• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRI PUSAT PENDIDIKAN (KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT) DALAM MEMBENTUK AKHLAK MELALUI PEMBINAAN AGAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TRI PUSAT PENDIDIKAN (KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT) DALAM MEMBENTUK AKHLAK MELALUI PEMBINAAN AGAMA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

http://educreative.id/index.php/index

83

Educreative: Jurnal Pendidikan Kreativitas Anak

TRI PUSAT PENDIDIKAN

(KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT)

DALAM MEMBENTUK AKHLAK MELALUI PEMBINAAN AGAMA

Lili Hastuti

Pascasarjana IAIN Purwokerto lilihastuti5@gmail.com

ABSTRACT

Education as a process that certainly cannot be separated from social life. Social life in the sphere of education is the Tri Education Center which includes families, schools, and communities. The family as the starting place for education, the school as the second place after the family, and finally students are able to adjust to the community environment according to the directions obtained from the family and school environment which is supported by fostering religious activities. The three of them must work together in order to achieve educational goals. The core of the purpose of education, especially Islamic education is in order to form good morals to students by integrating affective, cognitive, and psychomotor aspects. The three central points of education must be integrated even though the most important is from the family. Good collaboration between the three will be able to create students according to the digital age while still promoting moral or moral. In essence, if the three work well together and are supported by high motivation from students, students will create morals according to the digital era without releasing the nature of morals. Keywords: Education, Tri Education Center, Morals, and Religious Development.

ABSTRAK

Pendidikan merupakan sebuah proses yang tentu tidak bisa lepas dari kebidupan sosial. Kehidupan sosial dalam lingkup pendidikan adalah Tri Pusat Pendidikan yang meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga sebagai peletak awal pendidikan, sekolah sebagai tempat kedua setelah keluarga, dan akhirnya peserta didik mampu menyesuaikan diri dalam lingkungan masyarakat sesuai arahan yang didapatkan dari lingkungan keluarga dan sekolah yang didukung dengan pembinaan-pembinaan kegiatan agama. Ketiganya harus saling bekerjasama guna mencapai tujuan pendidikan. Inti dari tujuan pendidikan, khususnya pendidikan Islam tertuju pada pembentukan akhlak yang baik kepada peserta didik dengan mengintegrasikan aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. Ketiga titik pusat pendidikan harus saling terpadu sekalipun yang paling utama adalah dari keluarga. Kerjasama yang baik diantara ketiganya akan mampu menciptakan peserta didik sesuai era digital namun tetap mengedepankan akhlak atau moral. Pada intinya, apabila ketiganya bekerjasama dengan baik serta didukung motivasi yang tinggi dari peserta didik maka akan tercipta akhlak peserta didik sesuai era digital tanpa

(2)

84

Volume 5 Nomor 1 Tahun 2020

melepaskan hakikat akhlak. Kata Kunci: Pendidikan, Tri Pusat Pendidikan, Akhlak, dan Pembinaan Agama.

A. PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan, terdapat aspek-aspek sosiologis antara seluruh yang ada dalam dunia pendidikan, seperti guru dengan murid, sesama guru, sesama murid, dan sebagainya. Dalam kegiatan demikian pastilah terdapat kegiatan interaksi sosiai. Inilah sosiologi pendidikan. Sehingga, ilmu yang mempelajari berbagai interaksi antara kelompok, kelompok dengan kelompok, individu-individu, dan sebagainya terkhusus dalam dunia pendidikan yang tentunya berkaitan pula dengan psikologi pendidikan merupakan sosiologi pendidikan.

Pendidikan sebagai suatu sistem dalam rangka mengatur dan mencerdaskan anak bangsa, tidak bisa berdiri sendiri. Tentu membutuhkan interaksi dan kerjasama (Abu Ahmadi, 1991). Hal ini dikarenakan lembaga pendidikan khususnya sekolah terdiri dari siswa, guru, serta masyarakat sekitar atau wali murid. Sehingga disini, ada tiga hal yang tidak bisa dilepaskan yakni Tri Pusat Pendidikan yang meliputi keluarga, masyarakat, dan sekolah. Sekolah erat kaitannya dengan kehidupan sosial.

Tripusat pendidikan tersebut merupakan sesuatu pendidikan yang dijadikan sebagai tanggung jawab untuk melakukan kerjasama antara individu dan kelompok secara langsung maupun tidak langsung, dengan saling menopang (Jito Subianto, 2013). Sebagai orang tua melakukan perbuatan mendidik terhadap anaknya selanjutnya dilakukan oleh guru atau sekolah dengan memperkuatnya serta dikontrol oleh masyarakat sebagai lingkungan sosial anak (Zainal Arifin, 2011). Pada intinya antara pihak keluarga, sekolah, dan masyarakat harus saling bekerjasama.

