1 PENILAIAN PETANI DALAM PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI PADI,
JAGUNG DAN KEDELE DI SEWON BANTUL
S U J O N O
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN
SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN (STPP) MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN DI YOGYAKARTA
2 I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan pertanian hingga saat ini menjadi kebijakan strategis dalam perekonomian nasional. Dalam Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP), peranan tersebut digambarkan melalui kontribusi nyata sektor pertanian terhadap pembentukan kapital; penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi; penyerapan tenaga kerja; devisa negara; sumber pendapatan petani/ pedagang dan pelestarian lingkungan.
Selanjutnya Kementerian Pertanian menjabarkan kebijakan pembangunan pertanian dalam program “Swasembada Pangan Padi, Jagung dan Kedelai“. Program tersebut diharapkan dapat dicapai pada tahun 2017. Untuk mewujudkan program swasembada padi, jagung dan kedelai tahun 2017, maka perlu percepatan program pada setiap tahunnya. Pada tahun 2015, produksi padi ditargetkan 73,4 juta ton, jagung 20 juta ton, dan kedelai 1,2 juta ton.
Program swasembada padi, jagung dan kedelai ditempuh melalui program ekstensifikasi (perluasan areal tanam) dan intensifikasi (peningkatan produktivitas dan peningkatan intensitas pertanaman) dengan kegiatan, antara lain:
1. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT), untuk menjamin ketersediaan air yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman padi, jagung dan kedelai yang optimal.
2. Penyediaan alat dan mesin pertanian berupa traktor roda dua, alat tanam (rice transplanter), dan pompa air untuk menjamin pengolahan lahan, penanaman, dan pengairan yang serentak dalam areal yang luas.
3. Penyediaan dan penggunaan benih unggul, untuk menjamin peningkatan produktivitas lahan dan produksi.
4. Penyediaan dan penggunaan pupuk berimbang, untuk menjamin pertumbuhan tanaman padi, jagung dan kedelai yang optimal.
5. Pengaturan musim tanam dengan menggunakan Kalender Musim Tanam (KATAM), untuk menjamin pertumbuhan tanaman padi, jagung dan kedelai yang optimal, dan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim yang menyebabkan gagal panen.
6. Pelaksanaan Program Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GPPTT). Dalam implementasi kegiatan tersebut terdapat faktor pembatas, yaitu petani dan penyuluh pertanian. Jumlah penyuluh pertanian pada dasawarsa terakhir ini mengalami penurunan yang nyata karena pensiun, alih fungsi ke non penyuluh pertanian, dan rendahnya rekruitmen
3 penyuluh oleh Pemerintah Daerah. Mengingat kondisi tersebut, maka diperlukan tenaga energik dan mandiri yang dapat membantu kinerja penyuluh.
Dalam pelaksanaan program ini melibatkan petani sebagai pelaku utama di usahatani, dimana petani sebagai pemilik lahan dan pengelola kegiatan yang memiliki kekuasaan penuh atas lahan sawahnya. Partisipasi petani seharusnya tinggi sehingga program ini akan berhasil. Tahapan kegiatan dilkukan oleh penyuluh dengan tujuan agar tingkat partisipasi petani tinggi, yang berupa berbagai kegiatan penyuluhan.
B. Masalah
Masalah yang ada di tingkat lapangan adalah belum diketahui penilaian petani dalam program upaya khusus peningkatan produksi padi, jagung dan kedele
C. Tujuan
Untuk mengetahui penilaian petani dalam program upaya khusus peningkatan produksi padi, jagung dan kedele .
4 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
Menurut Keith Davis (2000), partisipasi adalah suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggung jawab di dalamnya. Partisipasi merupakan suatu demokrasi dengan mengikutsertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan serta memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat kewajibannya. Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang fisik maupun bidang mental serta penentuan kebijaksanaan.
