• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang sejenis. Tinjauan pustaka merupakan peninjauan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang sejenis. Tinjauan pustaka merupakan peninjauan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bagian tinjauan pustaka berisi landasan teori, bahasan hasil-hasil penelitian terdahulu yang sejenis. Tinjauan pustaka merupakan peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait dengan penelitian. Pada bagian tinjauan pustaka akan diungkapkan pemikiran atau teori-teori yang melandasi dilakukannya penelitian. Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengembangkan pemahaman dan wawasan yang menyeluruh tentang penelitian yang pernah dilakukan dalam suatu topik, serta membatasi masalah dan ruang lingkup penelitian.

2.1 Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting)

Goal setting theory menentukan pada pentingnya hubungan antara tujuan yang ditetapkan dan kinerja yang dihasilkan. Konsep dasarnya yaitu seseorang yang mampu memahami tujuan yang diharapkan oleh organisasi, maka pemahaman tersebut akan mempengaruhi perilaku kerjanya. Goal setting theory mengisyaratkan bahwa seseorang individu berkomitmen pada tujuan yang berarti seorang individu memutuskan untuk tidak merendahkan atau mengabaikan tujuannya. Jika seorang individu memiliki komitmen untuk mencapai tujuannya, maka komitmen tersebut akan mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi konsekuensi kinerjanya. Capaian atas sasaran (tujuan) yang ditetapkan dapat dipandang sebagi tujuan/tingkat kinerja yang ingin dicapai oleh individu (Dewi, 2017).

(2)

Teori penetapan tujuan atau goal setting theory adalah teori mengenai proses yang melibatkan individu-individu suatu organisasi dalam penentuan atau penetapan sasaran kerja yang akan dilaksanakan. Sasaran atau target bisa ditambah dengan memberi penjelasan atau informasi kepada individu atau tenaga kerja mengenai bagaimana mengerjakan tugas tersebut, mengapa tugas tersebut penting untuk dikerjakan dan memberikan keyakikan atas tercapainya sasaran kerja (Gibson et al., 1985).

Teori penetapan tujuan mencerminkan individu yang mempunyai suatu tujuan akan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut. Proses penetapan tujuan dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri ataupun diwajibkan oleh organisasi sebagai suatu kebijakan. Teori penetapan tujuan menjelaskan hubungan antara tujuan yang ditetapkan dengan kinerja. Teori ini juga menyatakan bahwa perilaku individu diatur oleh ide dan niat seseorang. Sasaran dapat dipandang sebagai tujuan atau tingkat kerja yang ingin dicapai oleh individu. Jika seorang individu berkomitmen untuk mencapai tujuannya, maka hal ini akan memengaruhi tindakannya dan memengaruhi konsenkuensi kinerjanya. Teori ini juga menjelaskan bahwa penetapan tujuan yang sulit dan bisa diukur hasilnya akan dapat meningkatkan pestasi kerja (kinerja).

Teori penetapan tujuan pada penelitian ini berkaitan dengan menetapkan kinerja individu sebagai tujuan yang ingin dicapai, sedangkan variabel sistem pengendalian intern pemerintah dan partisipasi penyusunan anggaran merupakan faktor penentu. Jika seorang pegawai atau individu berkomitmen dalam mencapai

(3)

tujuan maka akan mempengaruhi tindakannya dalam mengikuti sistem pengendalian intern pemerintah dan partisipasi penyusunan anggaran. Dalam sistem pengendalian intern pemerintah, individu dituntut agar dapat memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi sesuai dengan yang ditetapkan. Individu yang memiliki komitmen dalam mencapai tujuan akan termotivasi untuk mengikuti peraturan yang berlaku serta memberikan keyakinan bahwa tujuan organisasi sudah tercapai. Kemudian dalam konteks partisipasi penyusunan anggaran, individu yang terlibat dalam penyusunan anggaran akan termotivasi dalam mencapai anggaran yang ditetapkan. Dengan faktor penentu yaitu sistem pengendalian intern pemerintah dan partisipasi penyusunan anggaran yang semakin tinggi, maka diharapkan semakin tinggi pencapaian tujuan yaitu kinerja individu.

