Analisis Keakuratan Kode Diagnosis...( Septina Multisari, Sri Sugiars, dk)37
ANALISIS KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS UTAMA TYPHOID
FEVER BERDASARKAN ICD-10 PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD
KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011
Septina Multisari, Sri Sugiarsi, Nurifa’atul Masudah Awaliah
APIKES Mitra Husada Karanganyar [email protected]
ABSTRAK
Kemampuan petugas coding untuk membaca diagnosis dengan benar, terminologi medis dan berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan berbagai pihak khususnya dokter dan petugas laboratorium pemeriksaan penunjang akan berpengaruh pada keakuratan kode diagnosis. Berdasarkan survei pendahuluan di RSUD Kabupaten Sukoharjo terhadap 15 dokumen rekam medis pasien typhoid fever terdapat 2 (1,41%) dokumen rekam medis yang tidak akurat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keakuratan kode diagnosis utama typhoid fever berdasarkan ICD-10 pada pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo.
Jenis penelitian adalah deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dokumen rekam medis rawat inap dengan diagnosis typhoid fever sebesar 481. Besar sampel sebanyak 80 dokumen rekam medis yang diambil dengan teknik quota sampling. Variabel penelitian adalah keakuratan kode diagnosis dengan analisis data dilakukan secara deskriptif.
Hasil penelitian diperoleh bahwa pelaksanaan kodefikasi diagnosis utama typhoid fever telah sesuai dengan prosedur tetap rumah sakit yang didukung dengan kebijakan ICD-10. Keakuratan kode diagnosis utama typhoid fever adalah 78 (97,44%) dokumen rekam medis dan ketidakakuratan kode diagnosis utama sebesar 2 (2,56%) dokumen rekam medis. Ketidakakuratan kode diagnosis ini disebabkan ketidaktelitian petugas dalam melakukan kodefikasi penyakit typhoid fever, karena ada berkas rekam medis yang berisi keterangan tambahan yang tidak terbaca petugas.
Simpulan dari penelitian ini adalah masih ditemukannya kendala dalam mengkode diagnosis typhoid fever akibat tulisan dokter tidak jelas atau tidak terbaca serta ketidaktelitian petugas dalam membaca keterangan tambahan yang ada di dalam berkas rekam medis. Disarankan kepada petugas coding untuk lebih teliti dalam mengkode diagnosis typhoid fever dan berkomunikasi dengan dokter untuk memperjelas tulisannya dalam mendiagnosis penyakit.
Kata kunci : Keakuratan, Diagnosis, ICD-10, Typhoid Fever Kepustakaan : 15 (1998 – 2010)
PENDAHULUAN
BerdasarkanPeraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentangrekam medis, berkas yang berisikan catatan dandokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien, dimana salah satu pelayanannya adalah pengelolaan dokumen rekam medis pasien diantaranya mengkode diagnosis dan tindakan terhadap pasien. Proses
pengkodean diagnosis pasien di rumah sakit menggunakan buku ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth Revision) yang penggunaannya diberlakukan sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50/MENKES/SK/I/1998 tentang klasifikasi statistik internasional mengenai penyakit. Oleh karena itu, seluruh diagnosis dan hasil laboratorium yang tertulis dalam dokumen rekam medis pasien harus dikode secara
akurat dan tepat, termasuk penyakit typhoid fever.
Keakuratan kode diagnosis utama typhoid fever pada dokumen rekam medis dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu anamnese, hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnosis utama. Hal ini menuntut kemampuan petugas coding untuk membaca diagnosis dengan benar, memahami terminologi medis dan berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan berbagai pihak khususnya dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien dan petugas laboratorium pemeriksaan penunjang (Hatta, G. 2010).
Typhoid Fever sebagai penyakit menular sering dijumpai di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar higiene dan sanitasi yang rendah, khususnya di Indonesia yang menjadi endemis dan bisa menjadi wabah. Typhoid Fever disebabkan oleh bakteri salmonella typhi, yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu adanya strain salmonella typhi yang resisten terhadap antibiotik dan tersedianya vaksin yang efektif, aman, dan murah (Arief, TQ. 2001).
Berdasarkan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI (2005) sepuluh besar penyakit terbanyak pasien rawat inap di Indonesia, penyakit typhoid fever berada pada peringkat kedua dengan jumlah kasus 18.116 dengan proporsi 3,15 %. Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo, typhoid fever ada diurutan kedua daftar 10 besar penyakit tahun 2011 yaitu sekitar 481 pasien. Pada survei pendahuluan di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Sukoharjo ditemukan ketidakakuratan kode diagnosis utama typhoid fever sebanyak 2 dokumen rekam medis rawat inap dari 15 dokumen rekam medis yang diambil secara acak pada periode tahun 2011. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengambil judul “Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Utama Typhoid Fever Berdasarkan ICD-10 pada Pasien Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011”.
