• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Determinan Status Gizi Balita di Permukiman Padat Penduduk Bantaran Sungai Kelurahan Paledang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Determinan Status Gizi Balita di Permukiman Padat Penduduk Bantaran Sungai Kelurahan Paledang"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DETERMINAN STATUS GIZI BALITA DI

PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK BANTARAN SUNGAI

KELURAHAN PALEDANG

YUNITA MAGDALENA SIBARANI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Determinan Status Gizi Balita di Permukiman Padat Penduduk Bantaran Sungai Kelurahan Paledang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Yunita Magdalena Sibarani

NIM I14090061

(4)
(5)

ABSTRAK

YUNITA MAGDALENA SIBARANI. Analisis Determinan Status Gizi Balita di Permukiman Padat Penduduk Bantaran Sungai Kelurahan Paledang. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA.

Penelitian bertujuan untuk menganalisis determinan status gizi balita permukiman padat penduduk bantaran sungai. Desain penelitian adalah cross sectional dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 64 subjek. Data dikumpulkan dengan kuesioner melalui wawancara dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara karakteristik rumah dan pola asuh kesehatan dengan status gizi dan tidak terdapat hubungan signifikan antara pendidikan orang tua, besar keluarga, pengeluaran, pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan, skor morbiditas dan tingkat kecukupan energi-protein dengan status gizi (p>0.1). Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan terdapat pengaruh positif nyata antara karakteristik rumah dan pola asuh kesehatan terhadap status gizi dan tidak terdapat pengaruh antara pendidikan orang tua, besar keluarga, pengeluaran, pengetahuan gizi ibu, pola asuh makan, tingkat kecukupan energi-protein terhadap status gizi (p>0.1).

Kata kunci: bantaran sungai, padat penduduk, pola asuh, status gizi

ABSTRACT

YUNITA MAGDALENA SIBARANI. Determinant Analysis of Nutritional Status in Under Five Child in Densely Populated Riverbanks of Kelurahan Paledang. Supervised by IKEU TANZIHA.

This study aimed to analyze nutritional status determinant of children under five years old in densely populated riverbank area. A cross sectional study of 64 subjects was conducted. Data was collected by questionnaire through interview and was analyzed by descriptive and inference. The result showed there was significant correlation between house characteristics and health parenting with nutritional status, but there were no significant correlation between parents’ education, length of family, outcome, nutritional knowledge of mothers, eat parenting, morbidity score and dietary allowance of energy-protein with nutritional status. Result of multiple linear regression analysis showed that there was real positive effect between characteristics of house and health parenting to nutritional status (p<0.1) and there was no effect between parents education, length of family, outcome, nutritional knowledge of mothers, eat parenting, energy and protein dietary allowance to nutritional status (p>0.1).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

YUNITA MAGDALENA SIBARANI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

ANALISIS DETERMINAN STATUS GIZI BALITA DI

PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK BANTARAN SUNGAI

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Analisis Determinan Status Gizi Balita di Permukiman Padat Penduduk Bantaran Sungai Kelurahan Paledang

Nama : Yunita Magdalena Sibarani NIM : I14090061

Disetujui oleh

Dr Ir Ikeu Tanziha, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei hingga Juni 2013 ini ialah status gizi balita, dengan judul Analisis Determinan Status Gizi Balita di Permukiman Padat Penduduk Bantaran Sungai Kelurahan Paledang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kecamatan Bogor Tengah dan Kelurahan Paledang yang telah memberikan perizinan dan bantuan para kader posyandu sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mama dan Bapa, abang Edward Ronaldo, dan adikku Nelly Octaviani dan Rivaldo Abednego atas dukungan moril, materil, doa, cinta serta kasih sayangnya. Terima kasih juga untuk sahabat terbaik dan tersayang Meirisa Rahmawati atas bantuan dalam penelitian dan dukungan serta semangat bersama dengan Yohanes. Tidak lupa terima kasih untuk Gizi Masyarakat 46.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih banyak kekurangan. Namun penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua.

(13)
(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Kegunaan Penelitian 3

KERANGKA PEMIKIRAN 4

METODE 6

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 6

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 9

Karakteristik Contoh 11

Status Gizi 12

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Contoh 13

Pengetahuan Gizi Ibu 20

Pola Asuh 22

Karakteristik Rumah 26

Status Kesehatan 30

Tingkat Kecukupan Zat Gizi 32

Pengaruh Variabel Karakteristik Sosial Ekonomi, Pola Asuh, Skor

Morbiditas dan Tingkat Kecukupan terhadap Status Gizi 34

SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36

LAMPIRAN 39

(15)
(16)

DAFTAR TABEL

1 Variabel, data, dan metode pengukuran 7

2 Sebaran contoh menurut usia 11

3 Sebaran contoh menurut jenis kelamin 11

4 Sebaran contoh menurut status gizi 12

5 Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan status gizi 12 6 Sebaran contoh menurut kelompok usia orang tua dan status gizi 13 7 Rata-rata usia orang tua contoh menurut status gizi 14 8 Sebaran contoh menurut tingkat pendidikan orang tua dan status gizi 14 9 Rata-rata lama pendidikan orang tua menurut status gizi 15 10 Sebaran contoh menurut pekerjaan orang tua dan status gizi 16 11 Sebaran contoh menurut besar keluarga dan status gizi 17 12 Rata-rata besar keluarga menurut status gizi contoh 17 13 Rata-rata alokasi pengeluaran perkapita per bulan keseluruhan contoh

terhadap makanan 18

14 Rata-rata alokasi pengeluaran bukan makanan perkapita per bulan

keseluruhan contoh 18

15 Rata-rata pengeluaran perkapita per bulan keluarga contoh menurut

status gizi 19

16 Sebaran contoh menurut kategori pengeluaran perkapita contoh dan

status gizi 19

17 Rata-rata skor pengetahuan gizi ibu menurut status gizi contoh 20 18 Sebaran contoh menurut skor pengetahuan gizi ibu dan status gizi 21 19 Sebaran contoh menurut jawaban pertanyaan mengenai pengetahuan

gizi 21

20 Rata-rata skor pola asuh makan ibu menurut status gizi 22 21 Sebaran contoh menurut jawaban pernyataan pola asuh makan contoh 23 22 Sebaran contoh menurut kategori skor pola asuh makan dan status gizi 23 23 Rata-rata skor pola asuh kesehatan ibu menurut status gizi 24 24 Sebaran contoh menurut kategori skor pola asuh kesehatan dan status

gizi 24

25 Sebaran contoh menurut jawaban pernyataan pola asuh kesehatan ibu

dan status gizi 25

26 Rata-rata skor karakteristik rumah menurut status gizi 26 27 Sebaran contoh menurut kategori skor karakteristik rumah dan status

gizi 27

28 Sebaran contoh menurut karakteristik rumah dan status gizi 27 29 Sebaran contoh menurut kejadian sakit dan status gizi 30

30 Sebaran contoh menurut jenis penyakit 31

31 Sebaran contoh menurut jenis penyakit dan status gizi 31 32 Rata-rata kecukupan zat gizi contoh menurut status gizi 32 33 Rata-rata tingkat kecukupan zat gizi contoh menurut status gizi 33

DAFTAR GAMBAR

(17)

2 Peta Kecamatan Bogor Tengah 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Karakteristik rumah dan keadaan lokasi penelitian 39

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertambahan penduduk merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi Indonesia sebagai negara yang berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya tercatat naik sekitar tiga hingga empat juta jiwa. Angka ini setara dengan jumlah kelahiran bayi di wilayah Indonesia yang setiap harinya mencapai 10.000 bayi (Alimoeso 2012).

Jumlah penduduk akan berpengaruh terhadap kebutuhan akan permukiman. Sehingga bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan akan perkembangan permukiman. Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin banyaknya lahan yang dijadikan permukiman penduduk. Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012, telah melakukan pemberian bantuan sarana dan prasarana utilitas perumahan sebanyak 781 unit rumah, bantuan stimulan untuk pembangunan dan perbaikan rumah swadaya sebanyak 30.587 unit, serta fasilitasi pembangunan rusun sebanyak 5 twin block (Pemda Jabar 2012). Pemberian bantuan tersebut menjadi bukti nyata meningkatnya perkembangan permukiman penduduk.

Namun adanya pertambahan penduduk yang cukup tinggi tidak didukung dengan ketersediaan wilayah yang layak untuk dijadikan lahan hunian. Hal tersebut menyebabkan banyak penduduk yang tidak mendapatkan wilayah layak huni untuk dijadikan tempat tinggal. Permalasahan itulah yang menjadi penyebab peningkatan lahan kumuh di Indonesia. Selain itu kemiskinan juga merupakan salah satu penyebab terjadinya peningkatan lahan kumuh di Indonesia.

