• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN AKURASI KODE DIAGNOSIS UTAMA PASIEN RAWAT INAP BERDASARKAN ICD-10 BANGSAL DAHLIA DI BADAN RSUD SUKOHARJO PERIODE TRIWULAN IV TAHUN 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN AKURASI KODE DIAGNOSIS UTAMA PASIEN RAWAT INAP BERDASARKAN ICD-10 BANGSAL DAHLIA DI BADAN RSUD SUKOHARJO PERIODE TRIWULAN IV TAHUN 2007"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN AKURASI KODE DIAGNOSIS UTAMA PASIEN RAWAT

INAP BERDASARKAN ICD-10 BANGSAL DAHLIA DI BADAN RSUD

SUKOHARJO PERIODE TRIWULAN IV TAHUN 2007

Retno Dwi Astuti1, Riyoko2, Dewi Lena SK2

Mahasiswa APIKES Mitra Husada Karanganyar1, Dosen APIKES Mitra Husada Karanganyar2

ABSTRAK

Hasil pelayanan kesehatan pasien akan dicatat dalam dokumen rekam medis pasien, yang nantinya akan ditentukan kode diagnosis dari kondisi atau penyakit pasien tersebut oleh petugas koding setelah selesai pelayanan. Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui keakuratan kode diagnosis utama pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo periode triwulan ke IV tahun 2007.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan metode observasi dan pendekatan yang digunakan adalah retrospektif. Populasi dari penelitian ini adalah 159 dokumen rekam medis dan besar sample 114 dokumen rekam medis yang ditentukan dengan menggunakan rumus slovin. Tehnik pengambilan sample secara non random sampling.

Prosentase kode diagnosis utama pada RM 1 Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo yang akurat sebesar 63 (55%), kode diagnosis utama yang tidak akurat sebesar 47 (41%) serta diagnosis utama yang tidak dikode sebesar 4 (4%). Ketidakakuratan kode diagnosis utama pada RM 1 Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo terdiri dari kesalahan pada Bab sebesar 6 (13%), pada Blok sebesar 5 (11%), pada Sub Blok sebesar 13 (28%), serta kesalahan pada Digit keempat sebesar 22 (47%). Ketidak akuratan kode diagnosis utama terbesar terletak pada kesalahan Digit keempat, maka diharapkan coder dalam mengkode diagnosis utama lebih memperhatikan kode Digit keempat pada ICD-10 agar diperoleh kode yang tepat dan akurat. Ketidakakuratan kode diagnosis utama tersebut disebabkan kurang tepatnya coder dalam menentukan kondisi utama serta tidak digunakannya aturan reseleksi (MB1– MB5)

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa keakuratan kode diagnosis utama pada RM1 Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo perlu ditingkatkan lagi. Peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara memperhatikan prosedur tetap atau kebijakan rumah sakit yang telah dibuat dan meningkatkan kualitas SDM dengan pelatihan atau pembelajaran tentang pengkodean diagnosis utama pasien berdasarkan ICD-10. Perlu juga dibuatkan daftar singkatan diagnosis utama yang sering digunakan oleh dokter untuk memudahkan coder dalam mengkode serta alokasi ruangan yang baik untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif bagi petugas koding sehingga produktifitas yang diinginkan dapat tercapai.

Kata Kunci : Diagnosis, akurasi kode, ICD-10 Kepustakaan : 13 (1991 – 2008)

PENDAHULUAN

Salah satu alasan pasien datang ke pelayanan kesehatan adalah untuk memeriksakan kondisi kesehatannya dari penyakit yang diderita maupun cedera seperti kecelakaan, penganiayaan, keracunan dan lain- lain. Hasil pelayanan kesehatan

pasien akan dicatat dalam dokumen rekam medis pasien, yang nantinya akan ditentukan kode diagnosis dari kondisi atau penyakit pasien tersebut oleh petugas koding setelah selesai pelayanan.

Dalam mengkode diagnosis pasien, petugas koding menggunakan buku ICD-10

(2)

yang sesuai dengan SK Dirjen YanMed no. HK.00.051.4.00744 tahun 1996 tentang “Penggunaan klasifikasi internasional mengenai penyakit revisi ke sepuluh (ICD-10) di rumah sakit”. Petugas koding harus mampu menentukan diagnosis utama pasien yang tercatat dalam dokumen rekam medis pasien rawat inap. Diagnosis utama adalah jenis penyakit utama yang diderita pasien setelah dilakukan pemeriksaan yang lebih mendalam. Diagnosis utama dilihat pada formulir ringkasan masuk dan keluar atau resume. Diagnosis inilah yang harus dikode secara akurat oleh petugas koding. Diagnosis yang akurat adalah diagnosis yang dapat dipertanggungjawabkan karena sudah didukung pemeriksaan yang lengkap. Hasil koding ini selanjutnya akan digunakan sebagai acuan petugas rekam medis untuk mengelompokkan diagnosis pasien tersebut dalam kartu indeks penyakit. Kartu indeks penyakit inilah yang akan digunakan untuk menghitung berbagai angka statistik rumah sakit atau menelusuri data dan informasi tentang diagnosis tertentu untuk berbagai keperluan.

Pengkodean diagnosis utama pasien rawat inap di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo sering tidak sesuai dengan kode pada ICD-10 khususnya pada kode digit keempat. Ketidakakuratan kode diagnosis utama tersebut disebabkan kurang tepatnya coder dalam menentukan kondisi utama serta tidak digunakannya aturan reseleksi (MB1– MB5). Kesalahanan dalam pengkodean ini dapat berpengaruh dalam pelaporan statistik rumah sakit.

