Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Self Efficacy Ibu Dalam Penanganan Pertama Kejang Demam Pada Anak di RSUD Karanganyar
Aditiya Kurniawan1) , Ns. S. Dwi Sulisetyawati, M.Kep 2) dan bc. Yeti Nurhayati, M.Kes 2)
1)
Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2)
Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta
Kurniaditiya@gmail.com
ABSTRAK
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun, dalam hal tersebut diperlukan self efficacy tentang respon ibu dalam penanganan pertama kejang demam. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan self efficacy ibu dalam penanganan pertama kejang demam pada anak di RSUD Karanganyar
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan desain penelitian cross sectional. Pengambilan sampel dengan cara total sampling, sejumlah 34 responden.
Tingkat pengetahuan ibu dalam penanganan pertama kejang demam adalah cukup sebanyak 13 responden (23,5%) dan self efficacy ibu dalam penanganan pertama kejang demam adalah sedang sebanyak 17 responden (50%). Analisa data menggunakan Uji Spearman Rank Correlation dengan nilai korelasi 0,877 dan nilai signifikansi p value 0,000 < 0,05.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan tingkat pengetahuan dengan self efficacy dalam penanganan pertama kejang demam pada anak di RSUD Karanganyar. Semakin baik tingkat pengetahuan ibu maka self efficacy ibu semakin baik dalam penanganan pertama kejang demam. Diharapkan ibu untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan self efficacy dalam penanganan pertama kejang demam dengan cara mencari informasi di petugas kesehatan, internet, media cetak dan buku.
ABSTRACT
Febrile seizure is a neurological abnormality which is mostly found in children particularly in those aged six months to four years old. In line with this situation, mothers’ self-efficacy is required as a response in conducting the first aid for pediatric febrile seizures. The objective of this research is to investigate the correlation between the mothers’ knowledge level and their self-efficacy in conducting the first aid for pediatric febrile seizures at Local General Hospital of Karanganyar.
This research used the quantitative non-experimental research method with the cross-sectional approach. Total sampling technique was used to determine its samples. The samples consisted of 34 mothers as respondents.
13 respondents (23.5%) had adequate knowledge of conducting the first aid for pediatric febrile seizures, and 17 respondents (50%) had moderate self-efficacy in conducting the first aid for pediatric febrile seizures. The data of the research were analyzed by using the Spearman’s Rank Correlation with the correlational value of 0.877 and the p-value = 0.000 < 0.05.
The result of the research shows that there was a correlation between the mothers’ knowledge level and their self-efficacy in conducting the first aid for pediatric febrile seizures at Local general Hospital of Karanganyar. The higher the mothers’ knowledge level was, the better the mothers’ self-efficacy in conducting the first aid for pediatric febrile seizures would be. Mothers are expected to improve their knowledge and self-efficacy in conducting the first aid for pediatric febrile seizures by seeking information from health workers, internet, printed media, and books.
Keywords: Knowledge Level, Self-Efficacy, Pediatric Febrile Seizures.
PENDAHULUAN
Kejang demam atau febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38̊C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Menurut Ngastiyah, (2014) Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejadian kejang demam diperkirakan 2%-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat, sedangkan di Asia dilaporkan lebih tinggi, yaitu 20% kasus merupakan kejang demam yang kompleks. Sebesar 6%-9% kejadian di Jepang, 5%-10% di India dan 2%-5% di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Prevalensi tertinggi 14% tercatat pada anak-anak dari Gaum (Pail et al, 2011). Menurut BPAN (British Pediatric Association Neurology)
kejang demam yang umumnya terjadi 3%-4% pada anak. Usia puncak kejang demam adalah 18 bulan dan hampir 50% dari anak-anak berusia 12-30 bulan (Sadleir, 2007). Kejadian kejang demam di Indonesia dalam waktu satu tahun terakhir terdapat 3% – 4% dari anak yang berusia 6 bulan sampai 5 tahun. Angka kejadian di provinsi Jawa Tengah dilaporkan sebanyak 2% – 3% yang mengalami kejang demam (Depkes Jateng, 2013).
