• Tidak ada hasil yang ditemukan

ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU BUNAQ (Studi Kasus di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur) AGUSTINA ROSWITA ATOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU BUNAQ (Studi Kasus di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur) AGUSTINA ROSWITA ATOK"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU BUNAQ

(Studi Kasus di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu,

Provinsi Nusa Tenggara Timur)

AGUSTINA ROSWITA ATOK

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

Community (Case Study at Dirun Village, Lamaknen Subdistrict, Belu Regency, the Province of East Nusa Tenggara). Under supervision of AGUS HIKMAT and ERVIZAL A. M. ZUHUD

The traditional life of community has close relation to the naturalresources and environmental. One of their interactions is related of the plants utilization. This interaction is an experience from traditional knowledge which has been inherited by the ancestors, generation to generation. That knowledge is lather developed by adapting to the environmental in order to keep the survival. This study is aimed to understand and explore traditional knowledge of Bunaq ethnic in using plants The result of this study hopefully can be information material to the development, utilization and preservation of useful plants sustainably and based on local wisdom. This study was conducted at Dirun Village, Lamaknen Subdistrict, Belu Regency, the Province of East Nusa Tenggara during 2 months, July to September 2009. The material that used in his study were documents, report from certain institutions, herbarium, alcohol 70%, while the tools that used were camera, secondary newspapers, plastics, wattle, tally sheet, questioner, tape recorder, label and stationary.

The data collected during this study were primary and secondary data. The primary data consisted of species of useful plants, habitus, usages, parts of plants that are usually used, traditional processing, traditional application and cultivation methods of plants. The secondary data consisted of general condition of study location, history, location and width of study areas, topography, geology, soil, climate and hydrology data, flora, fauna, social condition, education and ethnic characteristic (occupation). There were 3 phases in this study; those were literature study, field survey and data processing and analyzing.

The utilization of biodiversity at Dirun Village can be classified into 12 groups of utilization. The local people use 41 species of plants for food, 69 species for medicinal purpose, 43 species for cattle feeding, 33 species for building materials, 10 species for firewood, 20 species for plaited materials and handicraft, 7 species for toxic, 5 species for colouring materials, 5 species for tannin, 17 species for aromatic purpose, 21 species for ornamental plants, 5 species for cultural purpose and 8 species for other utilization. The local people of Bunaq ethnic have close relation to culture and nature regarding on recognizing, classifying and using the plants surround them. The utilization of plants is not for economical purpose only but for spiritual purpose also. The utilization for spiritual purpose is aimed to keep balance of the natural recourses.

(3)

Agustina Roswita Atok. E34051530. Etnobotani Masyarakat Suku Bunaq (Studi Kasus di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur). Dibimbing oleh Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F dan Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS

Kehidupan masyarakat tradisional mempunyai interaksi yang sangat dekat dengan sumberdaya alam dan lingkungannya. Salah satunya adalah interaksi yang berhubungan dengan pemanfaatan tumbuhan. Interaksi yang ada tersebut merupakan sebuah pengalaman dari sebuah pengetahuan tradisional yang secara turun-temurun diwariskan dari para leluhur ke generasi-generasi selanjutnya serta mengembangkan pengetahuan tersebut dengan mengadaptasikannya terhadap lingkungan untuk tetap bertahan hidup. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian tumbuhan berguna secara lestari yang berbasis kepada kearifan lokal masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan di desa Dirun Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur selama 2 bulan yaitu pada bulan Juli hingga September 2009. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen atau laporan dari instansi tertentu, tumbuhan untuk pembuatan herbarium, alkohol 70%, sedangkan alat yang digunakan kamera, kertas Koran, kantong plastik, sasak, tally sheet, kuisioner, tape recorder, label gantung dan alat tulis-menulis.

Adapun jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari spesies-spesies tumbuhan yang dimanfaatkan, habitusnya, kegunaannya, bagian tumbuhan yang digunakan, cara pengolahan, cara pemakaiannya hingga cara pembudidayaannya. Sedangkan untuk data sekunder terdiri dari kondisi umum lokasi, sejarah, letak dan luas, topografi, geologi dan tanah, iklim dan hidrologi, flora, fauna, kondisi sosial masyarakat, pendidikan, dan karakteristik etnik (mata pencaharian). Tahapan penelitian yang dilakukan melalui tiga tahap yakni kajian literatur, survey lapangan serta pengolahan dan analisis data.

Pemanfaatan keanekaragaman hayati di Desa Dirun ditemukan sebanyak 12 kelompok kegunaan. Masyarakat memanfaatkan tumbuhan sebagai penghasil pangan sebanyak 41 spesies, tumbuhan obat 69 spesies, pakan ternak 43 spesies, bahan bangunan 33 spesies, kayu bakar 10 spesies, tali, anyaman dan kerajinan 20 spesies, racun 7 spesies, pewarna dan tannin 5 spesies, aromatik 17 spesies, hias 21 spesies, adat 5 spesies, dan kegunaan lain 8 spesies. Kecenderungan memanfaatkan tumbuhan tidak hanya terbatas pada keperluan ekonomi tetapi juga untuk kepentingan spiritual yang juga diutamakan guna menjaga keseimbangan dengan sumber-sumber daya alam yang ada di lingkungannya.

(4)
(5)

ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU BUNAQ

(Studi Kasus di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu,

Provinsi Nusa Tenggara Timur)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

AGUSTINA ROSWITA ATOK

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(6)

Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur) Nama : Agustina Roswita Atok

NIM : E34051530

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F Dr. Ir. Ervizal A. M.Zuhud, MS NIP 196209181989031002 NIP 195906181985031003

Mengetahui:

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP 195809151984031003

(7)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Etnobotani Masyarakat Bunaq (Studi Kasus di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 2009

Agustina Roswita Atok NRP E34051530

(8)

Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur pada tanggal 14 Agustus 1986. Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara pasangan Servasius Atok dan Martha Lika dan berketurunan Bunaq asli.

Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis, yaitu pendidikan Sekolah Dasar di SDI Wedomu pada tahun 1992-1998. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan tingkat Pertama di SLTP Negri Tas-Tim pada tahun 1998–2001 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negri Weluli tahun 2002–2005 dan pada tahun yang sama lulus masuk IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Pemerintah daerah Kabupaten Belu.

Selama kuliah di Fakultas Kehutanan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi, di antaranya UKM KEMAKI (Kesatuan Mahasiswa Katholik IPB), Anggota GAMANUSRATIM (Keluarga Mahasiswa Nusa Tenggara Timur di IPB) Anggota Kelompok Pemerhati Flora Rafflesia (Himpunan Profesi) dan pernah menjadi bendahara selama satu periode (2007-2008). Penulis juga pernah menjadi panitia Gebyar HIMAKOVA Departemen Konservasi sumberdaya Hutan dan Ekowisata (2007), Sekretaris Pelatihan Kultur Jaringan Biro Kewirausahaan HIMAKOVA 2008. Penulis juga mengikuti kegiatan HIMAKOVA lainnya yakni SURILI (Studi Konservasi Lingkungan) di Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (2007) dan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (2008) serta pada tahun yang sama mengikuti Eksplorasi Flora Fauna di CA Yan Lappa dan Rafflesia di Cagar Alam Gunung Simpang.

Pada tahun 2007 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan jalur Linggarjati-Indramayu. Pada tahun 2008 mengikuti Praktek Umum Konservasi Ex-situ (PUKES) jalur Jonggol-Kebun Raya Bogor. Pada tahun 2009 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Ujung Kulon, Propinsi Banten.

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Etnobotani Masyarakat suku Bunaq (Studi Kasus di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Propinsi Nusa Tenggara Timur)” di bawah bimbingan Dr. Ir Agus hikmat MSc.F dan Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS.

(9)

Penulis memanjatkan puji dan syukur yang tak terhingga ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli-September 2009 adalah etnobotani dengan judul “Etnobotani Masyarakat suku Bunaq (Studi Kasus di Desa Dirun, Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur)” yang bertujuan untuk mengetahui dan menggali pengetahuan tradisional masyarakat suku Bunaq dalam pemanfatan tumbuhan.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian tumbuhan berguna secara lestari yang berbasis kepada kearifan lokal masyarakat khususnya di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.

Penulis menyadari “ Tak ada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan dan pengembangan penelitian selanjutnya. Harapan penulis, sebuah karya kecil ini kelak dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Amin.