Orang tua berkewajiban memberikan pendidikan yang baik sebagai langkah awal dalam mendidik. Selanjutnya lingkungan sekolah sebagai pendidikan lanjutan setelah pendidikan keluarga. Sekolah merupakan jembatan yang nantinya akan mempersatukan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan di lingkungan sekitar. Oleh karena itu, sekolahan menjadi peranan pusat pendidikan adalah dalam rangka membentuk generasi yang lebih baik yakni dengan memberikan pengetahuan secara formal diluar pendidikan yang didapatkan di lingkungan keluarga. Di sekolah formal, peserta didik akan diasuh oleh para pendidik dengan kurikulum yang sah serta memberi pengalaman pengetahuan dan budi pekerti serta keterampilan, sebagai bekal untuk kehidupan masyarakat dimasa yang akan dating (Jito Subianto, 2013).

Pendidikan di lingkungan keluarga dan sekolah memiliki output, akan menjadi bagian dari masyarakat. Proses kehidupan sosial menghasilkan kehidupan bersama dari keterlibatan dalam lingkungan masyarakat. Dalam konteks pendidikan, lingkungan masyarakat merupakan lingkungan pendidikan selain keluarga dan

(3)

85

Educreative: Jurnal Pendidikan Kreativitas Anak

sekolah yang akan membentuk kebiasaan, minat, sikap, kesusilaan, kemasyarakat, serta keagamaan. Dalam masyarakat inilah anak akan melakukan pergaulan dengan para tokoh masyarakat, para pejabat atau pengusaha, tokoh agama, dan sebagainya.

Era millineal saat ini, bertepatan dengan generasi 4.0, semuanya serba digital. Hal ini tentu memberikan dampak positif dan negatif. Sekalipun banyak penelitian yang merumuskan bahwa saat ini peserta didik banyak mengalami degradasi moral, penulis berusaha untuk tidak mendalami hal tersebut mengingat saat ini pun sudah banyak anak-anak Indonesia yang bermoral baik. Terlebih dengan adanya kurikulum 2013 yang apabila dijalankan secara maksimal, akan tercipta anak-anak Indonesia yang luar biasa. Ditambah dengan mulai banyaknya sekolah berwawasan ke-Islaman dengan istilah boarding school yang mulai banyak diminati para masyarakat.

Pada intinya, penulis lebih memfokuskan pada bagaimana menciptakan anak-anak yang berakhlakul karimah dengan kerjasama yang baik antara ketiga titik pusat pendidikan. Upaya dalam rangka memberikan nilai-nilai rohaniah dan prinsip akhlak baik tingkah laku maupun sebagai iman kepada anak-anak, khususnya kepada remaja sekita, tentu diperlukan kontribusi yang nyata dari tri pusat pendidikan. Perlu diakui bahwa peran lembaga-lembaga yang memiliki efektifitas dan daya bimbingan yang baik, sangatlah diperlukan dalam rangka membentuk karakter baik sesuai nilai dan prinsip yang dianut (Abu Ahmadi, 1991).

Pemaparan tersebut dapat dipahami bahwa ketiga titik pusat pendidik berfungsi salah satunya adalah bertanggungjawab dan berperan untuk peserta didik yang dibentuk dalam memiliki budi pekerti yang luhur dan berakhlak mulia. Akhlak yang benar-benar tertanam dalam setiap jiwa manusia khususnya para peserta didik. Namun keadaan yang demikian hanya akan sebatas sebuah harapan bilamana peran tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Kontrol yang lemah dari lembaga-lembaga tersebut akan berdampak pada degradadi nilai-nilai akhlak, khususnya peserta didik di sekolah (Abu Ahmadi, 1991).

Harapannya dengan kerjasama yang bagus antara keluarga, sekolah, dan masyarakat yang merupakan tiga titik pusat pendidikan, dapat membentuk atau membina akhlak yang baik sesuai nilai-nilai agama dan masyarakat Islam. Orangtua sangat ikut berperan karena pada dasarnya pendidikan yang paling utama adalam

pendidikan keluarga. Melalui pembinaan agama, dapat dimungkinkan

pembentukkan akhlak bisa efektif, asalkan semua pihak ikut andil dan bekerjasama. Sehingga tercipta generasi dengan akhlaknya yang mulia, karena akhlak mulia merupakan pilar utama dalam tumbuh kembangnya peradaban. Apabila akhlak mulia diabaikan, tentu akan terjadi kekacauan dan kehancuran dalam masyarakat (Wahdaniyah, 2015). Berdasarkan paparan tersebut maka dalam tulisan ini, penulis sajikan tentang tri pusat pendidikan dalam membentuk akhlak melalui pembinaan agama. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.