2.2 Pendekatan Kontinjensi

Pendekatan kontinjensi muncul dari asumsi dasar pendekatan pandangan umum yang menyatakan bahwa suatu pengendalian bisa diterapkan dalam karakteristik perusahaan apapun dan dalam kondisi lingkungan dimana saja (Susmitha,2012). Para peneliti tertarik menggunakan pendekatan kontinjensi karena mereka ingin mengetahui apakah tingkat keandalan variabel independen selalu berpengaruh sama pada setiap kondisi atau tidak terhadap variabel dependennya. Berdasarkan teori kontinjensi maka ada dugaan bahwa terdapat faktor situsional lainnya yang mungkin akan saling berinteraksi didalam mempengaruhi siatuasi tertentu.

(4)

Menurut Govindarajan (1988) diperlukan upaya untuk merekonsiliasi ketidakkonsistenan dengan cara mengidentifikasikan faktor-faktor kondisional antara kedua variabel tersebut dengan pendekatan kontinjensi. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ketidakkonsistenan hasil antara satu peneliti dengan peneliti lainnya, sehingga disimpulkan terdapat variabel lain yang mempengaruhinya. Tujuan penggunaan pendekatan kontinjensi adalah untuk mengidentifikasi berbagai variabel kontinjensi yang mempengaruhi perancangan dan penggunaan sistem pengendalian. Penggunaan pendekatan kontinjensi tersebut memungkinkan adanya variabel-variabel lain yang bertindak sebagai variabel moderating atau variabel intervening.

Sebuah organisasi tidak memiliki metode terbaik dalam memperoleh keserasian antara faktor lingkungan internal organisasi maupun faktor lingkungan eksternalnya untuk dapat mencapai prestasi terbaik sehingga perlu digunakan pendekatan kontinjensi (Ozer, 2011). Dalam penelitian ini, pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah dan partisipasi penyusunan anggaran pada kinerja individu dengan motivasi kerja dan komitmen organisasi sebagai variabel moderasi berpedoman pada aplikasi teori kontinjensi. Implikasinya, dalam penelitian sistem pengendalian intern pemerintah dan partisipasi penyusunan anggaran harus memandang adanya keterlibatan variabel kondisional tempat individu bekerja. Wijaya, dkk. (2016) menyebutkan bahwa motivasi memberikan dampak yang positif terhadap sistem pengendalian intern dan meningkatkan kinerja. Ini berarti motivasi memperkuat pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah terhadap kinerja. Kemudian penelitian yang dilakukan Agustina

(5)

(2013) yang meneliti tentang pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja dengan motivasi kerja sebagai variabel moderasi menemukan bahwa motivasi memoderasi pngaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja.

Selanjutnya, penelitian Muthaher (2007) menyebutkan bahwa komitmen memberikan dampak yang positif terhadap partisipasi penyusunan anggaran dan meningkatkan kinerja. Ini berarti komitmen organisasi memperkuat pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kontinjensi, sehingga ketidakpastian faktor kondisional yang dapat memengaruhi sistem pengendalian intern pemerintah dan partisipasi penyusunan anggaran pada kinerja individu dapat diteliti. Dalam penelitian ini, pendekatan kontinjensi akan digunakan untuk mengevaluasi keefektifan hubungan sistem pengendalian intern pemerintah dan partisipasi penyusunan anggaran pada kinerja individu. Berdasarkan pendekatan kontinjensi diatas peneliti menduga motivasi kinerja dan komitmen organisasi akan memoderasi hubungan sistem pengendalian intern pemerintah dan partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja individu.

2.3 Motivasi Kerja

Motivasi merupakan faktor penting pendorong yang mendorong seseorang untuk bertindak, bergerak dan mengarahkan dengan cara-cara tertentu untuk mencapai suatu tujuan organisasi atau perusahaan (Monika dan Ranto, 2013)

Salah satu aset penting organisasi adalah sumber daya manusia. Motivasi menjadi faktor yang dominan dalam mempengaruhi sumber daya manusia dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Motivasi mempunyai peran penting dalam

(6)

pencapaian tujuan organisasi sektor privat maupun organisasi sektor publik. Motivasi menjadi penting karena motivasi menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia supaya manusia antusias bekerja untuk mencapai hasil yang optimal. Motivasi menjadi lebih penting lagi karena diperlukan oleh pimpinan untuk menggerakkan bawahannya dalam mencapai tujuan organisasi.