Kejang pada anak adalah peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Menurut Nur Afida (2012) Akibat terjadinya kejang demam pada anak dapat menimbulkan gangguan psikologis yaitu, ansietas (kecemasan berlebih), depresi, perasaan bersalah, ketakutan akan berulangnya kejang, ketakutan akan berlanjutnya kejang menjadi penyakit epilepsy dan kekhawatiran pada demam yang tidak terlalu tinggi. Menurut Rahayu (2015).Rasa takut atau khawatir yang terjadi disebabkan karena orang tua atau pengasuh kurang pengetahuan dan kurang memahami bagaimana cara tindakan awal penatalaksanaan di rumah pada anak yang mengalami serangan kejang demam.
Di India, hasil penelitian yang dilakukan oleh Parmar dalam Dewanti (2012) melaporkan 77,9% orang tua pasien kejang demam tidak mempunyai pengetahuan tentang kejang demam dan 90% menganggap anaknya akan meninggal. Hasil penelitian Rahayu, (2015). memperlihatkan hampir 80% orang tua mempunyai rasa takut terhadap serangan kejang demam yang menimpa anaknya.
Menurut Bandura (2001) Penanganan pertama pada kejang demam selain dipengaruhi oleh pengetahuan ibu juga dapat dipengaruhi oleh self efficacy ibu. Self
efficacy adalah keyakinan seseorang dalam
kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan program tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan pencapaian tertentu. Menurut Gaskill (2004). Secara umum self efficacy adalah penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu.
Menurut Bandura (2001). Persepsi diri dari self efficacy mempengaruhi pola, tindakan dan emosi dari seseorang. Masalah penatalaksanaan yang seharusnya dilakukan ibu untuk mengatasi kejang demam dan mengurangi angka kematian anak seharusnya dapat dilakukan dengan baik,
tetapi kenyataan masih banyak ibu yang belum sadar dan percaya diri dalam mengatasi masalah. Menurut Baron & Byne, (2003) Orang yang memiliki self efficacy rendah akan tidak yakin dengan kemampuannya dalam menangani situasi yang mendesak sedangkan yang memiliki
self efficacy tinggi cenderung menunjukkan
usaha yang lebih keras dari pada orang dengan self efficacy rendah.
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan self efficacy ibu dalam penanganan pertama kejang demam pada anak di RSUD Karanganyar.
METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross
sectional. Penelitian ini berlangsung dari
bulan April-Juli 2017 di Bangsal Melati RSUD Karanganyar. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini ialah total sampling. Peneliti menggunakan 34 responden. Peneliti menggunakan pengambilan data dengan penyebaran kuesioner yang terdiri dari 2 kuisioner yaitu kuesioner tingkat pengetahuan dan kuesioner self efficacy, peneliti mendampingi responden dalam pengisian kuesioner. Analisis data yang digunakan
ialah analisa uji Spearman Rank Correlation pada data tingkat pengetahuan dengan self
efficacy.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut ini adalah data dari responden yaitu seluruh ibu yang mempunyai anak dengan riwayat kejang demam di Bangsal Melati RSUD Karanganyar
a. Karakteriktik Responden Menurut Usia Tabel 1 Distribusi frekuensi responden
menurut usia (n = 34)
Karakteristik menurut usia menunjukan sebagian besar responden berumur 21-30 tahun yaitu sebanyak 19 responden (55,9%). Usia tersebut masuk dalam dewasa awal, menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011).