Bogor, Desember 2009

(10)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Etnobotani ... 3

2.1.1 Defenisi ... 3

2.1.2 Ruang Lingkup ... 3

2.2 Kearifan Tradisional ... 4

2.3 Pemanfaatan Tumbuhan ... 4

2.3.1 Tumbuhan penghasil pangan ... 5

2.3.2 Tumbuhan obat ... 5

2.3.3 Tanaman hias ... 6

2.3.4 Tumbuhan aromatik ... 6

2.3.5 Tumbuhan penghasil warna ... 6

2.3.6 Tumbuhan penghasil pakan ternak ... 7

2.3.7 Tumbuhan penghasil pestisida nabati ... 7

2.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat ... 7

2.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar ... 7

2.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan ... 8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9

3.2 Alat dan Bahan ... 9

3.3 Jenis data yang dikumpulkan ... 10

3.4 Tahapan Penelitian ... 10 3.4.1 Kajian literatur ... 10 3.4.2 Survey lapangan ... 10 3.4.2.1 Penentuan responden ... 10 3.4.2.2 Wawancara ... 11 3.4.2.3 Pembuatan herbarium ... 11

(11)

ii

3.4.3.1 Pengklasifikasian kelompok

kegunaan ... 12

3.4.3.2 Persentase bagian dan habitus yang digunakan ... 13

3.4.3.3 Tingkat kegunaan tumbuhan ... 13

3.4.3.4 Telaah aksi konservasi masyarakat ... 13

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ... 14

4.2 Topografi dan Iklim ... 14

4.3 Geologi dan Tanah ... 15

4.4 Hidrologi ... 16

4.5 Kondisi Flora dan Fauna ... 16

4.5.1 Flora ... 16

4.5.2 Fauna ... 17

4.6 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat ... 17

4.6.1 Bahasa ... 17

4.6.2 Mata pencaharian ... 18

4.6.3 Pendidikan ... 19

4.6.4 Sejarah ... 19

4.6.5 Sistem religi dan ritualnya ... 20

4.6.6 Nama panggilan anak secara adat ... 21

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanfaatan Keanekaragaman Spesies Tumbuhan ... 22

5.1.1 Jumlah spesies dan famili tumbuhan berguna ... 22

5.1.2 Keanekaragaman spesies tumbuhan berdasarkan habitusnya ... 24

5.1.3 Bagian tumbuhan yang digunakan ... 25

5.1.4 Persentase asal tumbuhan ... 26

5.1.5 Keanekaragaman manfaat tumbuhan berguna ... 27

5.1.5.1 Tumbuhan penghasil pangan ... 28

5.1.5.2 Tumbuhan penghasil pakan ternak ... 30

5.1.5.3 Tumbuhan obat ... 31

5.1.5.4 Tumbuhan penghasil bahan bangunan... 33

5.1.5.5 Tumbuhan penghasil kayu bakar ... 34

5.1.5.6 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan ... 36

5.1.5.7 Tumbuhan penghasil racun ... 38

5.1.5.8 Tumbuhan aromatik ... 39

5.1.5.9 Tumbuhan penghasil warna dan tannin ... 41

(12)

iii

5.1.5.11 Tumbuhan untuk acara adat ... 43

5.1.5.12 Tumbuhan untuk kegunaan lain ... 45

5.1.5.13 Tingkat kegunaan tumbuhan ... 46

5.2. Praktek konservasi masyarakat suku Bunaq ... 47

5.2.1 Hutan adat (Zobuq por) ... 47

5.2.2 Kawasan dilindungi (Natal gol mil) ... 49

5.2.3 Aturan larangan (Gole obon) ... 49

5.2.4 Pengontrol kelestarian sumberdaya alam ... 50

5.2.5 Penggunaan lahan ... 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 53

6.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(13)

iv

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Denah lokasi penelitian ... 9

2 Desa Dirun dan padang savana Fulan Fehan ... 15

3 Sumber air Fatumutin ... 16

4 Hubungan antara jumlah spesies dan famili yang ditemukan ... 23

5 Bagian tumbuhan yang digunakan ... 25

6 Persentase asal tumbuhan ... 26

7 Kelompok kegunaan tumbuhan pada masyarakat Bunaq ... 27

8 Pao lelo (Phaseolus lunatus) dan kontas (Canna edulis)... ... 30

9 Pemberian pakan ternak dan lokasi penggembalaan liar ... 31

10 Maria Ili (dukun pengobatan tradisional) ... 33

11 Rumah suku dan rumah kebun ... 34

12 Pengambilan kayu bakar ... 36

13 Taka dan opa, nawa, hutus morok, kuni ... 37

14 Liana sebagai pengikat dan tali balanda (Agave cantula) ... 38

15 Bako (Nicotiana tabacum) dan Mebu zab (Girardinia sp) ... 39

16 U rikit (Hydrocotyle sibthorpiodes) dan nilam (Pogostemon cablin)... ... 41

17 Si koe (Kalanchoe pinnata) ... 43

18 Sirih dan pinang dalam budaya “molo pu”dan sebagai pelengkap sesaji ... 44

19 Zobuq por dan bosok ... 48

(14)

v

21 Gole obon ... 50 22 Penggunaan lahan ... 51

(15)

vi

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Persentase habitus yang digunakan ... 24 2 Perbandingan antara etnobotani suku Bunaq dan suku Dawan ... 28 3 Beberapa spesies tumbuhan penghasil pangan yang ada di Desa Dirun ... 29 4 Beberapa spesies tumbuhan pakan ternak yang ada di Desa Dirun ... 30 5 Beberapa spesies tumbuhan obat yang ada di Desa Dirun ... di 32 6 Beberapa spesies tumbuhan penghasil bahan bangunan yang ada di

Desa Dirun ... 33 7 Beberapa spesies tumbuhan penghasil kayu bakar yang ada di

Desa Dirun ... 35 8 Beberapa spesies tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan

yang ada di Desa Dirun ... 36 9 Beberapa spesies tumbuhan racun yang ada di Desa Dirun ... 39 10 Beberapa spesies tumbuhan aromatik yang ada di Desa Dirun ... 40 11 Beberapa spesies tumbuhan penghasil warna dan tanninyang ada di

Desa Dirun ... 41 12 Beberapa spesies tumbuhan hias yang ada di Desa Dirun... 42 13 Beberapa spesies tumbuhan untuk keperluan upacara adat yang ada di

Desa Dirun ... 43 14 Tingkat kegunaan tumbuhan ... 46

(16)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Daftar famili teridentifikasi ... 58

2 Daftar spesies tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan ... 59

3 Daftar spesies tumbuhan yang ditemukan di tempat penelitian ... 67

4 Daftar responden kajian etnobotani masyarakat suku Bunaq ... 74

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung antara manusia dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatannya secara tradisional. Kehidupan masyarakat tradisional yang sangat dekat dengan sumberdaya alam dan lingkungan, yang salah satunya adalah interaksi yang berhubungan dengan pemanfaatan tumbuhan merupakan pengalaman dari sebuah pengetahuan tradisional yang secara turun-temurun diwariskan dari para leluhur ke generasi-generasi selanjutnya.

Dalam sejarah perkembangan manusia, tumbuhan telah memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan budaya mereka. Suku-suku bangsa telah mengembangkan dan mengadaptasikan pengetahuannya terhadap lingkungannya, antara lain tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sekitarnya yang merupakan keperluan pokok akan pangan, sandang, papan dan keperluan lainnya.

Ada pun masyarakat tradisional yang dalam kehidupannya tertanam nilai-nilai kearifan dalam pemanfaatan tumbuhan dan memandang perlunya menjaga alam, salah satunya adalah masyarakat suku Bunaq yang berada di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam kehidupannya, mereka membentuk perkampungan-perkampungan yang terpencar di antara bukit-bukit dan dengan berbekal pengetahuan yang diwariskan secara turun-temurun, mereka mampu memanfaatkan berbagai hal dari alam, salah satunya adalah dari ekosistem liar di sekitarnya. Pengetahuan tersebut merupakan salah satu aset budaya bangsa, sehingga perlu dipelajari dan diwariskan kepada generasi berikutnya.

Namun dalam perkembangannya, pengetahuan tradisional yang masih terbelakang atau sering dianggap primitif ini mengalami keterancaman akibat masuknya budaya asing yang menyebabkan gejala pergeseran pengetahuan lokal atau bahkan bisa hilang sama sekali sebelum pengetahuan taradisional tersebut sampai pada generasi berikutnya. Hal ini dikarenakan sifat dari pengetahuan tradisional itu

(18)

sendiri yang bersifat lisan (dari mulut ke mulut). Sehubungan dengan itu melaui kajian etnobotani, diharapkan pengetahuan masyarakat Suku Bunaq dalam pemanfaatan tumbuhan dapat terdokumentasi dan diwariskan kepada generasi mendatang, sehingga pengetahuan tersebut tidak punah.

1.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggali pengetahuan tradisional masyarakat suku Bunaq dalam pemanfatan tumbuhan.

1.2 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian tumbuhan berguna secara lestari yang berbasis kepada kearifan lokal masyarakat, khususnya di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.

