• Tidak ada hasil yang ditemukan

Workshop. Ari Wibowo Setiasih Irawanti Zahrul Muttaqin Subarudi Fitri Nurfatriani Niken Sakuntaladewi Novi Widyaningtyas Sulistyo A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Workshop. Ari Wibowo Setiasih Irawanti Zahrul Muttaqin Subarudi Fitri Nurfatriani Niken Sakuntaladewi Novi Widyaningtyas Sulistyo A."

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN KEHUTANAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610, Indonesia Telp/Fax: +62-251 8633944/+62-251 8634924

Email: publikasipuspijak@yahoo.co.id; website: http://www.puspijak.org

Jakarta, November 2012

W o r k s h o p

W o r k s h o p

Ari Wibowo

Setiasih Irawanti

Zahrul Muttaqin

Subarudi

Fitri Nurfatriani

Niken Sakuntaladewi

Novi Widyaningtyas

Sulistyo A. Siran

9 786027 672130 ISBN: 978-602-7672-13-0

(2)

Jakarta, Oktober 2011

Ari Wibowo

Setiasih Irawanti

Zahrul Muttaqin

Subarudi

Fitri Nurfatriani

Niken Sakuntaladewi

Novi Widyaningtyas

Sulistyo A. Siran

KEMENTERIAN KEHUTANAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN

(3)

Jakarta, Oktober 2011

Ari Wibowo

Setiasih Irawanti

Zahrul Muttaqin

Subarudi

Fitri Nurfatriani

Niken Sakuntaladewi

Novi Widyaningtyas

Sulistyo A. Siran

KEMENTERIAN KEHUTANAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN

(4)

ii

Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

Oleh:

Ari Wibowo, Setiasih Irawanti, Zahrul Muttaqin, Subarudi, Fitri Nurfatriani, Niken Sakuntaladewi, Novi Widyaningtyas dan Sulistyo A. Siran

Editor: Sulistyo A. Siran Bayu Subekti

© 2012 Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

ISBN: 978-602-7672-13-0

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotocopy, cetak, mikrofi lm, elektronik maupun bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau non-komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya sebagai berikut: Ari Wibowo, Setiasih Irawanti, Zahrul Muttaqin, Subarudi, Fitri Nurfatriani, Niken Sakuntaladewi, Novi Widyaningtyas dan Sulistyo A. Siran. 2012. Prosiding Workshop Kerjasama Internasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor, Indonesia. Diterbitkan oleh:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan – Kementerian Kehutanan

Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610, Indonesia Telp/Fax: +62-251 8633944/+62-251 8634924

(5)

Kata Pengantar

Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadlirat Allah SWT karena atas berkat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan prosiding Workshop Kerjasama Internasional ini. Sebagaimana kita ketahui bersama, bagi lembaga litbang seperti Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan (Puspijak), kegiatan kerjasama litbang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari strategi untuk memperluas jejaring kerja dan meningkatkan kualitas kegiatan litbang. Tanpa kerjasama dengan institusi lain, lembaga litbang akan teralienasi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat.

Dilandasi oleh hal tersebut, Puspijak melaksanakan kegiatan workshop Kerjasama Internasional pada tanggal 5 November 2012 di IPB-International Convention Centre. Workshop bertujuan untuk memperoleh masukan berupa saran dan kritik membangun dalam rangka meningkatkan kualitas litbang hasil kerjasama dan mengoptimalkan pemanfaatannya oleh masyarakat pengguna.

Prosiding yang ada di hadapan saudara merekam kegiatan yang dillaksanakan oleh proyek kerjasama internasional sepanjang tahun 2012 dimana Puspijak menjadi executing agencynya. Akhirul kalam semoga prosiding ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua dalam memajukan kegiatan litbang utamanya aktivitas litbang perubahan iklim dan kebijakan di indonesia.

Bogor, November 2012 Kepala Pusat,

Dr. Kirsfi anti L. Ginoga, MSc.

iii Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(6)
(7)

Daftar Isi

1. Demonstration Activity (DA) REDD+ di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur ITTO PD 519/08 rev (1)

Ari Wibowo ... 1

2. Overcoming Constraints to Community-Based Commercial Forestry in Indonesia Project Overview: ACIAR- FST/2008/030 Setiasih Irawanti ...13

3. Perbaikan Tata Kelola, Kebijakan dan Kelembagaan Kehutanan untuk Mengurangi Emisi dari Deforestasi dan Kerusakan Hutan (REDD+): Belajar dari proyek kerjasama ACIAR-Kementerian Kehutanan FST/2007/052 Zahrul Muttaqin, Subarudi dan Fitri Nurfatriani ...41

4. REDD+ Readiness Preparation TF99721 ID (FCPF/World Bank) Forest Carbon Partnership Facility Niken Sakuntaladewi Novi Widyaningtyas...53

5. Project number: PD 73/89 (F,M,I) Phase II Feasibility Study on REDD+ in Central Kalimantan, Indonesia Sulistyo A. Siran ...61

Notulensi ... 76

Daftar Hadir ... 88

Kata Pengantar ...iii

Daftar Isi ...v

Sambutan Kepala Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan ...vii

v Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(8)

SAMBUTAN KEPALA PUSAT LITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN

PADA

WORKSHOP KERJASAMA INTERNASIONAL

BOGOR, 5 NOVEMBER 2012

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Selamat Pagi, Salam sejahtera bagi kita sekalian

Yth. Kepala Puslitbang Lingkup Badan Litbang Kehutanan atau yang mewakili, Yth. Saudara-saudara peneliti, penyuluh kehutanan, widyaiswara, perwakilan dari

perguruan tinggi, sahabat-sahabat dari lembaga swadaya masyarakat dan hadirin sekalian

Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadlirat Allah SWT karena hanya atas perkenan-Nya sajalah kita dapat hadir dan berkumpul pada kesempatan yang berbahagia ini. Sebagaimana kita ketahui bersama, penelitian dan pengembangan adalah bagian penting dari sebuah organisasi, baik organisasi public maupun komersial. Banyak organisasi bisnis maupun publik mengalami quantum leap karena menempatkan litbang pada posisi yang strategis. Misalnya perusahaan-perusahaan IT seperti Apple dan Microsoft serta Korea Selatan, sebuah negara yang bergerak cepat dari negara berpendapat rendah pada dekade 60-an menjadi negara industri maju di era 2000-an karena menempatkan litbang sebagai bagian utuh dari strategi pembangunan nasionalnya.

Bapak/Ibu peserta workshop Kerjasama Internasional yang saya hormati...

Kementerian Kehutanan sebagai salah satu pemangku kepentingan pengelolaan dan pembangunan kehutanan menyadari sepenuhnya bahwa penelitian dan pengembangan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam strategi pembangunan kehutanan nasional. Kerjasama dengan institusi kelitbangan lain, tidak hanya memberikan dukungan pendanaan, namun lebih dari itu Puspijak juga memperoleh manfaat berupa terbangunnya jejaring kerja/networking dan akses terhadap berbagai isu dan aktifi tas litbang kehutanan terkini yang mungkin masih merupakan suatu ilmu

vii Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(9)

SAMBUTAN KEPALA PUSAT LITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN

PADA

WORKSHOP KERJASAMA INTERNASIONAL

BOGOR, 5 NOVEMBER 2012

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Selamat Pagi, Salam sejahtera bagi kita sekalian

Yth. Kepala Puslitbang Lingkup Badan Litbang Kehutanan atau yang mewakili, Yth. Saudara-saudara peneliti, penyuluh kehutanan, widyaiswara, perwakilan dari

perguruan tinggi, sahabat-sahabat dari lembaga swadaya masyarakat dan hadirin sekalian

Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadlirat Allah SWT karena hanya atas perkenan-Nya sajalah kita dapat hadir dan berkumpul pada kesempatan yang berbahagia ini. Sebagaimana kita ketahui bersama, penelitian dan pengembangan adalah bagian penting dari sebuah organisasi, baik organisasi public maupun komersial. Banyak organisasi bisnis maupun publik mengalami quantum leap karena menempatkan litbang pada posisi yang strategis. Misalnya perusahaan-perusahaan IT seperti Apple dan Microsoft serta Korea Selatan, sebuah negara yang bergerak cepat dari negara berpendapat rendah pada dekade 60-an menjadi negara industri maju di era 2000-an karena menempatkan litbang sebagai bagian utuh dari strategi pembangunan nasionalnya.

Bapak/Ibu peserta workshop Kerjasama Internasional yang saya hormati...

Kementerian Kehutanan sebagai salah satu pemangku kepentingan pengelolaan dan pembangunan kehutanan menyadari sepenuhnya bahwa penelitian dan pengembangan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam strategi pembangunan kehutanan nasional. Kerjasama dengan institusi kelitbangan lain, tidak hanya memberikan dukungan pendanaan, namun lebih dari itu Puspijak juga memperoleh manfaat berupa terbangunnya jejaring kerja/networking dan akses terhadap berbagai isu dan aktifi tas litbang kehutanan terkini yang mungkin masih merupakan suatu ilmu

vii Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(10)

atau teknologi yang baru di tingkatan nasional dan internasional yang dapat di”share” dan di”learning by doing”, selain exchange of knowledge and skills antar peneliti. Bapak/Ibu peserta hadirin sekalian yang berbahagia...

Strategi Puspijak dalam pengembangan kerjasama adalah menjalin kemitraan dengan institusi kelitbangan terkemuka yang bergerak dalam bidang perubahan iklim dan kebijakan dalam rangka membangun jejaring kerja seluas mungkin. Sampai dengan saat ini, sebagai executing agency, Puspijak mengelola empat kegiatan kerjasama yang masih berjalan / on going, yaitu :

1. Tropical Forest Conservation For Reducing Emission From Deforestation and Forest

Degradation And Enhancing Carbon Stock In Meru Betiri National Park, Indonesia bekerjasama dengan ITTO, 7&1, Telapak, dan TN Meru Betiri

2. Improving Governance, Policy and Institutional Arrangements to Reduce Emissions

from Deforestation and Forest Degradation (REDD)-ACIAR bekerjasama dengan ACIAR, Australia National University, dan CIFOR

3. Overcoming Constrains to Community Based Commercial Forestry in

Indonesia-ACIAR bekerjasama dengan dengan Indonesia-ACIAR, UGM dan BPK Makassar.

