• Tidak ada hasil yang ditemukan

YANG TERJADI DI MASYARAKAT ADAT BADUY. Yusuf Kurniawan. Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "YANG TERJADI DI MASYARAKAT ADAT BADUY. Yusuf Kurniawan. Abstract"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

YANG TERJADI DI MASYARAKAT ADAT BADUY Yusuf Kurniawan

Abstract

customary Baduy against violators of the status of members of indigenous peoples and society

in general and the effevtiveness of the implementation of sanctions. The method used is empirical legal research, is legal research methods that examine directly to the courts or the public as primary data and other legal writings as well as similar studies been done before as secondary data. The results of this study illustrate that the Baduy indigenous sanctions based on local wisdom to be effevtive. Baduy indigenous law differentiates penalties received by indigenous peoples and the general public form submission status offenders outer Baduy community to the local state apparatus to impose sanction applicable as it should be within the law.

Keywords: infringement, sanction application, baduy indigenous.

Intisari

Penelitian ini bertujuan guna mengetahui penerapan sanksi adat yang berlaku di territorial adat Baduy terhadap pelanggar yang berstatus anggota masyarakat adat maupun masyarakat luar pada umumnya serta keefektifan dari penerapan tersebut. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian hukum empiris, yakni metode penelitian hukum yang meneliti langsung kepada lapangan atau masyarakat sebagai data primer dan tulisan-tulisan hukum lainnya maupun penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya sebagai data sekunder. Hasil penelitian ini memberi gambar bahwa penerapan sanksi adat Baduy yang berbasis kearifan lokal tersebut dapat berjalan dengan efektif. Hukum adat Baduy yang membedakan sanksi yang diterima anggota masyarakatnya dengan sanksi yang diterima oleh masyarakat luar Baduy berupa penyerahan para pelanggar yang berstatus masyarakat luar Baduy kepada aparat negara setempat untuk diberikan sanksi yang berlaku sebagaimana mestinya yang diatur di dalam undang-undang.

pelanggaran, penerapan sanksi, masyarakat adat Baduy

Indonesia adalah negara dengan pluralisme sistem hukum. Hal ini dibuktikan dengan berlakunya 3 (tiga) sub sistem hukum dalam sistem hukum di Indonesia, yaitu Hukum Barat, Hukum Adat dan Hukum Islam dari masa kemerdekaan negara Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945 sampai sekarang. Dalam rangka pembangunan sistem hukum nasional Indonesia yang berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), maka keanekaragaman sistem hukum itu jelas kurang mendukung pembentukan sistem hukum nasional yang mantap1.

Hukum adat sebagai salah satu sumber hukum nasional telah memiliki porsinya sendiri diantara sistem-sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Bahkan, In general,

Hukum Adat dan Sistem Hukum Nasional, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hlm 48.

(2)

current Indonesian practices founded on the idea of regionalism and bhinneka tunggal ika (unity in diversity) offer more opportunities for indigenous legal traditions to function2. (Secara umum, praktek-praktek (hukum) Indonesia yang ada saat ini dibentuk berdasar pemikiran dari masing-masing daerah dan satu) memberikan ruang lebih pada hukum masyarakat/adat untuk berfungsi kembali.

Dengan demikian, eksistensi hukum adat dan masyarakatnya (dalam hal ini adalah Masyarakat Hukum Adat) yang sudah menempati wilayah nusantara ribuan tahun yang lalu bahkan sebelum berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, setelah mulai mendapatkan tempat yang memadai dengan pengakuan dan perlindungan dalam

mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang”.

Bentuk perlindungan dan pengakuan Hukum Adat dan Masyarakat Hukum Adat dalam UUD 1945 inilah yang kemudian dikonkretisasi dalam wujudnya pengakuan di berbagai Undang-undang sektoral khususnya yang mengatur Sumber Daya Alam dan Undang-undang lainnya, di antaranya adalah

Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman,UU

Lingkungan Hidup.

Canadian Bhinneka Tunggal Ika: Indonesian Les-sons for Legal Pluralism in Canadian, The Journal

Menurut Djojodigoeno, hukum adat memandang masyarakat sebagai paguyuban, artinya sebagai suatu hidup bersama, manusia memandang manusia yang lainnya sebagai tujuan, dimana perhubungan-perhubungan manusia menghadapi sesamanya manusia dengan segala sentimennya, sebagai cinta, benci, simpati, antipati, dan sebagainya yang baik dan yang kurang baik3.

Ditinjau dari segi filosofi hukum adat yang hidup, tumbuh dan berkembang di Indonesia, sesuai dengan perkembangan masyarakat yang bersifat dinamis, sesuai dengan nilai-nilai pancasila yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Penegasan pancasila juga sebagai sumber tertib hukum sangat berarti bagi hukum adat karena hukum adat berakar pada kebudayaan rakyat sehingga dapat menjelmakan perasaan hukum yang nyata dan hidup dikalangan rakyat dan mencerminkan kepribadian masyarakat dan bangsa Indonesia4.