Partisipasi mempunyai terminologi yang sangat kompleks, tergantung dari disiplin ilmu yang akan mendasari dalam memberikan pengertian partisipasi tersebut. Partisipasi dapat dilihat dari pesrspektif ilmu sosial, ilmu politik, ilmu ekonomi dan dapat dari ilmu sosiologi. Dalam kamus bahasa Indonesia partisipasi diartikan sebagai peran serta atau keterlibatan. Dalam kamus sosiologi partisipasi diartikan setiap proses identifikasi atau menjadi peserta dalam proses komunikasi atau kegiatan bersama dalam situasi sosial tertentu, (Sukanto, 1993). Hasil lain menjelaskan bahwa bahwa seseorang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan ego yang sifatnya lebih dari keterlibatan tugas atau pekerjaan. Pendekatan partisipasi masyarakat desa menjadi penting karena berkaitan dengan beberapa hal yaitu kemampuan pemerintah dalam menyediakan finansial dan fasilitas lainnya semakin berkurang sehingga partisipasi menjadi salah hal penting untuk kelangsungan pembangunan masyarakat desa. Masyarakat perlu mendapatkan informasi, peningkatan ketrampilan dan peningkatan kemampuan pengelolaan untuk pembangunan masyarakat desa sendiri. Conyers (1984) mengemukakan terdapat 3 alasan tentang pentingnya partisipasi masyarakat yaitu;
1. partisipasi sebagai alat untuk mendapatkan informasi tentang kondisi daerah dan masyarakat
2. partisipasi sebagai alat untuk menanamkan kepercayaan masyarakat terhadap program pembangunan
3. partisipasi merupakan perwujudan hak-hak demokrasi dalam pembangunan.
Pembangunan disuatu wilayah pedesaan melibatkan warga desa sebagai bentuk partisipasi dan dapat sebagai tolok ukur akan pembangunan tersebut. Bentuk-bentuk partisipasi dapat berupa kehadiran pada pertemuan, sumbangan pemikiran (ide, gagasan),
5 sumbangan biaya, pelaksanaan kegiatan, penilaian atau evaluasi kegiatan, ketaatan terhadap norma-norma kelompok (Soekanto, 1993).
Penelitian tentang partisipasi antara lain Paembonan (2005) melakukan penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan kecamatan dan kelurahan di kecamatan Poasia kota Kendari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dapat dikategorikan dalam bentuk a. Pengambilan keputusan, b. Pelaksanaan dalam penyusunan rencana, c. Menikmati hasil dan d. Evaluasi. Tingkat pendidikan tinggi lebih senang berpartisipasi pada rencana. Demikian pula masyarakat yang mempunyai tingkat pendapatan tinggi akan senang berpartisipasi pada rencana. Dilihat dari tingkat usia, mereka yang mempunyai tingkat usia muda lebih cenderung acuh tak acuh terhadap pembangunan dan para pemimpin serta tokoh masyarakat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat. Semakin aktif tokoh masyarakat akan semakin tinggi partisipasi masyarakat.
Tri Pranaji (1983) melakukan penelitian tentang partisipasi petani dalam program pengembangan teknologi tanaman pangan. Hasil penelitian adalah partisipasi petani dalam perencanaan pembuatan demplot rendah (tidak dilibatkan). Penentuan hamparan lokasi demplot, sudah ditentukan oleh petugas sehingga partisipasinya rendah. Pembinaan partisipasi terhadap perencanaan usahatani tanaman pangan memberikan hasil partisipasi yang tinggi meliputi pembibitan, waktu tanam, pemupukan, pengobatan, alokasi tenaga kerja, dan pengolahan tanah.