Menurut Mubarak (2011) semakin dewasa usia seseorang, maka tingkat berpikirnya akan semakin matang. Semakin matang seseorang, maka semakin banyak pengalaman hidup, sehingga semakin tinggi pula tingkat self efficacy nya. Menurut
Usia f % 21-30 Tahun 31-40 Tahun 41-50 Tahun 19 11 4 55,9 % 32,4 % 11,8 % Total 34 100
Potter & Perry (2009). Dewasa awal perubahan-perubahan kognitif tentunya belum terjadi. Menurut Papalia & Camp, (2007). Individu pada masa dewasa awal sangat mampu untuk menerima ataupun mempelajari hal baru, individu dewasa awal diidentikan sebagai masa puncak kesehatan, kekuatan, energi dan daya tahan, juga fungsi sensorik dan motorik. Pada tahap ini fungsi tubuh sudah berkembang sepenuhnya dan kemampuan kognitif terbentuk dengan lebih komplek . Hasil penelitian Mirderikvand (2016) menunjukkan terdapat hubungan antara self efficacy dengan usia.
b. Karakteristik Responden Menurut Pekerjann
Tabel 2 Distribusi frekuensi responden menurut pekerjaan n = 34)
Karakteristik menurut pekerjaan menunjukan bahwa sebagian besar responden bekerja sebagai karyawan swasta sebanyak 22 responden (64,7%). Menurut hasil penelitian Setyani (2012) menyebutkan dari 52 responden (84,6%) adalah ibu yang bekerja disektor swasta dalam penelitian perilaku ibu dalam penanganan demam pada anak di Desa Seren Gebang Purworejo. Menurut Mubarak (2007). Pekerjaan, adanya pengalaman, interaksi dengan lingkungan serta informasi dari media massa dan
elektronik serta lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Bowden (2011) peranan ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. Menurut Sulisdiana (2011). Selain adanya pengelaman, interaksi dengan lingkungan serta informasi yang mempengaruhi pengetahuan menjadi lebih baik.
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Klasifikasi
Pekerjann F %
PNS
Ibu Rumah Tangga Karyawan Swasta 2 10 22 5,9 29,4 64,7 Total 34 100
Karakteristik menurut tingkat pendidikan menunjukan mayoritas tingkat pendidikan responden adalah SMA, yaitu sebanyak 19 responden (55,9%). Menurut penelitian Pohan (2010) mengatakan responden ibu dalam penanganan pertama kejang demam berdasarkan tingkat pendidikan terakhir ibu di jenjang SMA sebanyak 49 orang (54,4%). Menurut Notoatmodjo (2007) tingkat pendidikan yang lebih tinggi mempengaruhi persepsi seseorang untuk mengambil keputusan dan bertindak. Astria et al. (2009), menyatakan bahwa responden yang berpendidikan dasar (SD dan SMP) cenderung lebih banyak mempunyai perilaku yang kurang dari pada ibu yang berpendidikan menegah dan tinggi. Menurut Herijulianti (2008). salah satu faktor yang
berperan dalam pengetahuan seseorang adalah tingkat pendidikan, seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah mendapatkan informasi dan menerima hal-hal baru yang berpengaruh pada sikap positif.
d. Analisis Tingkat Pengetahuan Ibu Dalam Penanganan Pertama Kejang Demam Pada Anak
Tabel 4 Distribusi Analisis Tingkat Pengetahuan Ibu Dalam Penanganan
Pertama Kejang Demam Pada Anak
Tabel 4 menunjukan bahwa mayoritas tingkat pengetahuan ibu dalam penanganan pertama kejang demam pada anak di RSUD Karanganyar bahwa tingkat pengetahuan adalah cukup sebanyak 13 responden (23,5%).
Menurut Dewi & Wawan (2010) bahwa pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap
Tingkat Pendidikan f % SD SMP SMA D3/S1 2 10 19 3 5,9 29,4 55,9 8,8 Total 34 100 Tingkat Pengetahuan F % Baik 10 58,8 % Cukup Kurang 13 11 23,5 % 17,6 % Total 34 100
seseorang semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu.