(4)

86

Volume 5 Nomor 1 Tahun 2020

B. METODE

Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) yang terjun langsung ke lokasi bertujuan untuk memperoleh data terkait dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian ini digolongkan penelitian deskriptif kualitatif. Metode kualitatif adalah metode suatu analisa yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisahkan menurut kategori untuk mendapatkan kesimpulan yang tepat. Adapun penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal lain yang telah disebutkan dan hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian (Suharsimi Arikunto, 2013).

Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya pelaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata maupun bahasa pada suatu konteks yang alamiah serta dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Tohirin, 2012). Secara singkat penelitian kualitatif adalah proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Lexy J. Moeloeng, 2013). Penelitian kualitatif dipilih oleh peneliti dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi di lapangan mengenai keadaan gejala dan fenomena yang dialami oleh sekolah mengenai tri pusat pendidikan meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam membentuk akhlak melalui pembinaan agama.

C. HASIL

1. Sekolah dan Kehidupan Sosial

John Dewey dalam kutipan Abdul Rahmat menyatakan filosofinya mengeni pendiddikan, menurutnya anak merupakan individu sosial. Setiap anak terlahir dengan potensi yang berkembang dan beradaptasi seiring dengan tuntutan-tuntutan dari kondisi sosial yang dihadapinya. Bagi beliau, pendidikan anak tidak dapat dilakukan tanpa mengkaitkan dengan kehidupan sosial. Selanjutnya mengenai sekolah, beliau berpendapat bahwa sekolah harus dapat mempresentasikan kondisi sosial yang sedang dihadapi anak, bukan mempersiapkan mereka untuk menghadapi masa depan.

Sekolah harus mampu secara bertahap membawa anak keluar dari kehidupan sosial di rumah mereka, dan disaat yang bersamaan harus mampu juga menyederhanakan kehidupan sosial di masyarakat tersebut (Abdul Rahmat, 2016). Pada intinya, sekolah dan kehidupan sosial atau lingkungan masyarakat itu saling berkaitan. Adanya anggapan bahwa sekolah adalah satu-satunya lembaga yang bertanggungjawab terhadap pendidikan anak adalah hal yang keliru. Karena sesungguhnya, peranan orangtua di rumah adalah tidak kalah pentingnya dengan sekolah itu sendiri. Namun, hanya sebagian kecil saja yang beranggapan demikian

(5)

87

Educreative: Jurnal Pendidikan Kreativitas Anak

(Abdul Rahmat, 2016). Kesimpulannya suatu lembaga pendidikan atau sekolah, tidak mungkin bisa melepaskan dari apa yang namanya kondisi sosial.

2. Pengertian Tri Pusat Pendidikan

Dari pembahasan sekolah dan kehidupan sosial, dapat dengan jelas dipahami bahwa sekolah pasti berhubungan dengan kondisi sosial, dan demi tercapainya tujuan pendidikan maka diperlukan kerjasama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Hal ini mengingat lingkungan atau tempat berlangsungnya proses pendidikan yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Berdasarkan hal itulah, kemudian muncul istilah pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan pendidikan masyarakat. Ketiga-tiganya merupakan pusat pendidikan yang secara bertahap, terpadu, dan bersama-sama mengemban suatu tanggung jawab Pendidikan (Zubad Nurul Yaqin, 2009). Inilah tiga titik pusat pendidikan atau tri pusat pendidikan.

Tri pusat pendidikan merupakan sebuah konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yang dijuluki Bapak Pendidikan Nasional selaku pendiri Taman Siswa. Tri pusat pendidikan yang dimaksudkan disini adalah lingkungan pendidikan yang meliputi Pendidikan di lingkungan keluarga, pendidikan di lingkungan sekolah, dan pendidikan di lingkungan masyarakat ataupun pemuda (Nasution S, 2011).

Tiga titik pusat pendidikan atau Tri pusat pendidikan bertanggungjawab atas terselenggaranya pendidikan mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiganya sama-sama memegang peranan penting dalam keberhasilan pendidikan dan pada dasarnya semua saling berkaitan. Secara tidak langsung, ketiganya telah mengadakan pembinaan yang erat dalam parktik pendidikan, bahwa orangtua melaksanakan kewajibannya mendidik anak didalam keluarga. Karena keterbatasan orangtua dalam mendidik anaknya di rumah, maka proses pendidikan diserahkan di sekolah. Selanjutnya, masyarakat akan menjadi fasilitator bagi para peserta didik dalam mengaktualisasikan keterampilannya (Abu Ahmadi, 1991). Berikut ini penjelasan lebih lanjut :

a. Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Hal ini karena keluarga sebagai kehidupan yang pertama kali dikenal oleh anak. Pada intinya, pendidikan yang pertama kali dan paling banyak diperoleh anak adalah lingkungan keluarga. Pendidikan keluarga dalam hal ini berfungsi sebagai pengalaman masa kanak-kanak, menjamin kehidupan sosial emosional anak, menanamkan dasar dan pendidikan moral serta keagamaan dalam diri anak, dan sebagainya.