Tujuan umum untuk mengetahui keakuratan kode diagnosis utama typhoid feverberdasarkan ICD-10 pada pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011.
Keakuratan Kode
Akurat dan akurasi memiliki kesamaan arti yaitu kecermatan, ketelitian, ketepatan. Pengertian kode adalah tanda (kata-kata, tulisan) yang disepakati untuk maksud tertentu (untuk menjamin kerahasiaan berita pemerintah, dsb) kumpulan peraturan yang bersistem, kumpulan prinsip yang bersistem (Depdiknas, 2001).
Adapun sistem pengkodean yang digunakan di Indonesia adalah ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth Revision), dimana ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth Revision) adalah klasifikasi statistik internasional tentang penyakit dan masalah kesehatan berisi pedoman untuk merekam dan memberi kode penyakit (WHO, 2005).
Analisis Keakuratan Kode Diagnosis...( Septina Multisari, Sri Sugiars, dk)39
Diagnosis
Diagnosis adalah kata yang digunakan dokter untuk menyebut suatu penyakit atau gangguan kesehatan seseorang atau suatu keadaan yang menyebabkan seseorang memerlukan, mencari, mendatangi atau menerima asuhan medis dan pelayanan kesehatan.
Macam-macam Diagnosis, antara lain:
a. Diagnosis Utama (Principal Diagnoses)
Merupakan suatu
diagnosis/kondisi kesehatan yang menyebabkan pasien memperoleh perawatan atau pemeriksaan yang ditegakkan pada akhir episode pelayanan dan bertanggung jawab atas kebutuhan sumber daya pengobatannya.
b. Diagnosis Sekunder
Merupakan diagnosis yang menyertai diagnosis utama pada saat pasien masuk atau yang terjadi selama episode pelayanan. c. Diagnosis Komplikasi
Merupakan penyakit yang timbul dalam masa pengobatan dan memerlukan pelayanan tambahan sewaktu episode pelayanan, baik yang disebabkan oleh kondisi yang ada atau muncul sebagai akibat dari pelayanan yang diberikan kepada pasien.
d. Diagnosis Kedua, Ketiga (Co Morbid)
Merupakan diagnosis dari penyakit penyerta diagnosis utama bukan berasal dari penyakit utamanya atau sudah ada sebelum diagnosis utama ditemukan(Hatta, G. 2010).
Typhoid Fever
Typhoid adalah suatu penyakit pada kasus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang di sebabkan oleh salmonella typhi, paratyphi type A, B, C penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Kumalla, 1998).
Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Mansjoer, 2001).
Demam Typhoid dan Paratyphoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Demam paratyphoid menunjukkan manifestasi yang sama dengan typhoid namun biasanya lebih ringan (Mansjoer, 2001).
Tata Cara Pengkodean
1. Identifikasi pernyataan yang akan diberi kode dan merujuk ke seksi yang tepat pada indeks alfabet.
2. Cari letak lead term.
3. Baca dan ikuti tuntunan setiap catatan yang tampak dibawah lead term. 4. Baca setiap istilah dalam tanda kurung
sesudah lead term (modifier ini tidak mempengaruhi nomor kode).
5. Ikuti dengan hati-hati setiap rujukan silang (“see” dan “see also”) yang ditemukan di indeks.
6. Rujuk ke daftar tabular untuk verifikasi kecocokan nomor kode yang dipilih. 7. Baca tuntunan setiap inclusion atau
exclusion term dibawah kode yang dipilih atau dibawah bab, blok atau judul kategori.
8. Tentukan kode (WHO, 2005).
METODE
Jenis penelitian ini adalahdeskriptif. Rancangan penelitian yang digunakan adalahretrospektif dimana peneliti mengumpulkan data-data yang ada pada masa lalu atau yang pernah terjadi(Arief, TQ. 2004).Populasidari penelitian ini adalah dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosis utama typhoid fever di RSUD Kabupaten Sukoharjo tahun 2011 sebanyak 481 dokumen.
Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dengan jenis pengambilan sampel secara kuota sampling, Dalam penelitian ini peneliti menginginkan sebanyak 80 dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan typhoid fever.Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalahchek list, pedoman wawancara. Cara pengumpulan data dengan observasi, wawancara.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
1. Tata Cara Kodefikasi Diagnosis Typhoid Fever Berdasarkan ICD-10 Pada Pasien Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo
Proses pengkodean di RSUD Kabupaten Sukoharjo menggunakan ICD-10 atau buku bantu agar tidak terjadi salah mengkode diagnosis pasien rawat inap.Tata cara pengkodean penyakit typhoid fever menurut hasil observasi petugas RSUD Kabupaten Sukoharjo sebagai berikut: a. Menentukan bagian dari istilah
diagnosis yang dijadikan kata kunci (Lead Term) untuk digunakan sebagai panduan dan menelusurinya di Alphabetical Index.
b. Memilih Alphabetical Index to Diseases and Nature of Injury. c. Kemudian tentukan huruf awal
dari lead term yang akan dicari dari diagnosis typhoid fever. d. Menentukan pilihan nomor kode
istilah diagnosistyphoid fever. e. Mencocokkan kode yang
diperoleh di volume 3 ICD-10 dengan yang ada di volume 1 ICD-10 dengan memperhatikan semua perintah, keterangan, includes, excludes, use additional code dan lain-lain yang menyertainya.
