• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE INFLUENCE OF RELAXATION TECHNIQUE OF DEEP BREATHING AGAINS PAIN INTENSITY ON POST OP FRACTURE S PATIENT (STUDY IN ASOKA ROOM JOMBANG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "THE INFLUENCE OF RELAXATION TECHNIQUE OF DEEP BREATHING AGAINS PAIN INTENSITY ON POST OP FRACTURE S PATIENT (STUDY IN ASOKA ROOM JOMBANG)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

THE INFLUENCE OF RELAXATION TECHNIQUE OF DEEP BREATHING AGAINS PAIN INTENSITY ON POST OP FRACTURE’S PATIENT (STUDY IN ASOKA ROOM JOMBANG)

ABSTRACT

Each post op fracture’s patient will definitely experience pain due to the process of the surgery and the system injury. Generally health worker just applied in pharmacology but there are still ways of non pharmacological could help to lower the pain effectively, one of which is in relaxation technique of deep breathing. The purpose of this research is to analyze the effect of relaxation techniques of deep breathing against pain intensity on post op fracture’s patient. This research design uses pre experiments with one-group pretest-postest design. The population of this research are patients post op fracture with Purposive Sampling sampling and taking with a total sample of 28 people. The independent variable in this study is relaxation technique of deep breathing, whereas variables dependent is a decrease intensity of the pain. Data was collected using the observation sheet with data analysis using statistical tests Willcoxon (α = 0.05). The results showed that relaxation techniques of deep breathing in effect on the intensity of pain that is severe pain from the previous 17 to 8 people. There is a connection between breath relaxation techniques in taking action against the intensity of the patient's pain post op fracture with the results of the test statistics p = 0.000. The conclusion of relaxation techniques of deep breathing in having an impact on decreasing pain in patients post op fracture.

Keyword : technique relaxation, deep breathing, pain, post op fractur PENDAHULUAN

Pada jaman modern seperti sekarang perkembangan teknologi sangatlah pesat. Perkembangan teknologi membawa manfaat yang sangat besar bagi manusia tanpa kecuali dalam bidang transportasi. Akses jalan raya yang semakin mudah dan di dukung oleh perkembangan teknologi otomotif yang semakin maju semakin mempermudah manusia dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Namun hal ini tidak di ikuti dengan peningkatan kesadaran dari masyarakat untuk menjaga keselamatan dalam berkendara sehingga menyebabkan jumlah korban kecelakaan lalu lintas yang meningkat utamanya terjadi di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Salah satu akibat yang bisa di timbulkan dari kecelakaan itu adalah fraktur.

Pada umumnya penderita fraktur akan mengalami proses pembedahan atau operasi. Pasien fraktur setelah menjalani operasi pembedahan akan mangalami nyeri dikarenakan oleh efek anestesi yang mulai hilang. Setiap individu mengalami tingkatan nyeri yang berbeda karena bersifat obyektif. Pada umumnya tenaga kesehatan akan memberikan terapi farmakologis untuk mengurangi nyeri tersebut seperti dengan pemberian analgesik narkotik. Opiat merupakan obat paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri pada klien, namun penggunaan analgesik ini tentunya menimbulkan efek samping. Apabila dosis yang digunakan tidak tepat dapat menimbulkan depresi pada fungsi-fungsi fital seperti depresi respiratori, bradikardi dan mengantuk, dan yang paling ditakutkan adalah terjadinya syok karena dosis yang berlebih. Namun

selain dengan menggunakan terapi farmakologi, bisa juga di gunakan terapi non farmakologi yaitu dengan menggunakan teknik relaksasi nafas. Menurut (Bruner & Suddart, 2001) beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi. Ketika sesorang merasakan adanya suatu ancaman, maka secara cepat tubuh akan terangsang dan termotivasi melalui sistem saraf simpatis dan endokrin (Taylor, 1991). Namun dalam kenyataannya teknik non farmakologi ini masih sangat jarang dilakukan atau diterapkan oleh para tenaga kesehatan di Rumah Sakit, padahal terapi ini sangat mudah dilakukan dan diterapkan pada pasien yang mengalami nyeri dan tanpa efek samping yang membahayakan. Bedanya teknik relaksasi menyebabkan penurunan ambang nyeri sedangkan penggunaan obat meningkatkan peningkatan ambang nyeri. Teknik relaksasi dapat membuat pasien mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri (Potter & Perry, 2005).