4. REDD+ Readiness Preparation TF 99721 ID (FCPF/World Bank) bekerjasama

dengan World-Bank, Pustanling Kehutanan dan Dewan Kehutanan Nasional. Satu kegiatan lagi yaitu, Feasibility Study on REDD+ in Central Kalimantan-ITTO/Marubeni kerjasama dengan ITTO baru saja selesai dan akan diperpanjang dengan fase III yang berdasarkan MoU akan berlangsung dari September 2012 sampai dengan Maret 2013. Satu kegiatan lagi yang baru saja bergabung dengan Puspijak adalah kerjasama Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership (IAFCP) yang akan berlangsung sampai dengan tahun 2014.

Saudara-saudara, hadirin yang kami hormati....

Kelima kegiatan kerjasama yang sedang berjalan maupun yang baru saja selesai telah banyak memberikan kontribusi dalam kegiatan litbang perubahan iklim dan kebijakan. Dari kegiatan-kegiatan kerjasama tersebut telah dilaksanakan beberapa lokakarya, pelatihan dan seminar yang merupakan turunan dari upaya transfer dan exchange of knowledge and technology dan penguatan kapasitas sebagai bagian dari tujuan diadakannya kerjasama tersebut.

Namun lebih dari itu semua, Puspijak memandang perlu untuk dilakukan diseminasi atau penyebarluasan lebih lanjut terhadap berbagai kemajuan/progres yang telah dicapai oleh kegiatan-kegiatan kerjasama tersebut. Kegiatan diseminasi ini

(11)

atau teknologi yang baru di tingkatan nasional dan internasional yang dapat di”share” dan di”learning by doing”, selain exchange of knowledge and skills antar peneliti. Bapak/Ibu peserta hadirin sekalian yang berbahagia...

Strategi Puspijak dalam pengembangan kerjasama adalah menjalin kemitraan dengan institusi kelitbangan terkemuka yang bergerak dalam bidang perubahan iklim dan kebijakan dalam rangka membangun jejaring kerja seluas mungkin. Sampai dengan saat ini, sebagai executing agency, Puspijak mengelola empat kegiatan kerjasama yang masih berjalan / on going, yaitu :

1. Tropical Forest Conservation For Reducing Emission From Deforestation and Forest

Degradation And Enhancing Carbon Stock In Meru Betiri National Park, Indonesia bekerjasama dengan ITTO, 7&1, Telapak, dan TN Meru Betiri

2. Improving Governance, Policy and Institutional Arrangements to Reduce Emissions

from Deforestation and Forest Degradation (REDD)-ACIAR bekerjasama dengan ACIAR, Australia National University, dan CIFOR

3. Overcoming Constrains to Community Based Commercial Forestry in

Indonesia-ACIAR bekerjasama dengan dengan Indonesia-ACIAR, UGM dan BPK Makassar.

4. REDD+ Readiness Preparation TF 99721 ID (FCPF/World Bank) bekerjasama

dengan World-Bank, Pustanling Kehutanan dan Dewan Kehutanan Nasional. Satu kegiatan lagi yaitu, Feasibility Study on REDD+ in Central Kalimantan-ITTO/Marubeni kerjasama dengan ITTO baru saja selesai dan akan diperpanjang dengan fase III yang berdasarkan MoU akan berlangsung dari September 2012 sampai dengan Maret 2013. Satu kegiatan lagi yang baru saja bergabung dengan Puspijak adalah kerjasama Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership (IAFCP) yang akan berlangsung sampai dengan tahun 2014.

Saudara-saudara, hadirin yang kami hormati....

Kelima kegiatan kerjasama yang sedang berjalan maupun yang baru saja selesai telah banyak memberikan kontribusi dalam kegiatan litbang perubahan iklim dan kebijakan. Dari kegiatan-kegiatan kerjasama tersebut telah dilaksanakan beberapa lokakarya, pelatihan dan seminar yang merupakan turunan dari upaya transfer dan exchange of knowledge and technology dan penguatan kapasitas sebagai bagian dari tujuan diadakannya kerjasama tersebut.

Namun lebih dari itu semua, Puspijak memandang perlu untuk dilakukan diseminasi atau penyebarluasan lebih lanjut terhadap berbagai kemajuan/progres yang telah dicapai oleh kegiatan-kegiatan kerjasama tersebut. Kegiatan diseminasi ini

viii

penting karena selain untuk menyebarluaskan hasil litbang dari kegiatan kerjasama ini juga untuk memperoleh umpan balik untuk perbaikan ke depan. Masukan ini diharapkan akan lebih mempertajam hasil-hasil litbang dari kegiatan kerjasama sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Bapak/Ibu peserta hadiri sekalian yang berbahagia...

Akhirul kalam, kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran Bapak/Ibu/ Saudara untuk bersama-sama berdiskusi dan berbagi pengetahuan dalam workshop kerjasama ini. Saran masukan dan kritik untuk perbaikan dari hadirin sekalian sangat kami harapkan.

Semoga kegiatan hari ini dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan mulia dari kegiatan dari kegiatan ini dapat tercapai dan kita rasakan hasilnya di masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Kepala PUSPIJAK,

Dr. Kirsfi anti Ginoga, MSc.

ix Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(12)

Demonstration Activity (DA) REDD+ di

Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur

ITTO PD 519/08 rev (1)

(13)

Demonstration Activity (DA) REDD+ di

Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur

ITTO PD 519/08 rev (1)

(14)
(15)

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Terjadinya perubahan iklim telah banyak dibuktikan secara ilmiah. Sektor Kehutanan adalah salah satu sektor penting yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca (GRK). Di tingkat global, laporan Stern (2007) menyebutkan kontribusi sektor perubahan penutupan lahan dan kehutanan (LULUCF) sebesar 18%, sedangkan di Indonesia, sektor LULUCF adalah yang terbesar yaitu 48% dari total emisi nasional (KLH, 2009). Untuk itu Indonesia mencanangkan target penurunan emisi sebesar 26% pada tahun 2020, dengan kontribusi sektor kehutanan ditetapkan sebesar 14%.

Upaya penurunan emisi sektor kehutanan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pada prinsipnya adalah pengurangan emisi dengan menjaga dan mempertahankan stok karbon yang ada serta meningkatkan serapan melalui berbagai program pembangunan hutan tanaman. Salah satu mekanisme pengurangan emisi yang sedang dikembangkan adalah mekanisme REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Degradation Plus). REDD+ adalah istilah yang mengacu pada Bali Action Plan yaitu 'pendekatan kebijakan dan insentif positif pada isu-isu yang berkenaan dengan mengurangi emisi dari penurunan kerusakan hutan dan tutupan hutan di negara berkembang; dan peran konservasi, pengelolaan hutan lestari serta peningkatan stok karbon hutan di negara berkembang’. Mekanisme ini diharapkan dapat diimplementasikan penuh sesudah berakhirnya periode Kyoto Protocol. Agar hasil penurunan emisi mekanime REDD+ dapat diperjual belikan melalui mekanisme pasar, monitoring penurunan emisi haruslah dilakukan dengan cara-cara yang memenuhi kaidah internasional, dan bersifat MRV (Measurable, Reportable dan Verifi able).

Indonesia adalah salah satu negara dengan hutan tropis terbesar. Salah satu kontribusi terhadap isu global adalah melalui perannya dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan meningkatkan persediaan karbon hutan melalui konservasi hutan yang mekanismenya ditingkat global sedang dibangun melalui kegiatan REDD+. Hal ini didukung oleh luasnya hutan konservasi di Indonesia yang mencapai 26,8 juta ha, terdiri dari Taman Nasional, Cagar Alam, dan Hutan Rekreasi.

Sebagian besar hutan konservasi termasuk Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) yang terletak di bagian selatan Jawa Timur mendapat ancaman potensial dari deforestasi dan degradasi hutan.

3 Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(16)

Meskipun tidak terjadi deforestasi yang terencana, pembalakan liar dan perambahan adalah ancaman bagi kelestarian kawasan konservasi. Mekanisme REDD+ untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan akan memiliki banyak manfaat. Disamping mempertahankan stok karbon yang mencegah terjadinya emisi, dampak positif lainnya adalah terhadap kelestarian keanekaragaman hayati dan menunjang pembangunan berkelanjutan melalui peran serta masyarakat.

1.2 Tujuan Kegiatan

Tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk memberikan kontribusi dalamn pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, dan meningkatkan cadangan karbon hutan melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam konservasi dan pengelolaan MBNP. Tujuan khusus adalah: (1) untuk meningkatkan mata pencaharian masyarakat lokal yang tinggal di dalam dan di sekitar areal TNMB melalui partisipasi dalam menghindari deforestasi, degradasi dan hilangnya keanekaragaman hayati, dan (2) untuk mengembangkan pengukuran yang kredibel, dapat dilaporkan, dan sistem diverifi kasi untuk memantau pengurangan emisi dari deforestasi dan deg radasi hutan dan peningkatan cadangan karbon hutan di TNMB.

2. Kondisi Umum Taman Nasional Meru Betiri

2.1 Lokasi DA REDD+

Lokasi kegiatan percontohan REDD+ adalah Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) yang terletak di bagian selatan Jawa Timur. TNMB meliputi dua wilayah kabupaten yaitu Jember dan Banyuwangi. Luas total Taman Nasional adalah ± 58.000 ha yang terdiri dari berbagai tipe vegetasi dari pegunungan sampai ke daerah pesisir. TNMB kaya keanekaragaman hayati dan kehidupan masyarakat sekitar hutan yang memberikan dampak positif dan negatif terhadap kelestarian hutan.