Harshanty (2011) menyatakan ada dua aspek pendorong timbulnya motivasi kerja yaitu aspek dari dalam diri (intrinsik) dan aspek dari luar diri (ekstrinsik).

1) Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah kondisi dalam pekerjaan sebagai sumber kepuasan kerja yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Bila unsur tersebut terpenuhi, maka dapat meningkatkan motivasi kerja seseorang, dan apabila unsur tersebut tidak terpenuhi, maka hak tersebut akan menurukan motivasi kerja seseorang. Orang yang termotivasi secara intrinsik akan menjalankan tugas yang diberikan dengan sungguh-sungguh.

2) Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik hakekatnya adalah sumber ketidakpuasan yang berasal dari luar pekerjaannya, yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang terhadap pekerjaaannya. Jika tidak terpenuhi, maka pekerja tidak akan puas. Jika besaran unsur ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pekerja tidak akan kecewa, meskipun belum terpuaskan. Terpenuhinya unsur ini akan lebih berperan dalam

(7)

mengeliminasi ketidakpuasan kerja dan mencegah lingkungan kerja yang kurang menguntungkan bagi suatu institusi.

Terdapat enam indikator yang menjadi tolok ukur motivasi kerja berdasarkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik, yaitu (Harshanty, 2011): pertama, keseriusan individu dalam menjalankan tugas yang diberikan; kedua, tanggung jawab; ketiga, lingkungan kerja; keempat, kerjasama; kelima, komunikasi dengan atasan atau pimpinan, dan keenam, gaji.

2.4 Komitmen Organisasi

Kinerja organisasi secara langsung berhubungan dengan tingkat komitmen karyawan (Ivancevich, 2010). Komitmen dengan tingkat tinggi sangat diperlukan untuk meningkatkan output dan memperoleh keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Gul (2015) menyatakan bahwa peningkatan komitmen karyawan sangat penting untuk efektivitas dari sebuah organisasi, dan untuk membuat organisasi tumbuh dan berkembang dengan lebih cepat.

Keberhasilan pengelolaan organisasi sangatlah ditentukan oleh keberhasilan dalam mengelola sumber daya manusia. Tinggi rendahnya komitmen karyawan terhadap organisasi tempat mereka bekerja, sangatlah menentukan kinerja yang akan dicapai organisasi. Dalam dunia kerja komitmen karyawan memiliki pengaruh yang sangat penting, bahkan ada beberapa organisasi yang berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang jabatan/posisi yang ditawarkan dalam iklan lowongan kerja. Setiap pegawai memiliki dasar dan perilaku yang berbeda tergantung pada komitmen organisasi yang dimiliknya. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan melakukan usaha

(8)

yang maksimal dan keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan organisasi. Sebaliknya pegawai yang memiliki komitmen rendah akan melakukan usaha yang tidak maksimal dengan keadaan terpaksa (Kurniawan, 2013).

Komitmen organisasi dapat tercipta apabila individu dalam organisasi sadar akan hak dan kewajibannya dalam organisasi tanpa melihat jabatan dan kedudukan, hal ini disebabkan pencapaian tujuan organisasi merupakan hasil kerja semua anggota organisasi yang bersifat kolektif. Komitmen anggota organisasi menjadi hal penting bagi sebuah organisasi dalam menciptakan kelangsungan hidup sebuah organisasi apapun bentuk organisasinya. Komitmen menunjukkan hasrat karyawan sebuah perusahaan untuk tetap tinggal dan bekerja serta mengabdikan diri bagi peusahaan (Amilin dan Rosita 2008).

Robbins and Timothy (2013) mengemukakan bahwa komitmen organisasi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi sebagai suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Tiga dimensi terpisah komitmen organisasi adalah :

1. Komitmen afektif (affective commitment) yaitu perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya.

2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) yaitu nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut.

(9)

3. Komitmen normative (normative commitment) yaitu kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis.

2.5 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)

SPIP merupakan salah satu sistem pengendalian pemerintah. Disamping itu terdapat Sistem lainnya adalah sistem pengendalian ekstern pemerintah. SPIP dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat melalui Aparat Pengawasan Intern Pemerintah/sedangkan Sistem Pengendalian Ekstern pemerintah dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), DPR/DPRD, Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi dan lembaga peradilan lainnya. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP adalah :

“Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.”