Cerminan kepribadian dari bangsa Indonesia tersebut yang membuat suatu masyarakat adat beserta hukum adatnya menjadi sesuatu yang berharga dan sangat berpengaruh bagi tumbuh kembang hukum di Indonesia.Namun seperti pada kenyataannya bahwa kemurnian dibeberapa hukum adat yang ada di Indonesia mulai terpapas dengan hadirnya modernisasi zaman yang dipaksakan masuk kedalam wilayah-wilayah adat di Indonesia oleh para oknum masyarakat demi kepentingan suatu kelompok tertentu, hingga mengorbankan keberadaan hukum adat tersebut.

adat bisa sangat rapuh jika berhadapan d e n g a n a n g g o t a m a s y a ra k a t d i lu a r kelompok masyarakat hukum adat. Hal tersebut menyebabkan sanksi-sanksi adat yang berlaku tidak dapat atau sulit untuk diterapkan. Seperti yang kita ketahui, bahwa

3 Djojodigoeno, 1958, Asas-Asas Hukum Adat, GAMA Yogyakarta, Yogyakarta, hlm 5.

4 Surojo Wignjodipoero, 1983,Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta, hlm 14.

(3)

aturan-aturan adat yang diberlakukan untuk menjaga keseimbangan hidup suatu kelompok masyarakat adat. Kurangnya kesadaran dari masyarakat akan hal tersebut, entah masyarakat di dalam kelompok masyarakat adat itu sendiri, atau di luarnya membuat hambatan di dalam penerapan sanksi adat itu sendiri.

Salah satu kelompok masyarakat adat di Indonesia, ialah masyarakat hukum adat Baduy dalam yang menolak masuknya segala macam bentuk modernisasi kedalam wilayah hukum adatnya, bahkan penolakan masuknya Warga Negara Asing (WNA) ke dalam wilayah Baduy dalam, sudah menjadi hukum adat yang berlaku di wilayah Baduy dalam. segala aturan-aturan adat yang berlaku disana, namun ditengah roda perkembangan zaman yang luar biasa ini, sungguh tidaklah mudah mempertahankan hal tersebut tetap ada.

Menjaga, melestarikan, dan mengakui keberadaan serta apa yang ada di dalam masyarakat hukum adatnya. Sanksi adat memang dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat adanya pelanggaran adat5.Keberadaan sanksi adat

dalam kenyataan masyarakat hukum adat di beberapa daerah tertentu di Indonesia merupakan wujud dari mekanisme kontrol sosial yang tumbuh dan berkembang di alam tradisi masyarakat yang bersangkutan6.

Rumusan masalah pada penelitian i ni be r fo k us p a d a r u mu s a n ma s a l a h yaitubagaimana penerapan sanksi adat Baduy terhadap pelanggaran yang terjadi di territorial masyarakat adat Baduy.Baik pelanggaran tersebut dilakukan oleh masyarakat adat Baduy itu sendiri maupun yang dilakukan oleh luar masyarakat Baduy.

Hukum dan Sanksi , Setara Press, Malang, hlm 1.

, Relevansi Hukum Nasional

B. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum empiris, yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian pada data primer dilapangan atau masyarakat7. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan data primer yang merupakan hasil wawancara dengan pihak-pihak yang bersangkutan dari Masyarakat Hukum Adat yang ada di Suku Baduy mengenai kenyataan yang ada disana.

Suatu persekutuan atau masyarakat yang mendasarkan dirinya pada suatu hukum tertentu, yang disini disebut dengan hukum adat, maka masyarakat atau persekutuan itulah yang disebut dengan masyarakat atau persekutuan adat. Dimana mereka biasa disebut juga dengan masyarakat asli Indonesia. Masyarakat hukum adat yang tersebar diberbagai lokasi di nusantara memiliki keanekaragaman dan hukumnya masing-masing, yang senantiasa menjaga kearifan dan keberadaannya ditengah modernisasi zaman yang terjadi disekitar kehidupan masyarakat adat.

Salah satu diantara masyarakat adat yang berada di nusantara Indonesia, yang masih menjaga kearifan dan kelestariannya serta diakui keberadaannya oleh negara, ialah masyarakat adat Baduy yang merupakan salah satu suku asli Banten, yang berlokasi di kaki gunung Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Masyarakat suku Baduy yang lebih

Urang Kanekes” atau orang Kanekes tersebut,

benar-benar menjaga alam sekitarnya dan adat-istiadat mereka dengan baik. Karena mereka sadar betul, bahwa mereka hidup oleh dan

(4)

berdampingan dengan alam.

Suku Baduy yang memiliki beragam kearifan lokal dan kebudayaan yang luar biasa, juga memiliki kepercayaan yaitu Sunda Wiwitan yang berasal dari nenek moyang mereka, yang dipengaruhi oleh Hindu-Budha. Kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan dalam kehidupan sehari-hari, yang memiliki

pendek henteu beunang disambung”. Memiliki arti, panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung.

Secara umum, masyarakat adat Baduy tergolong menjadi 3 (tiga) kelompok atau golongan, yaitu:

1. Tangtu:

Kelompok yang dikenal sebagai masyarakat adat Baduy dalam (Baduy Dalam), yang paling taat dan patuh didalam mengikuti adat.Memiliki ciri-ciri, berpakaian berwarna putih dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Secara adat mereka dilarang untuk bertemu dengan orang asing.Masyarakat adat Baduy dalam, bertempat tinggal di kampung Cibeo, Cikertawarna, dan Cikeusik.

2. Panamping:

Merupakan kelompok masyarakat adat Baduy kedua, yang bisaa dikenal dengan masyarakat adat Baduy luar (Baduy Luar), yang tinggal diberbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah kanekes dalam, yaitu Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya.

3. Dangka:

Ialah kelompok ketiga dari masyarakat Baduy.Mereka adalah orang-orang yang benar-benar sudah keluar

maupun secara adat-istiadat.

