• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Sifat Beberapa Jenis Kayu Rakyat

Pengertian hutan rakyat sebagaimana tercantum dalam UU Pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999 dan SK Menteri Kehutanan No. 49/Kpts-II/1997 adalah hutan yang dimiliki rakyat dengan ketentuan luas minimal 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak minimal 500 tanaman (Dephut 1999).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai akhir-akhir ini, kayu yang berasal dari hutan tanaman atau hutan rakyat pada dasarnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk pertukangan maupun bahan bangunan. Namun, dalam pemakaiannya harus didukung oleh teknologi yang dapat memperbaiki sifat-sifat kayu, seperti pengawetan kayu.

2.1.1 Durian (Durio zibethinus)

Durian termasuk dalam Family Bombacaceae. Kayu terasnya berwarna coklat kemerah-merahan, merah atau coklat merah tua, gubal agak putih, coklat kuning pucat atau kuning merah pucat dengan batas antara gubal dan teras sering tidak jelas. Umumnya tidak bercorak atau polos, mempunyai tekstur yang kasar dan merata. Arah seratnya lurus dan berpadu, permukaannya agak kusam sampai mengkilap dan agak licin sampai licin. Kayunya agak lunak sampai agak keras. Kayu ini mempunyai berat jenis (BJ) rata-rata 0,54-0,79, dengan kelas awet (IV-V), dan kelas kuatnya II-III. Biasanya digunakan sebagai bangunan bawah atap, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga sederhana (termasuk lemari), lantai, dinding, sekat ruang, peti jenazah, dan bangunan kapal (Pandit dan Kurniawan 2008).

2.1.2 Mindi (Melia azedarach)

Mindi termasuk Family Meliaceae, tergolong cepat tumbuh dan dapat tersebar di seluruh negara tropis dan sub tropis. Pohon ini digunakan sebagai pohon peneduh di perkebunan kopi dan teh. Kayu ini mempunyai kelas awet IV

(2)

dan kelas kuat III dengan BJ 0,40-0,52. Kayu ini agak ringan dan kasar, berserat lurus dan berwarna coklat hingga merah muda mengkilat dengan sedikit lembayung (Heyne 1987).

Menurut Martawijaya et al., (2005), daya tahan terhadap jamur pelapuk, kayu mindi termasuk kelas II-III. Kayu mindi dapat diggunakan untuk peti teh, papan, dan bangunan di bawah atap, panil, vinir hias, dan sortimen yang berat dan mungkin baik untuk mebel.

2.1.3 Nangka (Artocarpus heterophyllus)

Pohon yang termasuk kedalam Family Moraceae ini dikenal sebagai

jackfruit. Umumnya berukuran sedang sampai sekitar 20 m tingginya walaupun

ada yang mencapai 30 m. Batang bulat silindris dengan diameter dapatmencapai 1 meter. Kayunya berwarna kuning di bagian teras, berkualitas baik dan mudah di kerjakan. Kayu nangka sering dijadikan perkakas rumah tangga, mebel, konstruksi bangunan, konstruksi kapal sampai ke alat musik (Wahyudi et al., 2007).

Kayu ini mengandung zat ekstraktif yang disebut morin. Bahan ini dapat diekstrak dengan air panas atau dengan alkohol. Kayu nangka mempunyai serat halus sampai agak kasar. Warna kayu nangka mengalami perubahan warna, dari warna kuning muda pada waktu kayu gubal menjadi kuning sitrus pada kayu teras. Kayu nangka juga mempunyai berat jenis 0,55-0,71 dengan BJ rata-rata 0,61 dan termasuk kelas kuat II-III (Heyne 1987).

`

2.1.4 Mangium (Acacia mangium Willd.)

Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), kayu mangium memiliki ciri umum, yaitu teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Corak kayu polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial. Bertekstur halus sampai agak kasar dan merata. Arah serat biasanya lurus, kadang-kadang berpadu. Permukaannya agak mengkilap dan licin , kayu berwarna coklat.