Berdasarkan data yang di keluarkan WHO tahun 2013 Indonesia menempati urutan kelima di dunia dengan jumlah kematian terbanyak akibat kecelakaan lalu lintas, namun yang lebih mencengangkan lagi Indonesia justru menempati urutan pertama peningkatan kecelakaan menurut data Global Status Report on Road Safety yang di keluarkan WHO. Indonesia dilaporkan mengalami kenaikan jumlah kecelakaan lalu lintas hingga lebih dari 80%. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden

(2)

fraktur ekstremitas bawah sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Dari survey awal yang dilakukan peneliti yang dilakukan di RSUD Kabupaten Jombang, dalam 3 bulan terakhir jumlah pasien yang mengalami fraktur berjumlah 97 orang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suhartini Nurdin, (2013) yang mendapatkan hasil penelitian bahwa teknik relaksasi nafas dapat mempengaruhi intensitas nyeri seseorang. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 20 responden, diketahui tingkat nyeri sebelum dilakukan teknik relaksasi yaitu nyeri hebat terkontrol 11 orang, nyeri sedang 8 orang dan nyeri ringan 1 orang. Sesudah dilakukan teknik relaksasi hasil penelitaian adalah diketahui hampir seluruhnya mengalami penurunan tingkat nyeri. Menurut Walsh dalam (Harnawati, 2008) pada pasien post operasi seringkali mengalami nyeri hebat meskipun tersedia obat obatan analgesik yang efektif, namun untuk nyeri pasca bedah tidak dapat ditangani dengan baik, sekitar 50% pasien mengalami nyeri sehingga dapat mengganggu kenyamanan pasien.

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Untuk itu perawat perlu mencari pendekatan paling efektif dalam upaya pengontrolan nyeri (potter, 2005). Sedangkan teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu metode menejemen nyeri non farmakologi yaitu suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Ketika seseorang melakukan relaksasi nafas dalam untuk mengendalikan nyeri yang dirasakan, maka tubuh akan meningkatkan komponen saraf parasimpatik secara stimulan, maka ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon kortisol dan adrenain dalam tubuh yang memperngaruhi tingkat stress seseorang sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dan membuat klien merasa tenang untuk mengatur ritme pernafasan menjadi teratur. Hal ini akan mendorong terjadinya peningkatan kadar PaCO2 dan akan menurunkan kadar pH sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen (O2) dalam darah (Handerson, 2005).

Dalam hal ini teknik relaksasi perlu dilakukan setidaknya 3x agar mencapai hasil optimal untuk dapat mengurangi atau menurunkan intensitas nyeri pada pasien post op fraktur. Mengingat pentingnya penatalaksanaan non farmakologi dalam perubahan intensitas nyeri pada pasien post op fraktur, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul ‘Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap

Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur di RSUD Jombang’.

Tujuan penelitian ini adalah pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi fraktur di RSUD Jombang tahun 2013.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah rancangan One group pra-post test design, menurut Nursalam (2008) ciri tipe penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek di observasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian di observasi lagi setelah di intervensi. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Jombang yang akan dilaksanakan pada bulan Juni 2013.

Populasi adalah setiap subjek (misalnya manusia, klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini populasinya adalah semua pasien yang mengalami post op fraktur di Ruang Asoka RSUD Jombang. Dari data observasi didapatkan pasien yang melakukan pembedahan fraktur sebanyak 30 orang selama 1 bulan.