Banyak hal-hal yang menarik mengenai hukum-hukum adat yang terdapat di Baduy terbilang unik dan sistem pemerintahan yang terbilang tertata dengan rapih, dengan adanya tiga Pu’un (Kepala Adat) yang hanya terdapat di tiga Desa Baduy dalam dan Jaro (Kepala Desa) yang berada tiga di Baduy dalam dan satu ditempatkan di Baduy luar, yang sekaligus sebagai penyambung aspirasi antara Baduy dengan masyarakat luar maupun instansi pemerintahan. Segala sanksi yang terdapat di masyarakat adat Baduy memiliki unsur kekuatan Religio Magis, yang disana masih sangatlah kental guna menjaga keseimbangan alam yang terdapat disana.Larangan masuknya listrik, sekolah, balai pengobatan, dan lainnya yang sempat ditawarkan oleh pemerintah, ditolak oleh masyarakat Baduy karena dianggap bertentang dengan ketentuan adat.Para warga yang juga menjaga Paguyuban dengan warga sesama Baduy lainnya, membuat terciptanya nilai-nilai cipta dan karsa terus hidup antar sesama warga Baduy, tanpa memandang siapa Baduy Luar dan siapa Baduy Dalam.

Banyak hukum adat di Baduy yang bersifat religious atau kosmis, tidak irrasional serta tidak tertulis.Jika ketentuan tersebut telah dibuat oleh para Pu’un, maka tidak ada lagi alasan bagi masyarakat Baduy untuk tidak mentaatinya, bahkan untuk alasan dari pembuatan peraturan tersebut tidak harus disosialisasikan kepada seluruh masyarakat adat Baduy.Seperti yang dikatakan oleh Bapak Ende, anggota Polsek Leuwidamar yang juga mantan anggota masyarakat Baduy dalam. Beliau memberikan analogi penciptaan hukum-hukum yang berlaku seperti demikian:

Kalau saya memancing disungai, dan kamu datang lalu bertanya, apakah disungai ini ada ikannya? Lalu saya jawab saja, mana saya tau ada ikannya atau tidak, saya kan berada disini (daratan), dan ikannya berada didalam air8.

(5)

dan tujuan dari terciptanya sebuah aturan di Baduy, tetapi kita hanya harus mentaatinya dan menjaga agar tetap berjalan dengan baik. Jika kita bertanya kepada sang Pu’un mengenai

aturan yang berlaku yang masyarakat adat Baduy, itu sangatlah sulit, karena hal tersebut lebih merupakan Jampi-jampi atau rahasia. Hanya hal tersebut merupakan sesuatu yang terbaik untuk kelangsungan hidup masyarakat Baduy.

Sanksi dari hukum Baduy tidak mengenal tersebut lebih menyerang kepada batin, psikis, dan kesadaran pelanggarannya atas perbuatan yang telah dilakukannya, jika yang melakukan pelanggaran tersebut ialah masyarakat Baduy dalam.Penerapan sanksi adat Baduy yang melihat kepada pelaku pelanggarannya yang membuat perbedaan di dalam menerapkannya.

Jika pelanggaran tersebut dilakukan oleh masyarakat Baduy dalam, sanksi yang dijatuhkannya bisa berbentuk:

1.

2. Pengurungan atau isolasi di kampung isolasi yang berada di area Baduy luar

3. Dikeluarkan dari Baduy dalam untuk selamanya.

Sanksi tersebut dimaksudkan agar pelanggar sadar akan perbuatannya yang telah menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Sanksi terberat yaitu dikeluarkan dari Baduy dalam untuk selamanya, yang itu juga berarti bahwa pelaku pelanggaran adat terpisah dan tidak tinggal lagi bersama anggota keluarganya. Hal tersebut jelas bahwa sanksi ini menyerang batin pelanggar dan harus memulai hidup barunya sendiri di luar daerah Baduy dalam.Pelanggar tersebut bisa tinggal di Baduy luar, bahkan di luar territorial Baduy, hanya tidak diperbolehkan untuk tinggal lagi di area Baduy Dalam.

Jika bagi pelanggar yang dijatuhkan

(empat puluh) hari tersebut, namun pelanggar tersebu tidak dikurung sebagaimana tahanan yang berada pada masyarakat pada umumnya. Namun di masyarakat Baduy, pengurungan tersebut berupa rumah (yang tetap berbentuk rumah adat Baduy pada umumnya) yang berada di Baduy Luar. Pelanggar tersebut tetap beraktifitas seperti biasanya, tetapi tetap ada yang menjaga atau mengurusnya dan juga selalu diberikan nasehat, pelajaran serta bimbingan. Setelah masa hukumannya selesai, pelanggar akan ditanyai dihadapan para Pu’un dan Jaro, mengenai kesediannya, ingin kembali menjadi warga Baduy dalam atau keluar dan menjadi warga Baduy luar.

Pada hukum adat Baduy, kriteria untuk pelanggaran berat sangat mudah dikenali, yaitu ketika mengakibatkan keluarnya darah biarpun hanya setetes, berpakaian seperti orang modern dan menaiki alat transportasi.Maka dari itu, pada masyarakat Baduy, khusunya Baduy dalam, untuk suatu perselisihan biasanya hanya menimbulkan adu mulut saja, tidak sampai pada timbulnya suatu perkelahian sesama masyarakat Baduy.Masyarakat Baduy dalam sangatlah patuh terhadap hukum yang berlaku disana, bahkan jika ada warga Baduy yang melanggar suatu hukum adat disana tanpa diketahui, maka orang tersebut dengan sendirinya mengakui perbuatannya kepada Jaro atau Pu’un setempat.

