Sejarah Perkembangan
Hukum Perdata Internasional
Bahan Kuliah
Sejarah Perkembangan HPI
Masa kekaisaran Romawi HPI mulai abad ke-2 SM Friederich Carl Von Savigny s/d Perkemba ngan HPI universsal di Jerman Masa keemasan HPI Khususnya di Eropa Daratan Abad- ke-19MASA KEKAISARAN ROMAWI (Abad ke-2 SM-6 SM
Warga (cives) Romawi dengan
penduduk provinsi-provinsi atau
Municipia (untuk wilayah di Italia,
kecuali Roma) yang menjadi bagian dari wilayah kekaisaran karena pendudukan. Penduduk asli propinsi-propinsi ini dianggap sebagai orang asing, dan
ditundukkan pada hukum mereka sendiri.
Penduduk propinsi atau orang asing yang berhubungan satu
sama lain di wilayah kekaisaran
Romawi, sehingga
masing-masing pihak dapat dianggap sebagai subjek hukum dari beberapa yurisdiksi yang berbeda
Pola hubungan internasional dalam wujud sederhana sudah mulai tampak dengan adanya hubungan-hubungan antara
Untuk menyelesaikan sengketa dalam hubungan-hubungan tersebut, dibentuk peradilan khusus yang disebut Praetor Peregrinis. Pada dasarnya hukum yang dibuat untu para cives Romawi iaitu yang dst Ius Civile telah disesuaikan untuk kebutuhan pergaulan “antar bangsa”, yang kemudian berkembang menjadi Ius Gentium.
• Ius Privatum: mengatur
persoalan-persoalan hukum orang perorangan. Ius
Privatum: menjadi cikal bakal HPI yang
berkembang dalam tardisi huum eropa
kontinental
• Ius Publicum: mengatur
persoalan-persoalan kewenangan negara sebagai
kekuasaan
publik.
Ius
Publicum:
berkembang menjadi sekumpulan asas
dan kaedah hukum yang mengatur
hubungan antara kekaisaran Romawi
dan negara lain (cikal bakal hukum
internasional Publik)
Prinsip Hukum Perdata Internasional saat ini berdasarkan asas teritorial. Beberapa asas HPI yang berkembang pada masa ini dan menjadi asas penting dalam HPI Modern antaranya:
Asas Lex Rei Sitae
(lex Situs)
• Perkara-perkara yang
menyangkut
benda-benda tidak bergerak
(immovables/onroerend
goederen) tunduk pada
hukum tempat
dimana benda itu
berada/terletak.
Asas Lex Domicilii
• Menetapkan hak dan
kewajiban
perorangan mesti
diattuur oleh hukum
dari tempat
seseorang
berkediaman tetap.
Asas Lex Loci
Contractus
• Menetapkan bahawa
perjanjian-perjanjian
(yang melibatkan
pihak-pihak warga
dari wilayah yang
berbeda) berlaku
hukum dari tempat
pembuatan
MASA PERTUMBUHAN ASAS PERSONAL HPI (Abad ke-6-10)
Akhir abad ke-6 Kekaisaran Romawi ditaklukkan oleh bangsa barbar bekas jajahan Romawi.
Wilayah bekas Romawi diduduki oleh pelbagai suku bangsa yang dibedakan secara genealogis dan bukan teritorial.
Dalam menyelesaikan sengketa antar suku bangsa, ditetapkan terlebih dahulu sistem-sistem hukum adat mana yang relevan dengan perkara, kemudian baru dipilih hukum mana yang harus diberlakukan.
