• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah faktor utama dalam membentuk kepribadian manusia dan mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara jelas mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.

Suasana proses belajar yang aktif akan dapat tercapai apabila ada peran yang tinggi dari siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Sehingga siswa tidak hanya pasif mendengar dan menerima materi pengetahuan dari guru, tetapi siswa juga berupaya aktif untuk menggali sendiri pengetahuannya. Sehingga hal tersebut akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang diterima oleh siswa. Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2005:20) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sehingga hasil belajar dapat dijadikan acuan oleh guru untuk melihat tingkat berhasil tidaknya siswa dalam mengikuti suatu proses pembelajaran.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan terjemahan dari kata-kata dalam bahasa Inggris yaitu natural science. artinya ilmu tentang alam. IPA ilmu yang mempelajari tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya meguasahi kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sehingga di dalam proses pembelajaran IPA siswa harus mengalami dan menemukan menemukan pengetahuannya sendiri dengan bimbingan dari guru agar dapat dipertanggung jawabkan.

Menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal

(2)

2

tersebut maka dalam pembelajaran IPA diharapkan peran siswa yang aktif, sehingga dapat mendorong siswa untuk menemukan pengetahuannya sendiri dan menerapkan apa yang didapatnya di sekolah dan di dalam kehidupannya sehari-hari.

Komponen belajar yang turut mempengaruhi keberhasilan suatu proses pembelajaran adalah model pembelajaran. Guru dalam memilih model pembelajaran yang tepat akan mampu menarik perhatian siswa untuk ikut aktif mengikuti proses pembelajaran. Siswa yang aktif mengikuti proses pembelajaran akan berusaha mengembangkan segala potensi yang dimilikinya guna mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Selain itu akan membuat siswa ikut berpartisipasi aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga akan mempunyai rasa ingin tahu yang lebih.

Namun pada kenyataannya sebagian besar guru dalam mengajar masih menggunakan cara-cara lama, seperti metode ceramah dan tanya jawab dalam proses pembelajaran. Meskipun sudah banyak dikemukakan model dan metode pembelajaran yang membuat siswa aktif, guru masih belum menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran dikelas, sehingga membuat hasil belajar siswa rendah. Oleh karena itu guru harus merubah paradigma cara mengajar yang awalanya pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat pada siswa (student centered).

Berdasarkan observasi di lapangan dengan mengambil salah satu sampel yaitu Sekolah Dasar Negeri Lemahireng 01 Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang hasil belajar IPA pada materi Energi masih banyak siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 66. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar belum mencapai tujuan yang diharapkan. Melihat kenyataan yang ada disekolah tersebut, pelaksanaan pembelajaran IPA belum dapat dikatakan berhasil. Berdasarkan wawancara dengan siswa kelas IVa dan kelas IVb SDN Lemahireng 01, banyak siswa yang beranggapan bahwa pembelajaran IPA sulit untuk dipahami. Kesulitan belajar tersebut dikarenakan kurangnya interaksi antara siswa dengan siswa dan guru dengan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Terlihat dalam pembelajaran

(3)

3

masih banyak siswa yang terlihat ramai sendiri. Serta minimnya pengetahuan guru dalam mengoprasikan media elektronik guna menunjang pembelajaran dan ketersediaan alat dan media yang membuat guru lebih melakukan metode ceramah dalam pembelajaran. Sehingga guru masih terlihat mendominasi pembelajaran yang telah berlangsung. Hal tersebut membuat siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan menguasai materi yang telah diberikan oleh guru. Berdasarkan wawancara dengan guru kelas IVa dan IVb SDN Lemahireng 01 diperoleh informasi bahwa dalam proses pembelajaran guru sudah berusaha menerapkan setrategi, pendekatan, ataupun metode pembelajaran di kelas, namum pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung siswa cenderung pasif dan terlihat ramai sendiri pada saat mengikuti pembelajaran, sehingga metode yang diterapkan oleh guru tidak bisa berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran tidak tercapai.

Hasil wawancara yang dilakukan dengan guru dan siswa kelas IV SDN Lemahireng 01 Kecamatan Bawen di atas (Sabtu, 7 Februari 2016), dapat dikatakan bahwa pembelajaran masih terlihat berpusat pada guru. Model pembelajaran yang digunakan kurang sesuai dengan karakteristik atau kondisi siswa, lingkungan, dan materi yang telah dipelajari. Hal tersebut menyebabkan siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran. Jika hal tersebut dibiarkan terus menerus, tentu saja ini akan berdampak pada minat siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, yang tentunya akan berakibat hasil belajar IPA siswa rendah.