Jenis perilaku yang menyimpang atau melanggar peraturan merupakan perilaku menjadi pokok permasalahannya adalah seberapa besar perilaku melanggar tersebut dilakukan oleh orang-orang yang ada di dalam Baduy. Dikatakan setiap orang adalah setiap orang yang berada disekitar, entah itu suku asli Baduy ataupun para pengunjung. Masing-masing mendapatkan perilaku yang berbeda atas sanksi yang diberikan walaupun jenis pelanggarannya sama.

yang berbeda diantara Baduy luar dan Baduy dalam yang masih berlaku dan harus dipatuhi

(6)

oleh pihak manapun yang berada di wilayah masyarakat adat Baduy. Larangan-larangan dalam bentuk perilaku yang tidak boleh dilanggar berikut yang diketahui masih berlaku, antara lain:

Baduy Luar

1. Membawa dan/ atau mengkonsumsi minuman keras dan/ atau narkoba atau sejenisnya;

1. Membawa dan/ atau mengkonsumsi minuman keras dan/ atau narkoba atau sejenisnya; 2. Berbuat zina atau

mesum;

2. Berbuat zina atau mesum;

3. Mencuri; 3. Mencuri; 4. Merusak alam dan

seisinya;

4. Merusak alam dan seisinya;

5. Menganiaya; 5. Menganiaya; 6. Membunuh; 6. Membunuh; 7. Fitnah; 7. Fitnah; 8. Beradu mulut atau

cekcok;

8. Beradu mulut atau cekcok;

9. Melintasi jembatan ketika ingin mandi (Desa Gajeboh).

9. Membawa dan/atau memainkan music dan juga alatnya; kan (foto, video); 11. Masuknya Warga Negara Asing (WNA); 12. Membangun rumah ibadah; 13. Menggunakan alat transportasi (berlaku bagi warga Baduy dalam);

14. Menggunakan alat mandi seperti sabun, sampoo, dan lain sebagainya; Tabel 2: Beberapa Aturan Adat Baduy

Aturan-aturan yang terdapat pada tabel diatas merupakan beberapa aturan yang biasanya disampaikan oleh Jaro Pamarentah atau Kepala Desa ketika memasuki wilayah Baduy pada masyarakat luar atau pengunjung. Dari aturan-aturan tersebut memiliki sanksinya masing-masing, dilihat dari seberapa berat pelanggaran tersebut, siapa yang melakukan pelanggaran tersebut dan seberapa besar efeknya terhadap keseimbangan kehidupan

masyarakat Baduy.

Perilaku yang telah disebutkan di atas merupakan bentuk pelanggaran bagi masyarakat Baduy karena dianggap akan menodai keaslian adat mereka. Masyarakat baduy merupakan masyarakat yang benar-benar belum terjamah dengan adanya modernisasi dengan mempertahankan adat leluhur dan agama leluhur. Jadi perilaku yang melanggar seperti membawa dan/atau mengkonsumsi minuman keras dan/atau narkoba atau sejenisnya, bukan merupakan budaya mereka. Bagi masyarakat baduy dalam hal ini memang sudah mereka ketahui dan tidak pernah dalam kasus suku Baduy dalam yang memang sengaja untuk mengkonsumsi minuman keras atau narkoba. Bentuk kesadaran mereka telah berhasil mempertahankan adat mereka hingga saat ini. Pada akhirnya peraturan atas perilaku ini lebih diperuntukkan bagi para pendatang tanpa terkecuali suku Baduy luar.

Karena di dalam kehidupan masyarakat B adu y lua r ke bud aya an B ad uy tel ah terkontaminasi dengan kebudayaan modern yang dibawa oleh masyarakat luar Baduy. Cara berpakaian, menggunakan elektronik serta peralatan-peralatan modern dan lain sebagainya terkecuali agama atau kepercayaan yang dibawa oleh masyarakat luar. Meskipun begitu, masyarakat Baduy tidak melarang atau mengganggu jika masyarakat luar yang sedang berada diwiliyah adat Baduy ingin atau sedang melaksanakan ibadah. Masyarakat Baduy tetap memegang pikukuh dari leluhurnya, namun juga dapat menghormati dan menghargai kepercayaan orang lain.

A da n ya s ik a p s a li ng m en g ha rga i dan menghormati sesama manusia, baik masyarakat Baduy maupun masyarakat luar Baduy, mampu menciptakan kerukunan antar masyarakat yang berada di wilayah Baduy dan juga seharusnya membuat kita tidak memiliki alasan untuk berbuat suatu pelanggaran adat diterritorial adat Baduy. Jika terjadi suatu perbuatan yang dikategorikan

(7)

sebagai pelanggaran adat, maka jalur utama yang ditempuh ialah dengan cara musyawarah diantara pihak-pihak yang bersangkutan.

Secara teknis dan tahapnya, sistem peradilan adat yang ada di Baduy hampir sama dengan masyarakat adat lainnya, jika ada suatu pelanggaran adat ialah menjadi urusan tetua adat untuk menyelesaikannya dengan cara musyawarah untuk menemukan jalan keluar dari pelanggaran yang terjadi serta bentuk sanksi yang akan dijatuhkan. maupun pengakuan kepada kepala adat, yang kemudian ditindak lanjuti dengan mengundang tokoh-tokoh adat setempat untuk diadakannya musyawarah untuk menemukan jalur penyelesaian yang tepat, dengan tujuan untuk mengembalikan keseimbangan kehidupan adat yang terganggu.

Peradilan adat Baduy yang menggunakan sistem musyawarah yang dipimpin oleh para Pu’un dan Jaro dinilai mampu menciptakan suatu kesepakatan (jalan tengah) bagi para pihak sehingga tercapaiwin-win solution jika terjadi suatu perkara. Penyelesaian sengketa semacam ini, disebut dengan restorative

justice atau konsep keadilan restoratif.