Petani melakukan aktivitas dalam usahatani selalu berhubungan dengan pihak lain baik dalam kelompok tani maupun diluar kelompok tani untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi dan pemasaran hasil. Petani dalam berusahatani juga melakukan proses belajar pada orang lain dan lingkungannya agar mendapatkan informasi baru yang bermanfaat. Partisipasi petani dalam kelompok tani dapat berupa tingkat kehadiran, penyampaian ide dan evaluasi, keaktifan dalam pelaksanaan kegiatan, sumbangan harta benda dan tenaga, dan ketaatan terhadap norma-norma kelompok. Kelompok tani memiliki kesetiakawanan sehingga adanya kepercayaan anggota terhadap anggota yang lain untuk melaksanakan tugas kelompok. Petani dalam kelompok juga melakukan pembelajaran secara observasi melalui model. Cara ini petani dapat belajar dari model sehingga dapat memutuskan perilaku yang akan ditampilkan. Menurut Bandura (1997), terdapat 4 komponen cara belajar melalui model sebagai pemandu melakukan peniruan yaitu proses atensi, retensi, reproduksi motorik, dan motivasi. Proses retensi orang akan mempelajari model karena memiliki daya tarik tertentu. Model dengan kelebihan yang menarik akan diikuti, sedangkan model yang tidak menarik akan ditinggalkan. Proses retensi adalah proses yang berdasarkan pada kemampuan mengingat
6 bagi seseorang akan model yang diobservasi atau dilihat selanjutnya akan dimunculkan dalam bentuk meniru. Proses reproduksi motorik adalah hasil belajar observasional akan ditiru sesuai dengan tingkat ketrampilan yang dimiliki. Ketrampilan yang dimiliki dan model memiliki kaitan yang erat, bila hasil observasi model lemah maka akan terjadi kesalahan dalampeniruan. Proses motivasi adalah seseorang akan meniru bila model memberikan manfaat dan titinggalkanbila tidak memberikan manfaat. Kelompok tani merupakan wadah bagi petani untuk melakukan proses pembelajaran antar anggota sehingga dapat menilai sesuatu yang menguntungkan dan sesuatu yang tidak menguntungkan.
Sejalan dengan program Upaya Khusus peningkatan produksi padi, jagung, dan kedele diperlukan partisipasi petani sebagai pelaku utama. Petani adalah pemilik dan pengelola lahan dan usahataninya. Keberhasilan dalam berusahatani betumpu pada petani dengan segala aktivitas dan dukungan kondisi yang ada. Di kecamatan Sewon Bantul merupakan salah satu wilayah program tersebut dan salah satu sentra produksi padi di wilayah Bantul. Perlu adanya informasi seberapa jauh tingkat partisipasi petani dalam mendukung program Upaya Khusus peningkatan produksi padi, jagung, dan kedele.
B. Hipotesis
1. Diduga dengan adanya RJIT, petani mempunyai penilaian yang baik/tinggi berkaitan dengan dukungan pajale
2. Diduga ketersediaan benih padi untuk mendukung pajale adalah baik/tinggi. 3. Diduga ketersediaan pupuk untuk mendukung pajale adalah baik/tinggi 4. Diduga ketersediaan alsintan dalam mendukung pajale adalah rendah 5. Diduga peran babinsa dalam mendukung pajale adalah tinggi
7 III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Waktu : Juli-Desember 2016 Tempat : Sewon, Bantul B. Metode Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan skunder yaitu: Pengambilan data primer;
Di Kecamatan Sewon terdiri dari 4 desa, dan masing-masing desa memiliki 17 kelompok tani (jumlah kelompok 68). Setiap desa diambil 3 kelompok tani dan setiap kelompok tani diambil 5 petani. Jumlah responden 60 petani dengan pengambilan sampel di tingkat desa dan kelompok tani secara acak sederhana.
Pengambilan data skunder;
Data skunder dilakukan untuk melengkapi data primer yang selanjutnya akan memperkaya data sehingga informasi akan semakin lengkap. Data ini diambil dari BP3K dan Desa di Sewon dengan sumber data Penyuluh di BP3K dan pamong desa (KaurPembangunan).
