7
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Depresi
2.1.1 Defenisi Depresi
Kata depresi mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita, akan tetapi banyak kaum awam yang menyalahartikan kata depresi, sehingga definisi dari depresi menjadi kabur. Menurut American Psychological Association (APA) (dalam Fitriani & Hidayah, 2012), depresi merupakan perasaan sedih atau kosong yang disertai dengan penurunan minat terhadap aktivitas yang menyenangkan, gangguan tidur dan pola makan, penurunan kemampuan berkonsentrasi, perasaan bersalah yang berlebihan, dan munculnya pikiran tentang kematian atau bunuh diri.
2.1.2 Gejala Depresi
Berdasarkan DSM-IV-TR (dalam Kring dkk, 2007, hal. 231), Major Depressive Disorder memiliki kriteria seperti depressed mood serta kehilangan kesenangan dengan berbagai aktivitas dan setidaknya diikuti minimal empat simptom sebagai berikut:
1. Mengalami masalah dalam tidur (insomnia): kesulitan untuk tidur; kesulitan untuk kembali tidur pada malam hari, bangun lebih awal dari biasanya atau tidur terlalu lama;
2. Mengalami gangguan psikomotorik;
3. Kehilangan nafsu makan dan berat badan atau meningkatnya nafsu makan dan berat badan.;
5. Merasa tidak berharga;
6. Mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi, berpikir, atau mengambil keputusan;
7. Berpikir tentang kematian dan bunuh diri.
Gejalanya muncul hampir setiap hari, bahkan hampir sepanjang hari, dan minimal selama dua minggu.
Beck (dalam Nora & Widuri, 2011) mengemukakan depresi sebagai suatu keadaan dengan ciri sebagai berikut :
a. Perubahan suasana hati yang spesifik, seperti kesedihan, kesepian, dan apatis.
b. Keinginan - keinginan menghukum diri sendiri, seperti keinginan untuk menghindar, bersembunyi, keinginan untuk bunuh diri.
c. Konsep diri negatif yang berhubungan dengan penyalahan diri dan mencela diri.
d. Perubahan dalam fungsi fisik, seperti anoreksia, insomnia, hipersomnia dan hilangnya nafsu makan.
e. Perubahan dalam tingkat aktivitas, seperti menurunnya aktivitas motorik ataupun mudah merasa lelah.
Ada dua pola simtom yang sangat berbeda, yakni depresi yang ditandai oleh kelambanan (retarded depression) dan depresi yang ditandai dengan ketidaktenangan (agitated depression). Depresi yang ditandai oleh kelambanan lebih sering terjadi dan cirinya ialah tingkat energi berkurang sehingga tugas yang paling kecil sekalipun
kelihatannya sulit atau tidak mungkin untuk diselesaikan. Sebaliknya, individu yang yang ditandai oleh ketidaktenangan tidak mampu duduk dengan tenang, mereka melangkah bolak-balik, tangan diremas-remas, dan rambut atau kulit mereka ditarik-tarik atau digosok-gosok. Kalau dilihat sepintas, depresi yang ditandai oleh ketidaktenangan ini menunjukkan banyak simtom kecemasan dan kadang-kadang sulit sekali membedakan depresi dengan kecemasan (Semiun, 2006)
Menurut Mullaney (dalam Semiun, 2006), depresi terkadang disertai oleh kecemasan. Dan hal ini khususnya terjadi pada tahap awal atau prodomal ketika pola simtom terwujud. Dalam tahap ini, individu merasa bahwa segala sesuatu berjalan secara salah, bingung, dan cemas serta melakukan banyak hal yang mencemaskan. Selama tahap prodomal terkadang sulit membedakan apakah individu tersebut sedang mengalami serangan depresi atau menderita suatu keadaan kecemasan. Meskipun kecemasan tetap merupakan komponen gangguan depresi, tetapi lama kelamaan tingkat kecemasan berkurang dan tingkat depresi makin meningkat (Semiun, 2006).