Ciri anatomi kayunya adalah pori soliter dan berganda radial, terdiri atas 2 - 3 pori, parenkim selubung, kadang-kadang bentuk sayap pada pori berukuran

(3)

kecil , jari-jari sempit, pendek dan agak panjang. Sel-sel pembuluh atau porinya baur, soliter, dan berganda radial yang terdiri atas 2 - 3 pori, kadang-kadang sampai 4, diameter agak kecil, jarang sampai agak jarang, bidang perforasi sederhana. Parenkim dan jari-jari kayu bertipe paratrakea bentuk selubung di sekeliling pembuluh, kadang-kadang cenderung bentuk sayap pada pembuluh yang kecil. Sel jari-jarinya sempit, jarang sampai agak jarang, ukurannya agak pendek sampai pendek. Kayu ini memiliki BJ rata-rata 0,69 (0,49-0,84), kelas awet III dan kelas kuat II-III (Pandit dan Kurniawan 2008).

2.1.5 Manii (Maesopsis eminii Engl.)

Berdasarkan taksonomi/tatanamanya kayu manii masuk ke dalam Famili Rhamnaceae, memiliki nama daerah: Pohon paying, musizi, afrika, manii, terdapat dua subjenis yaitu eminii Engl. dan berchemoides (Pierre) N. Halle.

Kayu manii merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan serbaguna berkekuatan sedang sampai kuat, untuk konstruksi, kotak, dan tiang. Banyak ditanam untuk sumber kayu bakar. Daunnya digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya mencapai 35% dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pulp dari jenis sebanding dengan pulp sebagai jenis kayu teras pada umumnya (Dephut 2002).

Cirri anatomi kayunya adalah: sel pembuluh berbentuk oval, sebagian soliter tapi ada yang bergabung radial 2 - 4 sel dan sedikit mengandung tylosis. Sel jari-jarinya terdiri dari 2 macam, yaitu ada yang lebar dan ada yang sempit (namun kurang menyolok). Tipe sel parenkimnya adalah paratrakeal aliform sampai aliform bersambung (concluent) dan tidak dijumpai adanya saluran damar. Sel penyusun kayu didominasi oleh sel serabut (56,70 %) dengan ukuran panjang 1,1 - 1,7 mm, tebal dinding sel 3,1 – 3,5 mikron, dan diameter serabut 26 – 35 mikron. Kayu ini masuk kedalam kelas kuat III, dan kelas awet III-IV, dan memiliki nilai BJ rata-rata sebesar 0,4 g/cm² (Abdurachman dan Hadjib 2006).

2.1.6 Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)

Menurut Martawijaya et al., (2008), kayu sengon memiliki ciri umum, yaitu: pada pohon muda teras gubal sukar dibedakan, pada pohon tua warna teras

(4)

putih sampai coklat kemerahan atau kuning muda sampai coklat kemerahan, merah coklat keputihan. Memiliki sedikit corak dengan tekstur agak kasar sampai kasar. Arah seratnya berpadu dan kadang-kadang lurus. Kayu agak lunak dengan warna kayu putih sampai coklat muda kemerahan. Porinya soliter dan berganda radial, parenkim baur, kayunya lunak.

Cirri anatomi kayunya adalah: Pembuluh/pori baur, bentuk bundar sampai bundar telur, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-3 pori, jumlahnya sekitar 4-7 per mm², diameter tangensial sekitar 160-340 mikron, bidang perforasi sederhana. Parenkimnya menyinggung pori sebagian (scanty) sampai selubung, kebanyakan bertipe apotrakea baur yang terdiri dari 1-3 sel membentuk garis tangensial antara jari-jari. Jari-jari kayu umumnya sempit, terdiri atas 1-2 seri, jumlahnya 6-12 per mm arah tangensial, komposisis selnya homoseluler. Hanya terdiri atas sel-sel baring. Kayu ini memiliki BJ rata-rata 0,33 (0,24-0,49), kelas awet IV-V dan kelas kuat IV-V (Pandit dan Kurniawan 2008).