Sampling adalah proses menyeleksi populasi yang ada (Nursalam, 2008). Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2008). Teknik sampling pada penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu pemilihan sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Sastroasmoro & Ismail dalam Nursalam, 2008).

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai sujek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebagian pasien yang mengalami post op fraktur di Ruang Asoka RSUD Jombang dengan jumlah 28 orang Kriteria inklusi dan ekslusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2008). Kriteria inklusinya adalah : pasien post op fraktur yang sadar, pasien bersedia menandatangani surat peserta penelitian, pasien yang mengalami nyeri secara umum, usia 15 – 55 tahun, pasien dengan anestesi general.

(3)

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inkluasi dari studi karena berbagai sebab antara lain : pasien yang mempunyai gangguan pernafasan atau sesak nafas, pasien yang tidak kooperatif.

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi dalam bentuk Skala Nyeri Numerik menurut Bourbanois dan setelah data terkumpul dan kemudian dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS 21. HASIL PENELITIAN

Data Umum

Karakteristik Responden Berdasarkan

Pendidikan

Tabel 1 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan di Ruang Asoka RSUD Jombang Bulan Juni 2013

No Pendidikan Jumlah Presentase (%)

1 Tidak sekolah 0 0 2 SD 3 10,7 3 SMP 8 28,6 4 SMA 9 32,1 5 Pendidikan Tinggi 8 28,6 Total 28 100

Sumber : Data Primer Yang Diolah Peneliti, 2013

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa karakteristik responden berdasarkan pendidikan menunjukkan hampir dari setengahnya berpendidikan SMA sebanyak 9 orang (32,1 %) Karakteristik responden berdasarkan umur Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan umur di Ruang Asoka RSUD Jombang Bulan Juni 2013

No Umur Jumlah Presentase (%)

1 15 – 25 tahun 14 50,0 2 26 -35 tahun 5 17,9 3 36 – 45 tahun 5 17,9 4 46 – 55 tahun 4 14,2 Total 28 100

Sumber : Data Primer Yang Diolah Peneliti, 2013

Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa karakteristik responden berdasarkan umur menunjukkan setengah responden berumur antara 15-25 tahun sebanyak 14 orang (50%)

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Ruang Asoka RSUD Jombang Bulan Juni 2013

No Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)

1 Laki-laki 13 46,4

2 Perempuan 15 53,6

Total 28 100

Sumber : Data Primer Yang Diolah Peneliti, 2013

Berdasarkan tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa karakteristik responden bedasarkan jenis kelamin menunjukkan sebagian besar dari responden perempuan sebanyak 15 orang (53,6%)

Karakteristik responden berdasarkan

agama/kepercayaan

Tabel 4 Karakteristik responden berdasarkan agama/kepercayaan di Ruang Asoka RSUD Jombang Bulan Juni 2013

N

o Agama/kepercayaan Jumlah Presentase (%)

1 Islam 26 92,9

2 Kristen 2 7,1

3 Hindu 0 0

4 Budha 0 0

Total 28 100

Sumber : Data Primer Yang Diolah Peneliti, 2013

Berdasarkan tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa karakteristik responden berdasarkan agama/kepercayaan menunjukkan hampir seluruhnya beragama islam sebanyak 26 orang (92,9%).

Data Khusus

Intensitas nyeri sebelum teknik relaksasi nafas dalam

Tabel 5 Tingkat intensitas nyeri sebelum teknik relaksasi nafas dalam

No Tingkat Intensitas Nyeri Jumlah Presentase (%) 1 Tidak nyeri (0) 0 0 2 Nyeri ringan(1-3) 0 0 3 Nyeri sedang (4-6) 9 32,2 4 Nyeri berat (7-9) 17 60,7 5 Nyeri sangat berat (10) 2 7,1 Total 28 100

Sumber : Data Primer Yang Diolah Peneliti, 2013

Berdasarkan tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa sebelum dilakuka teknik relaksasi nafas dalam sebagian besar dari responden mengalami nyeri berat sejumlah 17 orang (60,7%).