Seseorang yang depresi mungkin menggambarkan diri mereka sebagai orang yang putus asa, tidak berdaya, lemah, atau cemas. Mereka juga mudah frustasi, mudah marah terhadap diri mereka sendiri, dan dapat marah terhadap orang lain. (Videbeck, 2008). Fava dan Rosenbaum (dalam Videbeck, 2008) melaporkan bahwa sekitar 40% klien yang mengalami depresi mengalami serangan marah. Ungkapan kemarahan yang intens dan tiba-tiba ini biasanya terjadi dalam situasi ketika individu yang depresi merasakan situasi emosional yang tidak menyenangkan. Serangan marah mencakup ekspresi kemarahan secara verbal atau kemarahan yang tidak dapat dikendalikan. Serangan marah yang terlihat pada beberapa klien depresi dapat
berhubungan dengan mood yang cepat marah, reaksi berlebihan terhadap gangguan minor (kecil), dan kemampuan koping yang menurun.
Secara psikodinamik, depresi merupakan agresivitas yang dibalik yang kemudian dihantamkan pada diri sendiri. Rasa sesal dan kemarahan itu dibalik pada diri sendiri. Jadi penderita depresi cenderung merusak diri sendiri dengan menolak makan, menolak obat, melakukan tindakan berbahaya, sampai mencoba untuk bunuh diri (Wicaksana, 2008).
Dalam berbagai penelitian-penelitian untuk mendeteksi seseorang mengalami depresi yaitu melalui gejala-gejalanya. Salah satu alat tes yang umum digunakan yaitu Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D) yang dikembangkan oleh Radloff (1977). CES-D terdiri dari 20 item dimana item-itemnya disusun berdasarkan empat faktor yaitu (Antony & Barlow, 2010):
1. Depressed Affect merupakan perasaan-perasaan, emosi, atau suasana hati yang negatif, seperti perasaan sedih, tertekan, kesepian, dan menangis.
2. Positive Affect merupakan perasaan, emosi, atau susasana hati yang positif, seperti perasaan gembira, senang, memiliki harapan, dan merasa diri baik.
3. Somatic and Retarded Activity merupakan gejala psikologis yang dirasakan berkaitan dengan kondisi/keadaan tubuh, seperti merasa terganggu, berkuran/bertambahnya nafsu makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam mengerjakan sesuatu, kesulitan tidur atau tidur tidak nyenyak, dan sulit untuk memulai sesuatu.
4. Interpersonal merupakan perasaan negatif yang dirasakan individu yang berkaitan dengan perilaku orang lain, seperti tidak bersahabat dan merasa tidak disukai.
2.1.3 Penyebab Depresi
Menurut Askin (dalam Izgar, 2009) depresi dipandang sebagai gangguan emosional yang mungkin muncul dengan sendirinya atau sebagai hasil sekunder yang berasal dari masalah dengan menggunakan alkohol dan obat-obatan (narkoba), stimulan, dan obat atau menderita beberapa jenis penyakit metabolik seperti kanker.
Peneliti mengidentifikasi terdapat lima bagian dari kehidupan yang dapat menyebabkan depresi, yaitu situation, thoughts, emotions, physical state, dan actions. Kelima bagian ini saling berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu lingkaran (Bilsker, 2007)
Gambar 2.1 Lingkaran Penyebab Depresi Sumber: Bilsker (2007) Thoughts -Negative thinking habits -Unfair self-critism Situation -Loss of relationship -Loneliness
-Arguing and conflict
Emotions -Sadness -Despair -Emptiness -Anxiety Actions -Withdrawal from others -Reduce activity -Poor self-care Physical State -Poor sleep -Low energy -Appetite changes -Nervous system changes
Situation (Situasi)
Beberapa situasi yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya depresi :
- Hilangnya relasi dengan orang lain, misalnya kematian, kehilangan sahabat, atau putus dengan pacar
- Konflik dengan orang lain, misalnya berdebat dengan orang tua, berselisih dengan teman, diintimidasi, dan lain-lain
- Kesepian, misalnya menjadi seorang yang pemalu, keluarga berpergian, tidak dapat menemukan seseorang yang memiliki minta yang sama - Kinerja yang buruk di sekolah, misalnya kesulitan untuk berkonsentrasi,
ketidakmampuan untuk belajar, tugas-tugas sekolah yang berat. Terkadang remaja memakai obat-obatan terlarang dan meminum minuman beralkohol sebagai jalan keluarnya.
Thoughts (Pemikiran/Pola Pikir)
Setiap orang memiliki jalan pemikiran sendiri mengenai situasi dan memikirkan efek yang ditimbulkan. Depresi pada remaja seringkali ditimbulkan karena memikirkan tentang situasi yang dihadapinya dan hal tersebut membuat pemikiran mereka mengarah ke negative distorted. Ini berarti bahwa pemikiran mereka mengarah ke arah hal yang negatif. Pemikiran seperti ini cenderung melebih-lebihkan situasi yang buruk dan mengabaikan hal-hal yang positif.