Hasil penelitian Marwan (2017) mengatakan faktor yang berhubungan dengan penanganan kejang demam pada anak antara lain pengetahuan, pengalaman dan perilaku.
e. Gambaran Self Efficacy Ibu Dalam Penanganan Pertama Kejang Demam Pada Anak
Tabel 5 Distribusi Gambaran Self
Efficacy Ibu Dalam Penanganan
Pertama Kejang Demam Pada Anak
Tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas self efficacy ibu dalam penanganan pertama kejang demam pada anak di RSUD Karanganyar termasuk dalam kategori sedang, yaitu ebanyak 17 responden (50%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Suhartatik (2015) didapatkan sebagian besar responden memiliki self
efficacy sedang dalam penanganan kejang
demam sebanyak 30 responden (68,2 %). Hasil penelitian Nuruddin (2015) didapatkan 34 sisws (64,2%) memiliki self
efficacy sedang.
Menurut Baron & Byne (2003) Self
efficacy juga sebagai evaluasi seseorang
mengenai kemampuan atau kompetensi diri dalam melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan dapat mengatasi suatu masalah. Menurut Bandura dalam Masraroh (2012) proses terbentuknya efikasi diri salah satunya dari kognitif atau pengetahuan.
f. Analisis hubungan tingkat pengetahuan dengan self efficacy ibu terhadap penanganan pertama kejang demam pada anak di RSUD Karanganyar
Tabel 6 Analisis hubungan tingkat pengetahuan dengan self efficacy ibu terhadap penanganan pertama kejang demam pada anak di RSUD Karanganyar
Variabel R p-value Tingkat pengetahuan dengan self efficacy ibu 0,877 0,000
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan hasil uji statistik menggunakan uji Spearman Rank
Correlation hasil uji nilai p-value sebesar
0,000 < α (0,05) maka hal ini berarti Ho Self Effycacy f % Baik 6 17,6 Sedang Kurang 17 11 50,0 32,4 Total 34 100
ditolak atau Ha diterima, yang berarti ada hubungan tingkat pengetahuan dengan self
efficacy dalam penanganan pertama kejang
demam pada anak di RSUD Karanganyar. Sedangkan hasil uji spearman rank correlation yaitu sebesar 0,877, hal ini
menandakan hubungan yang tinggi antara tingkat pengetahuan dengan self efficacy ibu terhadap penanganan pertama kejang demam pada anak di RSUD Karanganyar Kekuatan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan self efficacy ibu terhadap penanganan pertama kejang demam pada anak termasuk dalam kategori yang sangat kuat, yang mempunyai arah korelasi positif yaitu nilai korelasi Spearman
Rank berada diantara 0,80-1,000 (Sugiyono,
2012). Hasil penelitian Haryanto (2015) mengatakan terdapat hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan pengetahuan responden. Menurut Hasanah, (2015) Individu dengan self efficacy yang tinggi akan mendorongnya untuk giat dan gigih melakukan upayanya. Sebaliknya individu dengan self efficacy yang rendah akan diliputi perasaan keragu-raguan akan kemampuannya dan pengetahuan yang dimiliki. Jika individu tersebut dihadapkan pada kesulitan, maka akan memperlambat dan melonggarkan upayanya, bahkan dapat menyerah. hasil penelitian dari Muyassaroh
(2015), bahwa berdasarkan uji statistik diketahui ada hubungan self efficacy dengan tingkat pengetahuan ibu dalam penanganan pertama luka bakar pada anak usia pra-sekolah di Desa Jombor Bendosari Sukoharjo.
Hasil penelitian Hess (2004), mengatakan terdapat hubungan tingkat pengetahuan denga self efficacy orangtua dalam mengasuh anak, orang tua yang memiliki self efficacy tinggi berkaitan secara positif dengan tingkat pengetahuan yang tinggi, begitu juga sebaliknya orangtua yang memiliki self efficacy rendah memiliki pengetahuan yang rendah. Didukung oleh hasil penelitian Zahra et al (2015), mengatakan terdapat hubungan pengetahuan orangtua dengan self efficacy dalam penanganan kecelakaan anak dirumah. sejalan dengan hasil penelitian Yong, Hyun & Jin (2010), mengatakan terdapat hubungan yang positif antara pengetahuan tentang demam dengan manajemen demam dan self efficacy dalam penanganan demam. Hasil penelitian Nicolette & Jordan (2016) mengatakan terdapat hubungan yang saling berkaitan antara self efficacy ibu dengan tingkat pengetahuan dalam mengurus dan menangani bayi prematur.
