• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SLOW DEEP BREATHING TERHADAP SKALA NYERI AKUT PADA PASIEN CIDERA KEPALA RINGAN DI RUANG IGD RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SLOW DEEP BREATHING TERHADAP SKALA NYERI AKUT PADA PASIEN CIDERA KEPALA RINGAN DI RUANG IGD RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH SLOW DEEP BREATHING TERHADAP SKALA NYERI AKUT PADA PASIEN CIDERA KEPALA

RINGAN DI RUANG IGD RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

SKRIPSI

“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”

Oleh :

Beny Susilo Satmoko NIM. S11008

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA 2015

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Slow Deep Breathing Terhadap Skala Nyeri Akut Pada Pasien Cidera Kepala Ringan Di Ruang IGD RSUD Pandan Arang Boyolali”, dalam penyusunan proposal ini, peneliti banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari tanpa adanya bimbingan dan dukungan maka kurang sempurna penyelesaian proposal ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.

2. Ibu Ns. Wahyu Rima Agustin M.Kep, selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.

3. Ibu Ns. Anita Istiningtyas, M.Kep, selaku pembimbing utama yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Ns. Rufaida Nur Fitriana S.Kep. , selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan serta arahan.

5. Ibu Ns. Wahyuningsih Safitri M.Kep, selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan serta arahan

6. RSUD Pandan Arang Boyolali, yang telah menyediakan tempat bagi peneliti melakukan penelitian.

7. Responden penelitian yang telah memberikan data bagi peneliti.

8. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang tela membantu penulis.

(5)

v

Penulis menyadari bahwa proposal ini tidak terlepas dari kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat.

Surakarta, 14 Juli 2015

Beny Susilo Satmoko NIM.S11008

(6)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i LEMBAR PERSETUJUAN ... ii SURAT PERNYATAAN ... ii KATA PENGANTAR ... iv DAFTAR ISI ... vi DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi ABSTRAK ... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 5 1.3. Tujuan Penelitian ... 5 1.3.1 Tujuan Umum ... 5 1.3.2 Tujuan Khusus ... 5 1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori ... 8

2.1.1. Cidera Kepala ... 8

2.1.2. Nyeri ... 14

2.1.3. Latihan Slow deep breathing Pada Nyeri Akut ... 26

(7)

vii

2.3. Kerangka Konsep ... 31

2.4. Hipotesis ... 31

2.5. Keaslian Penelitian ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 35

3.2. Populasi dan Sampel ... 36

3.2.1. Populasi ... 36

3.2.2. Sampel ... 36

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

3.4. Variabel Penelitian,Definisi Operarasional, dan Skala Pengukuran ... 38

3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ... 38

3.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 41

3.6.1. Teknik Pengolahan Data ... 41

3.6.2. Analisa Data ... 42

3.7. Etika Penelitian ... 44

BAB IV HASIL PENELTIAN 4.1. Univariat ... 45

4.1.1. Karakteristik Responden Menurut Umur ... 45

4.1.2. Karakteristik responden menurut jenis kelamin ... 45

4.1.3. Skala Nyeri Akut Sebelum dan Sesudah Slow Deep Breathing ... 46

4.2. Analisa Bivariat ... 46

4.2.1. Uji Normalitas ... 46

(8)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Hasil Analisa Univariat ... 48 5.1.1. Karakteristik responden ... 48 5.1.2. Karakteristik Skala Nyeri Akut Sebelum dan Sesudah Melakukan

Slow Deep Breathing ... 50 5.1.3. Pengaruh Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas Nyeri Kepala

Akut ... 51 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 55 6.2. Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

2.1 Keaslian Penelitian 32

3.1 Varibel Penelitian, Definisi Operatif, dan Skala Pengukuran

38 4.1 Karakteristik Responden Menurut Umur 45 4.2 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin 45 4.3 Hasil Pengukuran Skala Nyeri Akut Sebelum dan

Sesudah Slow Deep Breathing

46

4.4 Hasl Uji Shapiro-Wilk 46

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman

2.1 Skala Whaley dan Wong 23

2.2 Visual Analog Scale 24

2.3 Kerangka Teori 30

2.4 Kerangka Konsep 31

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Keterangan

1 Jawaban Ijin Studi Pendahuluan Penelitian 2 Ijin Studi Pendahuluan

3 Informed consent

4 Tool Slow Deep Breathing 5 Lembar observasi

6 Surat Rekomendasi Penelitian 7 Surat Keterangan Penelitian 8 Hasil Uji Spss

9 Lembar konsultasi 10 Jadwal penelitian

(12)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 Beny Susilo Satmoko

PENGARUH SLOW DEEP BREATHING TERHADAP SKALA NYERI AKUT PADA PASIEN CIDERA KEPALA RINGAN DI RUANG

IGD RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI Abstrak

Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS 14- 15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri akut, hematoma, laserasi dan abrasi.Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan efek relaksasi.Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh latihan Slow deep breathing terhadap nyeri akut pada pasien cedera kepala ringan. Desain Penelitian ini menggunakan Pre-Experimental Design dengan pendekatan One Group Pretest-Posttest Design.Teknik sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 30 orang.