(4)

Intensitas nyeri sesudah pemberian teknik relaksasi nafas dalam

Tabel 6 Tingkat intensitas nyeri sesudah teknim relaksasi nafas dalam

No Tingkat Intensitas Nyeri Jumlah %

1 Tidak nyeri 0 0

2 Nyeri ringan 8 28,6

3 Nyeri sedang 12 42,8

4 Nyeri berat 8 28,6

5 Nyeri sangat berat 0 0

Total 28 100

Sumber : Data Primer Yang Diolah Peneliti, 2013

Berdasarkan tabel 5.6 di atas dapat dilihat bahwa hampir dari setengah responden nyeri sedang mengalami peningkatan menjadi 12 orang (42,9%), sedangkan responden nyeri berat mengalami penurunan sebanyak 8 orang (28,6%) dan responden nyeri ringan mengalami peningkatan sebanyak 8 orang (28,6%)

Intensitas nyeri sebelum dan sesudah pemberian teknik relaksasi nafas dalam

Tabel 7 Tingkat intensitas nyeri sebelum dan sesudah teknik relaksasi nafas dalam

No Tingkat

Intensitas Nyeri

Sebelum

pemberian Sesudah pemberian

f % f % 1 Tidak nyeri 0 0 0 0 2 Nyeri ringan 0 0 8 28,6 3 Nyeri sedang 9 32,2 12 42,8 4 Nyeri berat 17 60,7 8 28,6 5 Nyeri sangat berat 2 7,1 0 0 Jumlah 28 100 28 100 Hasil Uji Statistik Wilcoxon P = 0,000

Sumber : Data Primer Yang Diolah Peneliti, 2013

Berdasarkan tabel 5.7 diperoleh data intensitas nyeri pada pasien post op fraktur sebelum diberikan intervensi yaitu teknik relaksasi nafas dalam didapatkan sebagian besar responden mengalami nyeri berat sebanyak 17 orang (60,7%) dan setelah dilakukan intervensi mengalami penurunan sebanyak 52,9% menjadi sebanyak 8 orang (28,6%).

Berdasarkan analisis statistic dengan menggunakan uji wilcoxon dengan bantuan SPSS 21 dengan tingkat signifikansi = 0,05 diperoleh hasil p = 0,000 yang berarti p <0,05 yaitu H1 diterima yang artinya ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pasien post op fraktur.

PEMBAHASAN

Respon nyeri sebelum teknik relaksasi nafas dalam

Berdasarkan tabel 5.5 di atas dapat diketahui sebagian besar dari responden mengalami nyeri berat sejumlah 17 orang (60,7%). Hal ini dapat disebabkan karena berbagai faktor yang dapat mempengaruhi tingkatan nyeri yang dirasakan dan reaksi atau respon apa yang akan dirasakan oleh masing-masing responden. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri diantaranya adalah : usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, agama, kebudayaan, pengalaman sensori masa lalu dengan nyeri.

Nyeri adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologi, dan emosional. Apabila seseorang yang mengalami nyeri berat apabila tidak segera diatasi maka dikhawatirkan dapat menyebabkan respon stress seperti misalnya yaitu turunnya system imun. Hal ini disebabkan karena pada pasien post op fraktur terjadi penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan timbulnya proses inflamasi. Peningkatan nyeri yang terjadi pada pasien post op fraktur terjadi karena adanya perlukaan jaringan pada saat pembedahan. Pasien post op fraktur memerlukan menejemen nyeri untuk mengurangi nyeri yang dialaminya (Muttaqin. Arif, 2008).