Apabila dalam mengkode diagnosis tidak akurat maka dalam pembuatan laporan morbiditas, mortalitas serta penghitungan berbagai angka statistik rumah sakit akan salah atau tidak akurat. Untuk menghasilkan koding diagnosis yang akurat maka petugas koding membutuhkan beberapa informasi tambahan yaitu mengenai What, Why, Who, Where, When (5W), How (1H). Sehingga apabila kode diagnosisnya akurat maka laporan yang dihasilkan juga sesuai. Berdasarkan penelitian (Aprilia, 2003) prosentase keakuratan kode diagnosis utama sebesar 70% maka keakuratan kode diagnosis penyakit akan mempengaruhi kualitas laporan yang akan digunakan untuk evaluasi pelayanan. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul ”Tinjauan Akurasi Kode Diagnosis Utama Pasien Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 Bangsal Dahlia di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo Periode Triwulan Pertama Tahun 2007”.

Tujuan penelitian adalah mengetahui keakuratan kode diagnosis utama pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 Bangsal Dahlia di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo periode triwulan ke IV tahun 2007, Mengetahui jenis pengelompokan diagnosis yang tercantum dalam RM 1 Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo, mengetahui tata cara pengkodean mengenai diagnosis utama berdasarkan ICD-10 di BRSUD Sukoharjo, mengetahui keakuratan kode diagnosis utama pada RM 1 Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo,

(3)

mengetahui prosentase kode diagnosis utama yang akurat dan tidak akurat Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo, mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi keakuratan kode diagnosis utama di BRSUD Sukoharjo

.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rekam Medis

Dalam penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit tidak lepas dari peran serta tenaga rekam medis. Menurut Permenkes No. 269 MENKES/ PER/III/2008 rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. (Depkes RI, 2008).

Sedangkan menurut Dirjen Yanmed No 78 TH 1991, pengertian rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada seseorang pasien selama dirawat di rumah sakit yang dilakukan di unit-unit rawat jalan termasuk unit gawat darurat dan unit rawat inap. (Sabarguna B, 2005).

B. Koding Berdasarkan ICD-10

Koding adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada di dalam rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya di indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk

menunjang pemantauan serta evaluasi kualitas pelayanan kesehatan. (Depkes,1997)

Tujuan dari pemberian kode dengan ICD-10 antara lain mempermudah perekaman yang sistematis, mempermudah analisis, interprestasi dan perbandingan data morbiditas dan mortalitas yang dikumpulkan dari berbagai daerah atau negara pada saat yang berlainan serta menterjemahkan diagnosis penyakit dari kata-kata menjadi kode alfanumerik sehingga mudah untuk penyimpanan, retrival dan analisis data. (K.P.R.I. RSUD Dr. Setomo,1998)

ICD-10 edisi 1992 adalah kepanjangan dari International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem Tenth Revision yaitu klasifikasi tentang statistik internasional tentang penyakit dan masalah kesehatan revisi ke-10. ICD-10 telah digunakan WHO sejak tahun 1993 dimana salah satu anggotanya adalah Indonesia yang diharuskan menggunakan dalam klasifikasi penyakit dan kondisi kesehatan. Dalam praktek ICD-10 merupakan standar klasifikasi diagnosa internasional yang berguna untuk epidemiologi umum dan manajemen kesehatan. Termasuk di dalamnya analisa situasi kesehatan secara umum pada kelompok populasi, monitoring angka kejadian, prevalensi penyakit dan masalah kesehatan dalam hubungannya dengan variabel-variabel lain seperti karakteristik dan keadaan individu yang terkena penyakit. Hal ini juga merupakan hambatan penggunaan ICD-10 untuk penelitian aspek

(4)

keuangan seperti pembayaran pasien atau alokasi resources.

ICD-10 dapat digunakan untuk klasifikasi penyakit dan masalah kesehatan lain yang terdapat pada beberapa macam rekaman tentang kesehatan dan rekaman vital. Dalam ICD-10 diutamakan untuk klasifikasi penyakit dan cedera dengan diagnosa formal tetapi tidak semua problem atau alasan yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan dapat digolongkan dengan cara ini. Akibatnya ICD-10 memberikan variasi yang luas mengenai, tanda, gejala, temuan abnormal, keluhan dan keadaan sosial yang berbeda dengan diagnosis pada rekaman yang berhubungan dengan kesehatan.

ICD-10 adalah klasifikasi dengan sumbu yang bervariasi (Variable Axis Classification) dimana data epidemiologi dan data statistik penyakit dikelompokkan sebagai berikut:

a. Penyakit epidemi

b. Penyakit individual dan umum c. Penyakit spesifik daerah tertentu

d. Penyakit perkembangan (development disease)

e. Cedera

Beberapa model alternatif untuk restruktur ICD utama telah diuji dan keputusan akhir adalah menggunakan sistem alfanumerik, yang akan memberikan keseimbangan yang lebih baik bagi bab-bab dan memungkinkan ruang yang cukup bagi penambahan dan perubahan di masa yang akan datang tanpa merubah kode.

Koding alfanumerik menggunakan satu huruf yang diikuti tiga angka pada tingkat empat karakter. Ukuran bab yang lebih besar ditempati oleh satu angka, yang setiap angkanya dapat menampung 100 kategori tiga karakter. Dari 26 huruf yang tersedia, 25 telah dipakai kecuali huruf U. Hal ini untuk mengantisipasi bila ada perubahan di masa yang akan datang

Struktur ICD-10 dengan tiga kategori karakter adalah:

A 23

Karakter pertama diikuti 2 angka

A s/d Z kecuali U

Kebanyakan kategori tiga karakter dibagi lagi ke dalam subkategori untuk memungkinkan kode dari penyakit yang lebih spesifik, contoh :

A 35 . 9

Karakter diikuti point terakhir pertama 2 angka angka lain C. Faktor-faktor yang Berperan Dalam

Akurasi Kode

Untuk menghasilkan suatu kode yang akurat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu tenaga medis, tenaga rekam medis (selaku petugas koding), dan faktor eksternal. 1. Tenaga Medis

Penetapan diagnosa terhadap pasien merupakan tanggung jawab tenaga medis

(5)

(Dokter, Bidan, Perawat) yang terkait dan diagnosis tidak boleh diubah oleh karena penulisan diagnosis harus sesuai aturan yang terdapat dalam ICD-10.