Demonstration Activity (DA) REDD+ di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa TimurITTO PD 519/08 rev (1)

4

Gambar 1. Lokasi TNMB di Jawa Timur

2.2 Luas dan Zona di TNMB

TNMB memiliki luas 58.000 ha dan terletak di bagian selatan Provinsi Jawa Timur dan berada di dua kabupaten yaitu Jember dan Banyuwangi dengan aksesibilitas relatif tinggi. Kondisi topografi sangat bervariasi mulai dari daerah perbukitan, dataran rendah, pantai dan mangrove yang menghadap ke Samudera Hindia.

Kawasan Taman Nasional merupakan ekosistem hutan hujan tropis dengan keanekaragaman fl ora dan fauna yang tinggi (lebih dari 500 jenis vegetasi telah diidentifi kasi), seperti tanaman obat, tanaman hias, bambu serta berbagai hewan kecil dan yang relatif besar.

Dalam hal fungsi, TNMB dibagi menjadi 5 zona, yaitu zona inti, zona hutan utuh, zona pemanfaatan, zona rehabilitasi dan zona penyangga. Setiap zona dikelola secara khusus berdasarkan fungsi spesifi k. Zona inti dengan luas wilayah 27,900 ha merupakan kawasan lindung dan hanya diperbolehkan untuk penelitian dan pendidikan. Zona hutan dengan total luas 22,622 ha diperbolehkan untuk penelitian dan pendidikan, pemanfaatan terbatas untuk ekowisata.

5 Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(17)

Gambar 1. Lokasi TNMB di Jawa Timur

2.2 Luas dan Zona di TNMB

TNMB memiliki luas 58.000 ha dan terletak di bagian selatan Provinsi Jawa Timur dan berada di dua kabupaten yaitu Jember dan Banyuwangi dengan aksesibilitas relatif tinggi. Kondisi topografi sangat bervariasi mulai dari daerah perbukitan, dataran rendah, pantai dan mangrove yang menghadap ke Samudera Hindia.

Kawasan Taman Nasional merupakan ekosistem hutan hujan tropis dengan keanekaragaman fl ora dan fauna yang tinggi (lebih dari 500 jenis vegetasi telah diidentifi kasi), seperti tanaman obat, tanaman hias, bambu serta berbagai hewan kecil dan yang relatif besar.

Dalam hal fungsi, TNMB dibagi menjadi 5 zona, yaitu zona inti, zona hutan utuh, zona pemanfaatan, zona rehabilitasi dan zona penyangga. Setiap zona dikelola secara khusus berdasarkan fungsi spesifi k. Zona inti dengan luas wilayah 27,900 ha merupakan kawasan lindung dan hanya diperbolehkan untuk penelitian dan pendidikan. Zona hutan dengan total luas 22,622 ha diperbolehkan untuk penelitian dan pendidikan, pemanfaatan terbatas untuk ekowisata.

5 Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(18)

Zona Pemanfaatan dengan luas total 1,285 ha selain untuk penelitian dan pendidikan, juga untuk pemanfaatan berkelanjutan pada dataran tinggi dan pesisir yaitu untuk ekowisata. Zona rehabilitasi dengan luas wilayah 4,023 ha adalah zona di mana rehabilitasi hutan dan lahan (agro-kehutanan budidaya) melibatkan masyarakat lokal sedang berlangsung untuk memperkuat dan melindungi zona lain. Kegiatan rehabilitasi dilakukan di daerah ini untuk memulihkan tutupan hutan dari pembalakan ilegal, konversi dan budidaya sejak awal 1990-an. Rehabilitasi dilakukan berdasarkan prinsip saling menguntungkan antara TNMB dan masyarakat dengan mengembangkan sistem agroforestry.

2.3 Aspek lingkungan

Tipe hutan di Taman Nasional Meru Betiri adalah hutan mangrove, hutan rawa, dan hutan hujan dataran rendah. TNMB merupakan habitat alami dari bunga Raffl esia (Raffl esia zollingeriana), dan berbagai vegetasi lainnya seperti bakau (Rhizophora sp.), Api-api (Avicennia sp.), waru (Hibiscus tiliaceus), nyamplung (Calophyllum inophyllum), Rengas (Gluta renghas), Bungur (Lagerstroemia speciosa), Pulai (Alstonia scholaris), Bendo (Artocarpus elasticus), serta berbagai jenis tanaman obat. TNMB juga merupakan rumah bagi beberapa satwa yang dilindungi, termasuk 29 jenis mamalia dan 180 jenis burung. TNMB dikenal sebagai habitat terakhir Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) yang sekarang menjadi sangat terancam punah dan merupakan jenis yang dilindungi. Jejak harimau ini tidak ditemukan lagi selama bertahun-tahun sehingga dikhawatirkan telah punah.

TNMB juga memiliki karakteristik lainnya yaitu penyu. Pantai Sukamade merupakan habitat dari berbagai jenis penyu seperti penyu belimbing, penyu sisik, dan penyu hijau. Fasilitas penangkaran sederhana telah dibangun di pantai ini untuk memastikan bahwa penyu tersebut tidak menjadi punah

2.4 Aspek Sosial Ekonomi

TNMB berada di dua kabupaten yaitu Jember dan Banyuwangi dengan jumlah desa yang langsung berbatasan dengan kawasan Taman 11-12 desa dan jumlah penduduk 23,800. Kebanyakan masyarakat yang tinggal di desa-desa ini adalah petani subsisten dan buruh dalam kegiatan yang berhubungan dengan pertanian. Rata-rata pendapatan masyarakat sangat rendah, sekitar UD $ 150 per tahun. Untuk mendukung kehidupan sehari-hari, sebagian besar anggota masyarakat mencari sumber pendapatan alternatif, dan sering melakukan penebangan di kawasan Taman Nasional, baik untuk

Demonstration Activity (DA) REDD+ di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa TimurITTO PD 519/08 rev (1)

6

kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu. Beberapa anggota masyarakat juga bekerja di TNMB untuk kegiatan rehabilitasi sebagai sumber pendapatan tambahan. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya ketergantungan masyarakat pada sumber daya yang disediakan dari TNMB.

TNMB sebagaimana kawasan hutan lainnya, juga menghadapi ancaman serius yang menyebabkan degradasi dan mengurangi nilai dari fungsi ekosistem termasuk perannya dalam penyerapan karbon dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Penyebab utama ancaman (terutama degradasi hutan) adalah penebangan liar dan perambahan. Penebangan liar kayu dan non-kayu hasil hutan dari taman nasional sebagian besar karena masih lemahnya upaya penegakan hukum, kurangnya kesadaran masyarakat tentang fungsi hutan dan tekanan ekonomi yang disebabkan oleh kemiskinan dan kurangnya sumber pendapatan. Situasi ini, secara langsung atau tidak langsung, memberikan kontribusi terhadap potensi degradasi dari kawasan Taman Nasional.

3. Pelaksanaan DA REDD+ di TNMB

Kegiatan DA REDD+ di Taman Nasional Merubetiri secara resmi telah di “launching” oleh Menteri Kehutanan pada bulan Januari tahun 2010. Saat ini kegiatan DA REDD+ di Taman Nasional Meru Betiri sedang dalam proses register oleh Direktorat Jenderal PHKA bersama-sama dengan DA di Taman Nasional lainnya, yaitu TN Sebangau, Tesso Nilo dan Berbak. DA REDD+ di TNMB merupakan salah satu dari DA REDD di Indonesia yang mewakili kawasan konservasi. Kegiatan ini sangat mendukung komitmen Pemerintah Indonesia dalam mengatasi masalah perubahan iklim melalui target penurunan emisi 26 % tahun 2020, sebagai kontribusi upaya mitigasi dari sektor kehutanan

Jangka waktu implementasi kegiatan 4 tahun (2010-2013) dengan Executing Agency Badan Litbang Kehutanan melalui Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Meru Betiri dan LATIN.

Kegiatan percontohan REDD+ di TNMB dibiayai oleh ITTO (PD 519/08 Rev 1 (F), dengan kontribusi dari Perusahaan Jepang, Seven and i Holdings Company. Nilai kegiatan (hibah) adalah sebesar US$ 814.590

Kegiatan dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu terkait dengan upaya peningkatan partisipasi dan kesejahteraan masyarakat, dan kegiatan yang mendukung tercapainya peningkatan kapasitas dalam persediaan sumber daya dasar dan akuntansi karbon dalam terukur, dilaporkan dan dapat diverifi kasi (MRV). Jenis dan tata waktu kegiatan adalah sebagai berikut:

7 Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(19)

kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu. Beberapa anggota masyarakat juga bekerja di TNMB untuk kegiatan rehabilitasi sebagai sumber pendapatan tambahan. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya ketergantungan masyarakat pada sumber daya yang disediakan dari TNMB.

TNMB sebagaimana kawasan hutan lainnya, juga menghadapi ancaman serius yang menyebabkan degradasi dan mengurangi nilai dari fungsi ekosistem termasuk perannya dalam penyerapan karbon dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Penyebab utama ancaman (terutama degradasi hutan) adalah penebangan liar dan perambahan. Penebangan liar kayu dan non-kayu hasil hutan dari taman nasional sebagian besar karena masih lemahnya upaya penegakan hukum, kurangnya kesadaran masyarakat tentang fungsi hutan dan tekanan ekonomi yang disebabkan oleh kemiskinan dan kurangnya sumber pendapatan. Situasi ini, secara langsung atau tidak langsung, memberikan kontribusi terhadap potensi degradasi dari kawasan Taman Nasional.