(19)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etnobotani 2.1.1 Definisi

Menurut Soekarman dan Riswan (1992) dan Harsberger (1895) diacu dalam Soekarman dan Riswan (1992), etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan manusia dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatannya secara tradisional juga oleh suku-suku bangsa yang masih primitif atau terbelakang. Etnobotani berasal dari dua kata Yunani yaitu ethos yang berarti bangsa dan botany yang berarti tumbuh-tumbuhan.

Etnobotani dapat didefinisikan pula sebagai suatu studi yang mempelajari konsep-konsep pengetahuan masyarakat mengenai tumbuhan yang merupakan hasil perkembangan kebudayaan suatu masyarakat. Dinamika perubahan akan mewarnai perubahan kebudayaan sebagai sistem ide. Konsep-konsep mengenai tumbuhan dan pemanfaatan, pelestarian, dan konservasi secara tradisi lambat laun akan mengalami penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Dalam hal ini diantaranya adalah pengetahuan tradisional mengenai berbagai jenis tumbuhan, sifat-sifat yang menyertai dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, serta perlakuan terhadap tumbuhan baik secara ritual maupun non ritual (Darnaedi 1998).

2.1.2 Ruang lingkup

Pengkajian etnobotani dibatasi oleh ruang lingkup bahwa etnobotani adalah cabang ilmu pengetahuan yang mendalami tentang persepsi dan konsepsi masyarakat tentang sumber daya habati di lingkungannya. Dalam hal ini kajian diarahkan dalam upaya untuk mempelajari kelompok masyarakat dalam mengatur sistem pengaturan anggotanya menghadapi tumbuhan dalam lingkungannya yang digunakan tidak saja untuk keperluan ekonomi tetapi juga untuk kepentingan spritual dan nilai budaya lainnya. Pemanfaatan yang dimaksudkan disini adalah baik sebagai bahan obat, sumber pangan, dan sumber kebutuhan hidup manusia lainnya. Disiplin ilmu lain

(20)

yang terkait dalam penelitian etnobotani adalah antara lain anthropologi, sejarah, pertanian, ekologi, kehutanan, geografi tumbuhan (Sudarsono & Waluyo 1992).

2.2 Kearifan Tradisional Masyarakat

Bangsa Indonesia yang mendiami di seluruh pulau-pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke terdiri dari suku-suku yang masing-masing mempunyai kebudayaan dan adat istiadat yang berkembang dan diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kehidupan suku-suku tersebut terutama yang mempunyai interaksi dekat dengan sumberdaya dan lingkungannya secara turun-temurun pula mewarisi pola hidup tradisional yang dijalani oleh leluhurnya. Masyarakat setempat yang hidup secara tradisional tersebut dikenal dengan istilah-istilah tribal people (masyarakat suku), indigenous people (orang asli), native people (penduduk asli) atau tradisional people (masyarakat tradisional) (Primack et al. 1998) diacu dalam (Afrianti 2000).

Telah lama masyarakat tradisional hidup secara berdampingan dengan keanekaragaman hayati atau sumber daya alam yang ada di sekelilingnya. Di sebagian besar tempat, ternyata mereka tidak melakukan perusakan-perusakan besar-besaran terhadap sumber daya alam yang ada di sekitarnya tersebut. Masyarakat tradisional telah berhasil memanfaatkan metode-metode irigasi yang bersifat inovatif, misalnya dengan melakukan panen yang bervariasi. Metode tersebut telah memungkinkan kehidupan manusia dengan populasi yang tinggi tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan maupun komunitas biologis di sekelilingnya. Namun, saat ini masyarakat tradisional sedang dihadapkan pada perubahan lingkungan secara besar-besaran akibat meningkatnya interaksi masyarakat dengan dunia luar, yang seringkali timbul perbedaan tajam antara generasi tua dan muda (Primack et al. 1998) diacu dalam (Afrianti 2000).

2.3 Pemanfaatan Tumbuhan

Pengelompokkan penggunaan tumbuhan oleh Purwanto dan Walujo (1992) meliputi tumbuhan sebagai bahan sandang, pangan, bangunan, alat rumah tangga, dan

(21)

alat pertanian, tali temali, anyam-anyaman, pelengkap upacara adat, obat-obatan dan kosmetika, kegiatan sosial dan kegunaan lain.

2.3.1 Tumbuhan pangan

Tumbuhan pangan menurut Kamus bahasa Indonesia, adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia (apabila dimakan oleh hewan maka disebut pakan). Contohnya yaitu buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan tumbuhan yang mengandung sumber karbohidrat.

Buah-buahan adalah jenis buah-buahan tahunan yang dapat dimakan, baik dalam keadaan segar maupun yang telah dikeringkan, umumnya dikonsumsi dalam keadaan mentah (Kartikawati 2004). Sebagian kecil jenis buah yang umum dikenal masyarakat Indonesia antara lain durian (Durio zibethinus), mangga (Mangifera

indica), salak (Zalacca salacca) dan jambu (Psidium guajava). 2.3.2 Tumbuhan obat

Tumbuhan obat adalah semua tumbuhan, baik yang sudah dibudidayakan maupun yang belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai obat, berkisar dari yang terlihat mata hingga yang nampak di bawah mikroskop (Rostiana diacu dalam Mujenah 1993). Sedangkan menurut Suyono (1991), tumbuhan obat adalah tumbuhan yang bagian tumbuhannya (akar, batang, kulit, daun umbi biji dan getah) mempunyai khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern atau tradisional.

Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat, yang dikelompokkan menjadi : (1) Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui dan dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional ; (2) Tumbuhan obat modern , yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis; dan (3) Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung

(22)

senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit dielusuri (Zuhud 2004).

2.3.3 Tanaman hias

Tanaman hias merupakan salah satu komoditi holtikultura non pangan yang digolongkan sebagai holtikultura dan pada kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari, komoditas ini biasanya dibudidayakan untuk dinikmati keindahannya (Arafah 2005). Tanaman hias merupakan tanaman apapun yang mempunyai nilai hias baik hias bunga dan tajuk, cabang, batang, buah maupun hias aroma.

2.3.4 Tumbuhan aromatik

Tumbuhan aromatik dapat pula disebut sebagai tumbuhan penghasil minyak atsiri. Tumbuhan penghasil minyak atsiri ini biasanya memiliki ciri bau dan aroma karena fungsinya yang paling luas dan umum diminati adalah sebagai pengharum, baik sebagai parfum, kosmetik, pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi, pemberi rasa makanan ataupun produk rumah tangga lainnya. Minyak atsiri dapat diperoleh dengan cara ekstraksi atau penyulingan dari bagian-bagian tumbuhan (Kartikawati 2004).

Sementara itu, menurut Heyne (1987), tumbuhan yang menghasilkan minyak atsiri, antara lain : akar wangi (Andropogon zizinoides), kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni), jahe (Zingiber officinale), sirih (Piper betle), cendana (Santalum album) dan kenanga (Cananga odorata).

2.3.5 Tumbuhan penghasil warna

Tumbuhan penghasil zat warna adalah tumbuhan yang memiliki zat warna seperti kunyit (Curcuma domestica) yang digunakan untuk mewarnai makanan sehingga berwarna orange dan daun suji (Pleomele angustifolia) untuk warna hijau (Kartikawati 2004). Di samping itu, selain untuk pewarna makanan, ada pula yang digunakan untuk mewarnai rotan dan bahan lainnnya.

(23)

2.3.6 Tumbuhan penghasil pakan ternak

Pakan ternak adalah makanan yang diberikan kepada ternak. Menurut Kartikawati (2004), tanaman pakan ternak adalah tanaman yang memiliki konsentarsi nutrisi rendah dan mudah dicerna yang merupakan penghasil pakan bagi satwa herbivora. Tanaman ini dapat diolah dan dibudidayakan meskipun ada pula yang tumbuh liar seperti alang-alang.

2.3.7 Tumbuhan penghasil pestisida nabati

Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan. Pestisida nabati ini dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh, dan bentuk lainnya. Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas (Arafah 2005).

2.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat

Beberapa tumbuhan memiliki sifat spiritual, magis, dan ritual. Penggunaan tumbuhan untuk adat dapat berupa bentuk penggunaan dalam berbagai upacara adat terutama yang berkenaan dengan upacara daur hidup (Kartiwa & Wahyono 1992).