Pada bulan September 2012, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11.66%) (BPS 2012). Seperti yang diungkapkan Keman (2005), masyarakat kecil berpenghasilan rendah tidak mampu memenuhi persyaratan mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bahkan untuk rumah tipe Rumah Sangat Sederhana (RSS). Sebaliknya pemerintah dan swasta pengembang perumahan tidak dapat memenuhi kebutuhan perumahan untuk masyarakat. Hal tersebut menimbulkan masalah sosial yang serius dan menumbuhkan lingkungan permukiman kumuh (slum area) dengan gambaran berhubungan erat dengan kemiskinan, kepadatan penghuninya tinggi, sanitasi dasar perumahan yang rendah sehingga tampak jorok dan kotor yaitu tidak ada penyediaan air besih, sampah yang menumpukdan banyaknya vektor penyakit, terutama lalat, nyamuk dan tikus.

(19)

2

pernyataan tersebut, diketahui bahwa masalah perumahan dapat berdampak pada permasalahan lainnya, termasuk permasalah penduduk.

Permukiman yang berada disepanjang daerah bantaran sungai juga seringkali menjadi penanda permukiman kumuh. Umumnya kriteria permukiman yang berada dibantaran sungai termasuk dalam kriteria permukiman kumuh seperti kepadatan penduduk tinggi, kerapatan bangunan tinggi, drainasi sempit dan dangkal, tata letak bangunan tidak teratur, sanitasi rumah buruk, konstruksi bangunan tidak teratur, jalan sempit dan sanitasi lingkungan buruk. Akibatnya khalayak yang bermukim di wilayah dengan lingkungan hidup seperti ini menjadi rentan terhadap berbagai macam penyakit (Pudjiastuti 2002).

Penduduk yang tinggal di daerah bantaran sungai, kondisi rumah tinggal dan kebiasaan hidupnya seringkali menjadi pemicu masalah kesehatan tidak hanya terjadi pada orang dewasa. Anak-anak termasuk balita yang tinggal ditempat tersebut juga. Menurut kerangka konsep UNICEF dalam menanggulangi masalah gizi, sanitasi merupakan penyebab yang mendasari di level keluarga bahkan penyakit adalah penyebab langsung terjadinya permasalahan gizi.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai ―Analisis Determinan Status Gizi Balita di Permukiman Padat Penduduk Bantaran Sungai Kelurahan Paledang‖.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan pokok-pokok permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah hubungan antara karakteristik sosial keluarga dengan status gizi balita Kelurahan Paledang?

b. Bagaimanakah hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita Kelurahan Paledang?

c. Bagaimanakah hubungan antara hubungan antara pola asuh dengan status gizi balita Kelurahan Paledang?

d. Bagaimanakah hubungan antara hubungan antara karakteristik rumah dengan status gizi balita Kelurahan Paledang?

e. Bagaimana hubungan antara skor morbiditas balita dengan status gizi balita Kelurahan Paledang?

f. Bagaimana hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dengan status gizi balita Kelurahan Paledang?

g. Determinan apa yang menggambarkan status gizi balita di permukiman padat penduduk bantaran sungai Kelurahan Paledang?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

(20)

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

1. Menganalisis karakteristik sosial ekonomi contoh dan keluarga contoh yang mencakup usia, jenis kelamin dan status gizi contoh serta tingkat pendidikan, pekerjaan, pengeluaran, besar keluarga dan pengetahuan gizi ibu.

2. Menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh dengan status gizi balita.

3. Menganalisis hubungan pola asuh yang mencakup pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi balita.

4. Menganalisis hubungan karakteristik rumah mencakup kondisi rumah, sumber air dan sarana pembuangan limbah rumah tangga.dengan status gizi balita

5. Menganalisis hubungan skor morbiditas dengan status gizi balita.

6. Menganalisis hubungan tingkat kecukupan energi dan protein balita terhadap status gizi balita.

7. Menganalisis pengaruh variabel sosial ekonomi, pola asuh, karakteristik rumah, skor morbiditas dan tingkat kecukupan terhadap status gizi.

Kegunaan Penelitian

(21)

4

KERANGKA PEMIKIRAN

Masa balita adalah masa dimana pertumbuhan dan perubahan berjalan pesat. Pada masa ini juga ketergantungan balita akan bantuan orang disekitarnya mulai berkurang seiring dengan berkembangnya kemampuan dan pengendalian tubuh.Pada masa ini pula terjadi perubahan pola makan seperti ketidaksukaan terhadap makanan tertentu. Meskipun ketergantungan balita dengan lingkungan sudah semakin berkurang, namun balita masih membutuhkan bantuan dari lingkungan disekitarnya. Balita adalah periode transisi dari makanan bayi ke makanan dewasa dimana dengan kondisinya yang belum mampu mengurus dirinya sendiri sepenuhnya sehingga membutuhkan bantuan orang lain.

Ibu memegang peranan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan balita karena pola asuh secara umum dilakukan oleh ibu. Adanya karakteristik lain dari lingkungan sekitar dan karakteristik ibu itu sendiri, akan membentuk kualitas balita. Hal yang dibentuk oleh pola asuh ibu tidak hanya kepribadian balita melainkan juga konsumsi balita. Konsumsi balita akan menentukan angka kecukupan gizi balita sesuai dengan karakteristik balita itu sendiri. Hal tersebut akan berpengaruh pada status gizi balita. Pola asuh lainnya yang penting yang dilakukan ibu adalah pola asuh kesehatan karena anak mempelajari kebiasaan hidup sehat dari lingkungan disekitarnya. Pola asuh yang diterapkan akan mempengaruhi konsumsi pangan balita dan juga status kesehatan balita.

(22)

Keterangan :

= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian Konsumsi pangan

Lingkungan fisik dan sanitasi rumah: Kondisi rumah

Sumber air

Sarana pembuangan limbah rumah tangga

Status kesehatan: - Jenis penyakit - Frekuensi sakit - Lamanya sakit Karakteristik orang tua contoh: Pendidikan

Pekerjaan Pengeluaran Besar keluarga Pengetahuan gizi ibu

Tingkat Kecukupan Gizi

Pola asuh:

 Pola asuh makan  Pola asuh kesehatan

Aktivitas Fisik Karakteristik contoh :

Usia

Jenis kelamin Berat badan

(23)

6

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain penelitian yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah

cross-sectional study. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah. Lokasi penelitian bertempat dimana permukiman penduduk berada di aliran sungai Cisadane. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling) berdasarkan pertimbangan bahwa Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan terpadat di Kota Bogor dan Kelurahan Paledang merupakan salah satu kelurahan dengan kepadatan yang cukup tinggi dengan kriteria lainnya yaitu dilalui oleh sungai Cisadane.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Subjek pada penelitian ini adalah balita 24—59 bulan yang tinggal di permukiman bantaran sungai yang berada di Kelurahan Paledang. Contoh diambil dengan kriteria pengambilan contoh, yaitu tinggal di bantaran sungai dan bersedia ikut dalam penelitian. Jumlah contoh yang akan dijadikan unit penelitian dihitung dengan menggunakan cara berikut:

n =

2 �−1 �2+ α Keterangan :

n = jumlah sampel yang diinginkan

Zα = 1.96

p = prevalensi status gizi balita gizi burukKota Bogor 9,3% (Dinkes 2010) q = 0.907 (1-p)

N = populasi sebesar 256

d2 = presisi (tingkat kesalahan) sebesar 0.1

Diperoleh jumlah sampel minimal yang harus diambil adalah 30 orang balita. Penelitian ini menggunakan 64 orang balita dengan mengambil seluruh balita gizi kurang yang berada di lokasi penelitian yaitu sebanyak 13 orang. Kemudian sebanyak 51 orang balita gizi normal dipilih oleh peneliti dengan secara purposive.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer mencakup karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, dan berat badan), data karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh (pendidikan, pekerjaan, pengeluaran, besar keluarga dan pengetahuan gizi ibu), pola asuh (makan dan kesehatan), status kesehatan dan konsumsi pangan contoh. Data diambil menggunakan kuesioner melalui wawancara, untuk konsumsi pangan contoh digunakan metode food recall 2x24 jam.