2. Tenaga Rekam Medis

Tenaga rekam medis yang dimaksud adalah petugas pemberi kode (koder) yang bertangung jawab sebagai pemberi kode dari suatu diagnosa yang sudah ditetapkan oleh tenaga medis. Oleh karena itu harus ada kerjasama yang baik antara koder dengan tenaga medis jika terjadi suatu hal yang kurang jelas atau kurang lengkap sehingga kode yang dihasilkan akan tepat dan akurat. 3. Faktor Eksternal/ Luar

Yaitu faktor di luar petugas koding itu sendiri, misalnya lingkungan kerja, beban kerja dan lain-lain.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini dilihat dari sifatnya termasuk penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan

utama menggambarkan atau

mendeskripsikan tentang keakurasian kode diagnosis utama pada dokumen rekam medis rawat inap berdasarkan ICD-10 secara obyektif tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan keadaan atau variabel yang lain.

Metode penelitian ini adalah metode observasi (pengamatan) yaitu suatu prosedur yang terencana, yang meliputi melihat, mengamati dan mencatat jumlah dan aktifitas tertentu yang berhubungan dengan keakurasian kode diagnosis utama pada

dokumen rekam medis rawat inap berdasarkan ICD-10. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan retrospektif karena dokumen rekam medis yang diteliti adalah dokumen rekam medis pasien rawat inap Bangsal Dahlia di BRSUD Sukohajo periode triwulan IV tahun 2007.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel dapat diartikan sebagai konsep yang nilainya bervariasi. Definisi Operasional adalah cara kerja atau operasionalisme dari variabel yang kita gunakan.

Tabel 1. Variabel Penelitian dan Devinisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional 1. 2. Jenis pengelom pokan diagnosis Tata cara pengkode an Berdasarkan penyakitnya, diagnosis terdiri dari diagnosis utama, diagnosis komplikasi, diagnosis kedua atau diagnosis co-morbid.

Tata cara pengkodean diagnosis utama pasien rawat inap sesuai dengan ICD-10.

3. Akurasi kode diagnosa utama

Akurasi kode diagnosis utama di klasifikasaikan menjadi :

a. Kode akurat adalah penetapan kode alfanumerik terhadap diagnosis pada formulir ringkasan masuk dan keluar sudah sesuai dengan aturan pengkodean berdasarkan ICD-10.

(6)

4. 5. Diagnosis Utama Faktor yang mempeng aruhi akurasi kode adalah penetapan kode alfanumerik terhadap diagnosis pada formulir ringkasan masuk dan keluar tidak sesuai dengan aturan pengkodean berdasarkan ICD-10, dan dikategorikan menurut kesalahan pada Bab, Blok, Sub Blok serta Digit Keempat.

Diagnosis Utama adalah Jenis penyakit utama yang diderita pasien setelah dilakukan pemeriksaan yang lebih mendalam. Faktor yang berpengaruh dalam akurasi kode antara lain tenaga medis, tenaga rekam medis dan faktor eksterna

C. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. (Arikunto, 2002). Populasi dari penelitian ini adalah dokumen rekam medis pasien rawat inap Bangsal Dahlia di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo periode triwulan IV tahuun 2007 yang berjumlah 159 berkas. Sumber data (data sekunder) untuk pengambilan nomor rekam medis pasien rawat inap adalah buku register di Bangsal Dahlia. Data yang dikumpulkan adalah nomor rekam medis pasien yang keluar rumah sakit baik hidup maupun mati Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo pada periode triwulan IV tahun 2007.

Besar sampel ditentukan dengan rumus menurut Slovin: n = N . 1 + N(e)2 Dimana: n = Besar sampel N = Besar populasi

e = Persen kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan yaitu sebesar 5%. Dalam penelitian akurasi kode diagnosis utama pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 Bangsal Dahlia Di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo periode triwulan IV tahun 2007 terdapat 159 dokumen rekam medis atau populasi, dari populasi ini dapat digunakan untuk mencari sampel sebagai berikut : n = N . 1 + N(e)2 = 2

%)

5

(

159

1

159

= 2

)

05

,

0

(

159

1

159

=

0025

,

0

159

1

159

x

=

398

,

0

1

159

=

398

,

1

159

= 113,7

(7)

Dari penghitungan sampel diatas maka dokumen rekam medis (DRM) yang harus di teliti sebanyak 114 DRM.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dengan teknik non random sampling, maksudnya pengambilan sampel bukan secara acak atau random adalah pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat diperhitungkan, tetapi semata - mata hanya berdasarkan kepada segi - segi kepraktisan belaka. Teknik non random sampling yang digunakan yaitu teknik quota sampling, maksudnya pengambilan sampel secara quota dilakukan dengan cara menetapkan sejumlah anggota sampel secara quotum /jatah. Tehnik sampling ini dilakukan dengan cara, pertama – tama menetapkan quotum (jatah). Kemudian jumlah atau quotum itulah yang dijadikan dasar untuk mengambil unit sampel yang diperlukan. Dalam penelitian ini sampel ditetapkan 114 dokumen rekam medis. Anggota populasi manapun yang akan diambil tidak menjadi soal, yang penting jumlah quotum yang sudah ditetapkan dapat dipenuhi. (Notoatmodjo S, 2005)