Dengan adanya SPIP tersebut diharapkan dapat menciptakan kondisi dimana terdapat budaya pengawasan terhadap seluruh organisasi dan kegiatan sehingga dapat mendeteksi terjadinya sejak dini kemungkinan penyimpangan serta meminimalisir terjadinya tindakan yang dapat merugikan negara.

Sesuai ketentuan umum pasal 1 PP No. 60 tahun 2008 bahwa Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui

(10)

kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

SPI diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.

Dalam pasal 3 PP No. 60 tahun 2008 disebutkan bahwa SPIP meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Lingkungan Pengendalian

Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian interen yang lain, menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian meliputi penegakan integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif, dan hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.

(11)

2. Penilaian Risiko

Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Instansi Pemerintah yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan. Selanjutnya instansi pemerintah mengidentifikasi secara efisien dan efektif risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar instansi. Terhadap risiko yang telah diidentifikasi, dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan. Pimpinan instansi pemerintah merumuskan pendekatan manajemen risiko dan kegiatan pengendalian risiko yang diperlukan untuk memperkecil risiko.

3. Kegiatan Pengendalian

Kegiatan pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan instansi pemerintah untuk mengurangi risiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian risiko. Kegiatan pengendalian yang diterapkan dalam suatu instansi pemerintah dapat berbeda dengan yang diterapkan pada instansi pemerintah lain. Perbedaan penerapan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan visi, misi dan tujuan, lingkungan dan cara beroperasi, tingkat kerumitan organisasi, sejarah dan latar belakang serta budaya, serta risiko yang dihadapi.

4. Informasi dan Komunikasi

Informasi yang berhubungan perlu diidentifikasi, ditangkap dan dikomunikasikan dalam bentuk dan kerangka waktu yang memungkinkan

(12)

para pihak memahami tanggung jawab. Sistem informasi menghasilkan laporan, kegiatan usaha, keuangan dan informasi yang cukup untuk memungkinkan pelaksanaan dan pengawasan kegiatan Instansi Pemerintah. Informasi yang dibutuhkan tidak hanya internal namun juga eksternal. Komunikasi yang efektif harus meluas di seluruh jajaran organisasi dimana seluruh pihak harus menerima pesan yang jelas dari manajemen puncak yang bertanggung jawab pada pengawasan. Semua pegawai harus paham peran mereka dalam sistem pengendalian interen seperti juga hubungan kerja antar individu. Mereka harus memiliki alat yang menyebarluaskan informasi penting.

5. Monitoring/Pemantauan

Pemantauan sistem pengendalian intern dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya. Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, review, dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern yang dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak eksternal pemerintah dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern.

2.6 Partisipasi Penyusunan Anggaran

Anggaran merupakan sebuah rencana yang kuantitatif disusun secara sistematis, artinya disusun dengan berurutan dan berdasarkan logika sehingga

(13)

memunginkan manajemen memonitor, mengendalikan dan mengarahkan kegiaatan suatu perusahaan (Yogantara, 2013). Partisipasi dalam penyusunan anggaran menyebabkan sikap bawahan terhadap pekerjaan dalam perusahaan. Hal ini dikarenakan dalam proses penyusunan anggran, aspirasi bawahan lebih diperhatikan, sehingga bawahan dapat melakukan negosiasi dengan atasan mengenai target anggran yang dapat dicapai menurut kemapuannya (Pande, 2016).

Halim (2012) mengemukakan bahwa anggaran bagi sektor publik adalah alat untuk mencapai tujuan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat atau rakyat yang tujuannya adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat dan anggaran sektor publik memiliki karakteristik sebagai berikut :

1) Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan

2) Anggaran umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun, jangka pendek, menengah atau panjang.

3) Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajemen untuk mencapai sasaran yang ditetapkan.

4) Usulan anggaran ditelaah dan disetujui oleh pihak berwenang yang lebih tinggi dari penyusunan anggaran

5) Sekali disusun anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu. Proses penyusunan anggaran adalah tahap kegiatan yang dilakukan dalam penyusunan anggaran sehingga tersusun dan menjadi pegangan manajemen dalam kegiatan operasionalnya. Penyusunan anggaran dapat dilakukan dengan cara :

(14)

1) Otoriter (Top Down), dimana anggaran disusun dan ditetapkan sendiri oleh pimpinan dan anggaran inilah yang harus dilaksanakan oleh bawahan tanpa keterlibatan dalam penyusunan anggaran.