(24)

ditanyakan dalam kuesioner ada sebanyak 10 poin pernyataan mencakup riwayat pemberian ASI, cara memberikan makanan pada balita, dan cara ibu membentuk situasi makan anak. Pola asuh kesehatan dalam kuesioner sebanyak 13 pernyataan mencakup perilaku ibu dalam mengajarkan kebiasaan hidup sehat kepada anak balita.Kondisi lingkungan yang dinilai sebanyak 20 pernyataan yaitu mencakup kondisi fisik rumah, sumber air dan sarana pembuangan limbah rumah tangga. Data status kesehatan (morbiditas) diperoleh dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner mengenai frekuensi sakit, lama sakit, jenis penyakit/infeksi yang diderita contoh selama sebulan terakhir. Data tentang jenis penyakit infeksi contoh diperoleh berdasarkan jawaban dari orang tua contoh. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian terlampir (Lampiran 2).

Data status gizi balita didapatkan dari hasil pengukuran berat badan menurut umur dan ditentukan berdasarkan standar baku indeks WHO-NHCS 2005. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data anak balita, profil/gambaran umum lokasi penelitian, profil kesehatan lokasi penelitian, jumlah penduduk dan jumlah balita. Berikut ini adalah tabel mengenai jenis variabel, data, dan metode pengukurannya.

Tabel 1 Variabel, data, dan metode pengukuran

No Variabel Responden Cara Pengumpulan Data

1

timbangan injak digital dengan ketelitian 0.1 kg

kuesioner berisi 13 pernyataan mengenai pola asuh ibu terhadap

kesehatan contoh dan 10

pernyataan mengenai kebiasaan makan contoh

4 Status kesehatan contoh Orang tua

contoh

Wawancara menggunakan

kuesioner mengenai jenis

penyakit, lama terkena penyakit, dan frekuensi terkena penyakit.

5 Status gizi contoh Balita (contoh)

(25)

8

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan diolah dengan menggunakan Microsoft Excell 2007 dan SPSS 16.0 for Windows.

Pengolahan data meliputi beberapa tahap diantaranya pengeditan, pengodean, pengentrian dan analisis. Uji hubungan antar variabel dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman. Uji pengaruh variabel untuk mengetahui pengaruh variabel x terhadap y dilakukan dengan regresi linier berganda metode stepwise.

Data karakteristik contoh yang meliputi umur, jenis kelamin dan konsumsi zat gizi, serta karakteristik orang tua contoh yang mencakup tingkat pendidikan, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan besar keluarga dianalisis secara statistik deksriptif.

Data umur orang tua kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Kelompok usia menurut Papalia dan Old (1998) yang diacu dalam Yustika (2012) dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu remaja (<20 tahun), dewasa awal (20–40 tahun), dewasa madya (41–65 tahun) dan dewasa akhir (>65 tahun).

Data karakteristik rumah, pola asuh makan dan kesehatan dihitung dengan menghitung skor total yang didapat dari masing-masing kelompok pertanyaan. Skoring jawaban akan dinilai dengan rentang 1–3. Skor total yang didapat dari hasil penjumlahan kemudian digunakan untuk membuat kategori kelas berdasarkan skor. Pengkategorian berdasarkan interval kelas data dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut (Slamet 1993) :

Interval kelas = nilai maksimal-nilai minimal jumlah kelas

Data konsumsi pangan yang dikonsumsi oleh balita dihitung kandungan energi dan protein menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dan Daftar Kandungan Gizi Makanan Jajanan (DKGJ). Perhitungan zat gizi ini menggunakan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994) :

Kgij = (Bj/100) X Gij X (BDD/100) Keterangan:

Kgij= Kandungan zat gizi bahan pangan yang dikonsumsi Bj = Berat bahan pangan yang dikonsumsi

Gij= Kandungan zat gizi yang dikonsumsi dalam 100 gram BDD BDD = Bagian bahan pangan yang dapat dimakan (% BDD)

Tingkat kecukupan zat gizi dihitung dari konsumsi per hari yang dibandingkan dengan angka kecukupan zat gizi yang telah ditetapkan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004. Pengukuran tingkat kecukupan energi dan zat gizi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus seperti berikut :

Jumlah konsumsi energi/zat gizi AK Energi atau Gizi yang Dianjurkan

Menurut Anggraeni (2012), konsumsi seseorang dikatakan baik apabila memenuhi 90–110% dari kebutuhan, defisit ringan jika hanya 80–89% kebutuhan, defisit sedang jika 70–79% kebutuhan, dan defisit berat jika kurang dari 70% kebutuhan.

Pengetahuan gizi ibu diukur dengan memberikan 20 pertanyaan yang berupa pilihan ganda. Jawaban yang benar diberi nilai 1 sedangkan jawaban yang salah

(26)

diberi nilai 0. Jumlah jawaban yang benar dijumlah dan dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu : baik jika skor >80%, sedang jika skor berkisar antara 60– 80%, dan kurang jika skor <60% (Khomsan 2000).

Perhitungan status kesehatan responden menggunakan analisis skor morbiditas. Skor morbiditas contoh dihitung dengan cara mengalikan waktu lama sakit yang diderita oleh contoh dan frekuensi sakit yang dialami contoh selama sebulan.

Definisi Operasional

Contoh adalah balita yang berusia 24-59 bulan yang tinggal di daerah bantaran sungai.

Karakteristik rumah adalah kondisi lingkungan fisik rumah tinggal yang mencakup kondisi rumah, sumber air dan sarana pembuangan limbah rumah tangga.

Karakteristik contoh adalah kriteria pada contoh yang dijadikan penilaian antara lain usia, jenis kelamin dan berat badan.

Karakteristik orang tua contoh adalah kriteria pada orang tua contoh yang mencakup pendidikan, pekerjaan, pengeluaran per kapita per bulan dan besar keluarga.

Pengetahuan gizi ibu adalah kemampuan ibu dalam memahami mengenai zat gizi, baik kegunaan maupun sumbernya, serta pengaruhnya terhadap kesehatan.

Pola asuh adalah cara yang dilakukan ibu dalam mengasuh contoh baik dari segi makan maupun kesehatan.

Konsumsi pangan adalah makanan yang dikonsumsi oleh contoh selama dua hari pengamatan, mencakup jenis dan jumlah makanan.

Food recalladalah metode yang digunakan untuk mengetahui kuantitas makanan

yang dikonsumsi 2x24 jam menggunakan formulir food recall.

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh contoh yang diukur menggunakan berat badan contoh yang kemudian disesuaikan dengan usia contoh dan kriteria penilaian didasarkan pada WHO NHCS

Skor morbiditas yaitu salah satu indikator status kesehatan yang diperoleh dengan mengalikan frekuensi sakit dengan lamanya terkena penyakit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

(27)

10

yaitu perumahan/permukiman seluas 524.24 Ha, bangunan umum (kantor dan pertokoan) seluas 15.61 Ha, pemakaman 2.95 Ha, untuk lahan pertanian 0.45 Ha dan lain lain. Jumlah penduduk di kecamatan Kota Bogor Tengah berdasarkan data BPS tahun 2010 sebesar 101398 jiwa dan 25738 rumah tangga. Dari total penduduk kecamatan Kota Bogor Tengah tersebut terdapat 51296 jiwa penduduk laki-laki dan 50102 jiwa penduduk perempuan dengan rasio jenis kelamin sebesar 102. Ini berarti bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan, atau dengan kata lain setiap 102 penduduk laki-laki terdapat 100 penduduk perempuan.

Jika dilihat dari penyebaran penduduk, kelurahan Tegallega mempunyai jumlah penduduk terbesar di kecamatan Kota Bogor Tengah yaitu sebesar 18.35% dengan kepadatan penduduk 15127 jiwa/km2, urutan kedua adalah kelurahan Paledang yaitu sebesar 11.36% dengan kepadatan penduduk 6472 jiwa/km2. Sedangkan jumlah penduduk terendah adalah kelurahan Pabaton yaitu sebesar 2.97% dengan kepadatan penduduk 4773 jiwa/km2.

Kelurahan Paledang memiliki luas areal 178 Ha dengan jumlah RT sebanyak 58 RT dan jumlah RW sebanyak 13 RW. Letak kondisi geografis Kelurahan Paledang berada + 700 M di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata per tahun 3000 – 4000 Mm dan keadaan suhu rata-rata 30 oC. Bagian utara dibatasi Kelurahan Pabaton, bagian selatan dibatasi Kelurahan Gudang, bagian barat dibatasi Kelurahan Panaragan dan bagian timur dibatasi Kelurahan Babakan. Jumlah penduduk pada tahun 2012 menunjukkan bahwa terdapat 10143 jiwa dengan 2736 KK terdapat di Kelurahan Paledang. Sebanyak 5183 penduduk berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 4960 berjenis kelamin perempuan.