F. Teknik dan Analisis Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yaitu diagnosis utama pada formulir ringkasan masuk dan keluar (RM 1). Data yang terkumpul dilakukan pengolahan dengan tahap sebagai berikut: Pengumpulan (Collecting) adalah mengumpulkan data yang berupa diagnosis utama dan kode diagnosis utama yang

tertulis dalam formulir ringkasan masuk dan keluar (RM 1) Bangsal Dahlia periode triwulan IV tahun 2007; Edit (Editing) adalah data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap diagnosis utama pasien dilakukan pengkodean kemudian diedit sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu mengetahui akurasi kode diagnosis utama; Klasifikasi (Classification) adalah setelah melalui proses editing maka data dikelompokkan menjadi dua yaitu kode diagnosis utama akurat dan kode diagnosis utama tidak akurat beserta jumlahnya; Tabulasi (Tabulating) adalah dari hasil pengelompokan berdasarkan klasifikasi kode diagnosis utama, data diperjelas dengan dimasukkan ke dalam tabel dan ditampilkan dalam bentuk grafik. Kemudian dilakukan analisis data untuk pelaporan dalam pengambilan keputusan; Memaparkan (Narasi) adalah memaparkan hasil penelitian dalam bentuk kalimat.

Analisa data hasil penelitian menggunakan analisa deskriptif yaitu menguraikan hasil-hasil penelitian di lapangan mengenai keakuratan kode diagnosis utama dengan dianalisis berdasarkan teori-teori yang relevan antara lain ICD-10, Terminologi Medis, dan IPLK (Ilmu Penyakit dan Laboratorium Kesehatan).

(8)

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

1. Jenis Pengelompokan Diagnosis yang Tercantum pada RM 1 Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo

Diagnosis adalah penetapan jenis penyakit tertentu berdasarkan analisis hasil anamnesa dan pemeriksaan yang teliti. Di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo penulisan diagnosis utama pasien rawat inap di tulis pada formulir ringkasan masuk dan keluar (RM 1). Diagnosis yang terdapat pada formulir ringkasan masuk dan keluar (RM 1) ada dua macam yaitu diagnosis utama dan diagnosis komplikasi. Dari diagnosis yang diperoleh ditunjang dengan hasil keterangan atau informasi yang mendukung diagnosis yang terdapat pada formulir lainnya. Pengelompokan jenis formulir pasien rawat inap bangsal dahlia di BRSUD Sukoharjo periode triwulan IV tahun 2007 adalah sebagai berikut :

a. Anamnese ( RM 3 ) b. Suhu,dan nadi ( RM 4 )

c. Perjalanan penyakit perintah dokter dan pengobatan(CM 4)

d. Lembar untuk penempelan hasil pemeriksaan penunjang ( RM 7)

e. Ringkasan keluar atau resume f. (RM 8 )

g. Lembar penempelan salinan resep h. ( RM 19 )

i. Penempelan kores ponden j. ( RM 20 )

k. Pengkajian perawatan(RM20) l. Asuhan keperawatan

m. ( ASKEP )

n. Ringkasan pasien pulang o. ( RM 22 )

Keterangan pada formulir tersebut tidak seluruhnya terisi lengkap, tetapi seluruh formulir RM 1 – RM 22 selalu digunakan. 2. Tata Cara Pengkodean Mengenai

Diagnosis Utama Berdasarkan ICD-10 di BRSUD Sukoharjo

Di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo, diagnosis utama ditulis pada formulir ringkasan riwayat masuk dan keluar (RM 1) dan resume (RM 8) oleh dokter yang merawat pasien. Diagnosis utama ini didapatkan dari penyakit utama yang diderita pasien setelah dilakukan pemeriksaan yang lebih mendalam. Tetapi dokter kadang tidak menulis diagnosis utama pasien pada formulir RM 1.

Tata cara pengkodean diagnosis utama pasien rawat inap yang dilakukan oleh petugas koding indeksing di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo sesuai dengan prosedur pemberian kode penyakit rekam medis No. 44/P.RM/VII/98 adalah sebagai berikut :

a. Menerima dokumen rekam medis yang sudah lengkap dari petugas analisa assembling.

b. Buku pedoman untuk klasifikasi penyakit dipakai ICD-X.

c. Penulisan kode nomor harus jelas didalam kotak yang telah tersedia pada lembar rekam medis (CM-1), termasuk memperhatikan dua clasification, morphologi of neoplasma dan external causa of injury + poisoning.

(9)

55% 41%

4%

Akurat Tidak akurat Tidak di kode

d. Bila petugas yang mengkode menemui kesulitan harus dikonsultasikan ke dokter yang merawat termasuk istilah diagnosis pada lembar rekam medis yang tidak dapat ditentukan pada buku ICD.

e. Semua diagnosa tertulis pada lembar rekam medis (CM-1) meliputi diagnosa utama, dan komplikasi penyakit harus dikoding.

f. Dokumen rekam medis diserahkan ke petugas indeksing.

Petugas koding di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo dalam melaksanakan pengkodean diagnosis utama sudah sesuai dengan prosedur pemberian kode penyakit rekam medis No. 44/P.RM/VII/98 yang ada di rumah sakit. Tetapi untuk pengkodean dua clasification, morphologi of neoplasma dan external causa of injury + poisoning belum dilaksanakan.

3. Keakuratan Kode Diagnosis Utama pada RM 1 Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo

Kode diagnosis utama dapat diidentifikasikan menjadi kode yang akurat dan tidak akurat. Kode akurat adalah penetapan kode diagnosis utama yang tepat, lengkap dan sesuai ICD-10 berdasarkan diagnosis utama pada formulir ringkasan riwayat masuk dan keluar (RM 1) serta resume yang telah ditentukan. Sedangkan kode tidak akurat adalah penetapan kode diagnosis utama yang tidak lengkap dan tidak sesuai dengan aturan pengkodean ICD-10.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kode diagnosis utama yang akurat sebanyak 63, diagnosis utama yang tidak akurat sebanyak 47 serta diagnosis tidak dikode sebanyak 4 kode.