Hasil analisa uji wilcoxon menunjukan nilai P value = 0.000 sehingga P value < 0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima bahwa terdapat pengaruh slow deep breathing terhadap skala nyeri akut pada pasien cidera kepala ringan.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini didapatkan hasilada perbedaan yang bermakna rata-rata skala nyeri kepala sebelum dan setelah tindakan slow deep breathing (p=0,000, α = 0,05). Rekomendasi hasil penelitian ini adalah slow deep breathing dapat dilakukan pasien cidera kepala ringan dalam penatalaksanaan non-farmakologi nyeri akut yang dialami.

Kata kunci: nyeri kepala, cedera kepala ringan, slow deep breathing Daftar pustaka : 50(2004-2015)

(13)

xiii

BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Beny Susilo Satmoko

EFFECT OF SLOW DEEP BREATHING ON ACUTE PAIN SCALE OF MILD HEAD INJURY PATIENTS AT EMERGENCY INSTALLATION OF PANDAN ARANG LOCAL GENERAL HOSPITAL OF BOYOLALI

ABSTRACT

Mild head injury is a head trauma with GCS 14 - 15 (fully awake) without loss of consciousness, feeling dizzy, and acute pain, hematoma, laceration abrasion. Slow deep breathing is an act to regulate breathing deeply and slowly which can cause a relaxing effect. The objective of this research is to investigate the effect of the slow deep breathing training on the acute pain scale of the mild head injury patients.

This research used the pre-experimental design with one group pretest-posttest design approach. The samples of research were 30 respondents and were taken by using the purposive sampling technique.

The result of the Wilcoxon’s test shows that the p-value was 0.000, which was less than 0.05 so that H0 was rejected and H1 was verified, meaning that there was an effect of the slow deep breathing on the acute pain scale of mild head injury patients.

Thus, there was a significant difference between the average scale of headache prior to and following the application of the slow deep breathing (p=0.000, α = 0.05). It is recommended that the slow deep breathing can be applied to the mild injury patients in the non-pharmacological management of experienced acute pain.

Keywords: Headache, mild head injury, slow peep breathing References: 50(2004-2015)

(14)

1 1.1. Latar Belakang

Cidera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurology atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya.Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 14- 15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri akut, hematoma, laserasi dan abrasi. Cidera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks. Gangguan yang ditimbulkan dapat bersifat sementara maupun menetap, seperti defisit kognitif, psikis, intelektual, serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Trauma kepala dapat mengenai berbagai komponen kepala mulai dari bagian terluar hingga terdalam, termasuk tengkorak dan otak (Soertidewi, 2006).

Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual, emosional, sosial, dan keterampilan. Otak berada dalam ruang yang tertutup dan terlindungi oleh tulang-tulang yang kuat namun dapat juga mengalami kerusakan. Salah satu penyebab dari kerusakan otak adalah terjadinya trauma atau cidera kepala yang dapat mengakibatkan kerusakan struktur otak, sehingga fungsinya juga dapat terganggu (Black, 2009).

Pasien dengan cidera kepala dapat secara primer mengakibatkan kerusakan permanen pada jaringan otak atau mengalami cidera sekunder seperti adanya

(15)

2

iskemik otak akibat hipoksia, hiperkapnia, hiperglikemia atau ketidakseimbangan elektrolit (Arifin, 2008). Keadaan tersebut diakibatkan oleh adanya penurunan cerebral blood flow pada 24 jam pertama cidera kepala, meningkatnya tekanan intrakranial, dan menurunnya perfusi jaringan serebral (Deem, 2006).

Iskemik jaringan otak juga disebabkan oleh peningkatan metabolisme otak karena peningkatan penggunaan glukosa pada 30 menit pertama post trauma yang kemudian kadar glukosa akan dipertahankan lebih rendah dalam 5–10 hari (Madikians, 2006). Peningkatan metabolisme glukosa berasal dari hiperglikolisis dari kekacauan gradien ionik membran sel dan aktivasi energi dari pompa ionik pada jaringan otak (Madikians, 2006). Peningkatan metabolisme otak mempunyai konsekuensi pada peningkatan konsumsi oksigen otak, karena metabolisme membutuhkan oksigen dan meningkatkan kadar karbondioksida, jika kebutuhan oksigen otak tidak terpenuhi maka metabolisme akan beralih dariaerob ke metabolisme anaerob. Keadaan ini menghasilkan asam laktat yang menstimulasi terjadinya nyeri akut (Arifin, 2008).