3. Pelaksanaan DA REDD+ di TNMB

Kegiatan DA REDD+ di Taman Nasional Merubetiri secara resmi telah di “launching” oleh Menteri Kehutanan pada bulan Januari tahun 2010. Saat ini kegiatan DA REDD+ di Taman Nasional Meru Betiri sedang dalam proses register oleh Direktorat Jenderal PHKA bersama-sama dengan DA di Taman Nasional lainnya, yaitu TN Sebangau, Tesso Nilo dan Berbak. DA REDD+ di TNMB merupakan salah satu dari DA REDD di Indonesia yang mewakili kawasan konservasi. Kegiatan ini sangat mendukung komitmen Pemerintah Indonesia dalam mengatasi masalah perubahan iklim melalui target penurunan emisi 26 % tahun 2020, sebagai kontribusi upaya mitigasi dari sektor kehutanan

Jangka waktu implementasi kegiatan 4 tahun (2010-2013) dengan Executing Agency Badan Litbang Kehutanan melalui Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Meru Betiri dan LATIN.

Kegiatan percontohan REDD+ di TNMB dibiayai oleh ITTO (PD 519/08 Rev 1 (F), dengan kontribusi dari Perusahaan Jepang, Seven and i Holdings Company. Nilai kegiatan (hibah) adalah sebesar US$ 814.590

Kegiatan dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu terkait dengan upaya peningkatan partisipasi dan kesejahteraan masyarakat, dan kegiatan yang mendukung tercapainya peningkatan kapasitas dalam persediaan sumber daya dasar dan akuntansi karbon dalam terukur, dilaporkan dan dapat diverifi kasi (MRV). Jenis dan tata waktu kegiatan adalah sebagai berikut:

7 Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(20)

Tabel 1. Kegiatan DA REDD+ di TNMB dan tata waktu

Kegiatan Utama/Kegiatan Tata Waktu

Upaya peningkatan partisipasi dan kesejahteraan masyarakat 1. Mengkaji skema yang ada dan pembelajaran dari daerah sekitar

2. Melakukan konsultasi parapihak untuk mengidentifi kasi skema yang paling layak untuk TNMB

3. Menetapkan kemitraan untuk konservasi Taman Nasional Meru Betiri 4. Meningkatkan kegiatan ekonomi potensial melalui program kemitraan

komunitas hutan

5. Mempromosikan pengembangan dan domestikasi jenis berharga dari TNMB 6. Melaksanakan program peningkatan kesadaran masyarakat

7. Melakukan pelatihan perlindungan hutan untuk tokoh masyarakat, polisi dan staf pemerintah lokal lainnya di TNMB

8. Meningkatkan kelembagaan di tingkat masyarakat untuk mengurangi penebangan liar dan memberdayakan mereka

9. Scaling up pembelajaran DA REDD+

10. Perencanaan program penanaman di zona rehabilitasi oleh masyarakat

2010 2010 2011 2011 2011 2011-2013 2010 2011-2013 2012 2012 Kegiatan yang mendukung tercapainya peningkatan kapasitas dalam

inventarisasi sumber daya dan akuntansi karbon yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifi kasi (MRV)

1. Mengkaji metodologi yang tersedia untuk penghitungan karbon menurut IPCC, VCS dan standar lainnya

2. Mengembangkan prosedur operasi standar (SOP) untuk pengukuran bidang karbon dan keanekaragaman hayati

3. Menyiapkan petunjuk teknis penyelenggraan DA REDD+ untuk kawasan konservasi

4. Menentukan batas proyek untuk memfasilitasi pengukuran dan pemantauan cadangan karbon

5. Menyelenggarakan lokakarya dan pelatihan tentang inventarisasi berbasis sumber daya bagi para pemangku kepentingan terkait

6. Menyelenggarakan lokakarya dan pelatihan tentang penghitungan karbon bagi para pemangku kepentingan terkait

7. Melakukan analisis penginderaan jauh untuk menentukan perubahan penutup dalam taman nasional

8. Menetapkan baseline proyek untuk menganalisis penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan dan perubahan karbon terkait saham

9. Pelaksanaan pembuatan Dokumen Desain Proyek (PDD) sesuai dengan standar karbon sukarela (VCS)

10. Rencana validasi/verifi kasi

2010-2011 2011 2012 2010 2011 2010 2011-2012 2011-2012 2012 2013 Selama pelaksanaan REDD DA, kegiatan sosialisasi telah dilaksanakan. Jaringan telah dikembangkan melalui:

1. Website: Http :/ / ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id 2. Mailing list: redd_forda_itto@yahoogroups.com

3. Video : http://library.forda-mof.org/libforda/fi les/mbnp redd+.mpg

4. Berbagai publikasi telah dihasilkan, yaitu: Brief Info (Bulanan), Laporan foto, Laporan Teknis, Laporan Tahunan, Policy Brief

5. Leafl et, poster, pamfl et, selebaran, dll

Demonstration Activity (DA) REDD+ di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa TimurITTO PD 519/08 rev (1)

8

Kegiatan DA REDD + di TNMB telah memberikan pembelajaran dan disebarluaskan melalui berbagai pertemuan, lokakarya, seminar dan acara lainnya. Kegiatan ini juga menarik minat tidak hanya dari Indonesia tetapi juga dari negara lain untuk melihat TNMB dan implementasi REDD, termasuk kunjungan dari Korea University, Delegasi Thailand, kunjungan Deperindag Jepang Kehutanan, dan Tim dari University Washington, Amerika Serikat dan Universitas Indonesia.

Untuk Rancangan Metodologi, sampai dengan tahun 2012, sedang disiapkan Project Design Document (PDD) yang mengacu kepada Verifi ed Carbon Standard (VCS), dengan mengaplikasikan metodologi yang tersedia menurut VCS yaitu VM0015 for Avoided Unplanned Deforestation

4. Pembelajaran

DA REDD+ di TNMB merupakan kegiatan percontohan sebagai pembelajaran terhadap mekanisme REDD sebelum diimplementasikan secara penuh. Kegiatan ini mendukung peningkatan pengelolaan kawasan konservasi yang lestari. Pengelolaan yang meningkat akan ditandai dengan perbaikan fungsi ekosistem hutan, perbaikan partisipasi masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembelajaran yang diperoleh dari kegiatan REDD di TNMB dalam rangka perbaikan penerapan REDD+ diantaranya, adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat di sekitar TNMB merupakan parapihak yang penting dalam

pelaksanaan program REDD+. Mereka telah menunjukkan keinginan dan partisipasi yang baik dalam menjalankan program REDD+. Untuk itu, masyarakat memerlukan kepastian jangka panjang dalam menjalankan kegiatannya terutama di zona rehabilitasi TNMN. Nota kesepahaman yang telah disepakati menjadi awal dari berlangsungnya kerjasama yang baik antara masyarakat dan TNMB demi keuntungan kedua belah pihak.

2. Meskipun mekanisme wajib melalui perundingan COP belum memberikan hasil

yang nyata dalam mekanisme REDD+, mekanisme sukarela seperti VCS, CCBA dan Plan Vivo telah berkembang yang dapat menjadi kesempatan bagi program REDD+ di Indonesia. Selain itu mekanisme “fund based” seperti “Carbon Offset Mechanism” dapat menjadi alternatif insentif untuk kawasan konservasi. Saat ini kegiatan DA REDD+ di TNMB sedang menyiapkan PDD (Project Desugn Document) yang mengacu kepada Verifi ed Carbon Standard (VCS)

9 Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(21)

Kegiatan DA REDD + di TNMB telah memberikan pembelajaran dan disebarluaskan melalui berbagai pertemuan, lokakarya, seminar dan acara lainnya. Kegiatan ini juga menarik minat tidak hanya dari Indonesia tetapi juga dari negara lain untuk melihat TNMB dan implementasi REDD, termasuk kunjungan dari Korea University, Delegasi Thailand, kunjungan Deperindag Jepang Kehutanan, dan Tim dari University Washington, Amerika Serikat dan Universitas Indonesia.

Untuk Rancangan Metodologi, sampai dengan tahun 2012, sedang disiapkan Project Design Document (PDD) yang mengacu kepada Verifi ed Carbon Standard (VCS), dengan mengaplikasikan metodologi yang tersedia menurut VCS yaitu VM0015 for Avoided Unplanned Deforestation

4. Pembelajaran

DA REDD+ di TNMB merupakan kegiatan percontohan sebagai pembelajaran terhadap mekanisme REDD sebelum diimplementasikan secara penuh. Kegiatan ini mendukung peningkatan pengelolaan kawasan konservasi yang lestari. Pengelolaan yang meningkat akan ditandai dengan perbaikan fungsi ekosistem hutan, perbaikan partisipasi masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembelajaran yang diperoleh dari kegiatan REDD di TNMB dalam rangka perbaikan penerapan REDD+ diantaranya, adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat di sekitar TNMB merupakan parapihak yang penting dalam

pelaksanaan program REDD+. Mereka telah menunjukkan keinginan dan partisipasi yang baik dalam menjalankan program REDD+. Untuk itu, masyarakat memerlukan kepastian jangka panjang dalam menjalankan kegiatannya terutama di zona rehabilitasi TNMN. Nota kesepahaman yang telah disepakati menjadi awal dari berlangsungnya kerjasama yang baik antara masyarakat dan TNMB demi keuntungan kedua belah pihak.

2. Meskipun mekanisme wajib melalui perundingan COP belum memberikan hasil

yang nyata dalam mekanisme REDD+, mekanisme sukarela seperti VCS, CCBA dan Plan Vivo telah berkembang yang dapat menjadi kesempatan bagi program REDD+ di Indonesia. Selain itu mekanisme “fund based” seperti “Carbon Offset Mechanism” dapat menjadi alternatif insentif untuk kawasan konservasi. Saat ini kegiatan DA REDD+ di TNMB sedang menyiapkan PDD (Project Desugn Document) yang mengacu kepada Verifi ed Carbon Standard (VCS)

9 Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(22)

3. Program REDD+ di TNMB telah memberikan pembelajaran dan informasi tentang potensi karbon di kawasan konservasi dan mengembangkan sistem perhitungan karbon dan emisi yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifi kasi (MRV). Hutan pada kawasan konservasi di TNMB relatif pada kondisi yang baik, tinggi tingkat kadungan karbon dan memiliki nilai biodiversitas penting

4. Mekanisme REDD+ yang sedang dikembangkan sepertinya lebih memberikan

keuntungan pada wilayah dengan tingkat sejarah deforestasi atau emisi yang tinggi, sehingga merupakan tantangan dan proses pembelajaran untuk REDD+ di wilayah konservasi dengan tingkat deforestasi rendah dan nilai konservasi (biodiversitas) tinggi. Mekanisme insentif dan penghargaan seharusnya diupayakan untuk wilayah yang telah mengupayakan konservasi dengan baik.