Konsep keadilan restoratif (restotative

justice) bukan merupakan hal yang relatif

baru di Indonesia karena sebagai model penyelesaian sengketa yang merupakan salah satu jenis pemidanaan alternatif dalam sistem hukum pidana sejalan dengan tujuan sanksi pidana menurut konsep hukum adat. Yaitu mengembalikan keseimbangan kosmis, antara dunia lahir dengan dunia gaib, untuk mendatangkan rasa damai antara sesama warga masyarakat atau antara anggota

berbeda dengan beberapa hukum adat yang masih hidup lainnya di Indonesia, hukum adat baduy menggunakan konsep keadilan restoratif di dalam penerapan sanksi terhadap pelanggaran adat.

Namun yang menjadi pembeda antara peradilan adat Baduy dengan beberapa

peradilan adat yang ada di Indonesia ialah, bahwasanya peradilan adat Baduy mempercayai dan menghargai peradilan negara beserta putusannya, jika hal tersebut menyangkut sebuah pelanggaran adat dan juga melanggar hukum nasional yang berlaku yang dilakukan oleh seseorang yang berstatus diluar terjadi suatu pelanggaran adatyang dilakukan oleh masyarakat umum, maka para pengurus hukum adat Baduy mengundang aparat hukum negara setempat untuk ikut serta di dalam musyawarah untuk menemukan jalan keluar yang tepat dan mengembalikan keseimbangan adat yang terganggu. Maka disini, di dalam masyarakat adat Baduy, peran penegak hukum setempat memiliki posisi yang penting di dalam melindungi dan bekerjasama dengan pengurus hukum adat Baduy.

Aturan yang hidup di Baduy mengajarkan bahwa segala sesuatunya harus benar-benar dijaga, jangan sampai terjadi suatu rekayasa yang mengakibatkan bergesernya sesuatu dari yang seharusnya. Karena menurut masyarakat Baduy, jika terjadi penambahan atau pengurangan dapat mengakibatkan ketidak harmonisan dalam berkehidupan. Hal tersebut juga mengajarkan konsep kebersamaan di dalamnya, bahwa tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin, juga pada penguasa dan rakyat biasa, agar menghindari terjadinya perselisihan dan permusuhan dan menjaga kehidupan dengan kebersamaan.

Diantara hukum negara dengan hukum adat yang masing-masing memiliki eksistensinya karena itu, perlu pemahaman tentang dimana posisi hukum masing-masing dalam mengatur masyarakat, yang sama, pada tempat yang sama dan dalam waktu yang sama, sedangkan hukum yang mengaturnya adalah hukum yang berbeda, yakni hukum negara dan hukum adat.

Begitu juga penerapan sanksi adat yang ada di Baduy, seiring dengan perkembangan zaman yang ada, dan berkembangnya

(8)

aturan-aturan perlindungan terhadap masyarakat adat Baduy tidak dapat dilepaskan dari pemahaman masalah budaya, dan religius yang hidup dilingkungan masyarakat adat Baduy. Di dalam beberapa kasus pelanggaran adat, sanksi adat bisa berupa ganti rugi yang bersifat materiil maupun immateriil. Dilandaskan dengan nilai-nilai yang bersifat religious, menunjukkan bahwa masyarakat adat Baduy memiliki sistem budaya yang kuat, meskipun berada ditengah gempuran modernisasi zaman. Arus globalisasi yang telah sampai pada wilayah sekitar Baduy bahkan Baduy luar, telah menjadi suatu fenomena yang tidak dapat dihindari oleh masyarakat setempat. Masyarakat adat Baduy, terutama Baduy dalam yang mempunyai kebiasaan mengisolasikan diri terhadap dunia luar, lambat laun kini telah terkontaminasi oleh kebudayaan luar. Namun beberapa praktek isolasi dari dunia luar pada masyarakat Baduy dalam masih terlihat dengan jelas.

Di dalam penerapan hukum masyarakat Baduy pun dibedakan, antara masyarakat Baduy luar, Baduy dalam dan pengunjung atau masyarakat umum.Hal tersebut dibedakan karena memang kebutuhan dan keterikatan yang berbeda, masyarakat Baduy juga memiliki hubungan yang baik dengan aparat penegak hukum khususnya pada Polsek Kecamatan Leuwidamar, yang merupakan Polsek terdekat dari wilayah Baduy.Saling menghargai dan mempercayai, serta saling menjaga antara masyarakat Baduy dengan aparat hukum negara bisa terlihat dan berjalan dengan baik, menimbulkan suatu ketentraman dan keharmonisan tersendiri bagi masyarakat setempat.Berdasarkan hal tersebut, yang menjadi landasan pembedaan penerapan hukum jika terjadi suatu pelanggaran di wilayah masyarakat adat Baduy.

Berbeda dengan Baduy dalam, sanksi yang diterapkan bagi Baduy luar, bisa dikatakan hampir sama dengan sanksi yang diterapkan pada pengunjung atau masyarakat luar yang berada di Baduy luar. Namun jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh warga

Baduy luar, hanya kemudian diserahkan pada Jaro luar untuk kemudian dipertimbangkan sanksi yang akan dijatuhkan untuknya. Bisa berupa teguran, ganti kerugian, hingga diserahkan kepada aparat hukum negara, yang dimana dalam hal ini ialah Polsek Kecamatan Leuwidamar.