Insiden trauma kepala di Amerika Serikat adalah 200 per 100.000 orang pertahun (Wagner, 2006). Kecelakaan kendaraan bermotor di Indonesia, mencapai 13.339 kejadian yang mengakibatkan kematian 9.865jiwa, lukaberat 6.143 jiwa serta luka ringan 8.694 jiwa. Data dari DepKesRI menunjukan 50% dari semua kasus kecelakaan kendaraan bermotor, adalah berupa cidera kepala (DepkesRI,2005). Diperkirakan lebih dari 30% kasus cidera kepala berakibat fatal sebelum datang ke rumah sakit dan 20% kasus cidera kepala mengalami komplikasi sekunder seperti iskemia serebral akibat hipoksia dan hipotensi,

(16)

perdarahan serebral serta edema serebral (Black & Hawks, 2009). PenelitianLusiyawati (2009)tercatatdari sepuluh kasus penyakit di Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali sebanyak32,28% adalah penyakit cidera kepala, yang terbagi menjadi 20,05% cidera kepala ringan, 9,12% cidera kepala sedang, 2,11% cidera kepala berat. Data yang didapatkan peneliti dari rekam medik RSUD Pandan Arang Boyolali menunjukan pada tahun 2013 terdapat 29 kasus cidera kepala berat, 39 kasus cidera kepala sedang, 508 cidera kepala ringan. Tahun 2014 jumlah pasien cidera kepala berat terdapat 22 kasus, cidera kepala sedang 39 kasus, dan cidera kepala ringan 497 kasus.

Nyeri akut pada kepala merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada cidera kepala ringan, yaitu sekitar 82% (Wijayasakti, 2009). Keadaan nyeri ini terjadi akibat perubahan organik atau kerusakan serabut saraf otak, edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial karena sirkulasi serebral yang tidak adekuat (Black, 2009). Kestabilan oksigen otak diperlukan keseimbangan antara suplay oksigen dan kebutuhan (demand) oksigen otak. Suplay oksigen otak perlu ditingkatkan melalui tindakan pemberian oksigen, mempertahankan tekanan darah dan kadar hemoglobin yang normal (Black, 2009).

Penatalaksanaan nyeri akut pada pasien dengan cedera kepala ringan oleh perawat dapat dilakukan dengan terapi non farmakologik seperti terapi behavioral (relaksasi, hipnoterapi, biofeedback) maupun terapi fisik seperti akupuntur,

Transcutaneous Electricnerve Stimulation (TENS). Tindakanslow deep

breathingmungkin menjadi alternatif untuk mengatasi nyeri akut post trauma kepala karena secara fisiologis menimbulkan efek relaksasi sehingga dapat

(17)

4

menurunkan metabolisme otak. Slow deep breathingmerupakan tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat. Pengendalian pengaturan pernapasan secara sadar dilakukan oleh korteks serebri, sedangkan pernapasan yang spontan atau automatik dilakukan oleh medulla oblongata (Martini, 2006).

Napas dalam dan lambat dapat menstimulasi respons saraf otonom, yaitu dengan menurunkan respons saraf simpatis dan meningkatkan respons parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respons parasimpatis lebih banyak menurunkan aktivitas tubuh sehingga dapat menurunkan aktivitas metabolik (Velkumary, 2004). Penelitian Tarwoto mengungkapkan ada perbedaan yang bermakna rata-rata intensitas nyeri akut sebelum dan setelah intervensi slow deep breathing pada kasus cidera kepala ringan pada kelompok intervensi, dan juga ada perbedaan yang bermakna rata-rata intensitas nyeri akut sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol (Tarwoto, 2011).

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di ruang IGD RSUD Pandan Arang Boyolali. Penatalaksanaan nyeri non medis khususnya slow deep breathingbelum dilakukan pada pasien cidera kepala ringan di Ruang IGD. Penelitian-penelitian tentang penatalaksanaan nyeri non medis,umumnya dilakukan dengan relaksasi nafas pada pasien kronik sedangkan penelitian tentang relaksasi pernapasan untuk mengatasi nyeri akut pada cidera kepala akut di Ruang IGD belum dilakukan, sehingga peneliti tertarik untuk membuktikan adakah

(18)

pengaruhslow deep breathing terhadap nyeri akut pasien cidera kepala ringan di Ruang IGD.

1.2. Rumusan Masalah

Pasien dengan cidera kepala akan mengalami peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan karena edema serebri maupun perdarahan atau hematoma serebral. Salah satu tanda adanya peningkatan tekanan intrakranial adalah nyeri akut. Nyeri akut pada cidera kepala disebabkan karena tidak adekuatnya perfusi jaringan otak sehingga akan terjadi perubahan metabolisme dari aerob ke metabolisme anaerob. Penelian-penelitian sebelumnya telah banyak di kemukakan berbagai penatalaksanaan nyeri non medis salah satunya adalah slow deep breathing. Berdasarkan penelitian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti adakah pengaruhslow deep breathingterhadapskala nyeri akut pada pasien cidera kepala ringan di Ruang IGD. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakahpengaruhslow deep breathing terhadap skala nyeri akut pada pasien cidera kepala ringan di Ruang IGD RSUD Pandan Arang Boyolali.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruhslow deep breathingterhadapskala nyeri akut pada pasien cidera kepala ringan di Ruang IGD RSUD Pandan Arang Boyolali.