Begitupula dalam Islam, ditegaskan bahwa orang yang pertama dan utama bertanggungjawab dalam kelangsungan hidup dan pendidikan anak adalah

(6)

88

Volume 5 Nomor 1 Tahun 2020

orangtua. Mereka bertanggungjawab memelihara, merawat, melindungi, serta mendidik anaknya agar tumbuh dan berkembang dengan baik.

Hasbullah dalam kutipan M. Zubad Nurul Yaqin menuliskan bahwa dasar-dasar tanggungjawab orangtua terhadap pendidikan anak meliputi: pemberian motivasi atau dorongan cinta kasih, memberi motivasi kewajiban moral, menanamkan tanggungjawab sosial, memelihara dan membesarkan anaknya, memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan sehingga kelak dewasa ia akan mampu mandiri (M. Zubad Nurul Yaqin, 2009).

Jika diilihat dari segi pendidikan, keluarga merupakan satu kesatuan hidup bersama dan sebagai penyedia situasi belajar. Anak-anak belajar menerima dan meniru segala sesuatu yang diajarkan orangtuanya serta sangat bergantung kepadanya. Maka wajar dan logis apabila tanggungjawab orangtua tidak bisa diwakilkan kecuali karena keterbatasan atau alasan tertentu. Maka, sebagian tanggungjawab pendidikan dapat dilimpahkan kepada orang lain yang diantaranya melalui sekolah (M. Zubad Nurul Yaqin, 2009). Dengan pendidikan keluarga yang baik dan tepat, anak diharapkan menjadi pribadi yang mantap, akhlak yang baik, serta mandiri untuk menjalankan kehidupannya. Sehingga, pendidikan keluarga dapat dikatakan sebagai wadah persiapan anak untuk bekal kehidupan bermasyarakat (Arif Rohman, 2011).

Pendidikan keluarga memiliki dua kontribusi pentin yaitu: pertama, penanaman nilai dalam arti memberikan pandangan hidup yang nantinya akan mewarnai perkembangan jasmani dan akalnya. Kedua, penanaman sikap yakni sebagai dasar kemampuannya untuk sikap seperti menghargai, dan sebagainya. Apabila telah dibimbing dengan baik, tentu dapat menjadi dasar bagi anak untuk bisa melanjutkan ke pendidikan sekolah dengan baik karena telah tertanam pandangan dan sikap yang baik dari keluarganya (Juwariyah, 2010).

b. Sekolah

Pendidikan di sekolah merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Yakni pendidikan kedua setelah orangtua sebagai jembatan yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat nantinya. Hal ini tentu saja karena tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orangtua, maka dikirimkanlah anak ke lembaga pendidikan atau sekolah.

Sekolah bertanggungjawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya. Artinya, lembaga pendidikan bertugas membantu orangtua dalam mendidik dan menanamkan serta melakukan

(7)

kebiasaan-89

Educreative: Jurnal Pendidikan Kreativitas Anak

kebiasaan baik, memberikan pendidikan untuk kehidupan bermasyarakat, melatih anak dengan berbagai kecakapan atau keterampilan, serta memberikan berbagai ilmu pengetahuan atau mata pelajaran (M. Zubad Nurul Yaqin, 2009).

Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang melaksanakan pendidikan dengan sengaja, teratur, dan terencana. Guru yang melaksanakan pendidikan atau pembinaan tentu saja para pendidik yang berdasarkan kualifikasi tertentu memenuhi persyaratan sebagai guru untuk melaksanakan tugas kependidikan (Zakiyah Drajat, 2011).