4. Prosentase Kode Diagnosis Utama yang Akurat dan Tidak Akurat Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo Hasil perhitungan dari 114 kode diagnosis utama yang diteliti pada dokumen rekam medis pasien rawat inap, didapatkan prosentase kode diagnosis utama yang akurat dan tidak akurat sebagai berikut :

Diagram 1. Prosentase Keakuratan Penulisan Kode Diagnosis Utama Badan RSUD Sukoharjo Periode Triwulan ke IV Tahun 2007

a. Prosentase Kode Diagnosis Utama Akurat.

Dari hasil penelitian akurasi kode diagnosis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 Bangsal Dahlia di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo periode triwulan IV tahun 2007 terdapat 63 (55%) kode diagnosis yang akurat atau sesuai dengan aturan pengkodean ICD-10 pada formulir ringkasan masuk dan keluar (RM1). Contoh kode diagnosis yang akurat adalah sebagai berikut:

(10)

Pasien dengan nomor rekam Medis : 07 05 72

 Diagnosis utama pada RM1 : Common Cold

 Diagnosis utama pada resume : Common Cold

 Diagnosis utama berdasarkan ICD-10: Acute Nasopharyngitis (Common Cold)

 Kode diagnosis utama pada RM1 : J00

 Kode diagnosis pada ICD-10 : J00

b. Prosentase Kode Diagnosis Utama yang Tidak Akurat

Dari hasil penelitian akurasi kode diagnosis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 Bangsal Dahlia di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo periode triwulan IV tahun 2007 terdapat 47 (41%) kode diagnosis yang tidak akurat atau tidak sesuai dengan aturan pengkodean ICD-10 pada formulir ringkasan masuk dan keluar (RM1). Kode terbanyak pada JOO – J99 sebanyak 9 kode, sedangkan data terkecil pada kode COO – D48, LOO – L99, ROO – R99 sebanyak 1 kode. Contoh kode diagnosis yang tidak akurat adalah sebagai berikut :

Pasien dengan nomor rekam medis : 00 17 94

 Diagnosis utama pada RM1 : Myoma uteri

 Diagnosis utama pada resume : Myoma uteri

 Diagnosis utama berdasarkan ICD-10 : uterus , NOS.Neoplasm, uncertain whether benign or malignant

 Kode diagnosis utama pada RM1 : D25.9

 Kode diagnosis pada ICD-10 : C55.9 M-8000/1

Ketidakakuratan kode diagnosis utama pada RM 1 Bangsal Dahlia Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo dapat dikategorikan dalam kesalahan pada Bab, Blok, Sub Blok serta kesalahan pada digit keempat sebagai berikut:

Tabel 2. Ketidakakuratan Kode Diagnosis Utama Menurut Kategori Bab Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo Periode Triwulan IV Tahun 2007 N o No. RM Diagno sis Pada RM1 Diagnosis berdasark an ICD-10 Kode Diagno sis Pada RM1 Kode diagno sis berdas arkan ICD-10 1 07 06 75 Tumor subman di bula Lip, oral cavity and pharynx. Neoplasm, uncertain whether benign or malignant D37.0. D37.0 M-8000/1 2 00 09 57 Klinis vertigo Other dissociative (convensio n) disorders R42 F44.8 3 07 09 14 Metrorh egi Post partum haemarrhag e (atanic) NOS N29.1 O72.1 4 07 16 69 Hyphe ma Contusion of eyeball and orbital tissues traumatic hyphema H21 S05.1 5 07 07 88 CKR Concussion . commotion cerebri S06.0 S06.0 W19.4

(11)

6 06 45 15 Retensi o urine ≠≠ vetebra thorak VII Fracture of thoracic vertebra R33 S22.0 Jumlah 6

Data primer : Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo Triwulan IV Tahun 2007

Berdasarkan tabel 2 didapatkan 6 (13%) kode diagnosis utama yang tidak akurat kategori kesalahan pada Bab.

Tabel 3. Ketidakakuratan Kode Diagnosis Utama Menurut Kategori Blok Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo Periode Triwulan IV Tahun 2007

N o No. RM Diagn osis Pada RM1 Diagnosis berdasark an ICD-10 Kode Diagn osis Pada RM1 Kode diagno sis berdas arkan ICD-10 1 00 17 94 Myom a uteri Uterus, NOS. Neoplasm, uncertain whether benign or malignant D25.9 C55.9 M-8000/1 2 00 21 82 PPOM Chronic obstructive pulmonary disease unspecified J81 J44.9 3 07 06 85 Hepatit is Inflommato ry liver disease unspecified hepatitis NOS K27.0 K75.9 4 07 01 09 Eritem a Multif orme Bullous Pemphigoi d L51.9 L12.0 5 07 04 71 Metror hegi Post partum haemarrhag e (atanic) NOS N29.1 O72.1 Jumlah 5

Data primer : Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo Triwulan IV Tahun 2007

Berdasarkan tabel 3 didapatkan 5 (11%) kode diagnosis utama yang tidak akurat kategori kesalahan pada Blok.