1.3.2. Tujuan Khusus

(19)

6

2. Mengidentifikasi skalanyeri akut pada pasien cidera kepala ringan sebelum mendapatkan tindakan latihan slow deep breathing.

3. Mengidentifikasiskalanyeri akut pada pasien cidera kepala ringan setelah mendapatkan latihan slow deep breathing.

4. Menganalisispengaruh slow deep breathing terhadap skala nyeri akut pada pasien cidera kepala ringan sebelum dan sesudah latihan slow deep breathing.

1.4. Manfaat Penelitian

1. RSUD Pandan Arang Boyolali

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi rumah sakit tentang pengaruh slow deep breathing terhadap skala nyeri akut pada pasien cidera kepala ringan sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk diterapkan di rumah sakit.

2. Pasien cidera kepala ringan

Sebagai masukan bagi pasien agar dapat melakukan slow deep breathing dalam penatalaksanaan nyeri akut pada pasien cidera kepala ringan. 3. Perawat RSUD Pandan Arang Boyolali dan tenaga kesehatan lain

Sebagai bahan masukan positif bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dalam penatalaksanaan nyeri akut pada pasien cidera kepala ringan dengan teknik slow deep breathing.

(20)

Memberi sumbangan bagi ilmu pengetahuan dan institusi pendidikan tentang cara penatalaksanaan nyeri akut pada pasien cidera kepala ringan dengan metode slow deep breathing.

5. Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan menambah dan memberikan masukan positif untuk pengembangan ilmu keperawatan dan sebagai bahan untuk melaksanakan penelitian tentang penatalaksanaan nyeri pasien cidera kepala ringan dengan slow deep breathingdenganmetode dan variabel yang berbeda serta sampel yang lebih luas.

6. Peneliti

Peneliti dapat memperdalam ilmu keperawatan khususnya pada kasus cidera kepala ringan dengan keluhan nyeri akut serta dapat mengetahui pengaruh slow deep breathing terhadap skala nyeri akut pada pasien cidera kepala ringan

(21)

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Cidera Kepala 2.1.1.1. Pengertian

Cidera kepala atau traumatic brain injury didefinisikan sebagai cidera pada kepala akibat trauma tumpul (blunt trauma) atau trauma tembus (penetrating trauma) atau tenaga akselerasi-deselerasi yang menyebabkan gangguan fungsi otak sementara atau permanen. Sebagian ahli menggunakan istilah cidera kranio-serebral berdasarkan pemahaman bahwa perlukaan atau lesi yang terjadi dapat mengenai bagian tulang tengkorak (kranium) atau bagian jaringan otak (cerebral) atau keduanya sekaligus (Dewanto, 2009).

2.1.1.2. Penyebab Cidera Kepala

Menurut Grace (2007) penyebab cidera kepala dapat di kelompokan menjadi beberapa faktor, antara lain :

2.1.1.2.1. Pukulan Langsung

Pukulan langsung dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau pada sisi yang berlawana dari pukulan ketika otak

(22)

bergerak dalam tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan (contreoup injury).

2.1.1.2.2. Rotasi/deselerasi

Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak. Rotasi yang hebat juga dapat menyebabkan trauma robekan di dalam otak dan batang otak, menyebabkan cidera aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral.

2.1.1.2.3. Tabrakan

Otak sering kali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada anak-anak dengan tengkorak yang elastis).

2.1.1.2.4. Peluru

Peluru cenderung menyebabkan hilangnya jaringan seiring dengan trauma.

2.1.1.3. Mekanisme Cidera Kepala

Organ otak dilindungi oleh rambut kepala, kulit kepala, tulang tengkorak, dan meningen atau lapisan otak, sehingga secara fisiologis efektif terlindungi dari trauma atau cidera. Cidera kepala terjadi karena adanya benturan atau daya yang mengenai kepala secara tiba-tiba. Cidera kepala dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu ketika kepala secara langsung

(23)

10

kontak dengan benda atau obyek dan mekanisme akselerasi-deselerasi. Akselerasi merupakan mekanisme cidera kepala yang terjadi ketika benda yang bergerak membentur kepala yang diam, sedangkan deselerasi terjadi ketika kepala bergerak membentur benda yang diam (Black, 2009).