C. Analisa data
Pengukuran untuk semua variabel di masing-masing metode dengan katagori yang sama. Menurut Suryabrata (2000), jumlah katagori sebaiknya ganjil dan dalam penelitian ini menggunakan 3 katagori dengan pencapaian skor antara 0% - 100%, maka ditetapkan dengan interval 100% : 3 = 33,33% yaitu:
- tinggi bila rata-rata pencapaian ≥66,67% sampai dengan < 100%, - sedang bila rata-rata pencapaian ≥33,37% sampai dengan < 66,67%, - rendah bila rata-rata pencapaian <33,37%,
Analisis juga deapat dilakukan dengan menghitung skore pencapaian atas item pada setiap kuisioner dari variabel yang selanjutnya ditentukan rerata. Hasil ini dapat diketahui pencapaian skore terendah dan skor tertinggi. Skore yang diperoleh dapat dikatagori dengan penilaian tinggi (skore 3), sedang (skore 2), rendah (skore 1) atau sebutan lain yang bermakna sama.
8 NI
NS = ── Σ R NS = Nilai Skore NI = Nilai Item Variabel R = Jumlah Responden
Pengujian Validitas
Instrumen penelitian mengandung dua sisi validitas yaitu internal dan eksternal dan ini menunjukkan bahwa instrumen yang dipakai adalah valid. Instrumen mempunyai validitas internal bila kriteria yang dalam instrumen telah mencerminkan materi yang akan diukur. Instrumen eksternal mempunyai kriteria bahwa telah mengandung fakta-fakta empiris. Validitas yang akan diuji dalam penelitian ini adalah validitas item dari variabel penelitian. Validitas item adalah derajad kesesuaian antara sesuatu item dengan perangkat-perangkat item-item lain (Suryabrata, 2005). Ukuran validitas item merupakan korelasi antara skor pada item itu dengan skor yang dapat dihitung menggunakan rumus teknik korelasi product moment sebagai berikut:
N ( Σ XY ) - (Σ X Σ Y) r =
{NΣ X² -(Σ X)²} {NΣ Y² -(Σ Y)²}
Validitas instrumen dapat dilihat dari nilai koefisien r hitung yang dibandingkan dengan r tabel pada taraf signifikansi 5%. Jika r-hitung > r-tabel maka dinyatakan valid (Ancok, 2002). Pengujian validitas ini penentuan item yang dinyatakan valid digunakan koefisien validitas yang diperbandingkan dengan koefisien korelasi dari angka kritik nilai r (5%,60) sebesar 0,250. Item yang mempunyai koefisien korelasi lebih besar dari 0,250 dinyatakan valid.
9 Pengujian Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Instrumen disebut reliabel bila terdapat konsistensi hasil pengukuran subyek pada kondisi yang berbeda (Suryabrata, 2005). Konsistensi alat ukur merupakan syarat agar didapatkan hasil yang diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Item-item yang sudah dinyatakan valid selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas. Derajat kekeliruan instrumen tidak dapat ditentukan dengan pasti, melainkan hanya dengan estimasi. Penelitian ini untuk mengestimasi reliabilitas instrumen adalah pendekatan satu kali pengukuran. Pendekatan estimasi pengukuran satu kali dapat menghasilkan informasi mengenai konsistensi internal instrumen (Suryabrata, 2005). Teknik estimasi reliabilitas yang digunakan adalah koefisiensi alpha (α) dari Cronbach.
Pengukuran tingkat reliabilitas instrumen penelitian dengan koefisien alpha adalah untuk menguji konsistensi dengan cara menghitung reliabilitas keseluruhan item dengan menggunakan formula alpha sebagai berikut:
K ∑S2 j α = ── (1 - ── ) K-1 S2x
Keterangan : α = koefisien reliabilitas alpha K = banyaknya belahan
S2 j = varians skor belahan S2x = varian skor total
Pengujian ini menggunakan alat ukur uji statistik Cronbach alpha dengan bantuan program SPSS 16 for windows. Penentuan koefisiensi reliabilitas dengan menggunakan koefisiensi alpha. Instrumen dikatakan reliabel jika nilai koefisiensi Cronbach > 0,60. penelitian yang bersifat eksplanatori maka nilai koefisiensi dibawah 0,70 masih dapat diterima sepanjang disertai alasan-alasan empirik yang direkam dalam eksplanatori.