2.1.7 Angsana (Pterocarpus indicus)

Angsana atau sonokembang (Pterocarpus indicus) adalah sejenis pohon penghasil kayu berkualitas tinggi dari suku Fabaceae (Leguminosae, polong-polongan). Kayunya keras, kemerah-merahan, dan cukup berat, yang dalam perdagangan dikelompokkan sebagai narra atau rosewood. Kuat dan awet, serta tahan cuaca, kayu sonokembang (narra) dapat digunakan dalam konstruksi ringan maupun berat. Dalam bentuk balok, kaso, papan dan panil kayu yang lain untuk rangka bangunan, penutup dinding, tiang, pilar, jembatan, bantalan rel kereta api, kayu-kayu penyangga, untuk konstruksi perairan bahari dan lain-lain. Warna dan motif serat kayunya yang indah kemerah-merahan, menjadikan kayu sonokembang sebagai kayu pilihan untuk pembuatan mebel, kabinet berkelas tinggi, alat-alat musik, lantai parket, panil kayu dekoratif, gagang peralatan, serta untuk dikupas sebagai venir dekoratif untuk melapisi kayu lapis dan meja berharga mahal. Sifat kembang susutnya yang rendah setelah kering, menjadikan kayu ini cocok untuk pembuatan alat-alat yang membutuhkan ketelitian. Kayu angsana (Pterocarpus spp.) termasuk kayu keras hingga keras-sedang, berat-sedang, liat dan lenting. Kayu terasnya tahan lama, termasuk dalam penggunaan

(5)

yang berhubungan dengan tanah, dan tahan terhadap serangan rayap; namun sukar dimasuki bahan pengawet. Kayu teras angasan berwarna kekuning-kuningan coklat muda hingga kemerah-merahan cokelat, dengan coreng-coreng berwarna lebih gelap. Kayu gubal jelas terbedakan, berwarna kuning jerami pucat hingga kelabu cerah. Tekstur kayu berkisar antara halus-sedang hingga kasar-sedang, dengan urat kayu yang bertautan atau bergelombang. Kayu ini berbau harum dan mengandung santalin, suatu komponen kristalin merah yang menyusun bahan warna utama. Pada umumnya kayu angsana mudah dikerjakan dan tidak merusak gigi gergaji. Sifat kayu ini sangat baik untuk dibubut dan dipahat; cukup baik untuk diampelas, dipelitur dan direkat. Tergolong baik untuk dipaku dan disekrup, namun papan angsana yang tipis agak mudah pecah apabila dipaku. Menurut Pandit dan Kurniawan (2008) kayu ini memiliki BJ rata-rata 0,65 (0,39-0,94), memiliki kelas awet II (I-IV) dan kelas kuat II (I-IV).

2.1.8 Rambutan (Nephelium sp.)

Rambutan (Nephelium sp.) merupakan tanaman buah hortikultura berupa pohon dengan Family Sapindaceae. Tanaman buah tropis ini dalam bahasa Inggrisnya hairy fruit berasal dari Indonesia. Hingga saat ini buah rambutan telah menyebar luas di daerah yang beriklim tropis seperti Filipina dan negara-negara Amerika Latin. Dalam budidaya rambutan, angin berperan dalam penyerbukan bunga. Pohon rambutan akan dapat berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu sekitar 25°C yang diukur pada siang hari. Rambutan dapat tumbuh baik pada lahan yang subur dan gembur serta sedikit mengandung pasir. Selain itu jenis ini dapat tumbuh baik pada tanah yang banyak mengandung bahan organik atau pada tanah yang keadaan liat sedikit pasir. Pada dasarnya derajat keasaman tanah (pH) tidak terlalu jauh berbeda dengan tanaman perkebunan lainnyadi Indonesia yaitu antara 6-6,7 dan kalau kurang dari 5,5 perlu dilakukan pengapuran terlebih dahulu (Deptan 2000).