Baduy luar di dalam penerapan sanksi yang dijatuhkan pada pengunjung atau masyarakat luar.Jika memang benar terjadi pelanggaran adat yang dilakukan oleh pengunjung atau masyarakat luar, langkah pertama ialah teguran, ganti kerugian, ataupun diserahkan kepada aparat hukum negara setempat. penyalahannya.Karena dilangkah awal pengunjung memasuki wilayah Baduy, kita ditemani oleh pemandu/Guide yang memandu kita sampai kita kembali pulang. Maka langkah penerapan sanksi pertamanya ialah ada pada pemandu, maksudnya adalah, jika terdapat pelanggaran adat yang terjadi dan dilakukan oleh pengunjung, maka pemandu tersebut yang pertama kali disalahkan oleh penegak hukum adat Baduy, karena dianggap tidak menjaga dan mengawasi pengunjugnya dengan baik dan benar seperti apa yang telah dimandatkan oleh Jaro Pamarentah.

Penyerahan pelanggar yang berstatus masyarakat luar Baduy kepada Polsek Leuwidamar, memiliki arti bahwa memang pelanggar tersebut selain melanggar aturan adat yang berlaku juga telah melanggar undang-undang yang berlaku dan memiliki sanksi pidana dan/atau perdata.Setelah penyerahan tersebut kemudian pelanggar tersebut telah menjadi tanggungjawab aparat penegak hukum negara dan diharapkan mendapat sanksi yang setimpal dengan perbuatannya.

Seperti yang juga telah dituturkan oleh Pak Ende, selaku Polsek Kecamatan Leuwidamar yang memberikan contoh kasus yang pernah terjadi antara masyarakat umum dengan masyarakat adat Baduy dalam.

(9)

Dulu itu pernah ada, kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh tukang ojek, nah yang diperkosa itu orang Baduy dalam. Jadi waktu itu ada acara nonton bareng layar tancep di terminal Ciboleger, promosi dari produk rokok. Lalu ada warga yang tau, dan ditangkap ramai-ramai kemudian dibawa ke Jaro yang di Baduy Luar.Akhirnya yang tukang ojek itu dibawa ke polsek untuk dipidana, dan korbannya yang orang Baduy dalam itu dikeluarkan dari Baduy dalam.

Pelaku pelanggaran adat yang diserahkan kepada aparat hukum negara, berarti juga telah melanggar Undang-undang yang berlaku di Indonesia, semisal tindak pidana pencurian yang sudah diatur di dalam Pasal 362 KUHP, penganiayaan di dalam Pasal 351 KUHP, pemerkosaan di dalam Pasal 285-289 KUHP, dan lain sebagainya.

Hal tersebut membuktikan bahwa hukum adat yang ada di Baduy, tidak terlalu melihat siapa korban dan siapa pelaku.Namun jika aturan adat yang ada sudah dilanggar, maka sanksi yang diberikan tetaplah harus diberikan untuk mengembalikan keseimbangan adat yang terganggu.Serta kepercayaan masyarakat adat Baduy terhadap hukum negara yang berlaku juga diterapkan di dalamnya dengan menyerahkan pelaku (tukang ojek) kepada pihak yang berwajib untuk kemudian dikenakan sanksi yang berlaku dalam undang-undang.

Penerapan sanksi adat yang ada pada masyarakat adatBaduy jika terjadi suatu pelanggaran, dengan bekerjasama antara pengurus adat dan aparat penegak hukum negara terbilang efektif. Karena nilai kejahatan yang terjadi sangatlah sedikit atau jarang

wilayah adat Baduy menjadi lokasi wisata budaya, menumbuhkan rasa kepedulian masyarakat luar yang ada dis ekitaran wilayah Baduy untuk ikut terlibat menjaga kelestarian dan kearifan lokal yang ada di dalam masyarakat Baduy menjadi semakin kuat, walaupun memang terselip kepentingan-kepentingan tersendiri bagi masyarakat luar tersebut, terutama di dalam bidang ekonomi. Karena ramainya pengunjung dan kelestarian masyarakat adat Baduy, secara tidak langsung telah menjadi tumpuan bagi kelangsungan hidup masyarakat disekitarnya.

Konkritnya, suatu penerapan sanksi bagi pelanggaran yang terjadi di daerah territorial masyarakat adat Baduy sebenarnya sudah memenuhi syarat-syarat untuk mengefektifkan sistem hukum. Seperti yang disampaikan oleh Lawrence M. Friedman, yang menyebutkan bahwa dalam setiap sistem hukum terdapat tiga unsur, yaitu struktur, subtansi dan kultur hukum.

Struktur adalah keseluruhan institusi hukum beserta aparatnya, jadi termasuk di dalamnya kepolisian dengan polisinya, kejaksaan dengan jaksanya, pengadilan dengan hakimnya dan seterusnya. Di dalam masyarakat adat Baduy, struktur tersebut meliputi 3 (tiga) Pu’un atau Kepala Adat, 3 (tiga) Jaro Dalam atau Kepala Desa Baduy Dalam, serta 1 (satu) Jaro Pamarentah. Garis Besar Struktur Kepemerintahan yang ada di Masyarakat Adat Baduy

(10)

Garis Besar Struktur Kepemerintahan Adat Baduy

Keterangan:

Di dalam sistem pemerintahan yang ada di masyarakat Baduy, terdapat hierarki seperti gambar diatas, yang dimana Pu’un atau kepala adat memiliki kedudukan teratas.

