Dari 41 kasus positif rabies kebanyakan berasal dari anjing yang belum divaksin rabies 33/41 (80,49%) dan sisanya 8/41 (19,51%) berasal dari gigitan anjing yang sudah pernah divaksin rabies (Grafik 3). Berdasarkan anamnesanya, riwayat rabies kebanyakan berasal dari kasus gigitan 35/41 (85,36%), kasus klinis 2/41 (4,88%) dan hasil kegiatan eliminasi 4/41 (9,75%) (Grafik 4). Di Provinsi Bali, tahun 2012 jumlah kasus positif rabies pada anjing ada sebanyak 119 kasus, sedangkan pada tahun 2013 jumlah kasus positif rabies menurun secara signifikan menjadi 41 kasus. Penurunan jumlah kasus positif rabies pada anjing di Provinsi Bali tidak terlepas dari keberhasilan vaksinasi masal rabies tahap ke IV yang dilaksanakan dari bulan April sampai dengan Juli 2013. Kasus positif rabies kebanyakan terjadi pada daerah terpencil, sulit dijangkau dan jumlah anjing liar masih relatif banyak serta cakupan vaksinasinya dibawah 70%. Adanya kasus rabies pada anjing yang telah divaksin kemungkinan disebabkan dalam penanganan rantai dingin vaksin kurang baik, dosis vaksin yang masuk ke dalam tubuh anjing tidak sebagaimana mestinya, serta status gizi anjing yang kurang baik.

Kewaspadaan terhadap penyakit rabies perlu terus ditingkatkan mengingat rabies merupakan penyakit zoonosis bersifat fatal dan ditularkan melalui gigitan dari hewan tertular rabies. Pada daerah endemis rabies, setiap ada kasus gigitan anjing patut dicurigai sebagai rabies mengingat masa inkubasi penyakit rabies cukup lama dan kadang-kadang tanpa menimbulkan gejala klinis (asymtomatis). Hal ini didukung oleh hasil surveilans yang menemukan 4/41 (9,75%) kasus rabies berasal dari kegiatan eliminasi anjing. Anjing nampak sehat tanpa menunjukkan gejala klinis rabies.

Berdasarkan jenis kelamin dan umur anjing (Grafik 5 dan 6), bahwa kasus rabies kebanyakan disebabkan oleh anjing jantan 21/41 (51,22%), anjing betina 11/41 (26,83%), tidak ada informasi 9/41 (21,95%). Berdasarkan umur, kasus rabies kebanyakan ditemukan pada anjing berumur di atas 12 bulan 15/41(36,58%), umur di bawah 6 bulan 8/41 (19,51%), umur antara 6-12 bulan 7/41 (17,07%), tidak ada data 11/41 (26,83%). Kasus rabies lebih banyak disebabkan oleh anjing jantan dibandingkan dengan anjing betina. Hal ini mungkin disebabkan oleh sifat anjing jantan lebih agresif , aktif dan memiliki jiwa petualang sehingga peluang anjing jantan untuk menularkan rabies ke orang atau hewan lainnya lebih tinggi dibandingkan dengan anjing betina Rabies dapat menyerang anjing pada berbagai umur. Kesulitan utama yang dihadapi dalam melakukan kegiatan pengendalian dan pemberantasan rabies adalah melakukan vaksinasi anjing terutama anjing yang diliarkan. Anjing semacam ini sangat sulit ditangani dan ditangkap. Anjing yang sudah pernah ditangkap menggunakan jaring, untuk menangkap berikutnya sangat sulit.

(13)

Di Provinsi NTB, jumlah sampel otak anjing yang diperiksa dari bulan Januari sampai dengan Desember 2013 sebanyak 560 sampel, berasal dari 9 kabupaten/kota semuanya hasilnya negatif rabies (Grafik 7 dan 8). Provinsi NTB merupakan wilayah status waspada rabies, berbatasan dengan dua provinsi terjangkit rabies, di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Bali dan di sebelah timur dengan Provinsi NTT. Lalu lintas barang/orang yang melintasi wilayah NTB baik melalui jalur darat, udara dan laut cukup tinggi. Upaya-upaya untuk memasukkan hewan penular rabies ke daerah ini oleh penyayang hewan tentu ada oleh karena itu pengawasan ketat terhadap keluar masuknya hewan penular rabies oleh lembaga karantina hewan perlu ditingkatkan. Disamping itu surveilans terstruktur, komunikasi, informasi dan edukasi tentang bahaya dan pencegahan rabies kepada masyarakat diseluruh kabupaten/kota di Provinsi NTB perlu terus ditingkatkan.

Di Provinsi NTT, hasil surveilans menunjukkan bahwa di Pulau Flores rabies masih bersifat endemis. Kejadian rabies berfluktuasi setiap bulannya (Grafik 9). Dari 20 sampel otak yang diperiksa, 7 (35,00%) sampel positif rabies berasal dari anjing dengan riwayat belum divaksinasi rabies. Penyakit rabies merupakan salah satu penyakit yang sulit dientaskan. Salah satu kendala teknis yang dihadapi dalam pengendalian rabies di Pulau Flores adalah banyaknya anjing liar tanpa pemilik atau sengaja diliarkan dan tidak diurus oleh pemiliknya. Imunisasi terhadap anjing liar secara teknik sangat sulit dilakukan, sehingga cakupan vaksinasi tidak mencapai harapan. Tidak adanya data yang akurat tentang jumlah populasi anjing juga sebagai faktor penghambat dalam perencanaan program pengendalian rabies. Data populasi anjing yang tepat sangat diperlukan sebagai bahan untuk merencanakan kebutuhan vaksin, peralatan, tenaga vaksinator dan biaya operasional dilapangan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan.