Energi kinetik diabsorpsi oleh kulit kepala, tulang tengkorak, dan meningen ketika benturan terjadi sedangkan sisa energi yang ada akan hilang pada bagian atas otak. Namun demikian jika energi atau daya yang dihasilkan lebih besar dari kekuatan proteksi maka akan menimbulkan kerusakan pada otak. Berdasarkan patofisiologinya cidera kepala, dibagi menjadi cidera kepala primer dan cidera kepala skunder. Cidera kepala primer merupakan cidera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian cidera. Cidera ini umumnya menimbulkan kerusakan pada tengkorak, otak, pembuluh darah, dan struktur pendukungnya. Cidera kepala sekunder merupakan proses lanjutan dari cidera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik. Pasien cidera kepala sekunder mengalami hipoksia, hipotensi, asidosis, dan penurunan suplay oksigen otak. Lebih lanjut keadaan ini menimbulkan edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai adanya penurunan kesadaran, muntah, edema, dan nyeri. Masalah utama yang sering terjadi

(24)

pada cidera kepala adalah adanya perdarahan, edema serebri, dan peningkatan tekanan intrakranial (Hickey, 2004).

2.1.1.4. Peningkatan Tekanan Intra Kranial

Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu perfusi otak dan akan memacu terjadinya Iskemia. Tekanan intrakranial normal pada saat istrahat adalah 10 mmHg. Tekanan intrakranial yang lebih dari 20 mmHg khususnya bila berkepanjangan dan sulit diturunkan akan menyebabkan hasil yang buruk terhadap penderita (Little, 2008).

Konsep dasar terpenting untuk pengertian dinamika TIK (Tekanan Intra Kranial) atau ICP (Intra Cranial Presure) disebut dengan doktrin Kelly. Berdasarkan doktrin Monroe-Kellie dinyatakan bahwa setiap penambahan volume atau perubahan ke salah satu konstituen otak harus dikompensasi dengan penurunan volume konstitiuen lainnya secara seimbang. TIK akan meningkat hanya bila mekanisme kompensasi ini gagal. Massa perdarahan dapat membesar sementara tekanan intrakranial masih tetap normal setelah cidera kepala dan apabila batas penggeseran cairan serebrospinal dan darah intravaskuler terlampaui maka tekanan intrakranial akan mendadak meningkat dengan cepat (Little, 2008).

(25)

12

2.1.1.5. Gambaran Klinis

Menurut Grace (2007) pasien dengan cidera kepala dapat dilihat dari gambaran klinis pasien diantaranya :

1. Riwayat trauma langung pada kepala atau deselerasi. 2. Pasien harus dinilai penuh untuk trauma lainya.

3. Tingkat kesadaran harus dinilai dengan GCS (Glasgow Coma Scale).

4. Ketidaksimetrisan pupil atau reflek cahaya yang abnormal menunjukan perdrahan intrakranial.

5. Sakit kepala, mual, muntah, frekuansi nadi yang menurun, dan peningkatan tekanan darah menunjukan edema serebral. 2.1.1.6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Grace (2007) pemeriksaan penunjang pada pasien cidera kepala ringan dapat dilkukan dengan 2 jenis pemeriksaan antara lain :

1. Rontgen tengkorak : AP, Lateral, dan posisi Towne. 2. CT scan/MRI :menunjukan kontusio, hematoma,

(26)

2.1.1.7. Klasifikasi Cidera kepala

Menurut Dewanto (2007) cidera Kepala dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan nilai GCS, yaitu :

2.1.1.7.1. Cidera Kepala Ringan 1. GCS >13.

2. Tidak terdapat CT scan pada otak. 3. Tidak memerlukan tindakan operasi. 4. Lama dirawat di RS <48 jam. 2.1.1.7.2. Cidera Kepala Sedang

1. GCS 9-13.

2. Ditemukan kelainan pada CT Scan otak.

3. Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial.

4. Dirawat di RS setidaknya 48 jam. 2.1.1.7.3. Cidera Kepal Berat

Bila dalam waktu 48 jam setalah trauma nilai GCS <9.

2.1.1.8. Penatalaksanaan

Pasien cidera kepala ringan, mungkin memiliki riwayat periode kehilangan kesadaran. Amenesia retrograd terhadap

(27)

14

peristiwa sebelum kecelakaan cukup siginifikan, menurut Grace (2007) ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan, antara lain :

2.1.1.8.1. Indikasi Untuk Rontgen Tengkorak 1. Hilang kesadaran atau amnesia. 2. Tanda-tanda neurologis.

3. Curiga trauma tembus. 4. Intoksikasi alkohol. 5. Sulit menilai pasien. 2.1.1.8.2. Indikasi Rawat

1. Kebingungan atau GCS menurun. 2. Fraktur tengkorak.

3. Sakit kepala atau muntah. 4. Sulit menilai pasien.

5. Terdapat masalah medis yang menyertai.

2.1.1.8.3. Indikasi Untuk Merujuk Ke Bagian Bedah Saraf 1. Fraktur tengkorak.

2. Kejang.

3. Kebingungan >12 jam. 4. Curiga cidera terbuka. 5. Terdapat perburukan.

(28)

2.1.2. Nyeri

2.1.2.1. Definisi nyeri

Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut InternationalAssociation for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Hanley, 2008).

Nyeri bersifat dalam, tumpul, diikuti berbagai macam gangguan, terjadi lambat dan meningkat secara perlahan setelahnya, dimulai setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai beberapa detik atau menit. Nyeri ini berhubungan dengan kerusakan jaringan, ini bersifat terus-menerus atau intermitten (Hanley, 2008).