Gambar 2 Peta Kecamatan Bogor Tengah

(28)

sama dengan 96 jiwa per hektar diberi nilai indeks 100. Nilai indeks berkisar dari 0—100. Nilai 100 menunjukkan bahwa kepadatan penduduk di kota tersebut merupakan kepadatan yang ideal (BPS 2013). Apabila dibandingkan kriteria BPS, baik Kecamatan Bogor Tengah maupun Kelurahan Paledang memiliki indeks kepadatan penduduk yang cukup besar. Kepadatan penduduk di lokasi tersebut memiliki nilai yang lebih besar dari 96 jiwa/hektar. Pada Kecamatan Bogor Tengah kepadatannya sebesar 193 jiwa/hektar dan kepadatan Kelurahan Paledang adalah 151 jiwa/hektar.

Apabila dibandingkan dengan pemukiman kumuh, meskipun di beberapa tempat dan beberapa kriteria di lokasi menunjukkan adanya indikasi yang hampir sesuai dengan pemukiman kumuh, namun lokasi yang menjadi tempat penelitian tidak sepenuhnya sesuai dengan lingkungan kumuh. Secara umum konsep permukiman kumuh mengandung dua pengertian, yaitu; daerah slums dan daerah

squatter. Daerah slums merupakan daerah-daerah permukiman yang diakui, tetapi karena kemiskinan yang diderita penghuninya sehingga tidak dapat membiayai pembangunan lingkungannya. Sedangkan daerah squatter adalah permukiman kumuh dan miskin yang diperoleh dengan cara melanggar hukum, yaitu dengan cara menempati ruang-ruang publik terbuka yang semestinya tidak diperuntukkan bagi permukiman dan penghunian. Squatter (hunian liar) ini biasanya menjarah ruang-ruang terbuka perkotaan yang berbahaya, karena cenderung dibangun dipinggir kali, dibawah jembatan, taman-taman, pinggiran rel kereta api dan di banyak tempat berbahaya lainnya (Ismail 2000).

Karakteristik Contoh Usia dan Jenis Kelamin

Karakteristik contoh yang diidentifikasi dalam penelitian adalah umur dan jenis kelamin contoh. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan usia contoh menurut bulan.

Tabel 2 Sebaran contoh menurut usia

Kelompok usia (bulan) n %

24–35 19 29.69

36–47 22 34.38

48–59 23 35.94

Total 64 100

Tabel 2 menjelaskan bahwa persentase jumlah contoh hampir sama besarnya untuk tiap kelompok usia. Selisih jumlah contoh masing-masing kelompok tidak terlalu besar. Namun, jumlah contoh yang terbesar adalah pada kelompok usia 48-59 bulan. Berikut adalah sebaran contoh menurut jenis kelamin.

Tabel 3 Sebaran contoh menurut jenis kelamin

Jenis kelamin n %

Laki-laki 31 48.44

Perempuan 33 51.56

(29)

12

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa sebagian besar (lebih dari separuh) contoh yang digunakan dalam penelitian berjenis kelamin perempuan. Meskipun lebih banyak contoh perempuan, namun selisih jumlahnya tidak terlalu besar.

Status Gizi

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam keadaan normal, dimana kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan akan berkembang mengikuti pertambahan umur (Supariasa et al. 2001). Pada penelitian ini, status gizi contoh ditentukan berdasarkan berat badan menurut usia mengacu pada z-skor. Berikut adalah sebaran contoh menurut status gizi

Tabel 4 Sebaran contoh menurut status gizi

Status Gizi n % tergolong dalam status gizi normal sehingga persentase contoh dengan status gizi normal lebih besar dibandingkan dengan status gizi kurang. Namun karena penelitian ini menggunakan seluruh balita gizi kurang di lokasi penelitian, maka apabila dibandingkan dengan keseluruhan balita yang terdapat di lokasi, persentase balita kurang yang ada di lokasi penelitian adalah sebesar 5.10%. Persentase gizi kurang ini lebih kecil jika dibandingkan dengan dengan persentase status gizi kurang provinsi Jawa Barat sebesar 9.90% (Depkes 2010).

Persentase gizi kurang di lokasi penelitian ini juga memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan penelitian Vinod di Nagpur. Hasil penelitian Vinod tersebut menunjukkan hasil bahwa balita di permukiman yang cenderung kumuh memiliki persentase balita gizi kurang yang lebih tinggi dibandingkan gizi normal (Vinod et al. 2012). Kemudian apabila dilihat berdasarkan sebaran status gizi balita menurut jenis kelamin, maka dijelaskan dalam tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh menurut jenis kelamin dan status gizi

Jenis kelamin Gizi kurang Gizi normal

(30)

ini sesuai dengan penelitian Sab’atmaja yang menghitung prevalensi gizi kurang di provinsi Papua, Aceh, Lampung dan Yogyakarta menunjukkan bahwa masalah gizi yang dialami anak Indonesia lebih banyak terjadi pada laki-laki. Masalah gizi pada balita laki-laki akan mempengaruhi daya saing kualitas sumber daya manusia dimasa akan datang, terlebih bila masalah gizi yang sifatnya kronis dan

akut (Sab’atmaja et al. 2010).

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Pradhan di Nepal yang menunjukkan hasil sebaliknya, yaitu balita perempuan mempunyai persentase lebih besar dalam masalah gizi baik pada masalah gizi yang berupa underweight, stunting maupun wasting (Pradhan et al. 2006). Menurut Suhardjo (1985) menyatakan kemungkinan gizi kurang pada balita perempuan lebih tinggi disebabkan karena adanya pola sosial kebudayaan berupa pembagian makan dalam keluarga yang lebih mengutamakan laki-laki dibandingkan perempuan.

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Contoh

Masa dewasa awal merupakan waktu untuk membentuk kemandirian pribadi dan ekonomi. Masa dewasa pertengahan merupakan masa dimana bertambahnya kepedulian terhadap badan sendiri dan meningkatnya refleksi tentang arti hidup. Masa dewasa akhir merupakan masa penyesuaian terhadap menurunnya kekuatan dan kesehatan, serta masa pensiun dan berkurangnya pendapatan (Santrock 1996).

Berdasarkan kelompok usia tersebut, usia ayah dan ibu contoh dikategorikan kemudian dibedakan berdasarkan status gizi contoh. Berikut adalah sebaran kelompok usia orang tua contoh menurut status gizi contoh.

Tabel 6 Sebaran contoh menurut kelompok usia orang tua dan status gizi

(31)

14

antara jumlah total antara ayah dan ibu, hal tersebut disebabkan adanya beberapa contoh yang tidak memiliki ayah. Contoh yang tidak memiliki ayah tersebut disebabkan karena terjadinya perceraian sehingga ayah contoh tersebut tidak dicantumkan dalam data.

Berikut adalah rata-rata usia orang tua contoh yang dibagi berdasarkan kelompok status gizi contoh.

Tabel 7 Rata-rata usia orang tua contoh menurut status gizi

Status Gizi

Rata-rata usia ayah pada kelompok gizi normal lebih besar dibandingkan dengan kelompok gizi kurang. Namun sebaliknya, usia ibu pada kelompok gizi kurang lebih besar dibandingkan dengan gizi normal. Akan tetapi berdasarkan rata-rata, baik ayah maupun ibu kedua kelompok contoh berada dalam kelompok usia yang sama yaitu dewasa madya (20-40 tahun). Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.1) pada usia ayah dan ibu kedua kelompok contoh.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pola konsumsi. Menurut Mufidah (2012), tingkat pendidikan mempengaruhi gaya hidup masyarakat karena karena tinggi rendahnya pendidikan masyarakat akan mempengaruhi terhadap pola perilaku, sikap dan kebutuhan konsumsi mereka. Selain itu, pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak (Soetjiningsih 1995). Berikut adalah sebaran pendidikan orang tua contoh.

Tabel 8 Sebaran contoh menurut tingkat pendidikan orang tua dan status gizi

Ayah Ibu

Tingkat pendidikan

Gizi kurang Gizi normal Gizi kurang Gizi normal

n % n % n % n %

(32)

tingkat pendidikan sekolah menengah. Jika dibandingkan antara kedua kelompok contoh, maka dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan ayah maupun ibu contoh pada kelompok gizi normal berada dalam tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok gizi normal.

Pendidikan ayah peranannya erat pada pendapatan (income) yang dihasilkan oleh keluarga. Hasil penelitian Tarigan menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap pendapatan meskipun ada beberapa keahlian yang tidak memerlukan pendidikan dalam tingkatan tertentu. Namun Tarigan menyatakan bahwa pendidikan tetap mempunya hubungan terhadap pendapatan. Meningkatkan pendapatan adalah salah satu dari sekian banyak fungsi pendidikan (Tarigan 2006).