1. Penyakit rabies masih bersifat endemis di Provinsi Bali dan beberapa kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

2. Provinsi NTB masih bebas dari penyakit rabies.

3. Terjadi penurunan yang signifikan kasus rabies pada anjing di Provinsi Bali, tahun 2013

4. Kasus positif rabies di wilayah kerja BBVet Denpasar lebih banyak disebabkan oleh anjing yang belum pernah diimunisasi rabies.

Saran-saran

1. Peluang untuk membebaskan rabies di Provinsi Bali cukup menjanjikan, terlihat dari penurunan jumlah kasus positif rabies setelah dilakukan vaksinasi massal serentak di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali.

(14)

2. Oleh karena kebanyakan kasus rabies di Provinsi Bali disebabkan oleh anjing yang belum divaksinasi, maka program vaksinasi masal rabies perlu dilaksanakan secara berkelanjutan.

3. Surveilans terstruktur serta pengawasan ketat terhadap lalu lintas hewan penular rabies ke wilayah NTB perlu ditingkatkan.

4. Perlu kerja keras dalam upaya pengendalian dan pemberantasan rabies di NTT, diantaranya melakukan vaksinasi masal, kebijakan depopulasi anjing secara selektif dengan berkoordinasi dengan tokoh masyarakat setempat, serta kemungkinan penggunaan vaksinasi oral.

DAFTAR PUSTAKA

Fischer, M., Wernike, K., Freuling, C.M., Muller, T., Aylan, O., Brochier, B., Cliquet, F., Vazquez-Moron, S., Hostnik, P., Huovilainen, A., Isakson, M., Kooi, E.A., Mooney, J., Turcitu, M., Rasmussen, T.B., Revilla-Fernandez, S., Sunreczak, M., Fooks, A.R., Maston, D.A., Beer, M., Hoffman, B (2013). A Step Forward in Molecular Diagnostic of Lyssaviruses-Results of a Ring Trial among European Laboratories. PLOS ONE. Vol. 8. Issue 3. E5

Lankau, E.W., Cohen, N.J., Jentes, E.S., Adam, L.E., Bell, T.R., Blantan, J.D., Buttke, D., Galland, G.G., Maxted, A.M., Tack, D.M., Waterman, S.H., Ruppecht, C.E. and Marano, N (2013). Prevention and Control of Rabies in an Age of Global Travel: A Review of Travel and Trade Associated Rabies Events, United States, 1998-2012. Zoonoses Public Health. 22: 12071

Murphy, F.A., Gibbs, E.P.J., Horzinek, M.C and Studdert, M.J (2009). Rhabdoviridae. In: Veterinary Virology, 3rd Ed. 429-439.

Putra, A.A.G., Gunata, I.K., Faizah, Dartini, N.L., Hartawan, D.H.W., Setiaji, G., Putra, A.A.G.S., Soegiarto dan Scott-Orr, H. (2009). Situasi Rabies di Bali: Enam Bulan Pasca Program Pemberantasan. Buletin Veteriner, Balai Besar Veteriner Denpasar, Vol. XXI, 74.13-26

Windiyaningsih, C., Wilde, H., Meslin, F.X., Suroso, T and Widarso, H.S. (2004). The Rabies Epidemic on Flores Insland, Indonesia (1998-2003). J. Med. Assoc. Thai. 87(11) 1389-1393

Salman, M.D (2013). Surveillance Tools and Strategies for Animal Disease in Shifting Climate Context. Anim. Helath Res. Rev. 23: 1-4

Supartika, I.K.E., Setiaji, G., Wirata, K., Hartawan, D.H., Putra, A.A.G., Dharma, D.M.N., Soegiarto dan Djusa, E.R. (2009). Kasus Rabies Pertama Kali di Provinsi Bali. Buletin Veteriner, Vol. XXI; 74. 7-12. Supartika, I.K.E., Wirata, I.K., Uliantara, I. G. J, dan Diarmita, I. K.(2013) . Rabies Pada Hewan Di Provinsi Bali Tahun 2008-2012 Bulletein Veteriner, Balai Besar Veteriner Denpasar

Townsend, S.E., Lembo, T., Cleaveland, S., Meslin, F.X., Miranda, M.E., Putra, A.A.G., Haydon, D.T and Hampson, K (2013). Surveillance Guidelines for Disease Elimination: A Case Study of Canine Rabies. Comparative Immunology, Microbiology and Infectious Diseases. 36. 249-261.

Referensi

Dokumen terkait

Mengalami penurunan menjadi sebesar 199,84% pada tahun 2009, hal ini terjadi dikarenakan hutang lancar mengalami peningkatan di tahun 2009 namun penurunan rasio

Pemberdayaan kepada pedagang pasar tradisional dapat dilakukan sesuai dengan yang tertera dalam Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo Nomor 6 Tahun 2014 yaitu

TATA CARA PERHITUNGAN : Dokumen dihitung tercapai apabila ditetapkan paling lambat sesuai dengan target yang telah ditetapkan.. : Bagian Program dan Pelaporan,

Panalungtikan anu geus pernah dilakukeun ku mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah patali jeung kasalahan morfologis aya dua nya éta (1) “Kasalahan Morfologis dina

__ Kalıp sınıfın sadece bazı üyeleri başka bir kalıp sınıfın private üyelerine erişim ihtiyacı duyduğu zaman, (yani private yapıcı işlevleri olan öteki kalıp

Berdasarkan data arkeologis diperoleh bukti bahwa teknik tatap-pelandas yang dipadukan dengan roda putar terus digunakan pada masa berkembangnya pengaruh agama

Uji Chi square yang dilakukan menunjukkan ada hubungan antara lama kerja dengan keluhan computer vision syndrome (CVS) pada pekerja rental komputer di wilayah kampus