2.1.2.2. Klasifikasi Nyeri

Menurut Hanley (2008) nyeri diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu :

2.1.2.2.1. Nyeri Akut

Nyeri akut merupakan mekanisme pertahanan yang berlangsung kurang dari enam bulan. Secara

(29)

16

fisiologis terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi napas, tekanan darah, aliran darah perifer, tegangan otot, keringat pada telapak tangan, dan perubahan ukuran pupil.

2.1.2.2.2. Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang satu periode waktu. Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih.

2.1.2.3. Fisiologi nyeri

Tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sumsum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor.

Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls ke otak. Medula spinalis dapat dianggap sebagai tempat

(30)

memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut traktus sensori asenden berawal disini. Terdapat interkoneksi antara sistem neural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri, agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal.

Interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi yang menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali area ini disebut “gerbang”. Kecendrungan alamiah gerbang adalah membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan jaras asenden dan mengaktifkan nyeri. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri.

Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim sensasi tidak nyeri memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel-sel inhibitor dalam kornu dorsalis medula spinalis mengandung eukafalin yang menghambat transmisi nyeri (Corwin, 2009).

(31)

18

2.1.2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri 2.1.2.4.1. Usia

Usia adalah variabel penting yangmempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaanperkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapatmempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anakkesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan kalau apa yang dilakukanperawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang belum mempunyai kosakatayang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal danmengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat.Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkajirespon nyeri pada anak. Orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudahpatologis dan mengalami kerusakan fungsi.

Seorang perawat harus menggunakan teknik komunikasi yang sederhanadan tepat untuk membantu anak dalam membantu anak dalam memahami danmendeskripsikan nyeri. Hal-hal diatas dapat membantu mengkaji nyeri dengan tepat.Perawat dapat menunjukkan serangkaian gambar yang melukiskan deskripsi wajah yang berbeda, seperti tersenyum,

(32)

mengerutkan dahi atau menangis. Anak-anak dapat menunjukkan gambar yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan mereka.

2.1.2.4.2. Jenis Kelamin

Laki-laki dan perempuan tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapatmenangis dalam waktu yang sama.

2.1.2.4.3. Makna Nyeri

Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang dialaminya, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya ia ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu tersebut mengetahui ketakutan dapat meningkatkan nyeri dan pengobatan yang tidak adekuat.

Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang

(33)

20

kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten.

Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman sebelumnya menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri, jika nyerinya teratasi dengan tepat dan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampumentoleransi nyeri dengan baik.

2.1.2.4.4. Kecemasan

Kecemasan dan nyeri mempunyai hubungan yang timbal balik. Kecemasan seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan kecemasan. Stimulasi nyeri mengaktifkan sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya kecemasan. Sistem limbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri. Individu yangsehat secara emosional, biasanya lebih mampu mentoleransi nyerisedang hingga berat dari pada individu yang memiliki emosional yangkurang stabil.

(34)

2.1.2.4.5. Koping

Seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.

Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien mungkin tergantung pada support emosional dari anak-anak, keluarga atau teman. Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan untuk berdo’a, memberikan banyak kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang datang(Potter & Perry, 2006).

2.1.2.4.6. Cidera Kepala

Nyeri akut dipengaruhi oleh derajatkerusakan dari otak yang menyebakan tidak adekuatnya perfusi

(35)

22

jaringan otak. Nyeri berkaitan dengan trauma kepala ringan, sedang, dan berat (Machfoed, 2010)

2.1.2.5. Skala Nyeri

Karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah skala nyeri itu sendiri. Pasien mendeskripsi nyeri sebagai nyeri ringan, sedang atau berat, tetapi tentu masing-masing individu akan mempunyai penilaian yang berbeda. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran yang lebih objektif. Beberapa Miller (2009) skala yang dapat dipakai untuk mengukur skala nyeri diantaranya:

2.1.2.5.1. Verbal Descriptor Scale (VDS)

Merupakan garis lurus yang terdiri dari tiga sampai lima kata dengan jarak yang sama disepanjang garis, mulai dari ranking “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Pengukuran skala ini dengan meminta pasien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang dirasakan (Miller, 2009).

2.1.2.5.2. Faces Pain Scale

Skala wajah untuk menilai nyeri dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan akan cara penilaian yang dapat digunakan untuk anak-anak. Perkembangan kemampuan verbal dan pemahaman konsep merupakan hambatan utama ketika menggunakan cara-cara penilaian nyeri yang telah dikemukakan di atas untuk

(36)

anak-anak usia kurang dari tujuh tahun. Skala wajah dapat digunakan untuk anak-anak, karena anak-anak dapat diminta untuk memilih gambar wajah sesuai rasa nyeri yang dialaminya. Pilihan ini kemudian diberi skor angka. Skala wajah Whaley dan Wong menggunakan enam kartun wajah, yang menggambarkan wajah

tersenyum, wajah sedih, sampai menangis, dan tiap wajah ditandai.