Pada pasien dengan nyeri berat dapat mempengaruhi manusia untuk melakukan adaptasi dari stressor yang mengancam dan mengganggu keseimbangan dalam tubuh. Munculnya nyeri berkaitan dengan adanya resptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor yang dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan yang berupa zat kimiawi seperti histamin, bradikidin, prostaglandin. Selanjutnya Hipothalamus merespon nyeri dari reseptor melalui hipothalamus pituitari dan adrenal dengan mekanisme hipothalamus dalam merangsang Corticotroping Releasing Factor (CRF). Selanjutnya CRF tidak daat merangsang kelenjar pituitari untuk meningkatkan produksi Proopioidmelanocorfin (POMC) sehingga produksi enkehpalin oleh medula adrenal tidak meningkat dan β endorphin tidak mampu mempengaruhi suasana hati untuk rileks agar dapat menekan nyeri. Enkhepalin dan β endorphin yang tidak meningkat mengakibatkan nyeri menjadi berat (Alimul, Aziz, 2008)

Nyeri dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dimana sebagian responden berpendidikan SMA. Hal ini dikarenakan semakin tinggi pendidikan seseorang

(5)

sudah mampu berfikir rasional tentang penyebab nyeri dan tingkat pendidikan berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki salah satunya mengenai cara untuk mengatasi nyeri. Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007:17) mengatakan bahwa yang paling mempengaruhi kesehatan sesorang adalah perilaku dan faktor non perilaku. Perilaku sendiri terbentuk karena adanya proses pendidikan sebelumnya yang melalui beberapa tahap hingga kemudia terbentuk pola perilakunya.

Nyeri juga dipengaruhi oleh faktor umur dimana setengah dari responden berumur 15-25 tahun. Menurut Potter dan Perry (2006) usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada anak, remaja, dan orang dewasa. Perbedaan pekembangan yang ditemukan antara kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak, remaja dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri.

Jenis kelamin adalah faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi nyeri dimana sebagian dari responden berjenis kelamin perempuan. Menurut Burn dkk (1989) yang dikutip dalam Potter dan Perry (2006) bahwa kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria. Ini menunjukkan bahwa individu berjenis kelamin perempuan lebih mengartikan negatif terhadap nyeri. Hal ini juga dikarenakan laki-laki lebih bisa menahan rasa sakit dibandingkan perempuan, sebab kaum adam kerap menyembunyikan rasa sakit hanya demi terlihat kuat. Berdasarkan penelitian Leeds Metropolitan University menunjukkan ada sterotip gender terkait kemampuan menahan rasa sakit. Dari penelitian laki-laki cenderung bertindak dengan tenang saat terluka, sedangkan perempuan menunjukkan sensitifitas lebih.

Faktor agama/kepercayaan juga dapat mempengaruhi nyeri yang dialami seseorang dimana hampir seluruhnya responden beragama islam. Hal ini karena individu belajar dari kepercayaan/agama tentang cara berespon terhadap sakit (misal dalam agama islam diajarkan untuk selalu berdzikir agar dapat mengalihakn rasa sakit yang dialami dan selalu dapat mengingat tuhannnya agar diberi kesembuhan). Jadi akan menyebabkan seseorang merasa nyaman dan dapat mempengaruhi respon nyeri yang dirasakan. Respon nyeri sesudah teknik relaksasi nafas dalam

Berdasarkan tabel 5.6 jumlah responden dengan nyeri berat sebelum diberikan teknik relaksasi nafas dalam berjumlah 17 orang (60,7%) dan nyeri sangat berat 2 orang. Setelah diberikan teknik relaksasi nafas dalam mengalami penurunan

menjadi 8 orang (28,6%) dan tidak ada yang mengalami nyeri sangat berat lagi.

Hal itu disebabkan karena responden dapat mengikuti jalannya pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam dengan baik sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh peneliti sehingga dapat mengaktifkan hipothalamus untuk merangsang sistem nociceptor sehingga nyeri dapat berkurang. Sedangkan responden yang tetap dengan nyeri berat berjumlah 8 orang disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya konsentrasi yang kurang dalam mengikuti jalannya teknik relaksasi nafas dalam yang bisa juga disebakan karena kondisi lingkungan yang ramai menyebabkan responden sulit untuk berkonsentrasi dengan baik.