Tabel 4. Ketidakakuratan Kode Diagnosis Utama Menurut Kategori Sub Blok Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo Periode Triwulan IV Tahun 2007. N o No. R M Diagno sis Pada RM1 Diagnosis berdasarka n ICD-10 Kod e Diag nosis Pada RM1 Kode diagno sis berdas arkan ICD-10 1 00 06 56 Koma hipoglik emia pada DM tipe II Non insulin – dependent DM tipe II E16. 2 E11.0 2 00 09 17 Katarak mata Senile cataract, unspecified H26. 0 H25.9 3 00 04 70 Katarak mata Senile cataract, unspecified H26 H25.9 4 00 36 61 Katarak mata Senile cataract unspecified. H26 H25.9 5 00 06 38 Katarak mata Senile cataract unspecified H26. 0 H25.9 6 00 36 55 SH Intracerebra l haemmorrh age, unspecified I61.9 I61.9 7 03 92 13 SNH Cerebral infarction, unspecified I64 I63.9 8 07 07 92 SNH Cerebral infarction, unspecified I64 I63.9 9 07 01 45

ISPA Acute upper

respiratory infections of multiple and unspecified site J00 J06.9 10 04 66 58

ISPA Acute upper

respiratory infection, unspectified J00 J06.9 11 02 47 48 Status asmatik us Status asmthaticus J46 J46 12 00 50 69 Append icitis interval Other appendicitis K35. 9 K36 13 07 19 99 Febris Fever unspecified R56. 0 R50.9

(12)

Data primer : Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo Triwulan IV Tahun 2007

Berdasarkan tabel 4 didapatkan 13 (28%) kode diagnosis utama yang tidak akurat kategori kesalahan pada Sub Blok Tabel 5. Ketidakakuratan Kode Diagnosis Utama Menurut Kategori Digit Keempat Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo Periode Triwulan IV Tahun 2007

No No. RM Diagno sis Pada RM1 Diagnosi s berdasar kan ICD-10 Kode Diagno sis Pada RM1 Kode diagno sis berdas arkan ICD-10 1. 07 14 76 Klinis Thifoid Typhoid

fever A01.4 A01.0

2. 07 11 87 Dema m paratif oid Paratyph oid fever, unspectifi ed A01.0 A01.4 3. 07 18 97 Klinis Thypoi d Typhoid

fever A01.4 A01.0

4. 07 05 65 DM dengan CRF Unspecifi ed diabetes mellitus E14 E14.2+ 5. 05 05 52 DM Unspecifi ed Diabetes Mellitus E14 E14.6 6. 00 23 96 DM Unspecifi ed diabetes mellitus with other specified complicat ion E14 E14.6 7. 07 14 26 DM Unspecifi ed Diabetes Mellitus. Without complicat ion E14 E14.9 8. 05 28 32 DM Unspecifi ed diabetes mellitus. Without complicat ion E14 E14.9 9. 00 98 58 DM Unspecifi ed diabetes mellitus. Without complicat ion E14 E14.9 10. 07 06 32 Psikoso matis Other somatafo rm disorders F45.9 F45.8 11. 06 11 23 Katara k mata Infantile, juvenile and presenile cataract H26.0 H26.9 12. 06 37 35 Tonsili tis cronis Chronic tonsilitis J35.1 J35.0 13. 02 52 22 Tonsill itis cronis Chronic tonsilitis J35.1 J35.0 14. 07 18 52 Paru obstruk lif Chronic obstructi ve pulmonar y disease, unspecifi ed J44 J44.9 15. 03 02 19 Penyak it paru obstruk tif menah un Chronic obstructi ve pulmanor y disease unspecifi ed J44 J44.9 16. 07 05 47 Status Asmati kus Status Asthmati cus J46.0 J46 17. 01 70 56 Gastriti s Gastritis, unspectifi ed K29.5 K29.7 18. 01 70 57 Gastriti s Gastritis, unspecifi ed K29.5 K29.7 19. 01 70 59 Gastriti s Gastritis unspecifi ed K29.5 K29.7 20. 07 11 81 UTI Urinary tract infection, site not specified N39.9 N39.0 21. 01 24 97 UTI Uraninar y tract infection, site not specified N39.9 N39.0 22. 00 24 74 Fraktur VL II Fracture of lumbar vertebrat a S32.0 S32.00 Jumlah 22

Data primer : Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo Triwulan IV Tahun 2007

Berdasarkan tabel 5 didapatkan 22 (47%) kode diagnosis utama yang tidak akurat kategori kesalahan pada Digit keempat.

(13)

c. Prosentase Diagnosis Utama dengan Data tidak di Kode pada RM1

Dari hasil penelitian akurasi kode diagnosis pasien rawat inap berdasarkan ICD-10 Bangsal Dahlia di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo periode triwulan IV tahun 2007 terdapat 4 atau 4% dokumen rekam medis yang tidak di kode pada formulir ringkasan masuk dan keluar (RM1). Contoh diagnosis utama yang tidak dikode pada RM1 adalah sebagai berikut : Pasien dengan nomor rekam medis:

01 75 13

 Diagnosis utama pada RM1 : BPH

 Diagnosis utama pada resume : BPH

 Diagnosis utama berdasarkan ICD-10 : Hyperplasia of prostate. Hypertrophy (Benign).

 Kode diagnosis utama pada RM1 : -

 Kode diagnosis pada ICD-10 : N40

5. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Keakuratan Kode Diagnosis Utama di BRSUD Sukoharjo

Di Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo, faktor yang mempengaruhi keakuratan kode diagnosis pasien rawat inap antara lain :

a. Dokter seringkali tidak jelas dalam menuliskan diagnosis utama pasien pada RM 1 dan resume.

b. Petugas koding kesulitan dalam membaca diagnosis yang telah ditulis oleh dokter.

c. Petugas koding kurang memperhatikan informasi yang mendukung atau penyebab lain yang mempengaruhi kode diagnosis utama.

d. Ruang untuk petugas koding berdekatan dengan tempat untuk mengurus klaim

Asuransi Kesehatan (ASKES), sehingga suasana tidak mendukung dan area kerja yang sempit.

B. Pembahasan

1. Jenis Pengelompokan Diagnosis yang Tercantum pada RM 1 Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo

Dari hasil penelitian diketahui pada formulir masuk dan keluar (RM1) di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo terdapat dua diagnosis yaitu diagnosis utama dan komplikasi. Pada formulir masuk dan keluar (RM1) tidak ada kolom untuk diagnosis kedua atau diagnosis co-morbid, sehingga dokter sering salah dalam menulis diagnosis kedua atau diagnosis co-morbid pada kolom diagnosis komplikasi. Untuk mengurangi kesalahan tersebut sebaiknya pada formulir masuk dan keluar (RM 1) ditambah kolom untuk diagnosis kedua atau diagnosis co-morbid.