Rambutan sengaja dibudidayakan untuk dimanfaatkan buahnya yang mempunyai gizi, zat tepung, sejenis gula yang mudah terlarut dalam air, zat protein, zat lemak, zat enzim-enzim yang esensial, vitamin, zat mineral makro, dan mikro yang menyehatkan. Di masyarakat tanaman ini juga dimanfaatkan

(6)

sebagai pohon pelindung di pekarangan dan sebagai tanaman hias. Rambutan dapat tumbuh subur pada daratan rendah dengan ketinggian antara 30-500 mdpl. Kayu rambutan mempunyai BJ 0,8-0,91 kelas kuat I-II dan kelas awet III (Seng 1990).

2.1.9 Petai (Parkia speciosa Hassk)

Pohon petai termasuk suku Mimosaceae. Pohon ini memiliki diameter batang sebesar 60 cm dengan warna kulit luar batang kelabu cokelat atau cokelat kehitaman. Petai merupakan tumbuhan asli yang hidup dalam hutan-hutan di Malaysia Barat (Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan dan Jawa). Pohon petai banyak ditanam di pekarangan pedesaan atau tegalan dan tumbuh baik di daratan rendah hingga ketinggian 1000 m dpl. Tanaman ini sangat menyukai tanah-tanah yang berlempung atau tanah liat dengan drainase yang baik. Warna kayunya kemerah-merahan dengan BJ 0,45 dan termasuk kedalam kelas awet IV, serta kelas kuat III-IV dengan keterawetan mudah. (Wahyudi et al., 2007).

2.1.10 Karet (Hevea brassiliensis)

Kayu Karet, dan oleh dunia internasional disebut Rubber wood pada awalnya hanya tumbuh di daerah Amazon, Brazil. Kemudian pada akhir abad 18 mulai dilakukan penanaman di daerah India namun tidak berhasil. Lalu dibawa hingga ke Singapura dan negara-negara Asia Tenggara lainnya termasuk Jawa. Pohon karet dibudidayakan dengan tujuan utamanya untuk diambil getahnya sebagai bahan utama karet, hingga sekarang.

Pohon karet bisa tumbuh hingga ketinggian 30 meter dan akan mulai diambil getahnya pada umur 5-6 tahun. Secara ekonomis kayu karet sangat efisien karena hanya akan ditebang dan dijadikan bahan baku industri furniture ketika sudah tidak menghasilkan karet. Setelah berumur 25 tahun pohon karet tidak lagi menghasilkan 'latex' sehingga sudah saatnya harus ditebang dan digantikan

dengan pohon baru.

Kayu karet berwarna putih kekuningan, sedikit krem ketika baru saja dibelah atau dipotong. Ketika sudah mulai mengering akan berubah sedikit kecoklatan.

(7)

Tidak terdapat perbedaan warna yang mencolok pada kayu gubal dengan kayu teras. Bisa dikatakan hampir tidak terdapat kayu teras pada rubberwood.

Menurut pengalaman proses mesin kayu karet tidak menimbulkan banyak cacat pengerjaan, dan proses assembling ataupun pengeleman juga tidak menimbulkan defect/cacat yang berarti. Pemotongan kayu pada sudut hingga 30° pun tetap halus dan rata. Kayu karet banyak digunakan sebagai bahan baku furniture di dalam ruangan terutama furniture di ruang dapur. Top table kitchen

set, peralatan dapur misalnya tatakan pisau, alat masak dan kursi makan sangat

cocok menggunakan bahan baku kayu karet. Kerapatan kayu karet antara 435-625 kg/m³ pada kadar air 12% sedangkan BJ rata-rata 0,61 (0,55-0,70). Kayu ini termasuk kedalam kelas awet V dan kelas kuat II-III (Pandit dan Kurniawan 2008).