2.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar

Menurut Sutarno (1996), jenis pohon yang ditujukan untuk pemenuhan kayu bakar, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Beradaptasi pada rentangan kondisi lingkungan yang luas

b) Pertumbuhan cepat, volume hasil kayu maksimal tercapai dalam waktu yang singkat

c) Tidak merusak tanah dan menjaga kesuburannya d) Tahan penyakit dan hama

e) Pengelolaannya singkat waktunya

(24)

g) Pertumbuhan tajuk baik, siap tumbuh pertunasan yang baru h) Memiliki manfaat lain yang menguntungkan pertanian

i) Menghasilkan percabangan dengan diameter yang cukup kecil untuk dipotong dengan peralatan tangan dan mudah pengangkutannya

j) Menghasilkan kayu yang mudah dibelah k) Kadar air rendah dan relatif cepat dikeringkan

l) Tidak memercikkan api dan cukup aman apabila dibakar m) Menghasilkan kayu yang padat dan lebih lama dibakar

2.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan

Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan adalah tumbuhan yang biasa digunakan untuk membuat tali, anyaman maupun kerajinan. Beberapa tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat untuk membuat anyaman adalah jenis rotan dan bambu.

Menurut Isdijoso (1992), tanaman yang termasuk dalam kelompok sumber bahan sandang, tali temali dan anyaman antara lain: kapas (Gossypium hirsutum), kenaf (Hibiscus cannabinus), rosella (Hibiscus sabdariffa), yute (Corchorus

capsularis dan C. olitorius), rami (Boehmeria nivea), abaca (Musa textilis), dan

(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa Dirun Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Propinsi Nusa Tenggara Timur selama 2 bulan yaitu pada bulan Juli hingga September 2009. Adapun denah lokasi penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Denah Lokasi Penelitian (Sumber : Friedberg, 1990)

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen atau laporan dari instansi tertentu, tumbuhan untuk pembuatan herbarium, alkohol 70%,

(26)

sedangkan alat yang digunakan kamera, kertas Koran, kantong plastik, sasak, tally

sheet, kuisioner, tape recorder, label gantung dan alat tulis-menulis. 3.3 Jenis data yang dikumpulkan

Adapun jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari spesies-spesies tumbuhan yang dimanfaatkan, habitusnya, kegunaannya, bagian tumbuhan yang digunakan, cara pengolahan, cara pemakaiannya hingga cara pembudidayaannya.

Sedangkan untuk data sekunder terdiri dari kondisi umum lokasi, sejarah, letak dan luas, topografi, geologi dan tanah, iklim dan hidrologi, flora, fauna, kondisi sosial budaya masyarakat, pendidikan, dan karakteristik etnik (mata pencaharian).

3.4. Tahapan penelitian 3.4.1 Kajian literatur

Kegiatan ini betujuan untuk mengetahui dan mendapatkan informasi dasar mengenai kondisi umum (mencakup fisik, biotik dan sosial budaya masyarakat), data mengenai spesies tumbuhan berguna yang ada di lokasi penelitian guna verifikasi (cek silang) berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. Pengumpulan data ini dilakukan melalui dua tahap yakni sebelum dan sesudah penelitian di lapangan.

3.4.2 Survey lapangan 3.4.2.1 Penentuan responden

Penentuan responden sebagai perwakilan contoh ditentukan secara terpilih (metode purposive sampling). Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 25 responden. Adapun kriteria yang digunakan dalam penentuan responden adalah mereka yang diduga memiliki pengetahuan banyak tentang pemanfaatan tumbuhan berguna dalam kehidupan yang meliputi dukun, tokoh masyarakat/tetua adat, ibu rumah tangga, dan anggota masyarakat lainnya.

(27)

3.4.2.2 Wawancara

Dalam tahapan wawancara yang ditanyakan adalah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan berdasarkan kegunaannya sebagai tumbuhan penghasil pangan, obat, pakan ternak, bahan bangunan, kayu bakar, tali anyaman dan kerajinan, aromatik, racun, pewarna, hias, upacara adat, dan spesies tumbuhan untuk kegunaan lainnya. Di samping ditanyakan juga mengenai cara pengolahan, cara pemakaian, hingga cara budidaya dan tingkat kegunaan spesies tumbuhan yang dimanfaatkan tersebut. Wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan menggunakan kuisioner, dengan pendalaman pertanyaan sesuai keperluan. Di samping wawancara ini sekaligus dilakukan verifikasi dari hasil wawancara tersebut yang berupa sampel-sampel tumbuhan untuk didokumentasikan.

3.4.2.3 Pembuatan herbarium

Pengambilan sampel/contoh herbarium ditujukan untuk pengkoleksian spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun, serta bunga dan buahnya jka ada) serta untuk penentuan nama ilmiahnya. Contoh herbarium dibuat dengan cara kering. Adapun tahapan dalam pembuatan herbarium ini adalah :

1. Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, serta bunga dan buah jika ada dengan menggunakan gunting daun, dipotong dengan panjang ± 40 cm.

2. Contoh herbarium yang telah diambil tersebut dimasukkan ke dalam kertas Koran dengan memberikan etiket yang berukuran (3x5) cm. Etiket berisi keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan, dan nama pengumpul/kolektor.

3. Penyusunan herbarium pada sasak yang terbuat dari bambu dan disemprot dengan alkohol 70%, dan kemudian dijemur pada panas matahari.

4. Herbarium yang sudah kering, disimpan untuk diidentifikasi selanjutnya di Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB atau Herbarium Bogoriense, LIPI Bogor.

(28)

Pembuatan herbarium ini tidak dilakukan pada semua spesies yang ditemukan tetapi hanya dikhususkan untuk spesies yang belum diketahui jenis dan familinya pada saat melakukan pengamatan serta identifikasi di lapangan.

3.4.3 Pengolahan dan analisis data

Pengolahan data primer maupun sekunder dilakukan dengan cara manual maupun komputerisasi guna menyajikan data tentang: nama spesies, family, habitus, bagian tumbuhan berguna yang digunakan, manfaat/kegunaan, data atau informasi lainnya tentang tumbuhan berguna, hasil identifikasi spesies tumbuhan berguna disusun berdasarkan famili dan spesies. Setiap spesies dianalisis mengenai potensi, bentuk hidup dan manfaatnya serta bagian yang digunakan.

3.4.3.1. Pengklasifikasian kelompok kegunaan

Tumbuhan memiliki berbagai kegunaan. Agar mempermudah dalam penyajian, dilakukan pengelompokkan berdasarkan kegunaan masing-masing spesies tumbuhan (Waluyo 1987, Waluyo et al 1992) diacu dalam (Waluyo 1992) sebagai berikut :

1. Tumbuhan penghasil pangan 2. Tumbuhan obat

3. Tumbuhan penghasil pakan ternak 4. Tumbuhan penghasil bahan bangunan 5. Tumbuhan penghasil kayu bakar

6. Tumbuhan penghasil bahan tali, anyaman dan kerajinan 7. Tumbuhan penghasil racun

8. Tumbuhan aromatik

9. Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tannin 10. Tumbuhan hias

11. Tumbuhan untuk upacara adat 12. Tumbuhan untuk kegunaan lain

(29)

3.4.3.2 Persentase bagian dan habitus tumbuhan yang digunakan

Dari tumbuhan berguna yang ditemukan, dibuat persentase untuk setiap bagian dari tumbuhan yang ditemukuan dan dimanfaatkan oleh masyarakat dan dihitung persentase keanekaragaman tingkat habitusnya. Penentuan persentase tersebut dibuat seperti berikut:

Persentase habitus tertentu yang digunakan

Persentase bagian tertentu yang digunakan x 100%

3.4.3.3 Tingkat kegunaan tumbuhan

Tingkat kegunaan tumbuhan merupakan analisis sederhana dimana tingkat kegunaan suatu tumbuhan dihitung berdasarkan pada berapa jumlah kegunaan yang diperoleh dari suatu spesies tumbuhan.

3.4.3.5 Telaah praktek konservasi masyarakat

Telaah aksi konservasi pada masyarakat mengacu kepada praktek-praktek konservasi yang secara turun-temurun telah diwariskan dan dijalankan yang bertolak dari 3 kelompok stimulus amar (alamiah, manfaat dan religius) yang mendorong sikap dan perilaku konservasi tertentu (Amzu 2007). Adapun ketiga stimulus tersebut antara lain:

 Stimulus alamiah, yang berkaitan dengan kelangkaan, karakteristik populasi dan regenerasi dari spesies tertentu yang dimanfaatkan oleh masyarakat.  Stimulus manfaat, yang berkaitan dengan manfaat ekonomi, obat ataupun

manfaat lain dari spesies tertentu.

 Stimulus religius, yang berkaitan dengan nilai-nilai kerelaan berkorban, spritual, etika dan norma-norma.

(30)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas

Desa Dirun dengan luas 15,40 km2 terletak di Kecamatan Lamaknen dalam wilayah administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Belu dengan luas wilayah adalah 21.431 ha yang terdiri dari dataran 940 ha, lereng/bukit 19.419,5 ha dan pemukiman 1.071,5 ha. Dengan demikian diketahui Kecamatan Lamaknen sebagian besar lereng/perbukitan 90,5%, dataran 4,5% dan pemukiman 5%. Adapun batas-batasnya sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Raihat Sebelah Selatan : Negara Timor Leste Sebelah Timur : Negara Timor Leste

Sebelah Barat : Kecamatan Lasiolat dan Tasifeto Timur.