Analisis Keakuratan Kode Diagnosis...( Septina Multisari, Sri Sugiars, dk)41 Berdasarkan wawancara yang
dilakukan terhadap petugas coding diketahui bahwa petugas telah melakukan pengkodean sesuai dengan prosedur pengkodean penyakit. Untuk mempercepat proses pengkodean di RSUD Kabupaten Sukoharjo menggunakan buku bantu yang berisi kode-kode penyakit. Khususnya kasus yang sering terjadi di rumah sakit sehingga membantu petugas dalam mengkode penyakit typhoid fever dengan cepat. Selain itu, petugas coding sudah mengetahui kode diagnosis yang sering muncul dengan kode-kode diagnosis penyakit sehingga petugas langsung memberi kode diagnosis pasien pada ringkasan masuk dan keluar (RM-1). Apabila petugas coding mengalami kesulitan dalam membaca tulisan dokter yang tidak jelas atau tidak terbaca, petugas coding menanyakan kepada dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien yang bersangkutan.
2. Keakuratan Kode Diagnosis Typhoid Fever Berdasarkan ICD-10 Pada Pasien Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo
Keakuratan kode diagnosis typhoid fever berdasarkan ICD-10 dapat diidentifikasi menjadi kode yang akurat dan tidak akurat. Di RSUD Kabupaten Sukoharjo diagnosis typhoid fever dikode dengan A01.0 untuk pasien yang terdiagnosis typhoid fever oleh dokter. Berdasarkan hasil
analisis yang dilakukan terhadap dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan keluhan typhoid fever dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.1
Analisis Akurasi Kode Diagnosis typhoid Fever N o Keakuratan Kode Dokumen Rekam Medis Jml Prosen tase Ket. 1 Kode Akurat 78 97,44 % 2 Kode Tidak Akurat 2 2,56% Tidak Terkod e Jumlah 80 100%
Sumber Data : Hasil Pengolahan Data
a. Prosentase Kode Diagnosis Typhoid Fever yangAkurat
Berdasarkan hasil analisis akurasi kode diagnosis typhoid fever pasien rawat inapdi RSUD Kabupaten Sukoharjo tahun 2011ada 78 (97,44%) dokumen rekam medis yang akurat dari 80 dokumen rekam medis. Keakuratan kode diagnosis ini dapat dilihat dari hasil pengamatan terhadap dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosis utama typhoid fever yaitu pada formulir ringkasan riwayat masuk dan keluar (RM-1).
b. Prosentase Kode Diagnosis Typhoid Fever yang Tidak Akurat Berdasarkan hasil analisis akurasi kode diagnosistyphoid fever pasien rawat inapdi RSUD Kabupaten Sukoharjo tahun 2011ada2 (2,56%) dokumen rekam medis yang tidak akurat dari 80 dokumen rekam medis.Ketidakakuratan kode diagnosis ini dapat dilihat dari hasil pengamatan terhadap dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan typhoid fever pada lampiran 21 dapat ditunjang dengan kode diagnosis tidak akurat karena disebabkan oleh kurangnya ketelitian petugas dalam melakukan kodefikasi penyakit typhoid fever, dan petugas hanya membaca ringkasan masuk dan keluar pasien.
Hal lain yang berpengaruh terhadap ketidakakuratan kode diagnosis adalah tulisan dokter yang tidak jelas atau tidak terbaca oleh petugas coding dan petugas coding langsung memberi kode diagnosis pada ringkasan masuk dan keluar (RM-1), tidak mengkonfirmasikan kepada dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien.
B. Pembahasan
1. Tata Cara Kodefikasi Diagnosis Utama Typhoid Fever Berdasarkan ICD-10
Pada Pasien Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo
Pelaksanaan pengkodean di RSUD Kabupaten Sukoharjo petugas coding menetapkan kodefikasi penyakit dengan buku bantu. Buku bantu berisi kumpulan kode penyakit yang sering dijumpai di RSUD Kabupaten Sukoharjo yang tersusun secara alphabetic. Adapun penetapan kode pada buku bantu berdasarkan ICD-10. Penggunaan buku bantu sangat membantu petugas dalam mengkode diagnosis pasien dengan typhoid fever. Penggunaan buku bantu sangat membantu petugas dalam mengkode diagnosis penyakit pasien dengan cepat dan akurat. Namun dalam pelaksanaan pengkodean petugas mengalami kesulitan dalam membaca tulisan tulisan dokter yang tidak jelas atau tidak terbaca.