10 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Undang Undang Pangan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 menyatakan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan. Ketahanan pangan dinyatakan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Dalam rangka mencapai ketahanan pangan tersebut, negara harus mandiri dan berdaulat dalam menentukan kebijakan pangannya sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya. Sebagai upaya mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan tersebut, Kementerian Pertanian menjabarkan melalui kebijakan pembangunan pertanian dalam program “Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai“. Untuk mewujudkan target produksi di atas, telah ditetapkan upaya khusus peningkatan produksi dengan berbagai kegiatan.
1. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT)
RJIT merupakan salah satu kegiatan untuk menjamin ketersediaan air yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman padi, jagung dan kedelai yang optimal. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier telah dilaksanakan diberbagai daerah, salah satunya adalah di wilayah kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul. Dampak dari RJIT di Sewon disajikan seperti pada tabel 1, berikut ini:
Tabel 1. Rehabilitasi Jaringan irigasi Tersier
RJIT Skor yang dicapai kriteria
Luas lahan yang diairi 1.92 sedang
Mutu jaringan 2.25 sedang
Waktu rehabilitasi 2.03 sedang
Tingkat partisipasi petani 2.42 tinggi
Percepatan lahan 2.13 sedang
rerata 2.15 sedang
Sumber : analisis data primer 2016
Rehabilitasi jaringan irigasi ini jumlah lahan yang diairi seluas sekitar 20 ha, setiap lokasi rehabilitasi jaringan. Hal ini termasuk kategori sedang, karena masih perlu tambahan lahan lain yang perlu diairi. Hasil observasi di lapangan, perlu pengaturan jaringan irigasi untuk
11 pengairan dan drainase. Mutu bangunan jaringan irigasi termasuk sedang hal ini berdasarkan data dari petani dan observasi adanya jaringan yang bocor. Lapisan semen yang relatif tipis sehingga mudah runtuh. Waktu mengerjakan relatif sedikit/sedang sehingga ada kesan terburu-buru. Partisipasi petani dalam perbaikan jaringan irigasi termasuk tinggi, mulai dari pengukuran jaringan, keamanan material, pengamatan proses pengerjakan, dan informasi perbaikan. Tingkat percepatan tambah luas tanam di hamparan tersebut tidak termasuk tinggi, karena adanya hari hujan yang relatif tinggi diikuti proses percepatan tanam.
Pengembangan Jaringan Irigasi, terdiri dari jaringan primer, sekunder dalam kondisi baik dan sumber air tersedia. Luas lahan sawah kelompok tani/gapoktan minimal 15 Ha sedangkan P3A minimal 25 Ha; naikkan IP minimal 0,5 dan meningkatkan produktivitas minimal 0,3 ton/ha. Adanya RJIT inibelum dapat memenuhi kriteria tersebut karena terbatasnya anggaran dalam RJIT. Optimasi Lahan diharapkan dapat mencapai luas lahan sawah kelompok tani/gapoktan minimal 15 Ha, meningkatkan IP minimal 0,5 dan meningkatkan produktivitas minimal 0,3 ton/ha. Pencapaian ini juga tidak dapat terpenuhi pada karena kondisi lahan dan pola tanam sudah tertentu.
Tingginya partisipasi petani penerima manfaat upaya khusus ini mengakibatkan lancarnya keberlangsungan program swasembada. (Wahyudi, 2015). Mengingat petani adalah subyek yang menentukan dalam mencapai keberhasilan program pembangunan pertanian. Keberhasilan pembangunan daerah dan nasional sangat ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat khususnya petani yang sebagian besar berada di pedesaan. (Rayyudin;2010). Tak terkecuali program UPSUS PAJALE.