Pu’un pada masyarakat Baduy,

yang ialah yang berada di kampung Cikeusik, Cikertawana, dan kemudian Cibeo.Pada ketiga kampung tersebut sebenarnya terdapat Pu’un tertua yang berada di kampung Cikeusik, kemudian yang berada di Cikertawana, dan

Pu’un termuda yang berada di kampung

Cibeo. Namun hal tersebut tidak begitu dipandang beda, Pu’un-Pu’un tersebut tetap memandang sama diantara mereka.Setelah apa yang ditentukan oleh ketiga Pu’un tersebut, diturunkan lah suaranya kepada Jaro atau Kepala Desa yang ada di kampung Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo, yang kemudian disosialisasikan kepada masyarakat dikampungnya masing-masing, sebelum diturunkan kepada Jaro Pamarentah atau Kepala Desa Baduy Luar yang berada di desa

Kanekes.Setelah Jaro Pamarentah menerima mandat serta aspirasi yang diturunkan dari Pu’un, kemudian disosialisasikan lebih lanjut kepada masyarakat Baduy dan sekitarnya. Jaro Pamarentah ini juga yang mengurusi atau menyampaikan segala sesuatu kepentingan masyarakat Baduy kepada Instansi Pemerintah, Aparat Penegak Hukum dan juga pengunjung yang memasuki wilayah Baduy.

Substansi adalah keseluruhan aturan hukum (termasuk asas hukum dan norma hukum), baik yang tertulis maupun tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan. Substansi yang ada di dalam masyarakat adat Baduy, meliputi:

1. Larangan mengambil foto dan video di wilayah Baduy Dalam;

2. Larangan merokok bagi warga Baduy Dalam;

3. Larangan menggunakan emas bagi warga Baduy Dalam;

(11)

5. Larangan minuman alkhohol;

a. Larangan berpakaian modern bagi warga Baduy Dalam;

b. Larangan menggunakan alat mandi bagi warga Baduy Dalam;

c. Larangan menggunakan kendaraan dan alas kaki bagi warga Baduy Dalam;

d. Larangan orang asing memasuki wilayah Baduy Dalam;

e. La r a n g a n be rs e k o l a h m a up u n mendirikan sekolah;

f. Larangan mendirikan masjid;

g. Larangan mengol,ah tanah menjadi sawah.

Sedangkan mengenai kultur hukum diartikan sebagai ide-ide, sikap-sikap, kepercayaan-kepercayaan, harapan-harapan, dan opini-opini tentang hukum9. Mengenai

kultur yang ada di masyarakat adat Baduy, antara lain:

1. Memiliki kepercayaan animisme, yaitu Sunda Wiwitan;

2. Berpakaian putih atau biru muda untuk warga Baduy Dalam;

3. Berpakaian hitam atau modern bagi warga Baduy Luar;

4. 5.

bagi warga Baduy Dalam; 6.

adanya’;

7. Bermusyawarah dalam menyelesaikan suatu perkara;

8. Memiliki pikukuh atau aturan adat yang ditaati dan ada secara turun-temurun.

Sama halnya dengan sistem hukum yang ada pada masyarakat adat Baduy, yang juga memiliki ketiga unsur dari suatu sistem hukum yang disebutkan oleh Lawrence M. Friedman.Struktur yang ada pada masyarakat adat Baduy, yaitu keseluruhan institusi hukum beserta aparatnya, dalam hal ini ialah peradilan

Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, hlm 225-226.

adat beserta penegak hukum adat yang termasuk para kepala adat (Pu’un) dan kepala desa (Jaro) Baduy Dalam maupun Luar. Subtansi, yang berupa keseluruhan aturan hukum baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, seperti larangan untuk merokok yang terpampang di gerbang masuk daerah Baduy dan yang tidak tertulis biasanya disampaikan oleh Jaro Pamarentah atau Kepala Desa Baduy Luar dan Guide atau pemandu kepada para pengunjung atau masyarakat luar Baduy ialah mengenai kultur hukum yang ada dan masih hidup di masyarakat Baduy, yang berupa kearifan lokal, Pikukuh atau kepercayaan yang masih dipegang teguh oleh warga Baduy Dalam dan Baduy Luar.

Selain hal-hal tersebut, juga terdapat beberapa faktor untuk melihat seberapa efektif suatu hukum berjalan disuatu daerah tersebut. Seperti yang dilansir oleh http://mengenalhukumindonesia.blogspot. sosiologis.html, antara lain :

1. Mudah atau tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan dipahami.

Dalam hal ini, segala macam aturan-aturan adat yang berlaku di Baduy memang cukup sukar untuk dipahami maknanya, namun beberapa dapat ditangkap oleh logika.Sebagai masyarakat luar Baduy, tidaklah begitu memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai aturan-aturan yang berlaku disana, karena beberapa diantaranya adalah sebuah pemikiran adat yang bersifat spiritual dan kosmis.Namun bagi masyarakat Baduy itu sendiri, yang saya yakni ialah bahwa mereka cukup memahami dasar-dasar dari lahirnya suatu aturan-aturan tersebut.

2. Luas tidaknya ka langan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum yang bersangkutan.

http://mengenalhukumindon esia.blogspot. sosiologis.html

(12)

Jelas dalam hal ini dapat dijangkau oleh masyarakat Baduy itu sendiri, bahkan oleh para pengunjung dan masyarakat yang berada disekitar daerah Baduy.

aturan-aturan hukum.

Mengenai mobilisasi aturan-aturan hukum adat Baduy, menurut saya sudah bahwa secara kepemerintahan adat Baduy yang cukup sistematis, terlebih di dalam hal menyebarluaskan suatu kabar yang dating dari kepala adat, bahkan komunikasi dengan instansi negara sekitarnya, yang dalam hal ini adalah DPRD Lebak, Banten.

4. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga harus cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa.