2.2 Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light)

Di Indonesia rayap tergolong ke dalam serangga perusak kayu utama. Binatang kecil yang tergolong ke dalam serangga sosial ini mampu menghancurkan bangunan yang berukuran besar dan mengakibatkan kerugian yang besar pula. Dalam setiap koloni terdapat tiga kasta yang menurut fungsinya masing-masing diberi nama kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta reproduktif (primer dan sekunder). Dalam penggolongan ini, bentuk morfologi dari setiap kasta sesuai dengan fungsinya masing-masing (Nandika et al., 2003).

Menurut Nandika et al., (2006), rayap kayu kering merupakan jenis rayap yang sangat umum terdapat pada daerah-daerah tropis, khususnya pada dataran rendah Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan dan Filipina. Penyebaran rayap kayu kering berhubungan dengan iklim lembab. Nimfa Cryptotermes cynochephalus memiliki panjang 5-6 mm dengan warna kuning kecoklatan. Pada kasta reprodiktif muda berukuran 10 mm. Rayap kayu kering menyerang kayu yang berada dalam kondisi kering, seperti kusen pintu, jendela, alat-alat rumah tangga dan lain-lain. Hampir semua kayu ringan dan tidak awet diserang. Bahan-bahan lain yang mengandung selulosa seperti kertas dan kain juga diserang (Tarumingkeng 2001).

(8)

Koloni rayap kayu kering berkembang sangat lambat dan maksimum anggota koloni berjumlah sangat sedikit. Jumlah anggota koloni yang berumur 4 tahunan kurang dari 1000 ekor, sedangkan koloni yang sudah tua berumur 10-15 tahun anggotanya kira-kira berjumlah 3000 ekor. Semasa hidup, rayap ini tidak memerlukan tempat yang lembab dan tidak pernah masuk ke dalam tanah.

Cara penyerangan rayap kayu kering tidak mudah dideteksi sebab hidupnya terisolir di dalam kayu yang digunakan sebagai sarangnya. Tanda serangan rayap ini terdapat butiran-butiran halus, kecoklatan dengan ujung yang bulat disekitar kayu yang terserang. Pada bagian luar, kayu yang diserang terlihat masih utuh, padahal pada bagian dalam telah berlubang-lubang atau rusak sama sekali. Hanya kotoran berbentuk butiran halus merupakan ciri khas serangan rayap kayu kering. Rayap kayu kering menyerang kayu kelas awet rendah sampai sedang, yaitu kelas awet III sampai IV dan kayu tersebut ternaungi dengan kadar air < 12 %. Cryptotermes cynocephalus Light memiliki kepala berwarna coklat gelap kemerah-merahan. Antenanya memiliki 11 segmen. Segmen kedua lebih panjang dibandingkan segmen lainnya. Panjang kepala dengan mandible 0,87-0,92 mm, panjang mandible 0,50-0,57 mm, panjang labrum 0,10-0,11 mm dan lebarnya 0,16-0,17 mm (Nandika et al., 2003).

2.3 Metode Pengawetan

2.3.1 Rendaman Dingin dengan Senyawa Boraks

Perlakuan rendaman dingin merupakan salah satu metode dalam pengawetan. Kayu-kayu diawetkan dengan cara merendamnya ke dalam larutan bahan pengawet. Kayu yang akan diawetkan harus mengalami pengeringan terlebih dahulu supaya bahan pengawet dapat terserap lebih banyak. Penetrasi bahan pengawet pada kayu yang tidak mengalami pengeringan terlebih dahulu biasanya sangat kecil (Nandika et al. 2003).