Pendidikan sekolah adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tingkah laku dalam rangka mendewasakan manusia atau memanusiakan manusia. Hal ini selaras dengan pendidikan Islam, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah dalam rangka pembentukan akhlakul karimah dalam diri manusia khususnya para peserta didik yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran al- Qur’an dan sunnah. Pendidikan sekolah dituntut berkebijakan sesuai dengan kepribadian manusia. Artinya guru tidak hanya bertugas memberikan ilmu pengetahuan tetapi juga mendidik agar peserta didik memiliki akhlak yang baik. Namun, pendidikan di lingkungan sekolah tetap perlu mendapat perhatian, utamanya adalah dari faktor agama. Hal ini dilakukan agar endingnya semua penyerapan ilmu anak harus berorientasi pada konsep pendidikan yang tujuan akhirnya adalah penghambaan diri kepada Allah SWT dan memiliki perilaku yang mengantarkan manusia menjalankan syari’at-Nya (Juwariyah, 2010).

c. Masyarakat

Masyarakat merupakan sekumpulan orang yang menempati suatu daerah tertentu, diikat oleh pengalaman yang sama, memiliki sejumlah persesuaian atau kesamaan dan kesadaran akan persatuan dan kesatuan serta perjuangan hidup yang sama untuk mencukupi krisis kehidupan. Masyarakat sebagai wadah dan wahana pendidikan, termasuk medan kehidupan yang majemuk, dan manusia berada dalam banyaknya keadaan atau aksi dalam masyarakat (Amir Daien Indrakusuma, 1973).

Antara masyarakat dan pendidikan tentu memiliki keterkaitan dan saling berperan. Jika dilihat dari segi konsep pendidikan, masyarakat sebagai lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Jika dilihat dari segi lingkungan pendidikan maka masyarakat adalah lingkungan nonformal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan berenvana kepada seluruh anggotanya walaupun tidak sistematis, misalnya dalam kehidupan bertetangga. Antara masyarakat dengan pendidikan memiliki hubungan korelatif, artinya masyarakat maju karena pendidikan dan pendidikan yang

(8)

90

Volume 5 Nomor 1 Tahun 2020

maju mayoritas ditemukan dalam kehidupan masyarakat yang maju pula (M. Zubad Nurul Yaqin, 2009).

Dalam pendidikan Islam, konsep pendidikan masyarakat merupakan usaha untuk meningkatkan mutu serta kebudayaan agar terhindar dari belenggu kebodohan. Usaha-usaha tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan kemasyaratan seperti keagamaan, bakti sosial atau lainnya yang diharapkan terciptanya rasa saling memiliki yang nantinya dapat membawa pembaharuan. Anggota masyarakat harus memiliki tanggungjawab untuk meningkatkan kualitas pribadi ilmu, kepekaan perasaan, dan kebijaksanaan. Sehingga, antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik akan seimbang dan mengalami peningkatan (Kuntowijoyo, 1999).

Fungsi dan peran masyarakat sebagai pusat pendidikan ketiga setelah keluarga dan sekolah, sangat tergantung pada taraf perkembangan dari masyarakat serta berbagai sumber belajar yang ada didalamnya. Beragam program yang bersifat nonformal yang biasanya sengaja diselenggarakan oleh badan kemasyarakatan seperti remaja masjid, organisasi pemuda, karang taruna, kursus-kursus, dan sebagainya (Amir Daien Indrakusuma, 1973). Pada intinya, masyarakat ini penting dalam rangka pengembangan diri dan keberhasilan tujuan pendidikan, terkhsusus wali murid.

3. Analisis Tri Pusat Pendidikan dalam Pembentukkan Akhlak melalui Pembinaan Agama

Pada pembahasan sebelumnya, telah penulis jelaskan mengenai tiga titik pusat pendidikan yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat yang ketiganya saling berkaitan dalam rangka mempermudah pengembangan diri siswa dan pencapaian tujuan pendidikan. Lingkungan pendidikan yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan anak meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, maka ketiga titik pusat pendidikan atau lingkungan pendidikan yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat harus saling bekerjasama secara sehat dan harmonis. Hal ini dikarenakan, antara pendidikan dan peradaban yang dihasilkan suatu masyarakat memiliki korelasi. Artinya, semakin berpendidikan suatu masyarakat maka semakin tinggi pula peradaban yang dihasilkan dari masyarakat, begitupun sebaliknya.

Orangtua, sekolah, dan masyarakat memiliki tanggungjawab yang sama. Ketiganya secara tidak langsung telah mengadakan kerjasama yang erat dalam praktik pendidikan. Kerjasama yang erat tersebut dapat terlihat ketika anak-anak meletakkan dasar-dasar pendidikan terutama pembentukan kepribadian. Selanjutnya dikembangkan dalam lingkungan sekolah dengan materi pendidikan berupa ilmu dan keterampilan. Disamping itu, masyarakat juga ikut berperan serta

(9)