2) Demokrasi (Bottom Up), dimana anggaran disusun berdasarkan hasil keputusan pegawai mulai dari bawahan sampai atasan.

3) Campuran (Top Down dan Botton Up), dimana anggaran disusun dari atas selanjutnya dilengkapi dan dilanjutkan oleh bawahan.

Partisipasi dapat meningkatkan kinerja karena partisipasi memungkinkan bawahan mengkomunikasikan apa yang mereka butuhkan kepada atasannya. Dalam penyusunan anggaran diperlukan komunikasi antara atasan dan bawahan untuk saling memberikan informasi disamping dapat memberikan kesempatan memasukan informasi lokal karena bawahan lebih mengetahui kondisi langsung pada bagiannya. Partisipasi dapat memungkinkan bawahan untuk memilih. Tindakan memilih tersebut dapat membangun komitmen dan dianggap sebagai tanggung jawab atas apa yang telah dipilih. Semua kelebihan partisipasi ini pada akhirnya akan meningkatkan kinerja yang dicapai (Pande, 2016).

2.7 Kinerja Individu

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi yang sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok dalam suatu perusahaan. Kinerja individu dalam suatu organisasi atau perusahaan menjadi faktor yang penting untuk menilai kinerja perusahaan, yang menjadi

(15)

penilaian terhadap perusahaan itu sendiri di mata investor, perusahaan lain, maupun masyarakat luas (Ashianti, 2013).

Kinerja (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai individu) adalah hasil kerja seorang pegawai selama periode tertentu yang dinilai dengan serangkaian tolak ukur yang berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan (Pande, 2016). Menurut Sinambela (2012) kinerja adalah pelaksanaan suatu pekerjaan dan penyempurnaan pekerjaan tersebut sesuai dengan tanggung jawabnya sehingga dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Definisi ini menunjukkan bahwa kinerja lebih ditekankan pada proses, dimana selama pelaksanaan pekerjaan tersebut dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan sehingga pencapaian hasil pekerjaan atau kinerja dapat dioptimalkan. Kinerja yang baik merupakan suatu syarat untuk tercapainya suatu tujuan organisasi, oleh karena itu perlu diupayakan agar kinerja karyawan dapat ditingkatkan (Krisnanda dan Sudibya, 2014).

Kinerja individu merupakan tingkatan kerja yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam organisasi yang biasanya digunakan sebagai dasar penilaian terhadap organisasi itu sendiri. Kinerja merupakan hal yang sangat penting guna evaluasi dan perencanaan masa depan. Apabila pengeluaran pemerintah mempunyai kualitas yang rendah, maka kualitas pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah daerah akan cenderung melemah yang berakibat kepada sulitnya pencapaian tujuan pemerintah daerah di masa mendatang (Widiari, 2015). Jadi dapat disimpulkan kinerja individu adalah suatu tingkatan kerja yang dicapai oleh pegawai berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan.

(16)

Marwoto (2012) menyatakan bahwa pengukuran kinerja individu diarahkan pada masing-masing satuan kerja yang telah diberi wewenang mengelola sumber daya sebagaimana bidangnya. Setiap satuan kerja adalah pusat pertanggungjawaban yang memiliki keunikan sendiri-sendiri. Dengan demikian perumusan indikator kinerja tidak bisa seragam untuk diterapkan pada semua satuan kerja yang ada. Terdapat lima indikator yang menjadi tolok ukur kinerja, yaitu: pertama, prestasi kerja; kedua, prakarsa; ketiga, kerjasama; keempat, tanggung jawab; dan kelima, kejujuran.

2.8 Penelitian Sebelumnya

Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka penyusunan penelitian ini. Kegunaannya adalah untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu sekaligus perbandingan dan gambaran yang dapat mendukung kegiatan penelitian berikutnya. Penelitian-penelitian sebelumnya yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah :

Afrida (2013) meneliti pengaruh desentralisasi dan sistem pengendalian intern pemerintah terhadap kinerja manajerial Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di pemerintahan Kota Padang, dengan jumlah responden adalah 90 orang. Analisis data menggunakan regresi berganda dengan bantuan SPSS versi 16. Hasil membuktikan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh signifikan terhadap kinerja.