Menurut Dumanauw (2001), keuntungan dan kerugian metode rendaman dingin dalam pengawetan adalah:

Keuntungan :

1. Retensi dan penetrasi bahan pengawet lebih banyak dibanding metode pelaburan, penyemprotan, dan pencelupan.

(9)

2. Kayu dalam jumlah banyak dapat diawetkan bersama.

3. Larutan dapat digunakan berulang kali (dengan menambah konsentrasi bila berkurang.

Kerugian :

1. Waktu lebih lama dibanding rendaman rendaman panas 2. Peralatan mudah terkena karat

3. Pada proses panas, apabila tidak hati-hati kayu dapat terbakar 4. Kayu basah agak sulit diawetkan.

Salah satu metode pengawetan yang tercantum dalam Standar Kehutanan Indonesia nomor C-m-001, tahun 1987, untuk mengawetkan kayu perumahan dan gedung adalah secara rendaman dingin menggunakan bahan pengawet golongan CCB (tembaga-khrom-boron) dan BCFA (boron-flour-khrom-arsen). Kedua bahan pengawet ini harganya relative mahal, dan khusus bahan pengawet mengandung arsen pemakaiannya banyak dipermasalahkan karena dianggap berbahaya, sehingga perlu dicari bahan pengawet yang harganya relatif murah, aman dan efektif terhadap organisme perusak kayu. Bahan yang dapat dikembangkan adalah senyawa boron dalam bentuk tunggal, asal kayu yang diawetkan dipasang di bawah atap tanpa kontak tanah dan tidak tersiram air sama sekali.

Senyawa boron banyak beredar dan dijual bebas di pasar dengan harga relatif murah, sehingga relative aman dilakukan untuk mengawetkan kayu perumahan. Senyawa boron sangat beracun terhadap rayap kayu kering (Findlay 1967).

Kamil dan Supriana (1971), menjelaskan bahwa sifat-sifat baik yang dimiliki oleh bahan pengawet persenyawaan Boron (Borax dan Asam Borat) antara lain:

a. Beracun terhadap jamur pelapuk kayu b. Beracun terhadap serangga

c. Dapat dipergunakan baik secara tekanan dan vacum maupun dengan cara-cara difusi

(10)

d. Kayu yang diawetkan dengan persenyawaan Boron tidak berbahaya bagi manusia

e. Tidak korosif terhadap logam

f. Dapat dicat dan dipelitur seperti halnya pada kayu yang tidak diawetkan g. Dapat direkat dengan baik

h. Tidak menumbulkan warna pada kayu

Boraks berbentuk Na2 B4O7 10H2O kristal lunak yang mengandung unsur boron, tidak berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks merupakan garam Natrium yang banyak digunakan dalam berbagai industri non pangan khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat dengan campuran boraks. Boraks sejak lama telah digunakan masyarakat untuk pembuatan gendar nasi, kerupuk gendar, atau kerupuk puli yang secara tradisional di Jawa disebut “Karak” atau “Lempeng”. Disamping itu boraks digunakan untuk industri makanan seperti dalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, bakso bahkan dalam pembuatan kecap.

2.3.2 Fumigasi Amonia

Fumigasi adalah cara perlakuan pengendalian hama (rayap, kutu buku, tikus, kecoa, kumbang, ngenget, dan lain-lain) dengan menggunakan gas beracun. Selain tingkat penetrasi yang tinggi, keuntungan lain fumigasi adalah membunuh semua stadia kehidupan hama tanpa mengotori bahan yang difumigasi (Hendrawan 2007).

Menurut Anonim (2009) fumigasi adalah proses dimana serangga dikeluarkan dari struktur kayu dengan meggunakan gas mematikan. Giler (2006) menyatakan bahwa fumigan adalah zat kimia atau campuran dari bahan kimia meliputi semua bahan aktif (jika ada) yang diramu untuk menghasilkan satu fumigan. Formulasi ini dapat berada dalam bentuk padat, cair, dan gas. Fumigan yang ideal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Memiliki tingkat racun yang tinggi terhadap hama yang menjadi target.