4.2 Topografi dan Iklim

Topografi Desa Dirun dan Kecamatan Lamaknen pada umumnya didominasi oleh pegunungan, perbukitan, bergelombang dengan variasi lereng-lereng yang curam dengan kemiringan 8-40% dan melengkung membentuk lembah serta lahan yang datar sangat jarang dijumpai seperti terlihat pada Gambar 2 dengan ketinggian 600-800 mdpl. Sementara itu, berdasarkan pembagian tipe iklim Schmidt & Ferguson (Orneling 1955) pulau Timor pada umumnya yang termasuk pula Kecamatan Lamaknen di dalamnya adalah termasuk tipe iklim E & F. Iklim ini dipengaruhi oleh iklim Australia yang ditandai oleh kekeringan yang terjadi hampir sepanjang tahun. Adapun lamanya musim kemarau adalah 7-9 bulan, musim hujan hanya selama 3-5 bulan. Pada tipe iklim ini, seperti di wilayah Kecamatan Lamaknen dapat ditemukan adanya padang savana Fulan Fehan yang berada dalam kawasan hutan Lindung Kelompok Gunung Lakaan seperti terlihat pada Gambar 2.

Air merupakan salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan budidaya pertanian. Sebagian besar wilayah ini adalah lahan kering, oleh karenanya

(31)

sangat membutuhkan curah hujan yang memadai baik intensitas maupun distribusinya selama setahun. Bagi daerah perbukitan/lereng tingginya curah hujan dalam suatu waktu tertentu bisa berakibat erosi maupun tanah longsor. Sebaliknya curah hujan yang kurang dari 3 bulan atau tidak menentu akan mengakibatkan gagal panen jagung, padi ladang, kacang-kacangan dan umbi-umbian.

Gambar 2 Desa Dirun dan padang savana Fulan Fehan

4.3 Geologi dan tanah

Dalam peta Geologi NTT yang bersumber pada “Geological survey Washingfton D.C 1985”, kawasan Kecamatan Lamaknen didentifisir ke dalam formasi batuan Bobonaro, namun berdasarkan hasil survey geologi Indonesia dan data-data lapangan oleh Morton (1975), kawasan tersebut dan daerah sekitarnya diindikasikan sebagai tanah Napal tercampur batuan pasir dan lumpur, yang proses kejadiannya diperkirakan sejak zaman Miosin Atas hingga kini (sejak 30 tahun hingga sekarang). Menurut peta tanah bagan yang bersumber pada lembaga penelitian tanah bogor (LPT Bogor), maka jenis tanah yang terdapat di wilayah Kecamatan Lamaknen adalah jenis tanah litosol. Warna tanah bervariasi antara coklat gelap (dark brown) dan coklat sangat gelap (very dark brown) hingga hitam. Tingkat keasaman tanah (ph) di dalam kawasan yang berkisar antara 6-7 (normal).

(32)

4.4 Hidrologi

Menurut hasil pengamatan lapangan yang dilakukan oleh panitia penyusunan revisi umum Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) ibukota Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu tahun 2003-2013 ternyata di Wilayah Kecamatan Lamaknen terdapat beberapa mata air yang diantaranya berdebit kurang dari 1 liter/detik dan beberapa keluarga secara pribadi memasang pipa untuk mengalirkan air dari sumber air yang ada.

Sementara itu, sumur-sumur galian tidak ditemukan karena hingga sekarang, kebutuhan air bersih masih dipenuhi dari sumber air yang ada. Salah satu contohnya adalah pada masyarakat kampung Berloo yang mengalirkan air untuk memenuhi kebutuhannya dari sumber air yang berada di kaki bukit Fatumutin (Gambar 3).

Gambar 3 Sumber Air Fatumutin

4.5 Kondisi Flora dan Fauna

Keanekaragaman spesies-spesies flora maupun fauna yang ditemukan di Desa Dirun merupakan suatu bentuk adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya yang kering dan khas.

4.5.1 Flora

Konsekuensi dari iklim kering menyebabkan terciptanya flora maupun vegetasi yang khas pula. Jenis-jenis tumbuhan yang menata flora Timor telah

(33)

menelusuri suatu rangkaian seleksi alam yang keras sepanjang jalur evolusinya. Tidak banyak jenis yang ada di kawasan ini yang bersifat evergreen atau hijau sepanjang tahun. Adapun vegetasi yang dapat dijumpai adalah ampupu (Eucalyptus urophylla ), pohon putih (Eucalyptus alba, ) cemara gunung (Casuarina junghuniana), bambu (Bambusa spp.), gewang (Corypha sp.), kesambi (Schleichera oleosa) serta jenis lainnya dari family Fabaceae. Di samping itu terdapat pula tumbuhan yang menghambat pertumbuhan tumbuhan lain seperti u lakar (Boerhavia erecta), siol (Lantana camara) dan an in (Vetiveria zizanioides).

4.5.2 Fauna

Satwa-satwa liar yang dapat dijumpai di Desa Dirun adalah satwa-satwa yang berasal dari dalam kawasan Hutan Lindung Ekosistem Gunung Lakaan seperti babi hutan (Sus vittatus), kera (Macaca irus), kakatua (Cacatua galarita), ayam hutan (Callus galius varius) dan rusa (Cervus timorensis).

4.6. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

Masyarakat yang mendiami Desa Dirun memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini disebabkan karena adanya perkawinan antar kerabat yang telah terwariskan secara turun-temurun. Di Desa Dirun terdapat ± 20 suku yang mendiami 9 dusun yang ada di desa tersebut yang berjumlah 674 KK. Sedangkan pada dusun yang berada di pusat kecamatan telah banyak para pendatang yang bekerja sebagai tenaga pendidik, perawat ataupun tenaga jasa lainnya juga adanya para pengungsi Timor Leste yang telah menetap di Desa Dirun tersebut.

4.6.1. Bahasa

Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar suku adalah bahasa Bunaq Kata “Bunaq” tidak mempunyai arti khusus, melainkan kata yang dipakai oleh suku bangsa Bunaq sendiri, untuk menyebut suku bangsa Bunaq dan bahasa Bunaq. Suku Bunaq ini merupakan salah satu suku dari 3 suku besar yang mendiami wilayah Kabupaten Belu. Bahasa Bunaq ini memilki keunikan tersendiri dari vokal-vokalnya.

(34)

Dalam bahasa Bunaq ditemukan arti dari setiap huruf vokal yang terdiri dari huruf-huruf A, I, U, E, O. Huruf A mempunyai arti makan. Huruf vokal I berarti kita dan arti kedua atau arti lain dari vokal I adalah menggigit. Huruf vokal U berarti rumput atau arti lain hidup. Huruf vokal E berarti garam. Vokal O artinya udang. Gabungan huruf dua huruf vokal juga mempunya arti tersendiri. Misalnya AI artinya tanta. AU artinya bambu. AE artinya memberi makan kepada. AO artinya memanah. IA artinya memakan Anda. IU artinya berulat. IE artinya milikmu. IO artinya kotoranmu atau tahimu. UA artinya jejakmu. UI artinya ulat. UE artinya memukul. EA artinya memberi makan kepadamu. EI artinya mereka. OE artinya rotan.

4.6.2 Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat Desa dirun pada umumnya adalah bertani. Hanya sebagian kecil saja yang memiliki mata pencaharian sebagai swasta atau pegawai negri. Hal ini disebabkan karena kegiatan berladang merupakan kegiatan utama untuk memenuhi kebutuhan mereka dan sudah menjadi budaya yang sulit ditinggalkan. Sesuai dengan keadaan ekosistemnya maka di Desa Dirun komoditas yang cocok adalah padi yang hanya terpusat di pusat kecamatan dan palawija serta tanaman pangan di seluruh wilayah Desa Dirun seperti jagung, ubi kayu, bawang merah dan bawang putih yang bernilai ekonomi tinggi dan sebagai sumber pendapatan utama. Meskipun di Desa Dirun cocok untuk budidaya lorong, terasering dengan pengembangan tanaman perkebunan (kopi, kemiri), kehutanan (jati, mahoni), tanaman umbi-umbian dan tanaman obat-obatan yang bisa hidup di bawah pepohonan yang menjadi makanan alternatif masyarakat bila terjadi musim paceklik di lahan sawah maupun di lahan kering boleh dikatakan belum beraturan. Hal ini ada berkaitan dengan tingkat kebutuhan petani yang didasarkan pada kebutuhan mendesak atau tidaknya. Di samping itu diakibatkan oleh kebiasaan peternak yang membiarkan ternaknya berkeliaran ketika selesai panen. Hal lain ialah petani kurang sadar akan pentingnya penerapan pola tanam karena para petani selalu merasa puas dengan hasil yang ada kendati kenyataan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Paso 2003).