Dari uraian diatas maka diperlukan suatu treatment/perlakuan dalam pembelajaran berupa penerapan model/metode pembelajaran yang variatif, aktif, dan menyenangkan. Ada berbagai model pembelajaran kreatif yang secara potensial dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai kompetensi IPA. Model pembelajaran tersebut diantaranya Problem Based Learning (PBL), Discovery Learning, Problem Solving, SAVI, Group Investigation, Think Talk Write (TTW), Make A Match, Pair Checks, Course Review Horay, Snowball Throwing, Inquiry dan Debate.

Dari berbagai model pembelajaran tersebut, model pembelajaran kooperatif yang dirasa sesuai dan dapat digunakan dalam pembelajaran IPA

(4)

4

adalah model pembelajaran Make a Match dan Snowball Throwing. Keduanya mempunyai kesamaan yaitu mengandung unsur kerja sama antar kelompok dan dikemas dalam suasana proses pembelakaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan dalam proses pembelajarannya.

Menurut Anita Lie (2008: 56) menyatakan bahwa model pembelajaran tipe Make a Match atau bertukar pasangan merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Sedangkan M. Huda (2014: 226) berpendapat bahwa model Snowball Throwing yang penerapannya dengan cara melempar segumpalan kertas yang berisi pertanyaan ke siswa lain dan siswa yang yang mendapatkan bola tersebut harus menjawab pertanyaan. Melalui penggunaan kedua model pembelajaran ini, siswa dapat lebih mudah memahami materi pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar yang optimal. Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dan Snowball Throwing ini sesuai dengan karakteristik siswa SD yaitu suka berkelompok dan bermain sambil belajar. Dengan menggunakan model pembelajaran seperti ini diharapkan siswa akan aktif dan memacu semangat siswa untuk belajar untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan diatas metode pembelajaran yang memungkinkan murid belajar secara aktif adalah metode pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dan Snowball Throwing.

Beberapa hasil penelitian yang mendukung keefektifan model Make a Match dan Snowball Throwing yaitu ;

Penelitian yang dilakukan oleh Rismadiani Kurnia (2014) yang berjudul Keefektifan Model Pembelajaran Make a Match Terhadap Hasil Belajar IPA Kelas III SD Negeri Randugunting 01 Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2013/2014, menunjukkan bahwa model Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas III SDN Randugunting. Hal ini dibuktikan dengan setelah kedua kelompok eksperimen diberikan model pembelajaran yang berbeda, mereka diberikan tes akhir pada materi Energi diperoleh rata-rata nilai hasil belajar kelas eksperimen sebesar 81,27, sedangkan kelas kontrol hanya 73,73. Hasil penghitungan dengan menggunakan rumus

(5)

5

independent samples t test melalui program SPSS versi 20, menunjukkan model kooperatif tipe Make a Match efektif dan signifikan terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini ditandai dengan nilai hasil t hitung > t tabel (2,153 > 2,000). Dari hasil penelitian, diharapkan guru dapat menerapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.

Sanen, Notari (2013) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match terhadap Hasil Belajar Ipa Siswa Kelas 4 Sekolah Dasar Negeri Dukuh 03 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2012/1013. Hal tersebut dibuktikan dengan perbedaan hasil belajar yang signifikan yaitu siswa yang diajar menggunakan metode Make a Match memperoleh nilai rata-rata 82,38 sedangkan siswa yang diajar tidak menggunakan metode Make a Match memperoleh nilai rata-rata 74,34.

Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2012) yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Snowball Throwing dan Student Team-Achievement Divisions (STAD) terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali. Menunjukkan hasil analisis data yang diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,001<0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dengan model pembelajaran Student Team-Achievement Divisions (STAD). Hal ini dilihat dari hasil belajar matematika siswa yaitu kelas VIID yang diajar menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing memperoleh nilai rata-rata kelas 79,067 sedangkan kelas VIIE yang diajar menggunakan model pembelajaran Student Team-Achievement Divisions (STAD) memperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 70,233.

Penelitian yang dilakukan oleh Sutoro (2014) yang berjudul Pengaruh Model Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas IV SD Negeri 01 Mojotengah Semester II Tahun Ajaran 2011/201. Menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SD Negeri 01 Mojotegah Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012 yang dibuktikan dengan adanya perbedaan hasil belajar antara kedua kelas. Hasil posttest siswa

(6)

6

kelas IVA (kelas kontrol) yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional diperoleh rata-rata hasil belajar matematika kelas 76,30. Sedangkan hasil posttest siswa kelas IVB (kelas eksperimen) yang diajar menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing diperoleh rata-rata hasil belajar matematika kelas 89,60.

Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan di atas penerapan model pembelajaran Make a Match dan Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Namun muncul keraguan tentang kedua model pembelajaran tersebut. Model pembelajaran manakah yang lebih unggul untuk digunakan dalam pembelaran IPA. Oleh karena timbul ketertarikan untuk melakukan penelitian tentang keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dan Snowball Throwing , yang berjudul “ Keefektifan Model Pembelajaran Make a Match dan Snowball Throwing terhadap hasil belajar dalam pembelajaran IPA kelas IV SD Negeri Lemahireng 01 Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2015/2016”.

1.2 Identifiktrasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang ada, peneliti mengidentifikasi masalah yang terjadi yaitu :

1. Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran IPA masih kurang.

2. Model dan metode yang digunakan guru masih didominasi ceramah sehingga siswa kurang tertarik dengan pembelajaran sehingga cenderung tidak memperhatikan penjelasan guru.

3. Sebagian dari siswa nilai di bawah kriteria kelulusan minimal (KKM).

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah di penelitian ini dirumuskan sebagai berikut sebagai berikut “ Apakah terdapat perbedaan keefektifan antara hasil belajar IPA yang menggunakan model pembelajaran Make a Match dengan Snowball Throwing pada siswa kelas IV SD Negeri Lemahireng 01 Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.?”.

(7)

7 1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian itu bertujuan untuk mengetahui perbedaan keefektifan antara hasil belajar IPA yang menggunakan model pembelajaran Make a Match dengan Snowball Throwing pada siswa kelas IV SD Negeri Lemahireng 01 Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun dua manfaat yang diperoleh melalui penelitian ini, yaitu : manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dan Snowball Throwing terhadap pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.

1.5.2 Manfaat Praktis a. Bagi guru :

1. Memberi arahan kepada guru dalam mengajar yang kreatif dan inovatif, dan menyenangkan.

2. Guru dapat meningkatkan kualitas pembelajarannya.

3. Guru dapat berkembang secara profesional karena dapat menilai dan memperbaiki kinerjanya.

4. Memperoleh gambaran tentang model keefektifan model pembelajaran Make a Match dan Snowball Throwing terhadap hasil belajar siswa. b. Bagi siswa

1. Dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.

2. Dapat meningkatkan keaktifan dalam mengikuti proses pembelajaran. 3. Bagi sekolah

(8)

8 c. Bagi sekolah

1. Model pembelajaran Make a Match dan Snowball Throwing dapat diterapkan untuk memperbaiki proses pembelajaran IPA.

2. Menjadi masukan dalam peningkatan kualitas hasil belajar siswa di setiap kelas. Sehingga kualitas pendidikan SD Negeri Lemahireng 01 Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang semakin berkembang dan maju.

Referensi

Dokumen terkait

a) Akar Imajiner, dapat terjadi jika &#34; nilai diskriminannya kurang dari 0 (D &lt; 0), maka persamaan kuadrat, tidak mempunyai dua akar imajiner &#34;. b) Determinan, yang

Membuktikan bahwa adanya amilum pada daun sebagai hasil fotosintesis. - Menutup sebagian daun ubi kayu yang belum terkena sinar

Untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh negatif BOPO secara parsial terhadap ROA pada Bank Pembangunan Daerah. Untuk mempengaruhi tingkat signifikansi pengaruh positif

Menurut Suparman (dalam Majid, 2013) dalam pembelajaran interaktif mempunyai karateristik dalam proses pembelajarannya yakni, (a) Adanya variasi dalam

Pertama, bagi perusahaan, berdasarkan hasil analisis deskriptif pada variabel turnover intention ditemukan skor tertinggi pada pernyataan kedua yaitu karyawan sering

Dengan demikian dapat diketahui bahwa analisis SWOT merupakan faktor penting dalam merumuskan strategi, terutama strategi yang diterapkan oleh RSUD Kabupaten Kepulauan

Hasil penelitian menunjukan bahwa pekerja fabrikasi, bekisting dan pengecoran di PT X memiliki karakteristik pekerja yaitu usia sebagian besar memiliki usia dengan

Koperasi mengalami kesulitan dalam urusan adminsitrasi dan pembukuan. Hal ini disebabkan karena pembukuan mengguna- kan cara yang sederhana sehingga laporan keuangannya tergolong