2. Toksisitas yang rendah terhadap tumbuhan, manusia dan organisme lain yang bukan menjadi sasaran.

(11)

4. Tidak memberikan bahaya kepada komoditas.

5. Tidak terbakar, tidak merusak dan tidak meledak dalam keadaan penggunaan normal.

6. Mudah menguap dengan penetrasi yang baik. 7. Tidak berakibat buruk.

Fumigasi harus dilakukan secara hati-hati, dengan menggunakan masker,

google (pelindung mata), sarung tangan karet, dan ruang fumigasi yang kedap

udara, sehingga polusi udara yang diakibatkan oleh penguapan amonia berkurang. Amonia akan menguap ke seluruh permukaan kayu, dan diserap oleh kayu, yang kemudian bereaksi dengan tanin (Eagan 2008). Proses fumigasi dilakukan di suatu ruang yang disebut “ fuming chamber “. Ruangan tersebut harus tertutup rapat, dengan amonia dan kayu. Penguapan amonia dibantu dengan pemanasan di dalam ruangan tersebut (Kramer 1989). Martawijaya dan Barly (2000) telah menguraikan 4 faktor utama yang mempengaruhi keterawetan kayu, yaitu:

a. Jenis kayu, yang ditandai oleh sifat yang melekat pada kayu itu sendiri seperti struktur anatomi (trakeida, pori/pembuluh, serabut, dan saluran dammar), permeabilitas, kerapatan dan sebagainya.

b. Keadaan kayu pada saat dilakukan pengawetanseperti kadar air, bentuk kayu, gubal atau teras.

c. Metoda pengawetan yang digunakan. d. Sifat bahan pengawet yang digunakan.

Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Senyawa ini berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Menurut Effendi (2003), ammonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat larut dalam air. Amonia banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia (asam nitrat, ammonium fosfat, ammonium nitrat, dan ammonium sulfat), serta industri bubur kertas dan kertas (pulp dan paper). Amonia memiliki titik didih pada suhu (-33°C) dan titik leleh (-77,7°C), sehingga cairan amonia harus disimpan dalam suhu yang sangat rendah atau dalam tekanan yang tinggi. Amonia memiliki berat molekul 17.03, tekanan uap 400 mmHg (-45.4°C), kelarutan dalam air 31g/100g (25°C), berat jenis 0.628 (-33.4°C), berat jenis uap 0.6, dan memiliki suhu kritis 133°C.

(12)

Sifat-sifat fisik dari amonia adalah gas tidak berwarna, berbau khas, bersifat iritan dan mudah larut dalam air (Anonim 2009). Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Oleh karena itu amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah (Anonim 2009).

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yang menyatakan bahwa ada perbedaan pendapatan kotor antara beternak itik dengan sistem gembala dan sistem intensif,

b- Hasil pemeriksaan serkaria pada keong Jumlah keong yang dikumpulkan dari fokus Tomado adalah sebanYak

(a) Bermula dengan mengira jumiah jisim habuk yang terpindah ke satu titisan air yang jatuh semasa hujan, dalam ruang yang kepekatan habuk ialah c kg/m3, terbitkan suatu

Agama atau aliran kepercayaan paling awal Australia bermula dengan Penduduk Asli Australia, yang telah mendiami Australia selama lebih dari 40.000 tahun.. Terjadi kontak awal

Sesungguhnya pernintaan akan ikan kalengan masih - jauh lebih besar dari supplynya yang mana dapat dilihat -. dari terjualnya produk^prodok perusahaan tanpa marketings effort

Dari jawaban yang dilontarkan subjek maka dapat disimpulkan bahwa siswa-siswa akselerasi tidak jauh berbeda dengan siswa-siswa yang berada pada kelas regular

Penggunaan keranjang menghasilkan susut bobot lebih besar yaitu 14,3% dibandingkan dengan kemasan lain, karena respirasi kubis meningkat akibat keranjang lebih

Program yang diharapkan bisa meningkatkan revisit the same destination atau mengunjungi kembali destinasi yang sama dengan indikator kesedian untuk kembali berkunjung ke