(35)

4.6.3 Pendidikan

Masyarakat di Desa Dirun dilihat dari tingkat pendidikannya telah banyak yang bersekolah atau menikmati pendidikan dikarenakan telah adanya kesadaran akan pentingnya pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya anggota masyarakat yang telah menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang perguruan tinggi. Meskipun demikian, pada umumnya masyarakat di Desa Dirun hanya berpendidikan SD atau bahkan tidak pernah menikmati bangku pendidikan sama sekali. Fenomena inilah yang secara teoritis menggambarkan adanya korelasi positif dengan peluang kerja. Sehubungan dengan itulah maka di Desa Dirun dijumpai pada umumnya masyarakat bermatapencaharian sebagai petani.

4.6.4 Sejarah

Nama Bunaq sebagai nama asli dari suku bangsa ini baru saja diperkenalkan dan dilasimkan oleh bekas Raja Lamaknen A.A.Bere Tallo, sejak tahun 1950-an. Bahasa Bunaq dipakai oleh Suku Bangsa Bunaq, yang mendiami bekas swapraja Lamaknen di wilayah Timor Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Banyak orang Bunaq yang juga mendiami wilayah-wilayah yang berbahasa Tetum seperti Kedesaan Aitoun, Litamali, Kamanasa, Suai, Kletek, Sukabinawa dan Babulu. Di samping itu suku bangsa Bunaq mendiami wilayah yang luas pula di Timor-Timur yakni Wilayah Daerah Tingkat II Bobonaro (bekas keliuraian Lolotoi, Lakus, Bobonaru, Aiasa, Memu, Maliana dan Hoololo). Di samping itu terdapat pula di Kecamatan Fatululi dalam wilayah Kabupaten Kobalima. Baik orang-orang Bunaq di Timor-Timur maupun Belu mempunyai leluhur yang sama dan hubungan darah langsung yaitu semuanya berasal dari Timor-Timur. Suku Bunaq adalah satu suku bangsa yang mendiami pegunungan Lamaknen dan sekitar jajaran bukit Lakus dan Nabilwa. Ia mempunyai banyak perbedaannya dengan suku Bangsa Belu yang berbatasan dengannya, dalam hal bahasa dan kebudayaannya. Mereka ini juga merupakan salah satu dari suku-suku bangsa yang tua yang lebih dahulu mendiami Pulau Timor. Masyarakat Bunaq tidak termasuk di dalam kelompok bangsa-bangsa Melayu, karena

(36)

tempurung tengkorak kepalanya yang lebih besar dan memperlihatkan segala ciri-ciri dari bangsa Irian (Friedberg 1990).

4.6.5 Sistem Religi dan ritualnya

Pada masa sekarang dapat dikatakan , 100 % suku bangsa Bunaq di Lamaknen pada umumnya telah memeluk agama Katholik. Namun demikian , para pemeluk agama Katholik ini pada hakekatnya belum melepaskan konsep-konsep dan adat istiadat keagamaan yang berasal dari religi asli tersebut. Unsur penting dalam religi asli itu adalah adanya kepercayaan bahwa ada satu keadaan yang Tertinggi, disebut “Hot” atau “Hot Esen”. Dalam syair mitologis Hot Esen disebut “ Masaq Giral

Kereq, Boal Gepal Uen” yang artinya Yang Agung bermata tunggal dan bertelinga

tunggal yang berarti pula Yang Agung Maha Sempurna.

Kepercayaan yang lain ialah menurut syair itu adalah

Hot Esen berdiam di Esen Hitu, As Hitu (pada tujuh ketinggian). Kegelapan meliputi

seluruh alam raya. Untuk menghalau kegelapan, Hot menciptakan bintang, bulan dan matahari. Ternyata di bawah Esen Hitu, As Hitu, hanya ada air tidak terbatas. Hot menjatuhkan satu gumpalan tanah, ternyata hanya menjadi air. Dijatuhkan lagi gumpalan 3 buah namun hanya kelihatan binatang bergerak dalam air. Dijatuhkan lagi 5 gumpalan sehingga terpisahlah daratan dengan air, tetapi tanah hanya dalam keadaan rata, tidak bergunung dan berbukit, dan hanya penuh ditumbuhi rumput “tese” dan “sibil”. Dijatuhkan lagi 7 gumpalan, bermunculanlah pegunungan dan pebukitan, tetapi masih bergoyangan di atas air. Dengan menurunkan pohon “ge”, mantaplah tanah daratan ciptaan itu. Untuk menggilas rumput “tese” dan “sibil” diturunkan kambing, babi, kerbau maka tergilaslah rerumputan itu. Diturunkan lagi kera untuk menghuni hutan, serta burung gagak dan burung “koak” untuk memberi tanda tibanya siang dan malam. Bumi disebut ligi hitu nual hitu yang berarti tujuh yang dibawah. Kemudian ternyata bintang, bulan dan matahari melahirkan manusia. Inilah sebabnya manusia disebut “Hot Gol”-“Hul Gol” yang berarti anak matahari dan bulan. Di samping itu bintang-bintang melahirkan pula roh-roh jahat pembawa malapetaka bagi manusia dan roh baik membawa kemakmuran, keberanian,

(37)

kepandaian bagi manusia. Manusia ini berdiam di Esen Hitu, As Hitu akan tetapi sejak kecil nakal, suka berkelahi, sesudah dewasa, juga mulai mencuri, merusakkan barang milik orang, lalu Hot memerintahkan mereka itu, untuk mendiami bumi.

Sehubungan dengan itu, religi yang dilakukan pada saat membangun rumah suku baru atau rumah adat ditujukan untuk memulihkan kembali keseimbangan antara para anggota suku yang membuat rumah dengan kayu, rumputan. Berdasarkan pemikiran masyarakat Bunaq, bahwa kayu dan bahan lainnya yang digunakan adalah sesama makhluk yang sama dan sederajat dengan manusia, sehingga harus diadakan perdamaian kembali dengan mereka.

Sementara itu, terdapat ritual mengenai bahan makanan yakni kayu cendana dan lilin (lebah). Hal ini berdasarkan syair mitologis, bahwa bahan makanan, kayu cendana dan lebah adalah hasil penjelmaan seorang putera dan puteri bernama Dasi Bau Maliq dan Dasi Bui Maliq. Dasi Bui Maliq menjadi lebah dan Dasi Bau Maliq menjelma menjadi bahan makanan dan kayu cendana. Kemudian, darah dagingnya menjelma menjadi padi-padian, giginya menjadi jagung, lidahnya menjadi tebu, biji matanya menjadi kacang-kacangan, perutnya menjadi labu, pantatnya menjadi ubi. Berdasarkan kepercayaan itu, maka ada berbagai upacara yang dilakukan yang berkaitan dengan bahan makanan yang ditujukan untuk menghindarkan bencana alam, pemusnah makanan, melancarkan curah hujan, menambah kesuburan tanah serta memberikan hasil panen yang berlimpah (Mali 2009).

4.6.6 Nama panggilan anak secara adat

Dalam kehidupan masyarakat suku Bunaq, setiap anak memiliki panggilan secara adat. Adapun panggilan untuk anak laki-laki maka panggilan apa’ untuk memanggil anak sulung, pou untuk anak kedua, uju untuk anak ketiga dan uka untuk anak bungsu. Apabila anak laki-laki berjumlah lebih dari empat orang maka anak kelima disebut sebagai anak sulung dengan panggilan apa’ dan seterusnya. Panggilan untuk anak perempuan sama halnya panggilan adat yang diberikan kepada anak laki-laki hanya berbeda pada panggilan yang diberikan bagi anak sulung yakni pada anak perempuan diberi nama aiba.

(38)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Potensi Keanekaragaman Spesies Tumbuhan

Berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara yang dilakukan dengan masyarakat suku Bunaq di Desa Dirun diperoleh bahwa dalam kehidupannya mereka memanfaatkan sebanyak 257 spesies tumbuhan dari 71 famili seperti yang tersaji pada Lampiran 1. Perolehan data ini menunjukkan bahwa dalam kesehariannya, masyarakat suku Bunaq memiliki interaksi yang sangat dekat dengan tumbuhan-tumbuhan di sekitarnya dan memiliki potensi sebagai tumbuhan-tumbuhan berguna untuk menunjang kehidupan mereka.

Berikut ini dikemukakan klasifikasi keanekaragaman tumbuhan berguna berdasarkan (1) Jumlah spesies dan famili tumbuhan berguna, (2) Keanekaragaman spesies tumbuhan berdasarkan habitusnya, (3) Bagian tumbuhan yang digunakan, (4) Persentase asal tumbuhan, dan (5) Keanekaragaman manfaat tumbuhan berguna.