- Pemikiran yang tidak realistis mengenai situasi yang dihadapi - Pemikiran yang negatif mengenai diri sendiri
Emotions (Emosi)
Depresi biasanya diawali dengan perasaan kehilangan semangat atau sedih. Jika hal itu semakin memburuk, akan menimbulkan rasa putus asa. Kebanyakan orang yang depresi merasa tidak menikmati lagi hal-hal yang biasa dilakukan. Apabila perasaan depresi itu semakin parah, akan mengakibatkan mati rasa dan merasa kekosongan/hampa seperti tidak memiliki perasaan. Dengan begitu dapat mematikan emosi.
Orang yang terkena depresi memiliki pemikiran tentang situasi dan diri mereka yang negatif. Dengan begitu dapat mempengaruhi emosi dan menimbulkan emosi yang negatif. Misalnya ketika seseorang sedang naik pesawat dan berpikir bahwa pesawatnya akan jatuh, maka itu dapat menyebabkan ia merasa takut dan cemas. Semua ketakutan dan kecemasan tersebut berasal dari pemikiran negatif yang tidak realistis.
Physical State (Kondisi Fisik)
Depresi seringkali merupakan bagian dari masalah fisik. Salah satu masalahnya adalah tidur. Seseorang yang depresi mengalami kesulitan untuk tidur atau terlalu banyak tidur. Disamping bermasalah dengan tidur, remaja yang depresi juga seringkali merasa tidak berenergi/bersemangat, hilangnya nafsu makan, atau merasa cepat lapar. Mereka mengalami kesulitan konsentrasi di sekolah. Pada akhirnya, remaja yang terkena depresi, mengalami ketidakseimbangan dalam nervous system mereka.
Actions
Orang yang mengalami depresi seringkali memiliki perliaku sebagai berikut:
- Menarik diri dari keluarga dan teman - Tidak peduli dengan diri sendiri
- Tidak melakukan hal-hal/aktivitas yang menyenangkan
Menurut Semiun (2006), ada dua teori kognitif tentang depresi, yakni teori yang pertama yang mengemukakan bahwa kemapanan-kemapanan kognitif yang negatif (negative cognitive sets) menyebabkan individu akan melihat segala sesuatu secara negatif; dan dengan demikian, akan menyebabkan depresi. Teori kedua mengemukakan bahwa ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helpless) dalam mengontrol aspek-aspek negatif kehidupan; dan dengan demikian, ia merasa tidak berdaya sehingga menyebabkan depresi.
Salah satu kepribadian yang berperan dalam depresi adalah kepribadian introvert. Kepribadian yang introvert mungkin ikut menyebabkan depresi karena individu yang introvert mungkin kurang mendapat dukungan sosial dan menggunakan strategi-strategi yang kurang efektif untuk menangani stres; dan faktor-faktor tersebut membuat individu lebih mudah diserang oleh pengaruh-pengaruh stres yang dapat menimbulkan depresi (Semiun, 2006).
Seseorang yang memiliki konsep diri yang negatif, memiliki sedikit pengetahuan tentang siapa dirinya dan menilai dirinya secara negatif, sehingga akibat yang parah karena seseorang memiliki konsep diri yang negatif adalah mudah mengalami depresi (Tim Pustaka Familia, 2006).
2.2 Remaja
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (dalam Efendi & Makhfudli, 2009, hal.221) adalah 12-24 tahun. Namun, jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa, bukan lagi remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri), maka tetap dimasukkan ke dalam kelompok remaja. Menurut Santrock (dalam Agustina, 2006) remaja adalah periode peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yang disertai dengan perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Untuk mendeskripsikan remaja dari waktu ke waktu memang berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Ditinjau dari segi pubertas, 100 tahun terakhir usia remaja putri mendapatkan haid pertama semakin berkurang dari 17,5 tahun menjadi 12 tahun, demikian pula remaja pria. Kebanyakan orang menggolongkan remaja dari usia 12-24 tahun dan beberapa literatur yang menyebutkan 15-24 tahun. Hal yang terpenting adalah seseorang mengalami perubahan pesat dalam hidupnya di berbagai aspek (Efendi & Makhfudli, 2009, hal.221).