2. Benih
Penyediaan dan penggunaan benih unggul, untuk menjamin peningkatan produktivitas dan produksi. Benih mempunyai peran yang penting untuk peningkatan produksi, bila benih berkualitas maka produksi juga akan tinggi. Untuk mendukung program pajale di wilayah Sewon didapat hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Ketersediaan benih padi mendukung pajale
Benih Skor yang dicapai kriteria
Jumlah benih 2.93 tinggi
Mutu benih 2.72 tinggi
Waktu dibutuhkan 2.75 tinggi
Kesesuaian varietas 2.68 tinggi
rerata 2.77 tinggi
12 Jumlah benih yang diperlukan petani tingkat kecukupannya tinggi, adanya bantuan dari pemerintah melalui Dinas Pertanian dan ketersediaan benih di kios mendukung program pajale. Petani merasakan untuk jumlah benih yang diperlukan tercukupi dengan baik. Mutu benih juga baik/tinggi, yang dicirikan daya tumbuh baik, campuran bahan/varietas lain rendah, bernas, dan berisi. Sewaktu petani membutuhkan, ketersediaan benih memadai sehingga tidak ada kesulitan untuk mendapatkan. Varietas yang diinginkan tersedia, artinya sesuai dengan rekomendasi Dinas Pertanian dan sesuai dengan keinginan petani.
3. Pupuk
Penyediaan dan penggunaan pupuk berimbang, untuk menjamin pertumbuhan tanaman padi, jagung dan kedelai yang optimal. Hasil penelitian berkaitan dengan pupuk tersebut disajikan seperti pada tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Ketersediaan pupuk untuk mendukung pajale
Pupuk Skor yang dicapai kriteria
Jumlah pupuk 2.85 tinggi
Mutu pupuk 2.83 tinggi
Waktu ketersediaan 2.88 tinggi
Jenis pupuk 2.85 tinggi
rerata 2.85 tinggi
Sumber : analisis data primer 2016
Ketersedian pupuk untuk mendukung pajale termasuk tinggi baik dari jumlah pupuk yang diperlukan petani, mutu pupuk yang ada, waktu ketersediaan pupuk, dan jenis atau macam pupuk yang diperlukan. Selama ini untuk pupuk tidak ada masalah yang berarti sehingga dapat mendukung program pajale dengan baik.
4. Alat Mesin Pertanian
Penyediaan alat dan mesin pertanian berupa traktor roda dua, alat tanam (rice transplanter), dan pompa air untuk menjamin pengolahan lahan, penanaman, dan pengairan yang serentak dalam areal yang luas. Hasil penelitian tentang alsintan disajikan seperti tabel 4.
Tabel 4. Ketersediaan alsintan dalam mendukung pajale
Alsintan Skor yang dicapai kriteria
Ketersedian jumlah alsintan 1.95 sedang
Kualitas alsintan 2.17 sedang
Ketepana waktu sesuai kebutuhan petani
2.18 sedang
Ketrampilan petani menggunakaan alsintan
2.35 sedang
Jenis alsintan 2.03 sedang
13 Ketersediaan alsintan masih dirasakan kurang terutama traktor untuk pengolahan tanah dan alat tanam. Alat ini berpengaruh dengan pola olah tanah dan tanam serentak, karena kekurangan alsintan. Untuk traktor terbantu dengan milik swasta/perorangan, namun untuk mesin tanam masih mengandalkan tenaga kerja buruh tanam yang terbatas. Alsintan pompa air relatif tidak diperlukan karena kebutuhan air cukup.