5. Dengan adanya kegiatan DA REDD+ telah terjalin kolaborasi antar stakeholders

(Kemenhut, BTNMB, Pemda, NGO, Perguruan Tinggi, Swasta dll)

Tantangan yang dihadapi dalam implementasi kegiatan DA REDD+ diantaranya adalah:

1. Kegiatan REDD+ di TNMB ini terutama berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat dan penguatan kelembagaan dalam pengelolaan MBNP untuk mendukung tujuan konservasi. Potensi risiko yang mungkin muncul adalah dari konfl ik kepentingan antara masyarakat lokal dan pengelolaan TNMB, terutama dalam pemanfaatan lahan di TNMB. Konfl ik kepentingan ini dapat mengakibatkan berkurangnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan.

2. Risiko potensial lain adalah berhubungan dengan pengembangan sistem yang kredibel untuk memonitor pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan untuk meningkatkan cadangan karbon hutan. Dalam rangka pengembangan sistem yang kredibel berbagai metodologi tersedia untuk perhitungan dan pemantauan cadangan karbon, seperti yang dikembangkan oleh Inter-Governmental Panel on Climate Change (IPCC). Selain itu beberapa standard sukarela juga tersedia misalnya Verifi ed Carbon Standard (VCS) dan Climate and Community Biodiversity Alliance (CCBA). Berbagai standard ini masih mengutamakan penurunan emisi sebagai target utama, sedangkan peran konservasi (biodiversity) dan masyarakat masih merupakan manfaat tambahan (co-benefi ts). Rendahnya sejarah emisi akan mengurangi nilai tambah (additionallity) dari kegiatan ini, dan sulit untuk mendapatkan insentif dari pasar sukarela.

3. Kegiatan berakhir 2013, diperlukan keberlanjutan pasca ITTO, apakah selesai sebagai DA pembelajaran atau terus dilaksanakan sebagai “result based DA”.

Demonstration Activity (DA) REDD+ di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa TimurITTO PD 519/08 rev (1)

(23)

4. Scaling Up

Registrasi dan upaya Dijen PHKA dengan menyiapkan Draft PerdirjenBersama-sama dengan TN Sebangau, Tesso Nilo, dan Berbak

5. Penutup

1. DA REDD+ di TNMB merupakan DA yang mewakili kawasan konservasi yang

dilaksanakan oleh multistakeholder dan kontribusi dari internasional (ITTO dan Seven and i) terhadap kelestarian hutan tropis

2. Tantangan dan proses belajar untuk REDD+ di kawasan konservasi dengan tingkat

deforestasi rendah dan kaya akan nilai konservasi . Hutan di TNMB umumnya masih dalam kondisi baik, kaya biodiversitas dan stok karbon.

3. Masyarakat adalah komponen penting dalam REDD+. Kesuksesan tergantung

juga pada partisipasi dan kesadaran masyarakat. REDD+ harus memberikan manfaat jangka pendek dan jangka panjang. Masyarakat memerlukan kepastian hukum jangka panjang untuk kegiatan yang berhubungan dengan TNMB.

4. Kegiatan DA telah menghasilkan informasi stok karbon di TNMB sebagai kawasan

konservasi, sistem MRV untuk memonitor stok karbon dan biodiversitas serta keterlibatan masyarakat sebagai masukan untuk sistem nasional dan program REDD lainnya.

5. DA REDD+ telah mengikuti prosedur VCS dengan menyiapkan PDD. Untuk

itu perlu didukung dengan keberlanjutan kegiatan setelah berakhirnya kegiatan ITTO pada tahun 2013.

Daftar Publikasi Project ITTO PD 519/08 Rev (1) F

1. Review existing scemes and lesson learned from surrounding areas

2. Stakeholder consultation to determine the most viable scheme of community and other stakeholders to be applied at MBNP

3. Determination of project boundary to facilitate measuring and monitoring of

carbon stocks

4. Review existing methodology of resourcebased inventory for measuring reporting

and verivying (MRV) carbon accounting for reducing emission from deforestation and forest degradation and enhancing carbon stock in Meru Betiri National Park (MBNP), Indonesia

5. Standard Operating Procedures (SOPs) for Field Measurement

11 Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(24)

6. Mengembangkan konservasi berdasarkan Industri dari Zona rehabilitasi di Taman nasional Meru Betiri

7. The Completion of GIS Analysis Activity in Meru Betiri National Park

8. aporan Pelatihan Pelibatan Masyarakat dalam Pengukuran, Pelaporan, dan Verifi kasi perubahan cadangan karbon di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB)

9. landcover change analysis using remote sensing and GIS

10. Progress Of Demonstration Activity Of REDD+ In Meru Betiri Nasional Park, Indonesia Up To 2011

11. Developing Partnership for Conservation at Meru Betiri National Park

12. Review on Methodology of voluntary carbon standards for application of REDD+

Project in Meru Betiri National Park, East Java

13. Analysis of Land Use, Land Cover Change and the Association Carbon Stock

Change to Establish Project Baseline

14. Review tentang Illegal Logging sebagai ancaman terhadap sumberdaya hutan

dan implementasi kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD+) di Indonesia

15. Standard Operational Procedure for Biodiversity Survey in Conservation Area 16. Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk Survei Keragaman Jenis Pada Kawasan

Konservasi

17. Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk Pengukuran Stock Karbon di Kawasan

Konservasi

18. Pelatihan Inventarisasi Sumber Daya Petani 19. Potensi Karbon di Taman Nasional Meru Betiri

20. Meningkatkan Kelembagaan dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Mengatasi

Masalah Penebangan Liar di TNMB

21. Hutan, Perubahan Iklim dan REDD+ (bahan penyuluhan ke sekolah dasar/

menengah)

22. Informasi Teknis Pelaksanaan Kegiatan Da REDD+ Di Kawasan Konservasi

Demonstration Activity (DA) REDD+ di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa TimurITTO PD 519/08 rev (1)

12

Overcoming Constraints to

Community-Based Commercial Forestry in Indonesia

Project Overview: ACIAR- FST/2008/030

(25)

6. Mengembangkan konservasi berdasarkan Industri dari Zona rehabilitasi di Taman nasional Meru Betiri

7. The Completion of GIS Analysis Activity in Meru Betiri National Park

8. aporan Pelatihan Pelibatan Masyarakat dalam Pengukuran, Pelaporan, dan Verifi kasi perubahan cadangan karbon di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB)

9. landcover change analysis using remote sensing and GIS

10. Progress Of Demonstration Activity Of REDD+ In Meru Betiri Nasional Park, Indonesia Up To 2011

11. Developing Partnership for Conservation at Meru Betiri National Park

12. Review on Methodology of voluntary carbon standards for application of REDD+

Project in Meru Betiri National Park, East Java

13. Analysis of Land Use, Land Cover Change and the Association Carbon Stock

Change to Establish Project Baseline

14. Review tentang Illegal Logging sebagai ancaman terhadap sumberdaya hutan

dan implementasi kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD+) di Indonesia

15. Standard Operational Procedure for Biodiversity Survey in Conservation Area 16. Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk Survei Keragaman Jenis Pada Kawasan

Konservasi

17. Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk Pengukuran Stock Karbon di Kawasan

Konservasi

18. Pelatihan Inventarisasi Sumber Daya Petani 19. Potensi Karbon di Taman Nasional Meru Betiri

20. Meningkatkan Kelembagaan dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Mengatasi

Masalah Penebangan Liar di TNMB

21. Hutan, Perubahan Iklim dan REDD+ (bahan penyuluhan ke sekolah dasar/

menengah)

22. Informasi Teknis Pelaksanaan Kegiatan Da REDD+ Di Kawasan Konservasi

Demonstration Activity (DA) REDD+ di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa TimurITTO PD 519/08 rev (1)

12

Overcoming Constraints to

Community-Based Commercial Forestry in Indonesia

Project Overview: ACIAR- FST/2008/030

(26)

Abstrak

Merupakan tantangan bagi pemerintah Indonesia di mana 55 juta penduduknya (23% dari populasi) hidup diantara hutan dan bergantung pada hutan. Sementara itu penanaman hutan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri skala besar, namun sebaliknya ketersediaan hutan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan mata pencaharian masyarakat pedesaan menjadi kurang pasti. Apakah Kehutanan Komersial Berbasis Masyarakat (CBCF) merupakan strategi kebijakan dan manajemen yang efektif?. Ada empat tugas penelitian yakni (1) analisis dimensi sosial, (2) kerangka kerja mata pencaharian sektor kehutanan, (3) analisis rantai nilai dan (4) pendekatan pembelajaran petani.

Hasil dari analisis dimensi sosial menunjukan bahwa hutan rakyat sengon di Kabupaten Pati dibangun di lahan tegalan dan pekarangan secara tumpangsari dengan berbagai jenis tanaman semusim, empon-empon, rumput pakan ternak, tanaman perkebunan, tanaman penghasil buah-buahan, dan tanaman kehutanan, sehingga dihasilkan kayu dan hasil bukan kayu (HBK). Program pemerintah KBR, BLM-PPMBK, dan KBD berperan memperkaya lahan rakyat dengan tanaman kayu dan mendorong peningkatan produksi kayu dan HBK.