Gambar 2.1 Skala Whaley dan Wong (Sumber: Baultch, 2010) 2.1.2.5.3. Visual Analog Scale (VAS)

VAS adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap centimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang

(37)

24

lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya yang sangat mudah dan sederhana. Farmasis dapat segera menggunakannya sebagai penilaian cepat pada hampir semua situasi praktek farmasi namun pada periode pascabedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena pada VAS diperlukan koordinasi visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya reda rasa nyeri.

Gambar 2.2 Visual Analog Scale (Sumber : Potter & Perry, 2006) 2.1.2.5.4. Skala numerik verbal

Skala numerik verbal skala ini menggunakan angka-angka nol sampai sepuluh untuk menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrim juga digunakan pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode pascabedah, karena secara alami verbal atau kata-kata tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan

(38)

motorik. Skala verbal menggunakan kata-kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang atau redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang, baik atau nyeri hilang sama sekali. Skala ini membatasi pilihan kata pasien oleh karena itu skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri (Miller, 2009).

2.1.2.6. Penanganan Nyeri

2.1.2.6.1. Terapi Farmakologi

Obat analgetik untuk nyeri dikelompokkan menjadi tiga yaitu non-narkotik dan obat anti inflamasi non-steroid (NSAID), analgetik narkotik atau opoid dan obat tambahan (adjuvan) atau ko analgetik (Meliala & Suryamiharja, 2007). Obat NSAID umumnya digunakan untuk mengurangi nyeri ringan dan sedang, analgetik narkotik umumnya untuk nyeri sedang dan berat (Potter & Perry, 2006).

2.1.2.6.2. Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi atau disebut terapi komplementer telah terbukti dapat menurunkan nyeri. Ada dua jenis terapi komplementer yang dapat

(39)

26

digunakan untuk mengurangi nyeri yaitu: Behavioral treatment seperti latihan relaksasi, distraksi, hipnoterapi, latihan biofeedback dan terapi fisik seperti akupuntur, Transcutaneous Electric Nerve Stmulation (TENS) (Machfoed & Suharjanti, 2010).

Distraksi adalah teknis memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan nyeri, menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desendens, yang mengakibatkan lebih sedikit stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri (Potter &Perry, 2006).

2.1.3. Latihan Slow Deep Breathing pada Nyeri Akut

Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan efek relaksasi (Tarwoto, 2011). Penelitian Tarwoto (2011) menyatakan ada perbedaan yang bermakna rata-rata intensitas nyeri kepala sebelum dan setelah intervensi slow deep breathing pada kelompok intervensi, dan juga ada perbedaan yang bermakna rata-rata intensitas nyeri kepala sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol. Penurunan intensitas nyeri kepala pada kedua kelompok tersebut tidak terlepas dari pengaruh

(40)

pemberian obat analgetik dan perbaikan jaringan serebral seperti adanya pemulihan edema serebri. Dilihat dari perbedaan selisih mean kelompok intervensi dengan kelompok kontrol menunjukkan nilai yang signifikan. Terapi analgetik yang dikombinasi dengan teknik latihan slow deep breathing lebih efektif menurunkan nyeri kepala akut pada pasien cedera kepala ringan dibandingkan dengan hanya menggunakan terapi analgetik saja.

Pengendalian pengaturan pernapasan secara sadar dilakukan oleh korteks serebri, sedangkan pernapasan yang spontan atau automatik dilakukan oleh medulla oblongata (Martini, 2006). Napas dalam lambat dapat menstimulasi respons saraf otonom melalui pengeluaran neurotransmitter endorphin yang berefek pada penurunan respons saraf simpatis dan peningkatkan respons parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respons parasimpatis lebih banyak menurunkan aktivitas tubuh atau relaksasi sehingga dapat menurukan aktivitas metabolik (Velkumary, 2004). Stimulasi saraf parasimpatis dan penghambatan stimulasi saraf simpatis pada slow deep breathing juga berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah otak yang memungkinkan suplay oksigen otak lebih banyak sehingga perfusi jaringan otak diharapkan lebih adekuat (Downey, 2009).