2. Tata Cara Pengkodean Mengenai Diagnosis Utama Berdasarkan ICD-10 Di BRSUD Sukoharjo

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa tata cara pengkodean di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo belum sesuai dengan teori pada ICD-10. Dalam mengkode diagnosis utama pasien petugas koding kurang memperhatikan tunjuk silang (cross references) dan lihat “see” dan “see also” yang terdapat dalam indeks. Dalam mengkode selain memperhatikan tunjuk silang, juga harus mengikuti inclusion dan exclusion term dibawah kode atau dibawah chapter untuk mendapatkan kode yang sesuai dengan

(14)

diagnosis utama pasien rawat inap pada RM1.

Dokter juga seringkali tidak jelas dalam menulis diagnosis utama pasien yang menyebabkan petugas koding kesulitan dalam melakukan pengkodean. Akibatnya kode yang dimasukkan kurang sesuai dengan diagnosis utama pasien yang berpengaruh pada pelaporan rumah sakit. Untuk mendapatkan kode diagnosis utama yang akurat, ada petunjuk sederhana dalam menentukan kode yaitu:

a. Identifikasi pernyataan yang ingin dikode dan lihat pada indek alfabetik yang sesuai.

b. Cari letak lead term.

c. Baca dan ikuti setiap catatan yang ada di bawah lead term.

d. Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung sesudah lead term

e. Ikuti secara hati-hati setiap tunjuk silang (cross references) dan lihat “see” dan “see also” yang terdapat dalam indek. f. Rujuk pada daftar tabulasi untuk

kesesuaian nomor kode yang dipilih. g. Ikuti inclusion dan exclusion term

dibawah kode atau dibawah chapter. h. Cantumkan kode yang dipilih.

3. Keakuratan Kode Diagnosis Utama pada RM 1 Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kode diagnosis utama pasien rawat inap pada RM 1 yang akurat sebanyak 63 , Kode diagnosis utama yang tidak akurat 47 serta 4 diagnosis utama yang tidak dikode. Ketidakakuratan kode diagnosis utama

tersebut disebabkan kurang tepatnya coder dalam menentukan kondisi utama serta tidak digunakannya aturan reseleksi (MB1– MB5). Sehingga kode yang dihasilkan tidak sesuai dengan ICD-10.

Untuk menghasilkan keakuratan kode yang ditetapkan, Coder harus mampu menggunakan dan menerapkan aturan reseleksi (MB1– MB5) dan perlu diperhatikan juga sarana yang digunakan dalam pengkodean yaitu ICD-10 volume 1,2 dan 3, Kamus kedokteran, Kamus Bahasa Inggris serta tatacara pengkodean diagnosis utama yang benar berdasarkan ICD-10.

Dengan demikian kode diagnosis utama yang dihasilkan akan lebih akurat dan menghasilkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan rumah sakit atau manajemen. 4. Prosentase Kode Diagnosis Utama

yang Akurat dan Tidak Akurat di BRSUD Sukoharjo

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa prosentase kode diagnosis utama yang akurat adalah sebesar 63 (55%), kode diagnosis utama yang tidak akurat sebesar 47 (41%) serta diagnosis utama yang tidak dikode sebesar 4 (4%).

Ketidakakuratan kode diagnosis utama pada RM 1 Bangsal Dahlia di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo terdiri dari kesalahan pada Bab sebesar 6 (13%), pada Blok sebesar 5 (11%), pada Sub Blok sebesar 13 (28%), serta kesalahan pada Digit keempat sebesar 22 (47%). Ketidakakuratan kode diagnosis utama terbesar terletak pada kesalahan Digit

(15)

keempat, maka diharapkan coder dalam mengkode diagnosis utama lebih memperhatikan kode Digit keempat pada ICD-10 agar diperoleh kode yang tepat dan akurat.

Hal ini menunjukkan bahwa akurasi kode diagnosis utama di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo sebagian besar tidak akurat. Untuk mendapatkan prosentase kode yang lebih akurat, sebaiknya dalam pengkodean diagnosis utama dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang terdapat pada ICD-10 sehingga data yang didapatkan akurat.

5. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Keakuratan Kode Diagnosis Utama Di BRSUD Sukoharjo

Tenaga medis yang bertanggung jawab terhadap penulisan diagnosis utama pada DRM, jika dalam menuliskan diagnosis utama secara jelas, lengkap dan dapat dibaca maka akan memudahkan petugas koding dalam memberi kode. Dalam hal ini kerjasama yang baik antara petugas koding dan tenaga medis sangat diperlukan. Sehingga jika terjadi suatu hal yang kurang jelas atau kurang lengkap dapat diatasi dan kode yang dihasilkan akan tepat dan akurat. Selain itu karena tenaga medis dalam menuliskan diagnosis utama sering disingkat, pembuatan daftar singkatan diagnosis yang sering muncul sangat dibutuhkan dan perlu disosialisasikan keseluruh pengguna rekam medis, sehingga diagnosis yang dimaksud bisa dimengerti dan dapat menghasilkan kode yang akurat.

Petugas koding mempunyai peranan penting dalam akurasi kode untuk senantiasa berusaha meningkatkan kemampuan, ketekunan, ketelatenan dan ketelitiannya sehingga diharapkan dapat menghasilkan kode yang akurat.