2.2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Masa Remaja
Tabel 2.1 Perubahan Fase Remaja Awal, Tengah, dan Akhir
Masa Remaja Awal (11-14 tahun)
Masa Remaja Pertengahan (15-17 tahun)
Masa Remaja Akhir (18-20 tahun)
Pertumbuhan Laju pertumbuhan terjadi dengan cepat Puncak kecepatan pertumbuhan Karakteristik seks sekunder muncul Perubahan melambat pada remaja putri Tinggi badan mencapai 95% tinggi badan dewasa Karakteristik seks sekunder
berkembang dengan baik
Matang secara fisik Pertumbuhan struktur dan reproduktif hampir lengkap Kognitif Mengeksplorasi kemampuan yang baru ditemukan tentang pikiran abstrak yang terbatas Mencari-cari dengan canggung nilai-nilai dan energi baru Membandingkan “normalitas” dengan teman sebaya yang sejenis Perkembangan kemampuan untuk berpikir abstrak Menikmati kekuatan intelektual, seringkali sesuai dengan idealistis Perhatian terhadap masalah filosofi, politik, dan sosial
Memperhatikan pemikiran abstrak Dapat menerima dan bertindaka pada rentang pilihan yang luas Mampu memandang suatu masalah secara komprehensif Penetapan identitas intelektual dan fungsional Identitas Mereka senang
dengan perubahan
Memodifikasi citra tubuh
Definisi citra tubuh dan peran gender
tubuh yang cepat Mengujicobakan berbagai peran Pengukuran daya tarik berdasarkan penerimaan atau penolakan teman sebaya Penyesuaian dengan norma-norma kelompok Sangat berfokus pada diri sendiri, narsisme meningkat Cenderung melihat pada pengalaman dari dalam dan hasil temuan sendiri Kaya dengan fantasi kehidupan Idelaistis Mampu menerima implikasi di masa depan terhadap perilaku dan keputusan saat ini; penerapannya beragam hampir diperoleh Identitas seksual telah matang Fase konsolidasi identitas
Stabilitas harga diri Nyaman dengan pertumbuhan fisik Peran sosial didefinisikan dan dilaksanakan dengan baik Hubungan dengan orang tua Mendefinisikan batasan kemandirian-kebergantungan Keinginan kuat untuk tetap bergantung pada orang tua sementara mencoba untuk terpisah dari orang tua
Tidak ada konflik besar yang terjadi di bawaha kontrol orang tua
Konflik utama terjadi pada kemandirian dan pengendalian Hubungan orang tua dan anak berada pada titik rendah Dorongan terbesar untuk bebas; pemutusan hubungan Pelepasan
emosional akhir dan bersifat irevisibel
Perpisahan
emosional dan fisik dari orang tua telah tercapai Mandiri dari keluarga dengan sedikit knflik Kebebasan hampir dicapai
dari orang tua Hubungan dengan teman sebaya Mencari kelompok sebaya untuk menghadapi ketidakstabilan yang disebabkan oleh perubahan yang cepat Meningkatnya kedekatan,
persahabatan yang ideal dengan anggota lain yang sejenis Berebut kekuasaan terjadi di dalam kelompok teman sebaya
Kebutuhan identitas yang kuat untuk memperkuat citra diri Standar perilaku yang ditetapkan oleh kelompok Penerimaan teman sebaya sangat penting; takut ditolak Mengekplorasi kemampuan untuk menarik perhatian teman dan lawan jenis
Kelompok teman sebaya tidak lagi penting dalam hubungan individu Menguji voba hubungan antara pria-wanita terhadap kemungkinan hubungan yang permanen Hubungan dicirikan dengan memberi dan berbagi
Seksualitas Mengeksplorasi dan mengevaluasi dirinya Kencan terbatas biasanya kelompok Keintiman terbatas Berhubungan dengan orang banyak Keyakinan untuk kecenderungan heteroseksual Eksplorasi terhadapt daya tarik seks Perasaan jatuh cinta Membangun
hubungan sementara
Membentuk hubungan yang stabil dan perlekatan kepada orang lain Pertumbuhan kapasitas untuk bersama dan menjalani hubungan timbal balik Berkencan sebagai pasangan pria-wanita Keintiman lebih melibatkan
komitmen daripada ekplorasi dan romantisme Kesehatan psikologis Ketidakstabilan mood masih besar
Mimpi di siang hari masih sering dan kuat Marah diekspresiakn dengan kemurungan, luapan rasa marah, dan ejekan secara verbal serta pemberian julukan
Kecenderungan terhadap
pengalaman dari dalam dirinya, lebih introspektif
Kecenderungan untuk menarik diri jika merasa sedih atau terluka
Kebimbangan emosi dalam waktu dan rentang tertentu Perasaan tidak adekuat umum ditemukan, kesulitan meminta bantuan
Emosi lebih konstan Kemarahan lebih cenderung disembunyikan
Sumber: Wong, dkk (2002)
2.2.2 Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah juvenile berasal dari bahasa latin “juvenilis”, yang artinya anak-anak, anak muda, sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquency berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti
terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, dan lain sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada remaja Istilah kenakalan
remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindan kriminal (Kartono, 2006).