91

Educreative: Jurnal Pendidikan Kreativitas Anak

mengontrol dan menyalurkan serta membinanya. Masyarakat disini sebagai lingkungan pemakai (the user) dari produk pendidikan yang diberikan oleh keluarga dan sekolah (Fuad Ihsan, 1999). Berikut analisis penulis terhadap masing-masing tri pusat pendidikan dalam pembentukkan akhlak melalui pembinaan agama:

a. Keluarga dalam membentuk Akhlak melalui Pembinaan Agama

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang utama, yakni Bapak dan Ibu. Mereka adalah pendidik kodrati dengan naluri orangtua yang dimilikinya. Keluarga dikatakan sebagai lingkungan yang utama karena sebagian besar kehidupan anak adalah terletak dalam lingkungan keluarga. Didalam keluarga ini, adalah proses internalisasi atau menanamkan nilai-nilai kepada anak. Apabila sejak kecil ditanamkan hal-hal yang baik, maka akan berimbas pada diri anak yang baik. Begitupula apabila anak dibiasakan buruk, maka akan berimbas menjadi anak yang buruk pula (Abdul Mujib, 2006).

Keluarga yang terdiri dari ayah dan Ibu, memang yang paling berperan khususnya dalam pembinaan akhlak adalah sang Ibu. Hal ini sebagaimana terdapat dalam suatu hadits bahwa Ibu adalah madrasah pertama bagi seorang anak. Namun saat ini, banyak orangtua yang disibukkan dengan pekerjaan karirnya. Sebagai contoh, kasus pertama orangtua yang sama-sama bekerja disebuah kantor ataupun lembaga pendidikan. Kasus kedua adapula para Ibu yang sebenarnya “stay in home” tetapi ia sibuk dengan gadget dalam rangka pencitraan di dunia maya.

Berdasarkan analisis penulis dimana kedua kasus tersebut sering penulis temukan dan jumpai. Untuk kasus pertama biasanya sang anak dititipkan kepada sang nenek, baby sister, penitipan anak, pesantren, dan sebagainya. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis lebih setuju bahwa untuk kasus pertama ini, anak lebih baik tempatkan pada lembaga penitipan atau pendidikan usia dini yang bagus sekalian, maupun pesantren yang bagus sekalian. Hal ini tentu saja harus disepakati terlebih dahulu oleh sang ayah dan sang Ibu.

Kasus kedua, dimana sebenarnya sang Ibu ada dirumah namun ia sibuk dengan gadgetnya sehingga ia lupa dalam mendidik anaknya, yang justru sang Ibu membolehkan sang anak sama-sama bermain bermain gadget. Hal tersebut menurut penulis, perlu diubah terutama dari sang Ibu yang demikian. Bahwa tidak setiap waktu harus bermain gadget dan tidak setiap perkara diselesaikan dengan bermain gadget. Hal ini dalam rangka membiasakan anak-anak yang terlalu terhipnotis dengan gadget. Artinya, sebelum anak-anak tergoda dengan barang elektronik tersebut, sang Ibu haruslah memberinya contoh terlebih dahulu. Selalu berikan contoh dan arahan yang baik kepada sang anak, agar terbentuk akhlak yang baik.

(10)

92

Volume 5 Nomor 1 Tahun 2020

Sekolah merupakan lingkungan kedua setelah keluarga terutama dalam pembentukkan akhlak siswa. Inilah mengapa guru dianggap sebagai orangtua kedua setelah ayah dan Ibu. Guru dengan tugas utama mendidik, artinya ia tidak hanya bertugas menyampaikan informasi pengetahuan saja, tetapi juga membekali aspek keterampilan dan yang terpenting justru mendidik perilaku anak menuju akhlak yang baik (Zakiyah Daradjat, 1995). Hal tersebut untuk bekal peserta didik dalam menjalani kehidupan.

Berdasarkan analisis penulis berkaitan dengan sekolah dalam membentuk akhlak siswa melalui pembinaan agama ini sangatlah bagus. Apalagi di lingkungan sekolah dengan adanya para pelaksana pendidikan atau guru dengan tugas utama mendidik. Didukung dengan kurikulum pendidikan saat ini yakni kurikulum 2013 dengan penilaian yang sangat kompleks. Apabila seorang guru selalu meningkatkan kualitas dirinya dengan mendidik setulus-tulusnya, maka pendidikan di Indonesia akan sangatlah bagus. Hanya saja, tidak semua guru demikian, masih ada beberapa guru yang materialistis dengan bekerja sesuai dengan pendapatan yang diperolehnya, terlebih para guru honorer.

Selain aspek guru tersebut, beralih pada aspek lembaga sekolah. Saat ini banyak lembaga sekolah yang justru sebagai ajang bisnis. Banyak slogan dan program yang ditawarkan mengikuti trend keinginan para masyarakat. Misalnya program one day one juz, dan sejenisnya. Ini sebenarnya menurut penulis sangatlah bagus, yakni dalam rangka pembentukkan anak-anak yang cinta al-Qur’an.