Teknik relaksasi nafas dalam adalah pernafasan abdomen dengan frekuensi lambat atau perlahan, berirama, dan nyaman yang dilakukan dengan memejamkan mata. Distraksi atau pengalihan perhatian akan menstimulasi sistem kontrol desenden, yaitu suatu sistem serabut yang berasal dari dalam otak bagian bawah dan bagian tengah dan berakhir pada serabut interneura inhibitor dalam kornudorsalis dari medula spinalis, yang mengakibatkan berkurangnya stimulasi nyeri yang di transmisikan ke otak (Smeltzer, 2002).

Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri post op fraktur Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan adanya pengaruh yang kuat teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post op fraktur yang ditunjukkan oleh hasil dari uji statistik wilcoxon signed rank test menunjukkan hasil signifikansi p = 0,000, yang artinya H1 diterima adanya pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post op fraktur.

Pada kondisi relaksasi seorang berada dalam keadaan sadar namun rileks, mata tertutup, dan pernafasan dalam yang teratur. Keadaan ini menurunkan rangsangan dari luar (Udjiati, 2002). Relaksasi pernafasan memberikan respon melawan mass discharge (pelepasan impuls secara masal) pada respon stress dari sistem saraf simpatis. Kondisi menurun tahanan perifer total akibat penurunan tonus vasokonstriksi arteriol (Udjiati, 2002). Penurunan vasokonstriksi arteriol memberi pengaruh pada perlambatan aliran darah yang melewati arteriol dan kapiler, sehingga memberi cukup waktu untuk mendistribusi oksigen dan nutrien ke sel, terutama jaringan otak atau jantung dan menyebabkan metabolisme sel menjadi lebih baik karena produksi energi ATP meningkat. Pernafasan lambat menarik nafas panjang dan membuangnya dengan nafas pelan-pelan juga

(6)

memicu terjadi sinkronisasi getaran seluruh sel tubuh dan gelombang medan bioelektrikpun menjadi sangat tenang (Setiawan, 2000).

Perlukaan jaringan akan merangsang sel untuk melepaskan senyawa kimia (histamin, prostaglandin) kemudian akan mengaktifkan nociceptor, dimana stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri. Selanjutnya dari nociceptor akan diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan Corricotroping Releasing Factor (CRF) yang selanjutnya merangsang kelenjar pituitary untuk menghasilkan enkhepalin oleh medula adrenal meningkat dan juga menghasilkan β endorphin yang dapat mempengaruhi suasana hati yang dapat menekan nyeri sehingga akan mengakibatkan penurunan nyeri yang membuat pasien merasa rileks.

Teknik relaksasi nafas dalam (menurut Smeltzer dan Bare, 2002) dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu :

1. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme atau iskemik

2. Teknik relaksasi nafas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opioid endogen yaitu endorphin dan enkephalin

Pemberian latihan teknik relaksasi nafas dalam sangat membatu pasien untuk menurunkan respon nyeri pada saat setelah pembedahan fraktur dimana pasien akan mengalami peningkatan nyeri dalam memulai kebutuhan rasa nyaman. Pemberian latihan secara teratur akan membuat sesorang belajar untuk menjadi rileks dan menurunkan reaksi terhadap stress. Cara ini bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman post op fraktur baik secara kualitas maupun kuantitas.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

1. Respon nyeri yang dialami responden/pasien post op fraktur sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam menunjukkan sebagian besar mengalami nyeri berat.

2. Respon nyeri yang dialami responden/pasien post op fraktur setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam menunjukkan sebagian besar mengalami nyeri sedang.