5. Babinsa
Bintara Pembina Desa (Babinsa) ditugaskan untuk mendukung upsus peningkatan produksi pajale berdasarkan MoU antara Menteri Pertanian dengan Kasad. Babinsa bertugas membantu penyuluh pertanian sesuai dengan tugas yang telah ditetapkan. Hasil penelitian tentang peran babinsa disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Peran babinsa dalam mendukung pajale
Peran Babinsa Skor yang dicapai kriteria
Menggerakkan dan memotivasi petani dalam tanam serentak
1.97 sedang
Menggerakkan dan memotivasi petani dalam pemeliharaan jaringan irigasi
2.07 sedang
Menggerakkan dan memotivasi petani dalam pengendalian OPT
2.12 sedang
Menggerakkan dan memotivasi petani dalam pelaksanaan panen
2.17 sedang
Melakukan pengamanan dalam hal penyaluran benih
2.03 sedang
Melakukan pengamanan dalam hal penyaluran pupuk
2.13 sedang
Melakukan pengamanan dalam hal penyaluran alsintan
1.93 sedang
Melakukan pengamanan dalam hal jaringan irigasi
2.32 sedang
Melakukan pengamanan dalam hal pengairan
2.28 sedang
Rerata 2.11 sedang
Sumber : Analisis data primer
Secara umum peran Babinsa dalaam mendukung program Upsus peningkatan produksi Pajale termasuk katagori sedang. Secara rinci tugas Babinsa adalah:
a. Bersama PPL melakukan sosialisasi tata cara tanam, pembuatan pupuk organik, dll . b. Bersama PPL melakukan pendampingan GAPOKTAN dlm penerimaan bibit, pupuk &
14 c. Bersama PPL melakukan pendampingan GAPOKTAN dlm penggunaan pupuk, bibit &
Alsintan yg benar.
d. Bersama PPL melakukan pendampingan pemeliharaan Alsintan. e. Bersama PPL melakukan pendampingan pasca panen
Tugas-tugas tersebut telah dilakukan dengan koordinasi para penyuluh di lapangan, namun adanya keterbatasan teknis pertanian menjadikan kurang optimal. Untuk mendukung Upsus ini telah dilakukan pelatihan Kader Ketahanan Pangan TNI AD yang dilaksanakan pada tanggal 17 – 19 Des 2014 bertempat di Gedung Serbaguna PTPN XIV Persero PG Comming, Kab Bone, Prov Sulsel. Melaksanakan Rakor tentang tindak lanjut MoU Mentan dengan Kasad. Melaksanakan MoU antara Gubernur dengan Pangdam IV/Diponegara, MoU antara Bupati dan Dandim, Latihan Kader Ketahanan Pangan Kodam IV/Diponegara.
KESIMPULAN
1. Penilaian petani tentang adanya RJIT termasuk katagori sedang.
2. Ketersediaan benih untuk mendukung upsus peningkatan produksi pajale termasuk tinggi
3. Ketersediaan pupuk untuk mendukung upsus peningkatan produksi pajale termasuk tinggi
4. Ketersediaan alsintan untuk mendukung upsus peningkatan produksi pajale termasuk sedang
5. Peran babinsa untuk mendukung upsus peningkatan produksi pajale termasuk sedang. SARAN
1. RJIT perlu dilanjutkan karena masih banyak jaringan yang rusak dan segera diperbaiki
2. Pola pengaturan benih dan pupuk dipertahankan agar selalu tersedia bila dibutuhkan petani
3. Perlu tambahan bantuan alsintan khususnya olah tanah dan tanam 4. Babinsa dapat meningkatkan perannya
DAFTAR PUSTAKA
Bandura, A. 1977. Social Learning Theory. Prentise Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Departemen Pertanian 2001. Pedoman Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian. Departemen
15 Carbonel, A., 1982. The Role of Citizen Participation in Rural Development, integrated
Research Program. UPLB, Los Banos. Philiphina
FAO, 1989. Community Forestry, Participatory Assesment. Monitoring and Evaluation, Roma.
Pranaji Tri, 1983. Partisipasi Petani dalam Program Pengembangan Teknologi Tanaman Pangan.
Keith Davis.2000. ). Buiding and sustaining caring communities. In. C.M.evertson & C.S. handbooks of classroom management research practice.Mahwah.N.J
Soekanto, 1983. Beberapa Upaya untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Desa. CSIS; Jakarta.
Suryabrata, S. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Andi . Yogyakarta
Wahyudi, Dedi Urgensi Pendampingan Terhadap Tingkat Partisipasi Petani Dalam Pelaksanaan Programswasembada Dan Swasembada Berkelanjutan Di Kota Padangsidimpuan. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Medan. Agrica Ekstensia. Vol.10:57-6.