Pendidikan ibu dan status gizi hubungannya lebih pada pola asuh yang dilakukan ibu. Menurut Saputra (2012), ketika tingkat pendidikan rendah, maka pengetahuan mereka terhadap kesehatan dan gizi menjadi rendah sehingga pola konsumsi gizi untuk anak menjadi tidak baik. Pada penelitian yang dilakukan di Sumatera Barat tersebut menunjukkan orang tua dengan tingkat pendidikan rendah (SD/tidak tamat SD) memiliki risiko yang besar terhadap kualitas gizi anak dengan probabilitas risiko gizi buruk 5.699 kali lebih besar dibandingkan dengan orang tua denganpendidikan yang lebih tinggi, yaitu SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi (Saputra 2012).

Apabila dibandingkan antara tingkat pendidikan ibu dan ayah, maka yang lebih berpengaruh langsung pada status gizi balita adalah tingkat pendidikan ibu karena hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola asuh ibu pada balita. Berikut ada rata-rata lama pendidikan ayah dan ibu contoh kedua kelompok contoh berdasarkan tahun.

Tabel 9 Rata-rata lama pendidikan orang tua menurut status gizi

Status Gizi

Lama pendidikan dalam tahun (rata-rata ± SD)

Ayah Ibu

Gizi kurang 9.90 ± 3.80 8.70 ± 3.10

Gizi normal 10.10 ± 2.60 9.60 ± 3.00

Total contoh 9.94 ± 3.56 9.41 ± 3.03

Berdasarkan Tabel 9, maka dapat dibandingkan lama pendidikan ayah dan ibu kedua kelompok contoh. Baik ayah maupun ibu kelompok contoh gizi normal memiliki nilai lama pendidikan yang lebih besar dibandingkan kelompok contoh gizi kurang. Bahkan nilai kelompok gizi normal nilainya lebih besar dibandingkan rata-rata keseluruhan contoh. Meskipun begitu, hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.1) pada tingkat pendidikan ayah dan ibu kedua kelompok contoh.

Jika dibandingkan dengan penelitian lainnya, tingkat pendidikan di lokasi penelitian cukup baik. Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Malau (2012) di tepian Teluk Nibung, dimana sebanyak 20% contoh tidak bersekolah. Sebagian besar tingkat pendidikan orang tua contoh di lokasi penelitian juga memenuhi kebijakan nasional wajib belajar 9 tahun. Kecuali pada ibu kelompok balita gizi kurang.

(33)

16

hubungan yang signifikan (p > 0.05) terhadap status gizi. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Maharashtra, India. Penelitian yang dilakukan Griffith (2004) tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu terhadap berat badan menurut usia. Griffith dalam penelitian menyatakan bahwa tidak semua lokasi dalam penelitiannya memiliki hubungan yang signifikan pada pendidikan ibu dengan status gizi.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Griffith, hasil penelitian menunjukkan hasil sebaliknya ada pada penelitian Abuya yang dilakukan di daerah kumuh (slum) di Afrika. Hasil penelitian Abuya menunjukkan hasil yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita. Abuya, dalam penelitiannya menemukan bahwa tingkat pendidikan ibu menjadi prediktor kuat dalam menentukan status gizi balita (Abuya et al. 2012).

Pendidikan ayah juga tidak memiliki hubungan signifikan (p > 0.05) dengan status gizi. Hal tersebut diduga disebabkan karena pengasuhan contoh secara umum dilakukan oleh ibu sehingga pendidikan ayah tidak berpengaruh pada status gizi balita contoh. Penelitian yang menunjukkan hasil yang sama dilakukan di Medan oleh Yudi (2008).

Pekerjaan

Pekerjaan orang tua yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun sekunder (Soetjiningsih 1995). Berikut adalah sebaran pekerjaan yang dimiliki oleh orang tua contoh.

Tabel 10 Sebaran contoh menurut pekerjaan orang tua dan status gizi

Pekerjaan

(34)

Besar Keluarga

Jumlah anggota keluarga biasanya dapat digunakan untuk menggambarkan kesejahteraan suatu keluarga. Besar kecilnya dari suatu jumlah keluarga juga dapat mempengaruhi pola konsumsi yang ada dalam keluarga (Mufidah 2012). Menurut Hurlock (1993), kategori keluarga dibagi menjadi tiga kelompok menurut jumlah anggota keluarganya yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7

orang) dan besar (≥ 8 orang).

Berikut adalah sebaran ukuran keluarga contoh yang dibagi menurut kelompok status gizi contoh.

Tabel 11 Sebaran contoh menurut besar keluarga dan status gizi

Besar Keluarga keluarganya termasuk dalam kategori sedang. Persentase kategori keluarga kecil lebih besar pada kelompok contoh status gizi baik dibandingkan dengan kelompok contoh status gizi kurang. Sebaliknya, persentase keluarga besar lebih tinggi pada kelompok status gizi kurang. Berdasarkan hasil uji beda, tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.1) pada besar keluarga kedua kelompok contoh.

Tabel 12 Rata-rata besar keluarga menurut status gizi contoh

Status Gizi Rata-rata besar keluarga

Gizi kurang 5.62 ± 2.40

Gizi normal 5.14 ± 1.30

Total contoh 5.23 ± 1.57

Rata-rata besar keluarga contoh gizi kurang memiliki nilai yang lebih besar baik dibandingkan dengan kelompok gizi normal maupun keseluruhan contoh. Rata-rata besar keluarga contoh memiliki nilai yang cukup besar jika dibandingkan dengan rata-rata ukuran keluarga nasional yaitu 4 orang dan Jawa Barat yaitu sebesar 3.8 orang (BPS 2011).

(35)

18

Pengeluaran

Pendapatan digunakan untuk membiayai penggunaan barang dan jasa ataupun kebutuhan pokok, dapat berupa makanan maupun bukan makanan. Pembiayaan yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut termasuk dalam pengeluaran keluarga. Pengeluaran, baik makanan maupun bukan makanan dapat menggambarkan bagaimana keluarga contoh dalam mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya. Berikut adalah alokasi pengeluaran keseluruhan contoh terhadap makanan.

Tabel 13 Rata-rata alokasi pengeluaran perkapita per bulan keseluruhan contoh terhadap makanan

Pengeluaran berdasar jenis

pangan (perkapita per bulan) Total (Rp) %

Makanan pokok 87655 22.49

Lauk hewani 190090 48.77

Berdasarkan Tabel 13, pengeluaran pangan keluarga contoh paling besar ada pada kelompok bahan pangan lauk hewani dan yang terendah adalah sayuran. Hal tersebut menunjukkan bahwa keluarga contoh jauh lebih banyak mengalokasikan pengeluaran untuk lauk hewani dibandingkan sayuran. Hal tesebut bisa disebabkan karena harga pangan hewani yang memiliki harga relatif mahal dibandingkan dengan pangan lainnya. Sama seperti penelitian Purwanitini (2010) di Sragen yang menunjukkan bahwa umumnya pengeluaran lebih besar pada pangan hewani karena harganya yang mahal, meskipun dikonsumsi dalam jumlah yang relatif kecil tetap membuat nilai rata-rata pengeluarannya besar.

Adapun bahan makanan yang termasuk dalam makanan pokok dalam tabel adalah beras, terigu, mie, bihun, roti dan umbi. Pada lauk hewani yang digunakan adalah ikan, daging ayam dan sapi, telur dan susu. Sedangkan lauk nabati adalah tahu, tempe dan oncom. Bahan pangan yang digolongkan sebagai kelompok lainnya adalah minyak, gula, teh, kopi dan bumbu. Selain pengeluaran untuk makanan, ada pula pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bukan makanan. Berikut adalah rincian pengeluaran bukan makanan.

Tabel 14 Rata-rata alokasi pengeluaran bukan makanan perkapita per bulan keseluruhan contoh

Jenis pengeluaran (perkapita per bulan) Total (Rp) %

(36)

Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui bahwa rata-rata alokasi pengeluaran non pangan keluarga contoh yang terbesar adalah untuk perumahan. Aspek yang termasuk dalam perumahan adalah biaya untuk sewa rumah, listrik, air maupun gas. Sedangkan yang termasuk dalam kategori lainnya adalah biaya untuk rokok, arisan dan kredit barang, yang juga memiliki persentase yang cukup besar, terutama untuk rokok. Sementara alokasi pengeluaran terendah adalah untuk kesehatan seperti biaya berobat maupun membeli obat-obatan karena pada umumnya keluarga contoh ditanggung oleh jamsostek ataupun jamkesda. Sebagian lainnya biasa berobat di puskesmas yang biayanya relatif murah.