5.1.1. Jumlah spesies dan famili tumbuhan berguna

Keanekaragaman spesies dan famili yang digunakan sebagai tumbuhan berguna dalam kehidupan masyarakat suku Bunaq di Desa Dirun adalah sebanyak 257 spesies dari 71 famili. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan adapun famili dengan spesies tumbuhan terbanyak adalah Fabaceae yang ditemukan sebanyak 25 spesies, diikuti Poaceae sebanyak 17 spesies dan Euphorbiaceae sebanyak 19 spesies. Pada Gambar 4 hanya terdapat 17 famili yang memiliki jumlah spesies lebih besar sama dengan tiga sedangkan daftar famili dengan jumlah spesies lebih besar sama dengan dua dan daftar selengkapnya secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 1.

(39)

Gambar 4 Hubungan antara jumlah spesies dan famili yang ditemukan

Famili Fabaceae merupakan famili yang memiliki spesies terbanyak yang ditemukan sebagai tumbuhan berguna pada kehidupan masyarakat di Desa Dirun. Menurut Anonim (2006) Fabaceae adalah nama botani untuk sebuah famili tumbuhan yang besar. Spesies-spesies anggota Fabaceae kebanyakan berupa kacang-kacangan yang merupakan sumber makanan yang paling bernilai, contohnya kacang tanah. Spesies lain yang merupakan sumber pakan ternak termasuk Cassia, lamtorogung dan kacang-kacangan pada umumnya yang merupakan sumber protein utama dari Nitrogen yang dihasilkan dari simbiosis pada akar spesies tumbuhan dari family Fabaceae ini. Sementara itu, genus seperti Laburnum, Robinia, Gleditsia, Acacia,

Mimosa, dan Delonix merupakan tanaman hias. Spesies-spesies yang lain mempunyai

sifat pengobatan atau insektisida atau menghasilkan bahan-bahan yang penting seperti gam arab, tanin, pewarna atau damar. Terdapat juga tanaman khusus, satu spesies Asia timur yang pernah ditanam di bagian tenggara Amerika serikat untuk perbaikan tanah dan sebagai makanan lembu. Penanaman spesies ini telah dihentikan karena tanaman ini telah menjadi gulma yang tumbuh dimana-mana.

(40)

5.1.2. Keanekaragaman spesies tumbuhan berdasarkan habitusnya

Tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat jika ditinjau dari habitusnya sangat beragam sehingga dikelompokkan spesies-spesies tumbuhan berguna yang ditemukan berdasarkan tingkat habitusnya masing-masing seperti yang terekapitulasi pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Persentase jumlah spesies yang digunakan masyarakat berdasarkan habitus

No Nama Habitus Jumlah Spesies Berdasarkan Habitusnya Presentase (%) 1 Herba 97 37,6 2 Perdu 18 6,98 3 Semak 33 12,8 4 Pohon 99 38,37 5 Liana 8 3,48 6 Epifit 2 0,77 Jumlah 257 100

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa spesies terbanyak yang dimanfaatkan masyarakat adalah yang berhabitus pohon. Hal ini dikarenakan di daerah ini yang terletak pada ketinggian 600-800 mdpl merupakan salah satu hutan musim dataran rendah yang memiliki struktur satu lapis saja dengan tinggi pohon jarang melebihi 25 meter, berdahan rendah, jarang berbatang silindris dan menjulang serta komposisi jenisnya adalah campuran tetapi miskin jenis dan sering dominan setempat. Pohon mempunyai nilai yang paling tinggi karena pada jenis hutan dataran rendah yang mendominasi adalah tingkat pohon. Di samping itu, daya tahan hidup pohon lebih lama dibandingkan dengan habitus lainnya sehingga pemanfaatanya bisa lebih berkelanjutan. Di samping habitus pohon, terdapat spesies-spesies berhabitus herba yang juga banyak dimanfaatkan masyarakat. Hal ini dikarenakan spesies-spesies tumbuhan dari habitus ini merupakan tumbuh-tumbuhan yang sering dijumpai dan banyak terdapat di sekitar lingkungan masyarakat dan pada umumnya adalah tanaman hasil budidaya seperti bahan pangan, obat dan untuk kegunaan lainnya.

(41)

5.1.3 Bagian tumbuhan yang digunakan

Spesies-spesies yang digunakan oleh masyarakat Bunaq biasanya lebih dari satu bagian pada tumbuhan tersebut yang dimanfaatkan mereka. Dari total spesies yang diperoleh dapat dilihat adanya perbandingan bagian tumbuhan yang digunakan. Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat dalam potensinya untuk berbagai kegunaan. Hal ini bagi masyarakat Bunaq merupakan suatu pengetahuan atau pewarisan pengetahuan secara turun-temurun dari leluhur dan sebagai contohnya adalah penggunaan daun bagi manusia didasarkan pada penggunaannya sebagai pakan ternak atau pun pengobatan ternak. Masyarakat dapat menilai kegunaan tumbuhan tersebut berdasarkan efek pemberian tumbuhan tersebut bagi ternak. Di samping itu, pengambilan bagian tumbuhan seperti daun merupakan salah satu upaya konservasi karena tidak menimbulkan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan suatu spesies tumbuhan dibandingkan dengan bagian batang atau pun akar dari tumbuhan tertentu tersebut. Hal ini dikarenakan daun memiliki regenerasi yang tinggi untuk kembali bertunas dan tidak memberi pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan suatu tanaman meskipun daun merupakan organ utama produsen fotosintesis.

(42)

5.1.4 Persentase asal tumbuhan

Dilihat dari asalnya tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat dikelompokkan menjadi dua yakni yang berasal dari hasil budidaya dan tumbuhan liar yang persentasenya seperti tersaji pada Gambar 6.

Gambar 6 Persentase asal tumbuhan

Berdasarkan persentase asal tumbuhan seperti pada Gambar 6 terlihat bahwa spesies tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah tumbuhan yang hidup liar. Dalam hal ini tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tidak ditanam atau tanpa campur tangan manusia karena keberadaannya melimpah dan tumbuh liar di sekitar lingkungan masyarakat baik di hutan ataupun yang tumbuh di pinggir-pinggir jalan. Di samping itu, masyarakat berpandangan bahwa pada dasarnya alam telah menyediakan segala sesuatu untuk kehidupan manusia. Pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan manusia merupakan salah satu wujud keikutsertaan manusia dalam menjaga keseimbangan dan keharmonisan dengan alam sekitarnya. Adapun jumlah tumbuhan yang ditemukan di pinggir-pinggir jalan adalah sebanyak 4

(43)

spesies dengan presentase 2 % dan tumbuh di hutan sebanyak 178 dengan presentasenya adalah 98 % dari total 182 spesies yang tumbuh liar.

Pada dasarnya budidaya yang dilakukan dengan alasan tumbuhan-tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari seperti bahan pangan atau jenis kegunaan lainnya yang tidak dijumpai pada ekosistem liar di sekitarnya serta bukan merupakan spesies asli daerah setempat. Spesies-spesies yang dibudidayakan dikelompokkan menjadi dua yakni yang ditanam di sekitar pekarangan rumah yang mana ditemukan sebanyak 36 spesies dengan dengan presentase 53 % dan yang ditanam di kebun sebanyak 40 spesies dengan presentasenya adalah 47 % dari total 76 spesies yang dibudidayakan.

5.1.5 Keanekaragaman manfaat tumbuhan berguna

Tumbuhan memiliki berbagai macam manfaat dan kegunaan sehingga spesies-spesies yang ditemukan dalam kehidupan masyarakat suku Bunaq dikelompokkan ke dalam 12 kelompok kegunaan. Adapun jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kegunaannya dapat dilihat pada Gambar 11.

(44)

Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa spesies tumbuhan berguna yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah tumbuhan obat, pangan, pakan ternak dan lain sebagainya yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Apabila dibandingkan dengan penelitian serupa yang dilakukan pada masyarakat Dawan di Pulau Timor (Waluyo 1992) dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Kedua suku ini sama-sama berada di daratan Pulau Timor yang mana suku Bunaq terletak di ujung Pulau Timor bagian barat yang sering dikenal dengan sebutan Timor Barat sedangkan suku Dawan berada di tengah dari arah utara Pulau Timor yang dikenal dengan Timor Tengah Utara.