Adanya kerjasama yang baik antara penegak hukum adat Baduy dengan penegak hukum negara, dalam hal ini Polsek Leuwidamar, mampu memberikan jalur yang solutif bagi sebuah pelanggaran yang melibatkan masyarakat luar Baduy, maupun masyarakat Baduy namun menolak untuk dijatuhkan hukum adat. 5. Adanya anggapan dan pengakuan yang

merata dikalangan warga masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif.

Segala sesuatu peraturan adat Baduy yang berlaku, tentunya memiliki daya kemampuan yang efektif, serta mendapat pengakuan pihak warga masyarakat, baik masyarakat adat Baduy itu sendiri maupun masyarakat luar B aduy.Pros entase terjadinya sebuah pelanggaran yang terdapat di wilayah Baduy terbilang minim, pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat adat Baduy itu sendiri maupun yang dilakukan oleh masyarakat luar Baduy.

D. SIMPULAN

Hukum adat Baduy yang terbilang mengikuti perkembangan zaman serta menghargai adanya pluralisme hukum di Indonesia, namun tetap mampu membatasi ma u pu n m em be rla k uk an pe mb a ta s an perilaku-perilaku anggota masyarakat Baduy dan di luar anggota masyarakat Baduy yang berada di territorialnya guna mencegah atau menekan pelanggaran adat yang mungkin terjadi.Sikap konformitas yang ditunjukkan oleh masyarakat adat Baduy tersebut mampu melemahkan keberadaan hukum adat Baduy itu sendiri, sehingga pemikiran-pemikiran barat yang berbau liberalistis, bercorak rasionalistis dan intellektualistis mudah untuk memasuki wilayah adatnya.

Hukum adat Baduy yang tidak menerapkan ditakuti oleh para anggota masyarakatnya maupun di luar anggota masyarakatnya. Sanksi adat Baduy lebih menyerang kepada batin maupun psikis pelanggar agar lebih menyadari perbuatannya yang dinilai telah meyalahi pikukuh yang ada. Hal tersebut mampu memberikan efek jera yang luar biasa bagi pelanggarnya.Adanya kerjasama yang erat diantara penegak hukum adat dan penegak hukum negara yang berada disekitar wilayah masyarakat Baduy, mampu menciptakan suatu keharmonisan dan ke-efektifan bagi berjalannya suatu hukum yang berlaku di masyarakat Baduy, terutama yang itu juga berlaku bagi masyarakat luar Baduy.

E. SARAN

Mas yarakat yang berada disekitar perbatasan territorial adat Baduy setidaknya lebih memiliki kesadaran akan keistimewaan hukum adat Baduy serta lebih turut serta menjaga kelestariannya tanpa atau setidak-tidaknya mengurangi segala kepentingan-kepentingan pribadi yang memanfaatkan masyarakat Baduy dan masyarakat di luar Baduy atau pengunjung. Peran Pemerintah

(13)

D ae rah di da la m pe ng el ola a n lok as i wisata budaya Baduy, seharusnya bisa lebih diperhatikan lagi, agar pengunjung serta masyarakat disekitar territorial Baduy lebih merasa nyaman dan aman di dalam berkegiatan di dalam lokasi tersebut, tanpa khawatir adanya penipuan atau kejahatan-kejahatan yang mungkin terjadi. Di dalam

konteks melestarikan budaya dan adat yang ada di Baduy, tidaklah menjadi tanggungjawab instansi negara ataupun masyarakat disekitar perbatasan territorial adat Baduy bahkan masyarakat adat Baduy itu sendiri, namun juga menjadi tanggungjawab kita semua sebagai warga negara Indonesia, bahkan warga negara asing yang berkunjung ke lokasi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan. Jakarta : Kencana Prenada

Media Group

telaah-sosiologis.html

Anti Mayastuti, Restorative Justice Dalam Pidana Adat, Fakultas Hukum Universitas Maret Surakarta, Volume 2 Nomor 1.

Djojodigoeno, 1958,Asas-Asas Hukum Adat, GAMA Yogyakarta, Yogyakarta.

Sebelas Maret, Surakarta.

Masyarakat Baduy.

Hukum Dan Sanksi Adat: Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana,

Setara Press, Malang.

Indigenous Legal Traditions and Canadian Bhinneka Tunggal Ika: Indonesian Lessons for Legal Pluralism in Canadian”,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Gambar

Tabel 2: Beberapa Aturan Adat Baduy

Referensi

Dokumen terkait

mempergunakan teopri ilmu pengetahuan, profesional dapat menjelaskan apanyang dihadapinya dan apa yang akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi. Teori ilmu

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal

 Sangat baik dalam sikap patuh pada tata tertib atau aturan dan mengerjakan/mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan, mengikuti kaidah berbahasa tulis yang baik

diajukan oleh penggugat dinilai sudah tepat dan benar, namun masih ada pertimbangan yang tidak bersesuaian dengan permohonan/gugatan penggugat, oleh karena itu

v) Menyediakan air untuk hewan ternak yaitu berbasis pada analisis kebutuhan, kesempatan dan sistem pengelolaan air setempat. w) Melakukan kegiatan rehabilitasi sumber air

.. Kurikulum yang menggabungkan sejumlah disiplin ilmu melalui pemaduan area isi, keterampilan dan sikap. Anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui

Tidak adanya leukosit dalam sediaan hapus pulasan Gram sampel urine bersih yang dibuat seperti di atas merupakan bukti yang baik bahwa urine tidak terinfeksi.Spesimen urine

Berdasarkan data Bloomberg nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan spot kemarin ditutup di level Rp 13.441 akibat sentimen negatif dari pemaparan