Menurut Gandhi et al, (2013) Orangtua yang telah mendapatkan
pengetahuan tentang suatu penyakit dan cara penanganan serta penanganannya dari petugas kesehatan melakukan perilaku atau tindakan pencegahan atau penanganan yang baik sehingga akan mencegah anak mendapatkan dampak yang buruk. Penelitian yang dilakukan Riandita (2012) bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan pengelolaan demam pada anak. Menurut Purwanti (2013) Efikasi diri akan mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasa, memotivasi dirinya, dan bertindak.Menurut Edberg dalam Rondhianto (2012) Health Belief Model (HBM) jika seseorang hanya memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu tanpa adanya efikasi diri yang tinggi maka kecil kemungkinan seseorang tersebut akan melakukan tindakan atau perilaku tersebut.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hubungan tingkat pengetahuan dengan self efficacy ibu dalam penanganan pertama kejang demam pada anak di RSUD Karanganyar dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil karakteristik usia responden mayoritas berusia 21-30 tahun sebanyak
19 responden (55,9%), karakteristik pekerjaan responden mayoritas karyawan swasta sebanyak 22 responden (64,7%), karakteristik pendidikan responden mayoritas tingkat pendidikan SMA sebanyak 19 responden (55,9%).
2. Tingkat pengetahuan responden mayoritas pengetahuan cukup sebanyak 13 responden (23,5%),
3. Gambaran Self Efficacy responden mayoritas self efficacy sedang sebanyak 17 responden (50%).
4. Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan self efficacy dalam penanganan pertama kejang demam pada anak di RSUD Karanganyar dengan nilai siginifikasi p value = 0,000 < α (0,05) dan nilai korelasi Spearman Rank yaitu sebesar 0,877 yang berarti korelasi hubungan sangat kuat dengan arah nilai korelasi positif yaitu searah.
SARAN
1. Bagi Responden
Masyarakat khusunya ibu-ibu yang mempunyai anak hendaknya mencari informasi tentang penanganan kejang demam di petugas kesehatan, internet, media cetak dan buku agar pengetahuannya dapat lebih baik lagi, self eficacy dan respon perilaku terhadap penanganan kejang demam.
2. Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan kajian Dengan adanya hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan bacaan dan acuan belajar serta penanganan kejang demam pada anak dapat diaplikasikan dalam proses belajar mengajar.
3. Bagi Profesi
Perawat komunitas setempat atau perawat rumah sakit dapat melakukan program kesehatan penyuluhan dan bimbingan dalam rangka upaya penanganan kejang demam.
4. Bagi Peneliti Lain
Peneliti lain hendaknya dapat mengembangkan penelitian ini, misalnya dengan melakukan penelitian tentang faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap respon perilaku, misalnya adalah dukungan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Bandura, Albert. (2004). Guide For Constructing Self Efficacy. Information Age Publishing
Bandura, Albert. (2004). Guide For Constructing Self Efficacy. Information Age Publishing
Bowden, Jan. (2011). Promosi Kesehatan dalam Kebidanan, Jakarta: EGC
Bowden, Jan. (2011). Promosi Kesehatan dalam Kebidanan, Jakarta: EGC Byrne dan Baron, (2003).Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta; EGC, 2003
Depkes Jateng 2013. Jumlah kasus kejang
demam pada balita.
http://www.depkes.go.id/index.php diakses tanggal 28 oktober 2016. Gandhi, P, K, Kenzik, K.M, Thompson,
L.A, DeWalt, D.A, Revicki, D.A, Shenman, E.A and I-Chan Huang. (2013). Exploring Factor Influencing Asthma Control And Asthma-spesific Health-releted Quality Of Life Among Children. Respiratory Research. 14(26) Haryanto,J.2005.Kecemasan komunikasi
pada Mahasiswa dalam
mempresentasikan tugas dikelas ditinjau dari Self-Efficacy . Skripsi (tidak diterbitkan).Semarang: Fakultas Psikologi Univesitas Katolik Soegijapranata.