Pendapatan petani dari kegiatan terkait lahan berasal dari 3 sumber yakni (1) hasil penjualan kayu, (2) hasil penjualan HBK, dan (3) hasil penjualan ternak. Rata-rata kontribusi pendapatan tertinggi dari kayu adalah 22%, dari HBK adalah 82% dan dari ternak adalah 12%. Sedangkan pendapatan petani dari hutan rakyat berasal dari 2 sumber yakni (1) hasil penjualan kayu dan (2) hasil penjualan HBK, di mana rata-rata kontribusi pendapatan tertinggi dari kayu adalah 67% dan dari HBK adalah 87%. HBK yang mempunyai kontribusi pendapatan besar yakni tanaman buah-buahan (31,58% - 75,11%) dan tanaman perkebunan (22,13% - 55,41%). Budidaya ternak dan hutan rakyat dapat dipandang sebagai usaha komplementer, saling melengkapi atau menghidupi, karena ternak menghasilkan pupuk kandang untuk menyuburkan lahan dan tanaman hutan rakyat sebaliknya dari hutan rakyat dihasilkan hijauan pakan ternak untuk pakan kambing dan sapi. Kayu menjadi insentif pengembangan hutan rakyat terutama di Desa Payak, sedangkan HBK menjadi insentif pengembangan hutan rakyat terutama di Desa Gunungsari dan Giling.

HBK berperan penting dalam mempertahankan eksistensi hutan rakyat pada pemilikan lahan yang sempit karena dapat memberi pendapatan pada petani selama menunggu tanaman kayu dipanen. Selain itu, bila tanaman kayu dicampur dengan berbagai jenis tanaman penghasil HBK maka petani dapat memperoleh pendapatan secara berkesinambungan karena panen HBK terjadi secara bergilir.

15 Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(27)

Abstrak

Merupakan tantangan bagi pemerintah Indonesia di mana 55 juta penduduknya (23% dari populasi) hidup diantara hutan dan bergantung pada hutan. Sementara itu penanaman hutan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri skala besar, namun sebaliknya ketersediaan hutan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan mata pencaharian masyarakat pedesaan menjadi kurang pasti. Apakah Kehutanan Komersial Berbasis Masyarakat (CBCF) merupakan strategi kebijakan dan manajemen yang efektif?. Ada empat tugas penelitian yakni (1) analisis dimensi sosial, (2) kerangka kerja mata pencaharian sektor kehutanan, (3) analisis rantai nilai dan (4) pendekatan pembelajaran petani.

Hasil dari analisis dimensi sosial menunjukan bahwa hutan rakyat sengon di Kabupaten Pati dibangun di lahan tegalan dan pekarangan secara tumpangsari dengan berbagai jenis tanaman semusim, empon-empon, rumput pakan ternak, tanaman perkebunan, tanaman penghasil buah-buahan, dan tanaman kehutanan, sehingga dihasilkan kayu dan hasil bukan kayu (HBK). Program pemerintah KBR, BLM-PPMBK, dan KBD berperan memperkaya lahan rakyat dengan tanaman kayu dan mendorong peningkatan produksi kayu dan HBK.

Pendapatan petani dari kegiatan terkait lahan berasal dari 3 sumber yakni (1) hasil penjualan kayu, (2) hasil penjualan HBK, dan (3) hasil penjualan ternak. Rata-rata kontribusi pendapatan tertinggi dari kayu adalah 22%, dari HBK adalah 82% dan dari ternak adalah 12%. Sedangkan pendapatan petani dari hutan rakyat berasal dari 2 sumber yakni (1) hasil penjualan kayu dan (2) hasil penjualan HBK, di mana rata-rata kontribusi pendapatan tertinggi dari kayu adalah 67% dan dari HBK adalah 87%. HBK yang mempunyai kontribusi pendapatan besar yakni tanaman buah-buahan (31,58% - 75,11%) dan tanaman perkebunan (22,13% - 55,41%). Budidaya ternak dan hutan rakyat dapat dipandang sebagai usaha komplementer, saling melengkapi atau menghidupi, karena ternak menghasilkan pupuk kandang untuk menyuburkan lahan dan tanaman hutan rakyat sebaliknya dari hutan rakyat dihasilkan hijauan pakan ternak untuk pakan kambing dan sapi. Kayu menjadi insentif pengembangan hutan rakyat terutama di Desa Payak, sedangkan HBK menjadi insentif pengembangan hutan rakyat terutama di Desa Gunungsari dan Giling.

HBK berperan penting dalam mempertahankan eksistensi hutan rakyat pada pemilikan lahan yang sempit karena dapat memberi pendapatan pada petani selama menunggu tanaman kayu dipanen. Selain itu, bila tanaman kayu dicampur dengan berbagai jenis tanaman penghasil HBK maka petani dapat memperoleh pendapatan secara berkesinambungan karena panen HBK terjadi secara bergilir.

15 Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(28)

Dengan pertimbangan tersebut, pada wilayah-wilayah di mana pemilikan lahan oleh petani relatif sempit maka pembangunan Hutan Rakyat (HR), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), atau Hutan Kemasyarakatan (HKm), direkomendasikan menggunakan teknik agroforestri dengan berbagai jenis tanaman semusim, empon-empon, tanaman hijauan pakan ternak, tanaman perkebunan, dan tanaman buah-buahan yang dapat menghasilkan berbagai jenis HBK.

Kata kunci: kayu, hasil hutan bukan kayu, hutan rakyat, sengon, Pati

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Merupakan tantangan bagi pemerintah Indonesia di mana 55 juta penduduknya (23% dari populasi) hidup diantara hutan dan bergantung pada hutan. Diantara mereka mendapat manfaat dari penggunaan kawasan hutan dan lahan untuk mata pencaharian tradisional, pertanian subsisten, pemanenan, pengolahan dan ekspor kayu. Banyak masyarakat pedesaan di Indonesia yang hidup dikelilingi hutan yang seringkali menjadi satu-satunya 'jaminan sosial' yang mereka miliki.

Kini Kehutanan Komersial Berbasis Masyarakat (CBCF) menjadi strategi untuk mencapai beberapa tujuan, seperti untuk mengurangi deforestasi, membangun hutan tanaman untuk memasok industri kayu, dan untuk mengurangi kemiskinan di pedesaan. Strategi pelibatan masyarakat dalam kehutanan komersial di Indonesia antara lain diluncurkan dalam Program Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), dan Hutan Rakyat (HR).

Sementara penanaman hutan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri skala besar, sebaliknya ketersediaan hutan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan mata pencaharian masyarakat pedesaan menjadi kurang pasti. Karenanya terdapat beberapa pertanyaan yang kemudian muncul terkait dengan CBCF ini. (1) Apakah CBCF dapat memperbaiki mata pencaharian penduduk lokal?, (2) Apakah CBCF dapat memenuhi pasokan kayu bagi industri?, (3) Bagaimanakah model CBCF yang baik?

Dalam beberapa tingkatan pemerintahan di Indonesia sangat ingin memastikan bahwa CBCF menjadi strategi kebijakan dan manajemen yang efektif. Makalah ini menyajikan gambaran kemajuan kegiatan Kerjasama Penelitian antara ACIAR dan

Overcoming Constraints to Community-Based Commercial Forestry in IndonesiaProject Overview: ACIAR- FST/2008/030

(29)

Dengan pertimbangan tersebut, pada wilayah-wilayah di mana pemilikan lahan oleh petani relatif sempit maka pembangunan Hutan Rakyat (HR), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), atau Hutan Kemasyarakatan (HKm), direkomendasikan menggunakan teknik agroforestri dengan berbagai jenis tanaman semusim, empon-empon, tanaman hijauan pakan ternak, tanaman perkebunan, dan tanaman buah-buahan yang dapat menghasilkan berbagai jenis HBK.

Kata kunci: kayu, hasil hutan bukan kayu, hutan rakyat, sengon, Pati

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Merupakan tantangan bagi pemerintah Indonesia di mana 55 juta penduduknya (23% dari populasi) hidup diantara hutan dan bergantung pada hutan. Diantara mereka mendapat manfaat dari penggunaan kawasan hutan dan lahan untuk mata pencaharian tradisional, pertanian subsisten, pemanenan, pengolahan dan ekspor kayu. Banyak masyarakat pedesaan di Indonesia yang hidup dikelilingi hutan yang seringkali menjadi satu-satunya 'jaminan sosial' yang mereka miliki.

Kini Kehutanan Komersial Berbasis Masyarakat (CBCF) menjadi strategi untuk mencapai beberapa tujuan, seperti untuk mengurangi deforestasi, membangun hutan tanaman untuk memasok industri kayu, dan untuk mengurangi kemiskinan di pedesaan. Strategi pelibatan masyarakat dalam kehutanan komersial di Indonesia antara lain diluncurkan dalam Program Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), dan Hutan Rakyat (HR).

Sementara penanaman hutan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri skala besar, sebaliknya ketersediaan hutan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan mata pencaharian masyarakat pedesaan menjadi kurang pasti. Karenanya terdapat beberapa pertanyaan yang kemudian muncul terkait dengan CBCF ini. (1) Apakah CBCF dapat memperbaiki mata pencaharian penduduk lokal?, (2) Apakah CBCF dapat memenuhi pasokan kayu bagi industri?, (3) Bagaimanakah model CBCF yang baik?

Dalam beberapa tingkatan pemerintahan di Indonesia sangat ingin memastikan bahwa CBCF menjadi strategi kebijakan dan manajemen yang efektif. Makalah ini menyajikan gambaran kemajuan kegiatan Kerjasama Penelitian antara ACIAR dan

Overcoming Constraints to Community-Based Commercial Forestry in IndonesiaProject Overview: ACIAR- FST/2008/030

16

FORDA Bogor tentang “Overcoming Constraints to Community-Based Commercial Forestry in Indonesia” (ACIAR, FST/2008/030). Jangka waktu kerjasama ini adalah 4½ tahun yaitu antara April 2011 sampai dengan September 2015. Tujuan yang ingin dicapai oleh kerjasama penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Melakukan analisis dimensi sosial CBCF, termasuk mengembangkan kerangka

kerja ‘mata pencaharian dari sektor kehutanan’.