Menurut Kartono (2006), Juvenile delinquency (kenakalan remaja) mempunyai karakteristik umum, yaitu:
a. Perbedaan struktur intelektual
Pada umumnya intelegensi mereka tidak berbeda dengan intelegensi remaja yang normal, namun jelas terdapat fungsi-fungsi kognitif khusus yang berbeda biasanya kenakalan remaja mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas prestasi daripada nilai untuk keterampilan verbal (tes Wechsler).
b. Perbedaan fisik dan psikis
Remaja yang nakal lebih ‘idiot secara moral’ dan memiliki perbedaan ciri karakteristik yang jasmani sejak lahir jika dibandingkan dengan remaja normal. Bentuk tubuh mereka lebih kekar, berotot, kuat, dan pada umumnya bersikap lebih agresif. Hasil penelitian juga menunjukan ditemukannya fungsi fisiologis dan neurologis yang khas pada remaja nakal: mereka kurang bereaksi terhadap stimulus kesakitan dan menunjukan ketidakmatangan jasmaniah atau anomali perkembangan tertentu.
Jensen (dalam Sarwono, 2012) membagi kenakalan remaja menjadi empat aspek yaitu:
a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.
c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, dan hubungan seks bebas.
d. Kenakalan yang melawan status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, kabur dari rumah, dan membantah perintah orang tua.
2.3 Kerangka Berpikir
Gambar 2.2 Skema Kerangka Berpikir Sumber: Olahan Peneliti
Pada dasarnya para remaja mengalami berbagai macam perubahan di dalam dirinya dan juga berbagai macam pengaruh dan masalah dari lingkungannya. Seorang remaja yang berhasil melewati tahap perkembangan serta dapat melewati perubahan yang ada dalam lingkungan hidupnya, mereka akan survive, dan apabila
Mengalami berbagai macam perubahan dalam diri dan masalah di
lingkungannya
Masuk Lapas dan menjadi Andikpas Melakukan tindakan
kriminal
Mengalami Depresi Perubahan lingkungan secara mendadak
seorang remaja mengalami masalah dalam perkembangan dirinya serta mengalami masalah dalam menghadapi lingkungannya baik dalam keluarga, masyarakat, maupun peer groupnya, ia akan melakukan perilaku yang menyimpang dari kebiasaan atau melanggar hukum. Suatu perbuatan yang menyimpang dari kebiasaan atau melanggar hukum yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa disebut sebagai kenakalan remaja. Dari kenakalan tersebut dapat mengakibatkan tindakan kriminal. Seorang remaja yang tinggal di Lapas mengalami berbagai macam perubahan terutama pada perubahan lingkungan secara mendadak dan mereka akan mengalami berbagai kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan barunya, sehingga para remaja dapat mengalami depresi.
Melalui penelitian ini, penulis ingin melihat seberapa banyak Andikpas yang mengalami depresi dengan menggunakan alat ukur depresi. Setelah mendapatkan Andikpas yang mengalami depresi, penulis kemudian melakukan wawancara dan tes gambar. Dengan melakukan tes-tes tersebut, peneliti ingin melihat gambaran para Andikpas yang mengalami depresi. Dengan melakukan penelitian ini, juga bermanfaat agar dapat mencegah terjadinya silent epidemic depresi, sehingga para Andikpas dapat diberikan perhatian lebih khusus untuk mencegah terjadinya depresi yang lebih tinggi yang dapat mengakibatkan kematian.