Pengeluaran perkapita per bulan merupakan gambaran rata-rata pengeluaran yang dilakukan tiap individu dalam keluarga contoh selama satu bulan. Untuk mengetahui alokasi pengeluaran perkapita per bulan, berikut adalah rata-rata pengeluaran perkapita per bulan keluarga contoh.

Tabel 15 Rata-rata pengeluaran perkapita per bulan keluarga contoh menurut status gizi

Berdasarkan Tabel 15, diketahui bahwa rata-rata pengeluaran perkapita perbulan kedua kelompok contoh dialokasikan lebih besar untuk pengeluaran makanan dibandingkan bukan makanan. Namun persentase pengeluaran pangan pada kelompok contoh gizi normal lebih besar dibandingkan dengan kelompok contoh gizi kurang. Apabila dilihat rata-rata pengeluaran kedua kelompok contoh, terlihat bahwa nilainya lebih besar pada kelompok contoh gizi normal dibandingkan dengan gizi kurang. Namun hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pengeluaran kedua kelompok contoh, baik pengeluaran makanan maupun bukan makanan.Kemudian pengeluaran total perkapita per bulan dikategorikan menjadi kelompok miskin dan tidak miskin, sesuai dengan garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat September 2012 yaitu sebesar Rp. 202.104. Hasilnya ditunjukkan seperti pada Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran contoh menurut kategori pengeluaran perkapita contoh dan status gizi

(37)

20

Meskipun sebagian besar keluarga contoh tidak tergolong sebagai keluarga miskin, pengeluaran makanannya memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan pengeluaran bukan makanan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Munparidi (2010) yang menunjukkan hasil bahwa keluarga tidak miskin juga memiliki proporsi pengeluaran makan yang lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran bukan makanan.

Hasil uji hubungan antara total pengeluaran per kapita per bulan dengan status gizi contoh menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p>0.1). Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara pengeluaran perkapita keluarga contoh dengan status gizi contoh. Penelitian Glewwe di Vietnam juga menunjukkan bahwa tidak ada korelasi nyata antara pengeluaran perkapita dengan status gizi (Glewwe et al. 2003). Penelitian Glewwe tersebut menunjukkan hasil bahwa pada lokasi dengan masalah gizi tertinggi justru memiliki nilai pengeluaran yang terbesar. Glewwe menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitiannya tersebut terdapat keraguan untuk menggunakan pengeluaran sebagai variabel yang dapat mempengaruhi status gizi.

Pengetahuan Gizi Ibu

Peranan ibu biasanya yang paling banyak berpengaruh dalam pembentukan kebiasaan makan anak-anak di dalam rumah karena ibulah yang mempersiapkan makanan, mulai dari mengatur menu, berbelanja, memasak, menyiapkan makanan serta mengajarkan tata cara makan terhadap anak-anaknya. Pengetahuan serta kesukaan ibu terhadap jenis makanan tertentu sangat berpengaruh terhadap hidangan-hidangan yang disajikan setiap harinya (Suhardjo 1989).

Berikut adalah rata-rata skor pengetahuan gizi yang dibedakan menurut status gizi contoh.

Tabel 17 Rata-rata skor pengetahuan gizi ibu menurut status gizi contoh Status Gizi Skor pengetahuan gizi ibu (rata-rata ± SD)

Gizi kurang 62.69 ± 3.01

Gizi normal 70.59 ± 4.09

Total contoh 68.98 ± 14.15

Rata-rata skor pengetahuan gizi ibu pada kelompok contoh gizi kurang memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata kelompok contoh gizi normal maupun rata-rata keseluruhan contoh. Hasil yang menunjukkan skor pengetahuan gizi ibu lebih besar pada balita gizi normal sama dengan hasil penelitian Kurniawati (2012). Akan tetapi, hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada skor pengetahuan gizi ibu kedua kelompok contoh.

(38)

Berikut adalah sebaran pengetahuan gizi ibu berdasarkan status gizi contoh.

Tabel 18 Sebaran contoh menurut skor pengetahuan gizi ibu dan status gizi Kategori skor pengetahuan gizi ibu Gizi kurang Gizi normal

n % n %

Rendah 3 23.08 11 21.57

Sedang 10 76.92 29 56.86

Baik 0 0.00 11 21.57

Total 13 100 51 100

Berdasarkan Tabel 18, dapat diketahui bahwa dalam kategori skor pengetahuan gizi rendah, persentase nilai kelompok contoh status gizi kurang lebih besar dibandingkan dengan kelompok contoh status gizi normal. Meskipun persentase pada kategori skor sedang lebih besar kelompok status gizi kurang, namun tidak ada yang tergolong pada kategori skor tinggi pada kelompok tersebut. Sementara pada kelompok status gizi normal, terdapat contoh yang skor pengetahuan gizi ibunya termasuk dalam kategori skor tinggi. Baik kelompok status gizi kurang maupun normal, sebagian besar termasuk dalam kategori skor pengetahuan gizi sedang.

Untuk mengetahui alokasi jawaban ibu contoh terhadap masing-masing pertanyaan mengenai pengetahuan gizi, berikut adalah sebaran berdasarkan jawaban mengenai pernyataan pengetahuan gizi.

Tabel 19 Sebaran contoh menurut jawaban pertanyaan mengenai pengetahuan gizi

No Pertanyaan n %

1 Zat gizi untuk pertumbuhan anak 14 21.88

2 Makanan tambahan ASI 58 90.63

3 Buah mengandung vitamin C 26 40.63

4 Jenis makanan pendamping ASI 43 67.19

5 Usia anak diberikan makanan seperti dewasa 39 60.94

6 Berat lahir minimal 22 34.38

7 Kandungan sinar matahari pagi 24 37.50

8 Waktu yang paling baik untuk sinar matahari 61 95.31

9 Larutan untuk diare 56 87.50

10 Manfaat imunisasi 60 93.75

11 Zat gizi untuk mencegah anemia 47 73.44

12 Kelompok makanan mengandung protein hewani 63 98.44

13 Pemberian ASI 55 85.94

14 Zat gizi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh 37 57.81

15 Usia pemberian ASI 55 85.94

16 Kandungan vitamin dalam buah 60 93.75

17 Pemberian vitamin A 26 40.63

18 Kondisi bayi saat vaksinasi 62 96.88

19 Jenis imunisasi DPT 38 59.38

(39)

22

Jika dijabarkan berdasarkan jawaban, maka pertanyaan yang paling banyak dijawab benar oleh ibu contoh adalah pertanyaan mengenai kondisi bayi saat vaksinasi. Sebanyak lebih dari 90% ibu contoh mengetahui mengenai kondisi bayi saat dilakukan vaksinasi. Sebaliknya, pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan salah oleh ibu contoh adalah pertanyaan mengenai zat gizi untuk pertumbuhan anak. Hanya 14 contoh dari 64 contoh yang mengetahui zat gizi yang mendukung pertumbuhan anak.

Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa pengetahuan gizi ibu tidak memiliki hubungan signifikan (p>0.1) dengan status gizi contoh. Hal ini diduga karena pengetahuan gizi yang dimiliki oleh ibu tidak mempengaruhi praktek yang dilakukan ibu dalam pengasuhan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Gabriel pada tahun 2008. Pada penelitian Gabriel (2008) mengenai perilaku keluarga sadar gizi dimana apabila responden tergolong baik dalam berperilaku Kadarzi merupakan ibu memiliki kemampuan untuk mengenali serta mengatasi masalah gizi anggota keluarganya, menunjukkan bahwa. Hasil uji statistik dalam penelitian tersebut menunjukkan tidak ada korelasi yang nyata antara pengetahuan gizi dan perilaku Kadarzi ibu.

Pola Asuh

Pengasuhan didefinisikan sebagai cara-cara memberi makan, merawat, mengajar dan menuntun anak yang dilakukan oleh individu dan keluarga. Sehingga praktek pengasuhan terdiri dari tiga hal penting, yaitu cara pemberian makan, perawatan kesehatan anak dan stimulasi kognitif anak. Hal ini sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang berkualitas (UNICEF dalam Khomsan 2010).

Pola Asuh Makan

Kebiasaan makan yang baik dimulai dirumah atas bimbingan dari orang tua, baik itu ibu, ayah dan anggota keluarga lainnya, seperti kakak, nenek atau pembantu. Tabel dibawah ini merupakan sebaran kategori skor pola asuh makan berdasarkan status gizi.

Tabel 20 Rata-rata skor pola asuh makan ibu menurut status gizi Status Gizi Skor pola asuh makan (rata-rata ± SD)

Gizi kurang 25.46 ± 3.23

Gizi normal 25.21 ± 2.94

Total contoh 25.26 ± 2.98

(40)

dengan status gizi kurang. Hasil penelitian Nikmawati menunjukkan bahwa pada kelompok contoh dengan intervensi pendidikan gizi memiliki nilai yang lebih besar pada sikap dan praktek dibandingkan dengan kelompok kontrol (Nikmawati 2009).Apabila dilihat berdasarkan jawaban ibu contoh mengenai pola asuh makan, maka berikut adalah sebarannya.