2. Melakukan evaluasi ‘rantai nilai’ dari model bisnis CBCF yang dominan. 3. Meningkatkan kapasitas partisipasi petani untuk membuat keputusan investasi

yang lebih baik.

4. Mempengaruhi pemangku kepentingan (pembuat kebijakan, ketuan program,

staf lapangan, kepala desa / tokoh masyarakat) untuk mengoptimalkan CBCF.

1.2 Tugas Penelitian

Model CBCF yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Individual growers

Group of growers

2

Processors

Market brokers

1 3

Ada empat Tugas Penelitian dalam kerjasama penelitian ini, sebagai berikut.

1. Tugas Penelitian 1: Analisis dimensi sosial (sampai dengan Juni 2012)

Indonesia memiliki masyarakat yang beragam, dimana masyarakat di pedesaan sering kali memiliki budaya yang beragam dan mengalami perubahan-perubahan sosial yang besar seperti melakukan migrasi ke dalam dan keluar, perubahan dalam pekerjaan. 17 Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(30)

Mengingat pentingnya memahami dimensi sosial yang berbasis masyarakat kehutanan, penelitian ini melakukan analisis dimensi sosial dari isu-isu kunci sosial dan masyarakat yang terkait dengan empat model CBCF. Analisis dimensi sosial meliputi:

a. Mempersiapkan sebuah profi l sosial dari masyarakat yang terlibat dengan masing-masing model CBCF (misalnya menggambarkan keragaman budaya dan etnis, struktur pengambilan keputusan lokal).

b. Menggambarkan sejarah serta tantangan dan peluang mata pencaharian saat ini bagi segmen masyarakat yang berbeda (misalnya masalah gender: kesehatan-kesejahteraan khusus, keamanan pangan untuk berbagai anggota komunitas, peluang usaha bagi gender tertentu).

c. Menggambarkan pengelolaan hutan tradisional dan saat ini untuk berbagai

segmen masyarakat (misal pengetahuan dan peran spesifi k gender, peran dan pengetahuan spesifi k umur).

d. Menganalisis bagaimana segmen masyarakat yang berbeda yang terlibat dan terpengaruh oleh model CBCF individual (misalnya sifat, skala biaya dan manfaat, bagaimana kemungkinan risiko dipahami dan dikelola oleh keluarga).

2. Tugas Penelitian 2: Kerangka kerja mata pencaharian sektor kehutanan (sampai dengan Juni 2013)

Analisis dimensi sosial akan memberikan petunjuk berharga bagi tim peneliti yang kemudian akan mengembangkan sebuah kerangka komprehensif untuk menilai dampak mata pencaharian dari CBCF, misalnya dengan kerangka kerja mata pencaharian kehutanan. Analisis ini mencakup diagram livelihood asset, informasi kontribusi hutan rakyat dalam penghidupan petani, dan sistem informasi modal/ asset masyarakat berbasis geografi s.

3. Tugas Penelitian 3: Analisis rantai nilai (sampai dengan Juni 2013)

Rantai nilai terdiri dari serangkaian kegiatan yang menciptakan dan membangun nilai dalam suatu barang atau jasa. Konsep rantai nilai kehutanan dapat diterapkan untuk mencari beberapa tahap rantai yang biasa digunakan oleh pemilik hutan rakyat di Indonesia. Secara sederhana, prinsip rantai nilai adalah bahwa setiap tahap rantai harus menghasilkan keuntungan untuk memastikan bahwa industri ini berkelanjutan.

Menganalisis rantai nilai dari empat model CBCF akan memberikan informasi penting kepada semua stakeholder tentang cara dihasilkan dan didistribusikannya

Overcoming Constraints to Community-Based Commercial Forestry in IndonesiaProject Overview: ACIAR- FST/2008/030

18

keuntungan sepanjang rantai nilai, sehingga membantu pengembangan strategi untuk menegosiasikan kontrak dan harga hasil hutan.

4. Tugas Penelitian 4: Pendekatan pembelajaran petani (sampai dengan Desember

2012)

Strategi penting untuk mencapai manfaat berupa dampak dari kegiatan penelitian adalah merancang dan mengembangkan pendekatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani pemilik HR, yaitu mengembangkan 'pendekatan pembelajaran' efektif bagi petani HR agar mereka dapat membuat keputusan tentang investasi di sektor kehutanan komersial dalam konteks pasar yang cepat berubah. Cara yang praktis untuk CBCF di Indonesia adalah melalui jaringan luas kelompok petani hutan.

Program Master Tree Grower (MTG) telah efektif digunakan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petani tentang kehutanan sejak akhir 1990-an. Langkah pertama adalah menganalisis kapasitas kelembagaan dan sosial kelompok petani hutan yang berpartisipasi dalam empat model CBCF. Konsultan yang ditunjuk kemudian akan merancang sebuah program pendekatan belajar efektif capacity building untuk meningkatkan kemampuan kelompok petani hutan dalam mengoptimalkan keterlibatan mereka dalam CBCF. Setelah periode pelaksanaan belajar (misalnya 12-18 bulan), keefektifan pendekatan 'belajar' akan dievaluasi agar dapat direkomendasikan kemungkinannya untuk dilaksanakan dalam skala luas di seluruh Indonesia melalui jaringan kelompok petani hutan.

Selain itu, kerjasama penelitian ini memiliki strategi capaian substansial terpadu yang mencakup penerbitan Brief Info bilingual, melakukan pertemuan terbuka secara teratur dengan petani, instansi dan staf perusahaan, menghasilkan video tentang petani hutan, dan mengembangkan sebuah proyek website. Pemimpin Proyek juga akan mengkoordinasikan publikasi dari artikel ilmiah dan co-host simposium internasional serta menyediakan peer-reviewer kritis untuk tim peneliti selama 5 tahun.

1.3 Lokasi Penelitian

Kerjasama penelitian antara ACIAR dan FORDA Bogor dilakukan di Kabupaten Pati. Kabupaten Pati dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki potensi hutan rakyat sengon. Hutan rakyat disini meliputi tegalan dan pekarangan rakyat yang ditanami kayu-kayuan dengan teknik agroforestri. Analisis dimensi sosial difokuskan di tiga desa, yakni Desa Giling Kecamatan Gunungwungkal, Desa Gunungsari Kecamatan Tlogowungu, dan Desa Payak Kecamatan Cluwak. 19 Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(31)

Mengingat pentingnya memahami dimensi sosial yang berbasis masyarakat kehutanan, penelitian ini melakukan analisis dimensi sosial dari isu-isu kunci sosial dan masyarakat yang terkait dengan empat model CBCF. Analisis dimensi sosial meliputi:

a. Mempersiapkan sebuah profi l sosial dari masyarakat yang terlibat dengan masing-masing model CBCF (misalnya menggambarkan keragaman budaya dan etnis, struktur pengambilan keputusan lokal).

b. Menggambarkan sejarah serta tantangan dan peluang mata pencaharian saat ini bagi segmen masyarakat yang berbeda (misalnya masalah gender: kesehatan-kesejahteraan khusus, keamanan pangan untuk berbagai anggota komunitas, peluang usaha bagi gender tertentu).

c. Menggambarkan pengelolaan hutan tradisional dan saat ini untuk berbagai

segmen masyarakat (misal pengetahuan dan peran spesifi k gender, peran dan pengetahuan spesifi k umur).

d. Menganalisis bagaimana segmen masyarakat yang berbeda yang terlibat dan terpengaruh oleh model CBCF individual (misalnya sifat, skala biaya dan manfaat, bagaimana kemungkinan risiko dipahami dan dikelola oleh keluarga).

2. Tugas Penelitian 2: Kerangka kerja mata pencaharian sektor kehutanan (sampai dengan Juni 2013)

Analisis dimensi sosial akan memberikan petunjuk berharga bagi tim peneliti yang kemudian akan mengembangkan sebuah kerangka komprehensif untuk menilai dampak mata pencaharian dari CBCF, misalnya dengan kerangka kerja mata pencaharian kehutanan. Analisis ini mencakup diagram livelihood asset, informasi kontribusi hutan rakyat dalam penghidupan petani, dan sistem informasi modal/ asset masyarakat berbasis geografi s.

3. Tugas Penelitian 3: Analisis rantai nilai (sampai dengan Juni 2013)

Rantai nilai terdiri dari serangkaian kegiatan yang menciptakan dan membangun nilai dalam suatu barang atau jasa. Konsep rantai nilai kehutanan dapat diterapkan untuk mencari beberapa tahap rantai yang biasa digunakan oleh pemilik hutan rakyat di Indonesia. Secara sederhana, prinsip rantai nilai adalah bahwa setiap tahap rantai harus menghasilkan keuntungan untuk memastikan bahwa industri ini berkelanjutan.

Menganalisis rantai nilai dari empat model CBCF akan memberikan informasi penting kepada semua stakeholder tentang cara dihasilkan dan didistribusikannya

Overcoming Constraints to Community-Based Commercial Forestry in IndonesiaProject Overview: ACIAR- FST/2008/030

18

keuntungan sepanjang rantai nilai, sehingga membantu pengembangan strategi untuk menegosiasikan kontrak dan harga hasil hutan.

4. Tugas Penelitian 4: Pendekatan pembelajaran petani (sampai dengan Desember

2012)

Strategi penting untuk mencapai manfaat berupa dampak dari kegiatan penelitian adalah merancang dan mengembangkan pendekatan efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani pemilik HR, yaitu mengembangkan 'pendekatan pembelajaran' efektif bagi petani HR agar mereka dapat membuat keputusan tentang investasi di sektor kehutanan komersial dalam konteks pasar yang cepat berubah. Cara yang praktis untuk CBCF di Indonesia adalah melalui jaringan luas kelompok petani hutan.