Milani (1975) meneliti proses penyusunan anggaran pada sebuah perusahaan besar berskala internasional yang memproduksi peralatan berat, data penelitian dikumpulkan dengan kuesioner terhadap 82 mandor yang menjadi

(17)

sampel penelitian. Penelitian tersebut menemukan pengaruh yang tidak signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial.

Hikmah (2015) meneliti pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial dengan motivasi sebagai variabel moderating pada perguruan tinggi swasta di Kota Semarang, dengan sampel yang digunakan sebanyak 44 responden dan analisis data digunakan uji regresi linier berganda dengan bantuan SPSS versi 16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi penyusunan anggaran secara positif dan signifikan mempengaruhi kinerja manajerial, selanjutnya hasil analisis regresi berganda menunjukkan interaksi antara partisipasi penyusunan anggaran dan motivasi kerja dengan kinerja manajerial tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa motivasi kerja tidak berperan sebagai variabel moderating terhadap pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial.

Indriantoro (1993) menemukan pengaruh yang positif dan signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja. Sedangkan penelitian Supomo dan Indriantoro (1998) menemukan hasil penelitian bahwa partisipasi penyusunan anggaran tidak mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kinerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Atmadja, dkk. (2014) menyatakan bahwa motivasi memiliki pengaruh secara signifikan terhadap sistem pengendalian intern. Ini mengindikasikan bahwa motivasi sendiri dapat memengaruhi auditor intern untuk bekerja dan memberikan pernyataan yang berguna bagi efektivitas sistem pengendalian intern. Penelitian ini didukung dengan penelitian yang

(18)

dilakukan oleh Wijaya, dkk. (2016) yang menyebutkan bahwa motivasi memberikan dampak yang positif terhadap sistem pengendalian intern dan meningkatkan kinerja.

Penelitian Brownell dan McInnes (1986) menguji pengaruh partisipasi penyusuan anggaran dan kinerja manajerial dengan motivasi sebagai variabel intervening, menunjukan bahwa motivasi secara signifikan tidak berfungsi sebagai variabel intervening. Sedangkan penelitian Mia (1998) menunjukkan hasil bahwa motivasi secara signifikan berfungsi sebagai variabel moderating yang mempengaruhi partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja.

Cahyasumirat (2006) menunjukkan bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja. Penelitian lain dilakukan oleh Suwardi dan Utomo (2011), tentang pengaruh komitmen terhadap kinerja pada pegawai Kabupaten Pati menunjukkan pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja.

Sardjito dan Muthaher (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah dengan budaya organisasi dan komitmen organisasi sebagai variabel moderating. Penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara komitmen organisasi dalam memoderasi partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah. Hasil ini menunjukkan semakin tinggi komitmen organisasi akan menyebabkan peningkatan kerja aparat pemerintah daerah dalam berpartisipasi penyusunan anggaran.

Suardana dan Suryanawa (2009) meneliti pengaruh partisipasi penyusunan anggaran pada kinerja manajerial dengan komitmen organisasi sebagai variabel

(19)

moderasi. Hasil menunjukkan bahwa partisipasi anggaran secara signifikan dan positif mempengaruhi kinerja manajerial dan komitmen organisasi tidak mampu memperkuat hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja manajerial.

Referensi

Dokumen terkait

Peran Otomatisasi Kantor pada setiap kegiatan perusahaan dikatakan cukup penting, karena semakin berkembang nya zaman, juga alat-alat tersebut akan terus

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Sekretariart Daerah Kabupaten Lingga Tahun 2016 berorientasi pada. kepentingan

yang dirniliki oleh seorang guru tunadaksa dapat terbentuk dengan baik apabila. guru tersebut dapat rnengelolanya dengan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Efekifitas pengaruh penyuluhan tentang kanker serviks pada wanita

Bentuk konkret diplomasi ekonomi lainnya, yang harus segera mendapatkan perhatian pemerintah adalah kegiatan promosi ekspor dan mobilisasi aliran masuk investasi asing,

Penelitian Pengelolaan Sungai Batanghari Kabupaten Dharmasraya Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dengan Metode QUAL2Kw ini adalah menggunakan pendekatan

Sedangkan penelitian yang menemukan hasil positif adalah penelitian yang diakukan Lestari (2014) hasil yang positif, hal ini mengambarkan dengan melalui aktivitas perencanaan