Selain penulisan diagnosis utama yang kurang jelas dan lengkap serta kurang telitinya petugas koding dalam mengkode diagnosis utama, penyebab lain ketidakakuratan kode diagnosis utama pada RM 1 rawat inap di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo yaitu suasana kerja yang kurang mendukung. Diantaranya ruang untuk petugas koding kurang ergonomi karena berdekatan dengan tempat untuk mengurus klaim dari asuransi kesehatan (ASKES), sehingga suasananya lebih ramai dan mengganggu kosentrasi petugas koding dan area kerja yang sempit. Untuk menghasilkan akurasi kode, suasana kerja pada unit rekam medis sangat berpengaruh karena dibutuhkan kosentrasi serta ketelatenan dari petugas koding. Suasana kerja yang tenang, teratur dan strategis dapat meningkatkan kosentrasi dan ketelitian dari petugas koding sehingga mendukung kinerja dan produktifitasnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengelompokan diagnosis utama pada RM 1 Bangsal Dahlia di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo ada dua macam yaitu diagnosis utama dan diagnosis komplikasi.

(16)

2. Tata cara pengkodean diagnosis utama pada RM 1 di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo terdapat dalam prosedur pemberian kode penyakit rekam medis No. 44/P.RM/VII/98, belum sesuai dengan tata cara pengkodean dalam ICD-10, terutama pada pengkodean dua clasification, morphologi of neoplasma dan external causa of injury + poisoning.

3. Keakuratan kode diagnosis utama pada RM 1 Bangsal Dahlia di BRSUD Sukoharjo yang akurat sebanyak 63 (55%), Kode diagnosis utama yang tidak akurat 47 (41%) serta 4 (4%) diagnosis utama yang tidak ada kode.

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi keakuratan kode diagnosis utama yaitu tulisan dokter dalam menuliskan diagnosis utama. Hal ini juga dipengaruhi oleh ketelitian coder dalam mengkode serta ruang untuk petugas koding kurang ergonomi karena berdekatan dengan tempat untuk mengurus klaim dari Asuransi Kesehatan (ASKES) dan area kerja yang sempit. B. Saran

1. Pada formulir RM 1 sebaiknya ditambah kolom untuk diagnosis kedua atau diagnosis co-morbid sehingga dokter dapat menulis dengan benar diagnosis kedua pada kolom co-morbid.

2. Dalam mengkode diagnosis utama neoplasma maupun carsinoma sebaiknya memperhatikan kode untuk pengkodean dua clasification,

morphologi of neoplasma dan external causa of injury + poisoning.

3. Pengkodean tidak akurat terbanyak pada kesalahan digit keempat. Diharapkan coder lebih memperhatikan kode digit keempat pada ICD-10 agar diperoleh kode yang tepat dan perlu dibuat daftar singkatan yang sering digunakan dokter untuk memudahkan coder dalam pengkodean diagnosis utama.

4. Perlu peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan atau pembelajaran tentang pengkodean diagnosis utama untuk menambah pengetahuan dan keterampilan coder.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V, Rineka Cipta, Jakarta.

DepKes RI , 1999. Pedoman Penggunaan ICD-10 Seri 1,Jakarta

_________ , 1991. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Rekam Medis, Jakarta.

_________ , 1997. Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit Di Indonesia Revisi I, Jakarta.

K.P.R.I. RSUD. Dr. Soetomo, 1998. Klasifikasi Statistik Internasional Tentang Penyakit Dan Masalah Kesehatan (ICD-10, Volume 2), Surabaya. Hal 25 -103

(17)

Notoatmodjo S, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi ketiga, Jakarta. Hal 88

PerMenKes RI No

269/MENKES/PER/III/2008. Tentang Rekam Medis, Jakarta.

Shofari B, 2002. PSRK 01 Buku 1 Modul Pembelajaran Rekam Medis Dan Dokumentasi Rekam Medis, PORMIKI, Semarang. Hal 6 – 7

Taufiqurrohman M, 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan CSGF (The Community Of Self Help Group Forum), Surakarta. Hal 37

Umar H, 1996. Petunjuk Lengkap Sekripsi Dan Tesis , PT Raja Grafindo Utama, Jakarta.

Wijono D, 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol.2, Airlangga University Press, Surabaya. Hal 1265

World Health Organization, 1992. International Statistical Clasification Of Diseases And Related Health Problems(ICD-10, Volume 1), Geneva.

________________ , 1993. International Statistical Clasification Of Diseases And Related Health Problems (ICD-10, Volume 3), Geneva.

(18)

Gambar

Tabel 1. Variabel Penelitian dan Devinisi  Operasional
Diagram  1.  Prosentase  Keakuratan  Penulisan  Kode  Diagnosis  Utama  Badan   RSUD  Sukoharjo  Periode  Triwulan  ke  IV  Tahun 2007
Tabel 2. Ketidakakuratan Kode Diagnosis  Utama  Menurut  Kategori  Bab  Bangsal  Dahlia  di  BRSUD  Sukoharjo  Periode  Triwulan IV Tahun 2007  N o  No
Tabel  4.  Ketidakakuratan  Kode  Diagnosis  Utama  Menurut  Kategori  Sub  Blok  Bangsal  Dahlia  di  BRSUD  Sukoharjo  Periode  Triwulan  IV  Tahun  2007

Referensi

Dokumen terkait

Variabel BOPO, secara parsial mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap ROA pada Bank Pembangunan Daerah periode selama tiga tahun setengah dimulai dari

Untuk itu, salah satu metode yang dapat digunakan guru di kelas dalam upaya meningkatkan kemampuan imajinasi dan kreativitas siswa maka pada kegiatan pembelajaran

[r]

Dampak Kekerasan Dalam Berpacaran (Studi Kasusm pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember); Windha Ayu Safitri, 080910301073, 2013; 83

Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka.. mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan

[r]

(1) Kemampuan siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Silima Pungga Pungga Tahun Pembelajaran 2016/2017 dalam menulis puisi sebelum menggunakan media film bingkai tergolong

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara latihan berwudhu dengan kemampuan berwudhu siswa di Pondok