Program Master Tree Grower (MTG) telah efektif digunakan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petani tentang kehutanan sejak akhir 1990-an. Langkah pertama adalah menganalisis kapasitas kelembagaan dan sosial kelompok petani hutan yang berpartisipasi dalam empat model CBCF. Konsultan yang ditunjuk kemudian akan merancang sebuah program pendekatan belajar efektif capacity building untuk meningkatkan kemampuan kelompok petani hutan dalam mengoptimalkan keterlibatan mereka dalam CBCF. Setelah periode pelaksanaan belajar (misalnya 12-18 bulan), keefektifan pendekatan 'belajar' akan dievaluasi agar dapat direkomendasikan kemungkinannya untuk dilaksanakan dalam skala luas di seluruh Indonesia melalui jaringan kelompok petani hutan.

Selain itu, kerjasama penelitian ini memiliki strategi capaian substansial terpadu yang mencakup penerbitan Brief Info bilingual, melakukan pertemuan terbuka secara teratur dengan petani, instansi dan staf perusahaan, menghasilkan video tentang petani hutan, dan mengembangkan sebuah proyek website. Pemimpin Proyek juga akan mengkoordinasikan publikasi dari artikel ilmiah dan co-host simposium internasional serta menyediakan peer-reviewer kritis untuk tim peneliti selama 5 tahun.

1.3 Lokasi Penelitian

Kerjasama penelitian antara ACIAR dan FORDA Bogor dilakukan di Kabupaten Pati. Kabupaten Pati dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki potensi hutan rakyat sengon. Hutan rakyat disini meliputi tegalan dan pekarangan rakyat yang ditanami kayu-kayuan dengan teknik agroforestri. Analisis dimensi sosial difokuskan di tiga desa, yakni Desa Giling Kecamatan Gunungwungkal, Desa Gunungsari Kecamatan Tlogowungu, dan Desa Payak Kecamatan Cluwak. 19 Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

(32)

Unit analisis pada tingkat individu adalah rumahtangga petani dan pada tingkat sosial adalah dusun. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara, pencatanan data sekunder, diskusi kelompok terarah, dan penelusuran wilayah. Contoh penelitian rumah tangga sebanyak 15 KK/dusun, peserta diskusi kelompok terarah untuk laki-laki tani dan perempuan tani masing-masing sebanyak 10-15 orang/dusun. Analisis data menggunakan metode deskriptif kuantitatif.

2. Hasil Tugas 1: Analisis Dimensi Sosial

2.1 Pemanfaatan Lahan Petani

Usaha hutan rakyat sengon di wilayah Kabupaten Pati dikembangkan di lahan tegalan dan pekarangan milik petani. Penanaman dan pemeliharaan tanaman dilakukan sendiri-sendiri oleh masing-masing petani. Jumlah pemilikan pohon dan umur tanaman sangat beragam antar petani satu dengan yang lain. Pemanenan kayu dilakukan oleh masing-masing petani sesuai umur tanaman dan kebutuhan masing-masing.

Berdasarkan diskusi kelompok dan wawancara rumah tangga petani diketahui bahwa pada lahan pekarangan dan tegalan rata-rata dipraktekan sistem tumpangsari antara jenis tanaman kehutanan, perkebunan, buah-buahan, dan dibawahnya dikembangkan tanaman semusim, empon-empon, atau rumput pakan ternak sehingga berbentuk agroforestri. Hamparan tanaman sengon rata-rata ditanam di tegalan dimana selama 3 tahun pertama ditumpangsari dengan ubi kayu, jagung dan pisang, namun setelah berumur 4 tahun saat tajuknya sudah menutup seluruh ruang lahan maka dibiarkan tanpa campuran atau dicampur dengan empon-empon dan rumput pakan ternak. Tanaman buah-buahan rata-rata ditanam di lahan pekarangan sekitar rumah, sedangkan tanaman kehutanan dan perkebunan di tanam di lahan tegalan dan garapan hutan yang jauh dari rumah. Kepemilikan lahan oleh petani dapat diikuti dalam tabel berikut:

Tabel 2. Pemilikan Lahan oleh Petani (ha), 2012

No Desa Sawah Pekarangan Tegalan Jumlah

Rata-rata ha % ha % ha % ha % ha 1 Giling 1,350 10,0 0,949 7,1 11,163 82,9 13,462 100 0,897 2 Gunungsari 1,000 6,2 3,962 24,8 11,030 69,0 15,992 100 1,066 3 Payak 5,510 13,9 3,698 9,4 30,315 76,7 39,523 100 2,635 Jumlah 7,860 11,4 8,809 12,5 52,508 76,1 68,977 100 4,598

Sumber: Diolah dari data primer, 2012

Overcoming Constraints to Community-Based Commercial Forestry in IndonesiaProject Overview: ACIAR- FST/2008/030

20

Tabel 1 memperlihatkan bahwa rata-rata pemilikan lahan oleh petani antara 0,897 ha s/d 2,635 ha, berupa sawah, tegalan dan pekarangan di mana terluas berupa tegalan (76,1%), disusul pekarangan (12,5%), dan sawah (11,4%). Dengan demikian rata-rata lahan rakyat yang diusahakan sebagai hutan rakyat dengan teknik agroforestri adalah 88,6%, sehingga pendapatan dari hutan rakyat diduga menjadi sumber pendapatan utama.

Berdasarkan hasil wawancara rumah tangga petani diketahui bahwa lahan milik penduduk di desa-desa lokasi studi rata-rata 91% dilengkapi bukti kepemilikan SPPT (Surat Pembayaran Pajak Tanah) dan 9% dilengkapi bukti kepemilikan girik tanah. Secara fi sik, batas kepemilikan lahan berupa tanaman hidup seperti tanaman jati, mahoni, randu, pohon kudo, mojo, cepiring, gliricideae (rosidi), salam, kenari, beluntas, andong, tanaman girang, serta berupa saluran air, parit, dan patok cor. Jarak lahan dari rumah tinggal antara 0 s/d 4 km. Status kepemilikan lahan yang kuat dan batas fi sik yang jelas menyebabkan tidak adanya konfl ik kepemilikan lahan.

2.2 Program Pemerintah Terkait Hutan Rakyat

Di wilayah Kabupaten Pati terdapat beberapa program pemerintah yang mendukung pengembangan hutan rakyat, yaitu Kebun Bibit Rakyat (KBR) dari Pemerintah Pusat, Bantuan Langsung Masyarakat untuk Pengembangan Perhutanan Masyarakat Pedesaan Berbasis Konservasi (BLM-PPMBK) dari Pemerintah Pusat, serta Kebun Bibit Desa (KBD) dari Pemerintah Kabupaten.

2.2.1 Kebun Bibit Rakyat (KBR)

KBR merupakan program pemerintah untuk menyediakan bibit tanaman kehutanan dan MPTS (Multi Purpose Tree Species) yang dilaksanakan secara swakelola oleh kelompok masyarakat, terutama di pedesaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Bibit dari KBR digunakan untuk merehabilitasi hutan dan lahan kritis serta kegiatan penghijauan lingkungan. KBR disalurkan melalui BPDAS, besarnya Rp 50 juta per unit berupa 50.000 bibit tanaman kayu. Pada tahun 2011 Kabupaten Pati menerima 45 unit KBR. Dalam KBR ada pendampingan yang dilakukan oleh Penyuluh Kehutanan setempat serta ada pelatihan petani tentang teknik pembuatan persemaian. Dasar hukum KBR adalah Permenhut P24/Menhut-II/2010 tanggal 3 Juni 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan KBR, Permenhut P23/Menhut-II/2011 tanggal 8 April 2011 tentang Pedoman Teknis KBR. Program KBR baru diselenggarakan selama 2 tahun terkhir yaitu 2010 dan 2011. Contoh bibit jenis tanaman KBR tahun 2011 di beberapa desa di Kabupaten Pati sebagai berikut.

21 Prosiding Workshop Kerjasama Internasional

Gambar

Gambar 1.  Lokasi TNMB di Jawa Timur
Tabel 2.  Pemilikan Lahan oleh Petani (ha), 2012
Tabel 3.  Contoh Bibit Kayu KBR di Beberapa Desa di Kabupaten Pati, 2011
Tabel 5.  Nilai Jual Kayu, HBK, dan Ternak (Rp/KK/tahun), 2012
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilaksanakan ini adalah penelitian eksplanatori ( explanatory research ), yaitu dimana penelitian ini berupaya untuk menjabarkan dari objek secara

Kondisi yang terjadi saat ini di PT Jadin Pratama adalah kurangnya penerapan disiplin kerja yang ketat sehingga kinerja karyawan tidak mencapai harapan perusahaan, selain

Akan tetapi, diantara sesama anak-anak dengan leukemia sel-T prekursor, kadar Hb yang rendah pada saat terdiagnosa dapat meningkatkan resiko outcome yang buruk, jika

Pengujian hipotesis penelitian berdasarkan analisa data uji regresi simultan (uji F) dapat dianalisis dan dijelaskan bahwa hipotesis 2 kualitas jasa (jaminan,

Analisis bivariat pengaruh antara praktik menjaga kebersihan tempat tidur dengan kejadian tinea kruris di dapatkan nilai p sebesar 0,395 ( p > 0,05 ) maka secara

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN GAJI/ PENSIUN/TUNJANGAN BULAN KETIGA BELAS DALAM TAHUN ANGGARAN 2014 KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA

Penelitian lainnya oleh Suhaili, Irawan, Fahrizal, & Herusutopo (2014) yang melakukan analisis perbandingan algortima pathfinding Greedy Best-First Search dengan A* dalam

Perancangan campuran beton sesuai target kuat tekan yang hendak dicapai dilakukan dengan mengacu data agregat kasar dan agregat halus yang merupakan gabungan dari dua jenis pasir