Herjajulianti, E. (2008). Pendidikan Kesehatan Gigi. EGC. Jakarta Hess CR, Teti DM, Hussey-Gardner B.
Self-efficacy and parenting of high-risk infants: The moderating role of parent knowledge of infant development. Journal of Applied
Developmental Psychology. 2004;24:423–437
Jahja, Yudrik. (2011). Psikologi Perkembangan : Jakarta. Kencana Masraroh, L. (2012).Efektivitas bimbingan
kelompok Tehnik Modeling untuk Meningkatkan Self Efficacy
Akademik Siswa: Studi
Eksperimen Kuasi di Kelas X
Sekolah Menengah Atas
Laboratorium Unversitas
Pendidikan Indonesia
Bandung(Doctoral Dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia). Mubarak, W. I. (2011). Promosi Kesehatan
untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba medika.
Ngastiyah, (2014). Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : ECG.
Nicolette Anne Ribeiro, Jordan S. Kase.(2016). The evolution of parental self efficacy in knowledge and skill in the home care of preterm infants. Journal of Pediatric and Neonatal Individualized Medicine 2017;6(1):e060118.
www.jpnim.com Open Access eISSN: 2281-0692
Notoatmodjo.(2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Nur Afida Fauzia, (2012). Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak Di Pukesmas Ciputat Timur 2012. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nuruddin.I (2013). Hubungan Antara Self Efficacy Dengan Perilaku Prokrastinasi Akademik Pada Siswa MA Al-Hidayah Wajang Malang. Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang
Papalia, D. E, Sterns, H. L., Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adulth Development and Aging (2nd edition). New York : McGraw-Hill Companies..
Pohan ITS. (2010).Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu Mengeni Kejang Demam pada anak di Kelurahan Tembung Tahun 2010 Potter & Perry. 2009. Fundamental
Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Purwanti, O.S. (2013). Analisis Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Ulkus
Kaki pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD DR.Moewardi Surakarta, Prosiding Seminar Ilmiah nasional,
ISSN: 2338-2694,
http://journal.ui.ac.id/index.php/jke pi/article/view/2763
Rahayu.S. (2015). Model Pendidikan Kesehatan Dalam Menigkatkan Pengetahuan Tentang Pengelolaan Kejang Demam Pada Ibu Balita Di Posyandu Balita. Jurusan Keperawatan Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta
Riandika, A. (2012). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demam Dengan Pada Anak. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang Sadleir L.G & Scheffer I.E. (2007) Febrile
Seizures. Brit Med J, 334: 307 -11. Setyani.(2012). Gambaran Perlaku Ibu
dalam Penanganan Demam Pada Anak di Desa Seren Kecamatan Gebang Purworejo. Stikes Aisyah Gombong
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung : Alfabeta
Suhartatik.(2016).Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Penanganan Kejang Demam Pada Balita Terhadap Self Efficacy Ibu Di desa Tempur Sari Tambak Boyo Mantingan Ngawi
Sulisdiana.(2011).Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Ibu Tentang Regurgitasi Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di BPS Muji Winarik Mojokerto. Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto Wawan A dan Dewi M. (2010). Teori dan
Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika
Yong Sun Jeong, Hyun Ei Oh, Jin Sun Kim(2010). Parents' Perception, Knowledge and Self-Efficacy in Management of Childhood Fever. Journal of Korean Academy of
Child Health Nursing
2010;16(4):324-333.
Zahra V, Maryam N, Ahmad N, Gholamreza S, Mahdi A. (2015).Training Based on Orem’s Model on Knowledge, Attitude and Self-efficacy of Mothers in Preventing Domestic Accidents. Mod Care J 2015