2. Keakuratan Kode Diagnosis Typhoid Fever Berdasarkan ICD-10 Pada Pasien Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa prosentase kode diagnosis typhoid fever yang akurat adalah sebesar 78 (97,44%) dokumen rekam medis. Hal ini disebabkan karena kode typhoid fever dalam buku bantu sudah sesuai dengan ICD-10 sehingga penetapan kode pada formulir ringkasan riwayat masuk dan keluar (RM-1) tersebut benar. Hal ini dikarenakan keberadaan formulir
Analisis Keakuratan Kode Diagnosis...( Septina Multisari, Sri Sugiars, dk)43 ringkasan masuk dan keluar (RM-1) ini
sebagai bagian dari penetapan kode dikarenakan formulir ini berisi tentang hal-hal yang mempengaruhi dalam pengkodean diagnosis penyakit yaitu umur, pekerjaan, jenis kelamin, diagnosis penyakit, anamnesa dan keluhan (Depkes, 2006).
Kode diagnosis typhoid fever yang tidak akurat sebesar 2 (2,56%) dokumen rekam medis. Hal ini menunjukkan bahwa masih ditemukan adanya tidak ada kode yang belum sesuai dengan kode diagnosis untuk penyakit typhoid fever yang tercantum dalam ICD-10 meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak. Hal ini disebabkan karena ketidaktelitian petugas sehingga terdapat berkas rekam medis yang terlewat saat penetapan kode diagnosis. Hal ini sesuai dengan teori bahwa tidak dilakukannya tinjauan ulang keseluruhan rekam medis, karena sumber kesalahan utama yang ditemukan dalam pengkodean pada umumnya adalah statemen keputusan diagnosis dan tindakan, yang biasanya terdapat dalam lembar awal. Kemungkinan kesalahan disebabkan oleh pengkodean yang sering dilakukan pada dokumen yang tidak lengkap (Sudra, R I. 2008)
SIMPULAN
1. Tata cara kodefikasi diagnosis utama typhoid fever di RSUD Kabupaten Sukoharjo masih menggunakan
ICD-10 atau buku bantu, tetapi dalam pelaksanaan masih mengalami kendala yang disebabkan oleh penulisan dokter yang tidak jelas atau tidak terbaca.
2. Berdasarkan analisis
keakuratankodediagnosis utama typhoid feverdi RSUD Kabupaten Sukoharjo ditemukan 78 dokumen rekam medis (97,44%) yang akurat dan 2 dokumen rekam medis (2,56%) yang tidak akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, TQ. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta : CSGF (The Community of Self Help Group Forum). hal : 71 __ . 2009. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta : Lembaga Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbit dan Pencetakan UNS. hal : 45
Arikunto, Suharsini. 2010. Prosedur Penelitian(Suatu Pendekatan dan Praktik) Edisi Revisi X. Jakarta : PT Rineka Cipta.
DepDikNas. 2001. Kamus Bahasa Indonesia Edisi ke 3. Jakarta : Balai Pustaka. DepKes RI. 2006. Pengelolaan Rekam
Medis Rumah Sakit Di Indonesia Revisi II, Jakarta.
Hatta, Gemala. 2010. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
Hidayat, A A. 2010. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.
KepMenKes RI. Nomor 50/MENKES/SK/1/1998 tentang Pemberlakuan Klasifikasi Statistik Internasional Tentang Penyakit Revisi Ke-10.
Kumala, Poppy. 1998. Kamus saku kedokteran dorland. Edisi 25. Jakarta.
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta
Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI: Jakarta. (halaman: 421-425)
Notoatmodjo, Soekijdo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi Pertama. Jakarta : PT Rineka Cipta.
PerMenKes RI. Nomor
269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis. Jakarta.
Sudra, R I. 2008. Kompetensi Perekam Medis. Diakses: 22 Maret 2012. http://www.ranocenter.net/modules. php?name=News&file=article&sid =139
Sugiyono. 2007. Statistika untuk penelitian. Revisi terbaru. Bandung : CV Alfabeta. Hal. 27
World Health Organization, 2005. International Statistical Clasification Of Diseases And Related Health Problems(ICD-10, Volume 1), Geneva.
_______________________,
2005.International Statistical Clasification Of Diseases And Related Health Problems (ICD-10, Volume 2), Geneva.
_______________________, 2005. International Statistical Clasification Of Diseases And Related Health Problems (ICD-10, Volume 3), Geneva.