Pada intinya, sekolah sebagai lingkungan kedua setelah keluarga. Di lingkungan sekolah ini, para siswa mempelajari beberapa teori dan keterampilan yang mungkin belum diajarkan di lingkungan keluarganya. Bukan hanya itu, di sekolah pula dibekali dengan pendidikan karakter sesuai kurikulum pendidikan terlebih di kurikulum saat ini. Sehingga harapannya, peserta didik tidak hanya ahli dalam aspek kognitif dan keterampilan semata, justru yang terpenting adalah aspek afektif yakni sikap siswa. Untuk mencapai kesemuanya ini, tentu diperlukan dukungan dan kerjasama para orangtua atau lingkungan keluarga.

c. Masyarakat dalam membentuk Akhlak melalui Pembinaan Agama

Masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Lingkungan masyarakat dianggap sebagai lingkungan pendidikan secara tidak langsung yang secara tidak sadar sebagai tempat aktualisasi diri, penerapan nilai-nilai sesuai yang diajarkan didalam lingkungan keluarga dan sekolah disesuaikan dengan nilai-nilai moral kemasyarakatan (Zuhairini, 1991).

(11)

93

Educreative: Jurnal Pendidikan Kreativitas Anak

Lingkungan masyarakat yang memang terdiri dari beberapa anggota keluarga dengan beberapa perangkatnya, adalah sebagai tempat aktualisasi diri. Biasanya terdapat paguyuban tersendiri mulai dari paguyuban Pemuda, RT RW, PKK, dan sejenisnya. Dari beberapa paguyuban maupun kelompok tersebut, manusia akan mendapatkan pelajaran maupun pengalaman yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas dirinya terutama dalam hal pembentukkan akhlak.

Berdasarkan analisa penulis, lingkungan masyarakat di desa dengan di kota terlebih perumahan itu berbeda. Dari beberapa daerah pengamatan penulis, walaupun pada dasarnya tidak semuanya. Dalam hal sosialisasi memang masyarakat pedesaan unggul, namun dalam hal organisasi justru masyarakat perkotaan yang unggul. Penulis tidak akan mengunggulkan salah satu dari kedua kubu tersebut, namun penulis lebih mendalami bahwa lingkungan masyarakat sebagai ajang pembentukkan moralitas.

Ketiga titik pusat pendidikan yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat memiliki hubungan timbal balik antara dalam menyalurkan pendidikan yang tentunya mengembangkan kepribadian anak. Ketiga lingkungan tersebut memiliki tujuan bersama yakni membentuk anak agar menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Keluarga sebagai dasar pendidikan, sekolah sebagai pengembang pendidikan, dan masyarakat sebagai pemakai (the user). Apabila ketiganya mampu bekerjasama dengan baik dan seimbang, tentu sangat menguntungkan dalam perkembangan dan pertumbuhan akan baik secara jasmani, rohani, mental spiritual, maupun fisikan (Samsudin, 2018).

Pembinaan merupakan proses maupun cara atau kegiatan untuk mengembangkan potensinya, sehingga memperoleh hasil yang lebih sempurna. Pembinaan disini adalah dalam rangka membentuk pribadi seseorang menuju lebih baik. Dengan demikian pembinaan sangat penting dilakukan guna mengontrol sesuatu agar tidak terjadi penyimpangan ataupun hal-hal yang negatif. Selanjutnya terkait agama yang penulis fokuskan pada akhlak, merupakan suatu perbuatan, tindakan, tabiat, atau perilaku seseorang yang tertanam dalam jiwa, sehingga mudah untuk dilakukan tanpa pikir panjang, dan dilakukannya dengan sungguh-sungguh bukan sandiwara.

Tri pusat pendidikan harus saling bekerjasama dalam ranga melakukan pembinaan agama agar akhlak manusia khususnya peserta didik senantiasa terjaga. Keluarga sebagai pendidikan utama, selanjutnya pendidikan di sekolah, serta pendidikan di masyarakat. Pembinaan agama dapat dilakukan dengan berbagai cara baik secara intern atau pendidikan formal di sekolah, maupun secara ekstern yang biasanya berupa ekstrakurikuler atau kegiatan kemasyarakatan. Pembinaan agama yang difokuskan pada pembinaan akhlak merupakan suatu usaha, proses, ataupun langkah dalam rangka membentuk perilaku Islami yang tertanam kuat dalam jiwa

(12)

94

Volume 5 Nomor 1 Tahun 2020

sehingga dalam melakukannya tanpa pikir panjang (Akhlak) agar lebih baik, lebih sempurna. Karena bagaimanapun suatu akhlak yang baik harus senantiasa kita jaga, kita tingkatkan, dengan pembinaan. Tentu saja pembinaan ini memerlukan kerjasama antar berbagai pihak dan tak lepas dari tri pusat pendidikan.