Tabel 2 Perbandingan antara etnobotani suku Bunaq dan Dawan

Kategori pemanfaatan spesies

No Etnobotani

Suku/masyarakat Pangan Sandang Papan Obat Adat anyaman dan Tali temali, kerajinan Sumber 1 Dawan 16 2 7 12 4 10 Waluyo, 1992 2 Bunaq 41 1 32 69 6 20 Penelitian ini (2009)

Berdasarkan Tabel 2 di atas diperoleh bahwa spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Bunaq lebih banyak dibandingkan dengan spesies yang digunakan oleh suku Dawan. Meskipun demikian, terdapat kesamaan spesies yang dimanfaatkan oleh kedua suku tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kelompok kegunaan penghasil pangan. Banyaknya spesies tumbuhan penghasil pangan yang ditemukan pada suku Dawan dapat dijumpai semuanya dalam kehidupan suku Bunaq. Artinya, pengetahuan dari kedua suku ini kurang lebih memiliki kesamaan.

5.1.5.1 Tumbuhan penghasil pangan

Berdasarkan wawancara yang dilakukan diperoleh 41 spesies tumbuhan yang dijadikan oleh masyarakat Suku Bunaq sebagai tumbuhan penghasil pangan. Beberapa tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pangan tersebut seperti tersaji pada Tabel 3.

(45)

Tabel 3 Beberapa spesies tumbuhan penghasil pangan yang ada di Desa Dirun

No Nama Lokal

Nama Ilmiah Famili Bagian Yang Digunakan

Kegunaan 1 Pao Lelo Phaseolus lunatus Fabaceae Biji Makanan

pokok

2 Same' Discorea hispida Discoreaceae Umbi Makanan

3 Kontas Canna edulis Cannaceae Umbi Makanan

pokok

4 Balo Colocasia esculenta Araceae Umbi Makanan

pokok

5 Paol Zea mays Poaceae Biji Makanan

pokok

6 Diq Kaka

giri Dioscorea esculenta Discoreaceae Umbi Makanan pokok

7 Molo Piper amboinensis Piperaceae Buah Upacara adat

8 Pu Arecha catechu Arecaceae Buah Upacara adat

9 Diq Hotel Manihot esculenta Euphorbiaceae Umbi dan

daun Makanan pokok

10 Sekal Ipomea batatas Convolvulaceae Umbi Makanan

pokok

Masyarakat Bunaq mengenal berbagai spesies tumbuhan bahan pangan baik yang liar maupun yang telah lama dibudidayakan. Ada pun spesies penghasil karbohidratnya sehari-sehari yang terutama adalah paol/jagung (Zea mays). Spesies tumbuhan ini dikenalkan pertama kali oleh bangsa Portugis ketika mengadakan perjalanan mencari rempah-rempah (Waluyo 1992) pada abad XVIII. Selain jagung, masyarakat juga diperkenalkan dengan ubi jalar (Ipomea batatas), diq hotel (Manihot

esculenta) yang kurang disukai. Hal ini disebabkan karena sebelumnya, masyarakat

telah mengenal dan memanfaatkan same’ (Discorea hispida), diq kaka giri (Discorea

esculenta), rik tali (Discorea bulbifera) dan diq kira pana (Discorea alata) dan me

(Amorphophalus campanulatus). Masuknya spesies tumbuhan dari luar menyebabkan kurangnya fungsi dari umbi-umbian tersebut sehingga banyak ditemukan tumbuh liar dan hanya sebagai makanan pengganti ketika terjadi paceklik. Di samping itu, jenis umbi-umbian lain yang juga dikenal adalah kontas (Canna edulis) pada Gambar 8, balo (Colocasia esculenta) yang juga ditanam di ladang.

Selain umbi-umbian sebagai pengganti jagung ada pula jenis kacang-kacangan yang tumbuh liar dan berfungsi sebagai makanan tambahan ketika terjadi paceklik adalah pao lelo (Phaseolus lunatus) pada Gambar 8. Pengolahannya

(46)

membutuhkan waktu yang lama karena mengandung senyawa beracun. Adapun prosesnya adalah dimasak atau dikenal dengan istilah “Hail” sebanyak sepuluh kali untuk menghilangkan senyawa beracun yang dikandungnya sehingga aman dikonsumsi. Pengambilan jenis pao dilakukan pada musim kemarau baik yang telah lepas dari polongnya ataupun yang belum terlepas dari polongnya.

Gambar 8 Pao lelo (Phaseolus lunatus) dan kontas (Canna edulis)

5.1.5.2 Tumbuhan penghasil pakan ternak

Tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat guna memenuhi kebutuhan ternak-ternaknya sebanyak 43 spesies seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Beberapa spesies tumbuhan pakan ternak yang ada di Desa Dirun

No Nama Lokal

Ilmiah Famili Bagian Yang Digunakan

Kegunaan

1 Buah Moras Morus alba Moraceae Daun Pakan Ternak 2 Jati Belis Gmelina arborea Verbenaceae Daun Pakan ternak

3 Tese Saccharum spontaneum Poaceae Daun Pakan ternak

4 Lamtoro Leucaena leucocephala Fabaceae Daun Pakan ternak

5 Sibil Phragmites karka Cyperaceae Daun Pakan ternak

6 Kaleq Sesbania grandiflora Fabaceae Daun Pakan ternak

7 Mantalin Cyperus brevifolius Cyperaceae Daun Pakan ternak

8 Su kaqut Cyperus sp Cyperaceae Daun Pakan Ternak

9 An Paral Setaria faberii Poaceae Daun Pakan Ternak

10 Kura sisal Acanthospermum hispidum

(47)

Tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat, sebagai pakan ternak biasanya diambil di sekitar lingkungannya yang tumbuh liar di sekitar tempat tinggal mereka seperti tese (Saccharum spontaneum), sibil (Phragmites karka). Meskipun demikian guna mengatasi ketersediaan pakan ternak seperti kambing, sapi dan kuda di musim kemarau, masyarakat membudidayakan tumbuhan seperti kaleq (Sesbania

grandiflora) pada Gambar 9 serta lamtorogung (Leucaena leucocephala), jati belis

(Gmelina arborea) di sekitar pekarangan rumah atau pun di kebun mereka. Namun pada umumnya masyarakat Desa Dirun khususnya kampung Berloo dan Lookun melepasliarkan ternak (sapi dan kuda) di padang savanna yang berada dalam kawasan kelompok hutan Lakaan yang hanya dikontrol oleh pemiliknya tiga hari sekali.

Gambar 9 Pemberian pakan ternak dan lokasi penggembalaan liar

5.1.5.3 Tumbuhan obat

Tumbuhan obat merupakan kelompok kegunaan yang paling banyak ditemukannya jenisnya dari keseluruhan jenis tumbuhan yang ditemukan. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa masyarakat suku Bunaq masih berhubungan erat dengan tumbuhan dalam mengobati sakit yang dideritanya. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan masyarakat pada umumnya mengkonsumsi tumbuhan obat sebagai pertolongan pertama ketika menderita sakit sebelum dirujuk ke Puskesmas atau Polindes terdekat. Mereka juga memiliki bahan keringan dari berbagai tumbuhan yang bermanfaat yang menjadi stok bagi mereka sebagai tanda kewaspadaan terhadap sakit yang datangnya tak menentu. Spesies-spesies tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat biasanya diambil di sekitar pekarangan rumah ataupun di ekosistem

Gambar

Gambar 2 Desa Dirun dan padang savana Fulan Fehan
Gambar 3 Sumber Air Fatumutin
Gambar 4 Hubungan antara jumlah spesies dan famili yang ditemukan
Tabel 1 Persentase jumlah spesies yang digunakan masyarakat berdasarkan     habitus
+7

Referensi

Dokumen terkait

ELISA ISWANDONO. Integrasi Kearifan Lokal Masyarakat Suku Manggarai dalam Konservasi Tumbuhan dan Ekosistem Pegunungan Ruteng Nusa Tenggara Timur. Dibimbing oleh ERVIZAL

Dengan melihat potensi tumbuhan di desa Tanah Harapan dan budaya masyarakat suku Seko di desa Tanah Harapan dalam pemanfaatan tumbuhan memungkinkan adanya

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara deskriptif mengenai tingkat preferensi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah tentang pengelolaan cendana di

Jawaban : dalam membuat rumah adat kami melibatkan semua anggota suku.. dan mereka

“Di kabupaten belu semua orang hidup berdampingan dengan baik tanpa ada rasa ketidaknyamanan karena berbeda suku atau latar belakang perkawinan campur membuat

Pemanfaatan tumbuhan obat dalam pengobatan merupakan kegiatan turun-temurun yang telah dipraktekkan oleh masyarakat Kecamatan Alor Tengah Utara Kabupaten Alor,

Pemanfaatan tumbuhan obat dalam pengobatan merupakan kegiatan turun-temurun yang telah dipraktekkan oleh masyarakat Kecamatan Alor Tengah Utara Kabupaten Alor,

1) memberikan masukan bagi pemerintah setempat mengenai strategi pengelolaan cendana yang tepat bagi Desa Asumanu sehingga dapat.. berkelanjutan dan bermanfaat