3. Teknik relaksasi nafas dalam berpengaruh terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post op fraktur

Saran

Bagi peneliti selanjutnya. Penelitian ini agar dapat dikembangkan lagi atau diterapkan pada kasus yang lain, misalnya pada pasien sectio caecaria atau kasus lainnya.

Bagi tenaga kesehatan. Mengingat pentingnya penatalaksanaan nyeri pasien post op fraktur maka diharapkan tenaga kesehatan utamanya perawat di rumah sakit untuk lebih menerapkan terapi non farmakologi untuk mengatasi nyeri seperti dengan teknik relaksasi nafas dalam agar dapat membantu pasien dalam kenyamanannya dan tidak bergantung pada terapi farmakologi saja.

Bagi Institusi Pendidikan. Mengingat manfaat yang dapat diperoleh dengan terapi non farmakologi utamanya teknik relaksasi nafas dalam, diharapkan institusi pendidikan dapat menabah literatur yang tersedia tentang menejemen nyeri dengan terapi non farmakologis di perpustakaan yang ada di setiap institusi pendidikan.

KEPUSTAKAAN

Ayudianningsih, N. G. Maliya, A. 2009. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Fraktur Femur Di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Skripsi. UMS Kartasura

Hidayat, Alimul Aziz. 2008. Metodologi riset keperawatan . Jakarta : EGC

Jitowiyono, Sugeng dan Kristiyanasari, Weni. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogjakarta : Nuha Medika

Kasjono, H.S dan Yasril. 2009. Teknik Sampling untuk Penelitian Kesehatan. Yogjakarta : Graha Ilmu

Lukman dan Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nurdin, S. Killing, M, dan Rottie, J. 2013. Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Di Ruang IRNINA A BLU RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi Manado

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Patasik, C. K. Tangka, J. dan Rottie, J. 2013. Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam Dan Guide Imagery Terhadap Penurunan

(7)

Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesare Di IRINA D BLU Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi Manado Riyanto, Agus. 2010. Pengolahan dan Analisis

Data Kesehatan. Yogjakarta : Nuha Medika

Saryono dan Anggraeni, M.D. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Dalam Bidang Kesehatan.Yogjakarta : Nuha Medika

Setyoadi dan Kushariyadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta : Salemba Medika

Salomon, et al. 1990. Human Anatomy and Physiologi Second Edition. Saunders College Publishing. Florida

Wijaya, A. S. dan Putri, Y. M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogjakarta : Nuha Medika

(8)

Gambar

Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan jenis  kelamin  di  Ruang  Asoka  RSUD  Jombang  Bulan  Juni 2013
Tabel  6  Tingkat  intensitas  nyeri  sesudah  teknim  relaksasi nafas dalam

Referensi

Dokumen terkait

Saran dari penelitian yaitu menyediakan daftar maskapai pelayaran yang baik dan tidak baik agar mempermudah eksportir memilih perusahaan pelayaran, PT Sun Lloyd dan PT Jiale

Melahirkan membuat saya tidak bahagia karena akan banyak orang yang datang menjenguk.. Saya masih bingung memilih tempat untuk

Langkah awal yang dilakukan dalam pengujian torsi, daya dan konsumsi bahan bakar menggunakan premium yaitu : menempatkan sepeda motor pada alat dynotest., langkah

1) Lokasi ini dipilih karena berdekatan dengan sumber bahan baku (limbah kulit pisang). 2) Dalam pemasaran produk, produk yang dihasilkan dapat dengan mudah

AOI bertujuan untuk memperkuat dan memajukan gerakan pertanian organik dan fair trade di Indonesia, khususnya pemberdayaan petani kecil melalui penguatan kapasitas kelembagaan

4.1 menyusun program kegiatan di Sub Bagian Tata Usaha berdasarkan hasil evaluasi kegiatan tahun lalu sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku serta sumber data

Pada simulasi aliran air proses pengeringan, fluks di lapisan tanah lebih dalam lebih besar dibandingkan dengan fluks di lapisan tanah diatasnya, tanah