Beberapa prinsip HPI yang dibuat atas dasar asas Genealogis:
Asas umum yang menetapkan bahwa dalam setiap proses penyelesaian hukum, maka hukum yang digunakan adalah hukum
dari pihak tergugat
Penetapan kemampuan untuk membuat perjanjian
bagi seseorang harus dilakukan berdasarkan
hukum personal dari masing-masing pihak
Proses pewarisan harus dilangsungkan berdasarkan
hukum personal dari pihak pewaris
Peralihan hak atas benda harus dilaksanakan sesuai
dengan hukum dari pihak transferor
Penyelesaian perkara tentang Perbuatan Melawan Hukum harus dilakukan berdasarkan hukum dari pihak pelaku perbuatan yang melanggar
hukum Pengesahan suatu
perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum dari pihak suami
PERTUMBUHAN ASAS TERITORIAL (Abad ke-11-12)
Eropa Utara Eropa Selatan
Feodalistik Tuan-Tuan Tanah Tidak adanya penngakuan Hak Asing HPI tidak berkembang Pusat Perdagangan
Kota Otonom Hukum lokal
Asas Teritorial
Hal ini sering terjadi persoalan ttg recognition terhadap hukum dan hak asing (dari kota lain) dan dalam suasana ini asas-asas hukum digunakan untuk menjawab perkara hukum perselisihan. Hal ini yang dianggap tumbuhnya teori HPI yang di kenal pada abad 13-15..
PERTUMBUHAN TEORI STATUTA DI ITALIA (Abad ke-13 -15)
Semakin meningkatnya intensitas perdagangan antar kota di Italia menyebabkan asas teritorial perlu ditinjau kembali.
Contoh: Seorang warga Bologna yang berada di Florence, dan mengadakan perjanjian di Florence. Karena berdasarkan prinsip teritorial, selama ia berada di kota Florence ia harus tunduk pada kewenangan hukum di kota Florence. Maka mucul persoalan-persoalan:
Sejauh mana putusan hukum atau hakim Florence memiliki daya berlaku di Bologna ? Sejauh mana perjanjian jual beli tersebut dapat dilaksanakan di Bologna ?
Dari persoalan diatas mendorong para ahli hukum Italia iaitu kelompok post-glossators, untuk mencari asas-asas hukum yang lebih adil, wajar (fair and reasonable) dan ilmiah dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hukum.
• Gagasan Accursius (1228) tentang dasar STATUTA “Bila seseorang yang berasa dari kota tertentu di Italia, digugat di sebuah kota lain, maka ia tidak dapat dituntut berdasarkan hukum dari kota lain itu, karena ia bukan subjek hukum dari kota lain itu”
• Gagasan Accursius menarik perhatian oleh Bartolus de Sassofereto (1315-1357) sebagai pencetus teori Statuta dan dijuluki Bapak HPI.
• Bartolus mencetuskan Teori Statuta, yang dianggap sebagai teori pertama yang mendekati persoalan-persoalan hukum perselisihan secara metodik dan sistematik. Statuta-statuta suatu kota dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok:
1. STATUTA PERSONALIA: Statuta-statuta yang berkenaan dengan kedudukan hukum
atau status personal orang. Objek pengaturan: orang dalam persoalan-persoalan hukum yang menyangkut pribadi dan keluarga. Lingkup berlaku: ekstra-teritorial, berlaku juga di luar wilayah. Statuta personalia hanya berlaku terhadap warga kota yang berkediaman tetap di wilayah kota yang bersangkutan, namun statuta ini akan tetap melekat dan berlaku atas mereka, diamana pun mereka berada.
2. STATUTA REALIA: Statuta-statuta yang berkenaan dengan status benda. Objek
pengaturan: benda dan status hukum dari benda. Lingkup berlaku: prinsip
territorial, hanya berlaku di dalam wilayah kota kekuasaan penguasa. Statuta ini akan tetap berlaku terhadap siapa saja (warga kota ataupuan pendatang / orang asing) yang berada dalam teritorial yang bersangkutan
3. STATUTA MIXTA : Statuta-statutayang berkenaan dengan perbuatan-perbuatan hukum. Ojek pengaturan: perbuatan-perbuatan hukum oleh subjek hukum atau perbuatan perbuatan hukum terhadap benda-benda. Lingkup berlaku: prinsip teritorial, berlaku atas semua perbuatan hukum yang terjadi atau dilangsungkan dalam wilayah pengusaan kota