Tabel 21 Sebaran contoh menurut jawaban pernyataan pola asuh makan contoh

Tidak Kadang Ya

Berdasarkan Tabel 21, dapat diketahui pola asuh makan keseluruhan contoh berdasarkan jawaban kuesioner. Jawaban yang diberikan ibu contoh dibagi menjadi 3 pilihan jawaban tidak pernah, kadang-kadang dan selalu untuk kemudian dilakukan skoring. Diketahui bahwa banyak dari ibu contoh yang mengaku memberikan makanan atau minuman pada contoh sebelum usia contoh 6 bulan. Sebagian contoh juga tidak dibiasakan makan tiga kali dalam satu hari. Selain itu, separuh dari contoh tidak makan dengan waktu yang teratur. Kemudian data skor pola asuh makan dikategorikan berdasarkan interval kelas yang dhitung menurut rumus Slamet (1993). Hasil pengkategorian skor pola asuh dijelaskan pada Tabel 22.

Tabel 22 Sebaran contoh menurut kategori skor pola asuh makan dan status gizi Kategori skor pola asuh makan Gizi kurang Gizi normal

n % n % antara contoh berstatus gizi kurang dan baik. Berdasarkan persentasenya, dapat diketahui bahwa kategori skor rendah dan tinggi lebih besar pada kelompok contoh gizi kurang. Hanya pada kategori skor rendah yang memiliki persentase lebih besar pada kelompok gizi normal.

(41)

24

status gizi. Pola asuh tidak berpengaruh terhadap status gizi namun dalam penelitian tersebut pola asuh berhubungan terhadap tingkat kecukupan zat gizi contoh (Masithah 2005).

Pola Asuh Kesehatan

Selain pola asuh makan, pola asuh kesehatan juga dinilai dalam penelitian ini. Sama halnya dengan pola asuh makan, pola asuh kesehatan dinilai melalui skor yang didapat dari pernyataan pada kuesioner. Berikut adalah rata-rata skor pola asuh kesehatan menurut status gizi.

Tabel 23 Rata-rata skor pola asuh kesehatan ibu menurut status gizi Status Gizi Skor pola asuh kesehatan (rata-rata ± SD)

Gizi kurang 33.40 ± 2.80

Gizi normal 34.49 ± 2.20

Total contoh 34.25 ± 2.40

Berbeda dengan pola asuh makan, skor pola asuh kesehatan mempunyai nilai yang lebih besar pada kelompok gizi normal. Kelompok gizi normal juga mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan rata-rata keseluruhan contoh. Hal ini serupa dengan penelitian Lutviana yang menunjukkan pada balita gizi normal, lebih banyak yang tergolong dalam kategori pola asuh baik (Lutviana dan Budiono 2010).Sama halnya dengan pola asuh makan, pengkategorian skor pola asuh kesehatan dilakukan menurut perhitungan Slamet (1993).

Berikut adalah hasil dari kategori skor pola asuh kesehatan berdasarkan kelompok status gizi.

Tabel 24 Sebaran contoh menurut kategori skor pola asuh kesehatan dan status gizi

Kategori skor pola asuh kesehatan Gizi kurang Gizi normal

n % n %

Kurang 0 0.00 0 0.00

Sedang 3 23.08 1 1.96

Baik 10 76.92 50 98.04

Total 13 100 51 100

(42)

Tabel 25 Sebaran contoh menurut jawaban pernyataan pola asuh kesehatan ibu dan status gizi

Pernyataan Pilihan Gizi Kurang Gizi Normal

Jawaban n % n %

Kebiasaan mengajak ke Posyandu Tidak pernah 0 0.00 1 1.96

Kadang 2 15.38 4 7.84

Selalu 11 84.62 46 90.20

Kebiasaan mencuci tangan sebelum

menyiapkan makanan

Tidak pernah 1 7.69 1 1.96

Kadang 6 46.15 13 25.49

Selalu 6 46.15 37 72.55

Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan Tidak pernah 1 7.69 4 7.84

Kadang 5 38.46 9 17.65

Selalu 7 53.85 38 74.51

Kebiasaan mencuci tangan setelah buang air Tidak pernah 0 0.00 1 1.96

Kadang 1 7.69 0 0.00

Selalu 12 92.31 50 98.04

Kebiasaan menggunting kuku Tidak pernah 0 0.00 0 0.00

Kadang 1 7.69 3 5.88

Selalu 12 92.31 48 94.12

Kebiasaan mencuci mainan anak Tidak pernah 6 46.15 25 49.02

Kadang 6 46.15 20 39.22

(43)

26

rumah. Kebiasaan lainnya sudah dilakukan dengan cukup sering oleh ibu contoh dan sebagian besar contoh melakukan hal tersebut, terutama pada kebiasaan mandi dua kali sehari.

Berdasarkan hasil uji hubungan, pola asuh penelitian memiliki hubungan dengan status gizi balita (p<0.1). Pola asuh kesehatan yang diteliti dalam penelitian ini juga mencakup kemampuan ibu dalam melakukan praktek higiene, diantaranya seperti kebiasaan mencuci tangan, membersihkan mainan maupun mengajarkan kebiasaan mandi atau menggosok gigi. Praktek higiene adalah salah satu faktor yang dapat bepengaruh terhadap status anak. Menurut banyak penelitian, ibu dengan pengetahuan gizi yang rendah tidak selalu peduli dengan keamanan pangan yang dapat menjadi jalan untuk organisme menyebabkan penyakit yang dapat mempengaruhi status kesehatan anak. Infeksi yang mengacu pada kontaminasi makanan dan peralatan makan dapat menjadi salah satu atribut terhadap fasilitas yanginadekuat dalam rumah tangga dan buruknya praktek sanitasi dalam menyiapkan makanan, kombinasi hal ini dengan inadekuatnya asupan makanan dapat menyebabkan malnutrisi (Akorede et al. 2013).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hugama (2011) di India menunjukkan bahwa pada keluarga dengan distrik terbaik umumnya mempunyai kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setiap selesai menggunakan toilet dan sebelum makan dan hanya sebagian kecil keluarga pada distrik yang lebih buruk melakukan kebiasaan serupa. Hasil penelitian juga menunjukkan kebiasaan membersihkan tangan pada anak yang terkena diare seminggu sebelum survei menunjukkan bahwa sekitar 80% anak tersebut tidak mencuci tangan mereka setelah dari kamar mandi (Hungama 2011).

Karakteristik Rumah

Menurut Hendrik L Blum dalam Siregar et al. (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan antara lain adalah faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya. Dalam Tabel 26 dijelaskan kategori skor karakteristik rumah yang dibagi berdasarkan status gizi contoh.

Tabel 26 Rata-rata skor karakteristik rumah menurut status gizi Status Gizi Skor karakteristik rumah (rata-rata ± SD)

Gizi kurang 44.31 ± 3.99

Gizi normal 47.86 ± 4.81

Total contoh 47.14 ± 4.85

Berdasarkan Tabel 26, skor karakteristik rumah pada kelompok gizi kurang mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan total keseluruhan contoh dan kelompok gizi normal. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.1) pada skor karakteristik rumah dari kedua kelompok contoh (gizi kurang dan gizi normal).

(44)

Tabel 27 Sebaran contoh menurut kategori skor karakteristik rumah dan status gizi

Kategori skor karakteristik rumah Gizi kurang Gizi normal

n % n % kurang, skor karakteristik rumah lebih didominasi pada skor sedang. Namun pada kelompok contoh status gizi normal, lebih banyak pada kategori skor baik. Keadaan sanitasi yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit, seperti diare, kecacingan, dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan gizi. Seseorang yang mengalami kekurangan gizi akan mudah terserang penyakit dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa 2001).

Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan kebersihan lingkungan berpengaruh terhadap pengasuhan anak. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta semakin dekat dengan pelayanan dan sarana kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi (Soekirman 2000).