D. Simpulan

Dalam aktifitas pendidikan tentu tidak bisa lepas dari kehidupan sosial. Hal ini dikarenakan bahwa pendidikan merupakan sebuah proses yang mana didalam pendidikan terdapat beragam aktifitas. Aktifitas lingkungan pendidikan misalnya sekolah, didalamnya terdapat interaksi antara sesama guru, sesama murid, guru dengan murid, dan sebagainya. Apalagi di lingkungan sekolah pasti terdapat masyarakat. Inilah alasan mengapa aktifitas sekolah tidak bisa lepas dari kehidupan sosial.

Berkaitan dengan akhlak, moral dan budi pekerti ini merupakan ujung tombak dari pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Maka dalam hal ini tri pusat pendidikan yang meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat harus bisa saling bekerjasama melalui pembinaan agama dalam rangka membentuk akhlak anak. Namun dalam realitasnya pendidikan moral dan budi pekerti belum dilakukan secara kompleks. Seharusnya, pendidikan tersebut dilakukan dalam semua lini kehidupan mulai dari keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat.

Salah satu tawaran sebagaimana yang telah penulis paparkan adalah dengan mengintegrasikan ketiga titik pusat pendidikan yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat. Namun tetap, yang paling pertama dan utama adalah pendidikan keluarga. Orangtua harus bisa sebisa mungkin mendidik anaknya sedini mungkin, yang selanjutnya di sekolah kini sudah mulai diberlakukan pendidikan karakter. Harapannya setelah ini, anak mampu berinteraksi dengan masyarakat dengan baik. Kendatipun demikian, semuanya tidak akan maksimal tanpa kerjasama yang baik antara tri pusat pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) serta anak yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

___________.& Uhbiyati, Nur. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Daien Indrakusuma, Amir. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

(13)

95

Educreative: Jurnal Pendidikan Kreativitas Anak

Daradjat, Zakiyah. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Bandung: CV. Ruhama.

Darajat, Zakiah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Hidayati, Nurul. 2016. Konsep Integrasi Tri Pusat Pendidikan terhadap Kemajuan Masyarakat. Dalam Jurnal APII (Asosiasi Pendidik Islam Indonesia) Vo.11 No. 1 Februari.

Ihsan, Fuad. 1991. Dasar-dasar Kependidikan. Cetakan ke-1. Jakarta: Rineka Cipta. Juwariyah. 2010. Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an. Yogyakarta: Teras. Kuntowijoyo. 1991. Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi. Bandung: Mizan.

M. Chan, San & T. Sam, Tuti. 2011. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media. Nasution, S. 2011. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Rahmat, Abdul. 2016. Manajemen Humas Sekolah. Yogyakarta: Media Akademi. Rohman, Arif. 2011. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta:

Laksbang Mediatama.

Samsudin. 2018. Integrasi Tri Pusat Pendidikan dalam Pendidikan Agama Islam. dalam Al- Murabbi: Jurnal Kependidikan dan Keislaman Vol. 5 No. 2. STT Islamiyah Karya Pembangunan Paron. Ngawi Jawa Timur.

Subianto, Jito. 2013. Peran Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat dalam Pembentukkan Karakter. dalam Jurnal Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam Volume 8 Nomor 2. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian dapat mengetahui sebaran kelerengan terlandai dan tercuram, topogafi terendah dan tertinggi, pola pemanfaatan lahan yang tergunakan, dan titik sumber air,

Herawati (2008) kayu laminasi glulam umumnya memiliki tebal 33 mm atau 45 mm tetapi laminasi yang lebih kecil mungkin diperlukan jika bagian yang melengkung

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Kecepatan getaran pada saat pemasangan beban percobaan 3 ( fan 5 sudu) Setelah dilakukan pemasangan beban pada titik 240 sebesar 2 gr kecepatan getaran pada motor

They will not be printed in your test sheet, so you must listen carefully to understand what the speakers are saying.. After you hear a dialogue and the question about it, read the

Phillip Futures dan penulis tidak bertangung jawab terhadap semua kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh pembaca atau pihak lain akibat menggunakan

“Begini, kau bilang pada harimau kalau aku telah menghajarmu karena telah menggangguku, dan katakan juga pada si harimau bahwa aku akan menghajar siapa saja yang

Salah satu satu cara untuk dapat mengatasi permasalahan, terutama kegagalan impelementasi teknologi informasi tersebut adalah dengan melakukan pengembangan model