Tabel 28 Sebaran contoh menurut karakteristik rumah dan status gizi

Variabel Pilihan jawaban Gizi kurang Gizi normal

n % n %

Jenis lantai Tanah 0 0.00 0 0.00

Kayu/bambu/tanah dan plester 0 0.00 2 3.92

Keramik/ubin/tegel/semen 13 100.00 49 96.08

Dinding Bambu/triplek kayu 0 0.00 0 0.00

Ada, terbuka sehingga udara bisa keluar masuk 4 30.77 33 64.71

(45)

28

Variabel Pilihan jawaban Gizi kurang Gizi normal

n % n %

Di luar pekarangan, tanpa penampungan/di

tanah/langsung ke got/sungai 13 100.00 48 94.12

Ada, penampungan terbuka di pekarangan 0 0.00 1 1.96

Pekarangan/lubang terbuka/sungai 12 92.31 42 82.35

Tempat sampah tertutup/kantong 1 7.69 9 17.65

Tempah

buang air

limbah

Pekarangan/kolam 12 92.31 25 49.02

Saluran air/pembuangan/got terbuka 1 7.69 21 41.18

Saluran air/pembuangan/got tertutup 5 9.80

Tabel 28 menunjukkan karakteritik rumah yang dinilai dalam penelitian ini. Berdasarkan kriteria diatas, dilakukan skoring dengan nilai 1-3. Data pada Tabel 28 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh memiliki lantai yang terbuat dari keramik dan hanya sebagian kecil contoh yang masih menggunakan tanah plester.

Sebagian besar dinding contoh juga sudah terbuat dari tembok dan hanya sebagian kecil yang menggunakan kayu. Menurut Dirjen Cipta Karya dalam Keman (2005), dinding rumah kedap air yang berfungsi untuk mendukung atau menyangga atap, menahan angin dan air hujan, melindungi dari panas dan debu dari luar, serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya. Atap rumah pada kedua kelompok contoh, memiliki proporsi yang hampir sama antara yang menggunakan genteng dan seng.

(46)

suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis. Tersedianya udara segar dalam rumahatau ruangan amat dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik dan overcrowded maka akan menimbulkan keadaan yang dapat merugikan kesehatan. Rumah yang memenuhi syarat ventilasi baik akan mempertahankan kelembaban yang sesuai dengan temperatur kelembaban udara (Azwar 1990).

Sebagian besar contoh pada kedua kelompok contoh memiliki kondisi rumah yang hanya bisa dimasuki matahari di beberapa ruangan saja. Begitu pula dengan kepemilikan kamar mandi, sebagian besar contoh sudah memiliki kamar mandi sendiri meskipun masih ada yang menggunakan sungai sebagai tempat mandi.

Sebagian besar sampel juga sudah memiliki jamban dan saluran pembuangan limbah. Meskipun begitu, sebagian besar contoh membuang air limbahnya ke sungai. Hanya sedikit contoh yang mempunyai saluran penampungan pembuangan limbah. Contoh umumnya membuat saluran yang langsung berakhir di sungai. Sebagian besar saluran air limbah tersebut berbentuk tertutup.

Pada kelompok gizi normal, kepemilikan tempat sampah lebih besar persentasenya dibandingkan dengan kelompok gizi kurang. Begitu pula dengan septik tank, lebih banyak contoh dari kelompok gizi normal yang memilik septik tank. Namun secara umum masih cukup banyak contoh yang tidak mempunyai septik tank. Sama halnya dengan air limbah, limbah buangan (feses) dibuang langsung ke sungai.

Hanya sebagian kecil dari contoh yang memiliki kandang ternak dalam rumah. Kandang ternak yang ada di rumah contoh umumnya adalah kandang burung ataupun kandang ayam. Luas ruangan/orang yang dimiliki oleh contoh dibagi menjadi kurang, cukup dan baik. Pada kelompok contoh dengan status gizi kurang, sebagian besar termasuk dalam kategori kurang.Luas ruangan yang dianggap baik adalah >10 m2/ orang, cukup apabila luas ruangan 7-10 m2/orang dan kurang apabila luar ruangan <7m2/orang. Luas bangunan rumah yang tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarganya akan menyebabkan overcrowded.

Rumah yang terlalu padat bisa menyebabkan tingginya angka kejadian penyakit karena kebersihan rumah yang kurang, fasilitas yang kurang memadai, penularan penyakit yang cepat jika ada anggota keluarga yang sakit, dan privasi anggota keluarga akan terganggu (Sukarni dalam Yustika 2012).

Semua contoh dalam penelitian menggunakan air ledeng sebagai air yang dikonsumsi keseharian. Namun masih ada sampel yang menggunakan air sungai sebagai air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan lain selain konsumsi seperti untuk mandi maupun mencuci.

Meskipun masih ada contoh yang buang air di sungai langsung, namun sebagian besar contoh memiliki jamban. Hanya saja jamban tersebut tidak memiliki septic tank. Hanya sebagian contoh yang mempunyai septic tank dan persentasenya lebih besar pada kelompok dengan status gizi normal. Tidak hanya membuang air limbah dan limbah buangan ke sungai, sebagian besar contoh juga membuang sampah langsung ke sungai. Gambar karakteristik rumah contoh dan keadaan lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

(47)

30

menunjukkan persamaan dengan penelitian Soblia (2009) di Banjarnegara yang menunjukkan hasil bahwa kondisi sanitasi dan lingkungan fisik mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap status gizi balita. Penelitian yang dilakukan di Nigeria dengan meneliti Environmental Quality Index (EQI) yaitu yang mencakup air, sanitasi, kondisi rumah dan saluran pembuangan menunjukkan hasil yang sejalan dimana terdapat pengaruh yang signifikan antara karakteristik rumah dengan status gizi. Dalam penelitian tersebut juga dikaitkan hubungannya dengan kondisi perumahan yang padat. Ketika kepadatan penduduk di suatu daerah tinggi, dapat menyebabkan adanya tekanan yang lebih besar pada fasilitas dan pemeliharaan kualitas lingkungan hidup yang dapat menyebabkan infeksi dan mempengaruhi terjadinya malnutrisi (Samuel et al. 2008).

Status Kesehatan

Status kesehatan contoh dinilai berdasarkan kejadian penyakit yang terjadi selama sebulan terakhir. Berikut adalah sebaran kejadian sakit contoh menurut status gizi.

Tabel 29 Sebaran contoh menurut kejadian sakit dan status gizi

Kejadian sakit Gizi kurang Gizi normal

n % n %

Tidak pernah sakit 0 0 14 27.45

Pernah sakit 13 100 37 72.55

Total 13 100 51 100

Berdasarkan Tabel 29, dapat diketahui bahwa semua contoh yang tergolong dalam status gizi kurang pernah mengalami sakit selama sebulan terakhir. Namun pada kelompok gizi normal, ada contoh yang tidak mengalami kejadian sakit selama sebulan terakhir.

Menurut Supariasa (2001), mekanisme patofisiologi penyakit infeksi dengan malnutrisi dapat terjadi bermacam-macam, seperti penurunan asupan gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi, dan kebiasaan mengurangi makanan pada saat sakit.

Penyebab langsung gizi kurang pada anak adalah makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi. Timbulnya KEP tidak hanya karena kurang makan tetapi juga karena penyakit, terutama diare dan ISPA. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering terkena diare atau demam akhirnya dapat menderita KEP. Sebaliknya, anak yang tidak memperoleh makanan yang cukup dan seimbang, daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian anak mudah diserang infeksi dan kurang nafsu makan sehingga anak kurang nafsu makan. Apabila keadaan ini terus berlangsung maka anak dapat menjadi kurus (Soekirman 2000). Jenis penyakit yang diteliti adalah beberapa jenis penyakit infeksi diantaranya ISPA, diare, demam berdarah dan penyakit kulit.

Gambar

Gambar 1  Bagan kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1 Variabel, data, dan metode pengukuran
Tabel 9 Rata-rata lama pendidikan orang tua menurut status gizi
Tabel 14 Rata-rata alokasi pengeluaran bukan makanan perkapita per bulan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apa saja permasalahan dan bagaimana cara mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh Bank BRI dalam prosedur pembukaan rekening giro rupiah pada Bank Rakyat Indonesia

[r]

Dalam penyelenggaraan pemerintah Indonesia tentunya Bhineka Tunggal Ika menjadi nilai dasar untuk bertingkah laku, menghargai perbedaan adat istiadat dan suku

[r]

Komputer yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk dapat menimba ilmu dalam jurusan Sistem Komputer Universitas Bina Nusantara... Para rekan Asisten dan Staff

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Juanita (2012), Tiono (2013), Parwati dan Suharjo (2009) menyatakan bahwa variabel ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap

pengembangan pada Kampung Pesindon. Pada tahun 2011, Kampung Pesindon ditetapkan menjadi salah satu destinasi wisata batik di Kota Pekalongan yang mengalami perubahan

Aksesi-aksesi dengan pertumbuhan vegetatif dominan dapat diamati melalui berat kering brankasan tanaman (minus polong). Aksesi dengan komponen produksi yang tinggi