Mekanisme penurunan metabolisme tubuh pada pernapasan lambat dan dalam masih belum jelas, namun menurut hipotesanya napas dalam dan lambat yang disadari akan mempengaruhi sistem saraf otonom melalui

(41)

28

penghambatan sinyal reseptor peregangan dan arus hiperpolarisasi baik melalui jaringan saraf dan non-saraf dengan mensinkronisasikan elemen saraf di jantung, paru-paru, sistem limbik, dan korteks serebri. Selama inspirasi, peregangan jaringan paru menghasilkan sinyal inhibitor atau penghambat yang mengakibatkan adaptasi reseptor peregangan lambat atau Slowly Adapting Stretch Reseptors (SARS) dan hiperpolarisasi pada fibroblas. Kedua penghambat impuls dan hiperpolarisasi ini dikenal untuk menyinkronkan unsur saraf yang menuju ke modulasi sistem saraf dan penurunan aktivitas metabolik yang merupakan status saraf parasimpatis (Jerath, 2006)

Pengaturan pernapasan dalam dan lambat menyebabkan penurunan secara signifikan konsumsi oksigen. Teknik pernapasan dengan pola yang teratur juga dapat dilakukan untuk relaksasi, manajemen stres, kontrol psikofisiologis dan meningkatkan fungsi organ (Geng & Ikiz, 2009). Latihan napas dalam dan lambat secara teratur akan meningkatkan respons saraf parasimpatis dan penurunan aktivitas saraf simpatik, meningkatkan fungsi pernapasan dan kardiovaskuler, mengurangi efek stres, dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental (Larson & Jane, 2004)

Slow deep breathing adalah metode bernapas yang frekuensi bernapas kurang dari 10 kali permenit dengan fase ekshalasi yang panjang (Breathesy, 2006). Slow deep breathing adalah gabungan dari metode napas dalam (deep breathing) dan napas lambat sehingga dalam pelaksanaan

(42)

latihan pasien melakukan napas dalam dengan frekuensi kurang dari atau sama dengan 10 kali permenit.

2.1.3.1. Langkah-langkah slow deep breathing

Langkah-langkah dalam slow deep breathing (University Of Pittsburgh Medical Center 2003 dalam Tarwoto, 2011): 1. Atur pasien dengan posisi duduk.

2. Kedua tangan pasien diletakkan di atas perut.

3. Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui hidung.

4. Tarik napas selama tiga detik, rasakan abdomen mengembang saat menarik napas.

5. Tahan napas selama tiga detik.

6. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas secaraperlahan selama enam detik. Rasakan abdomen bergerak ke bawah.

(43)

30 Penin gkatan Tekanan Intrakranial SLOW DEEP BREATHING NYER I AKUT CIDERA KEPALA RINGAN Pukulan langsung Rotasi/des elerasi Tabrakan Peluru Cidera kepala sedang Cidera kepala berat Penatala ksanaan farmakologi Penatalak sanaan non-farmakologi CIDERA KEPALA NYE RI NYER I KRONIS 1. relaksasi 2. distraksi 3. akupuntur 4. hipnoterapi 1. Obat anti inflamasi non-steroid 2. ko analgetik 3. analgetik narkotik atau opoid

Gambar 2.3Kerangka Teori

(Sumber : Black, 2009, Brunner & Suddarth, 2004 yang dimodifikasi) 2.2. Kerangka Teori Keteranga n = diteliti = tidak dit eliti

(44)

2.3. Kerangka Konsep

Variabel Independen: Variabel Dependen:

Gambar 2.4 kerangka konsep 2.4. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu kesimpulansementara atau jawaban sementara dari suatu penelitian (Umar, 2005). Hipotesis dari penelitian ini adalah :

H0 = tidak terdapat pengaruh slow deep breathing terhadap skala nyeri akut pada Pasien cidera kepala ringan.

H1 = terdapat pengaruh slow deep breathing terhadap skala nyeri akut pada Pasien cidera kepala ringan.

Terapislow deepbreathing

Skala nyeri akut padacidera kepala ringan

(45)

32

2.5. Keaslian Penelitian

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian Nama

Peneliti

Judul Penelitian

Metode Hasil Penelitian Tarwoto (2011) Pengaruh latihan slow deep breathing Terhadap intensitas nyeri kepala akut pada Pasien cidera kepala ringan Desain penelitian adalah kuasi eksperimen pre post

test dengan

kelompok kontrol

Hasil penelitian diperoleh ada perbedaan yang bermakna rerata intensitas nyeri kepala akut pada pasien cidera kepala ringan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan latihan slow deep breathing(p=0,000, α = 0,05. Terdapat hubungan jenis kelamin dengan intensitas nyeri kepala akut pada pasien cidera kepala ringan (p= 0,046), tetapi tidak ada hubungan antara usia dan suku responden terhadap intensitas nyeri kepala akut pada pasien cidera kepala ringan (berturut-turut p= 0,079 dan p=0,834; α = 0,05) Rahayu, U. Nursiswati. Sriati, A. (2010) Pengaruh guide imagery relaxation terhadap nyeri kepala pada pasien cidera kepala ringan Metode yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan pretest dan posttesttanpa

control

Hasilnya uji statistik menunjukan berpengaruh secara signifikan (p=0.01) guided imagery terhadap menurunkan tingkat nyeri pada pasien cidera kepala ringan, tetapi pasien belum terbebas rangsang nyeri. Syamsuddin, Asniah. 2009 Efektifitas terapi relaksasi napas dalam dengan bermain meniup baling-baling untuk menurunkan Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimental dengan control group post test

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya penurunan tingkat nyeri pada anak yang dilakukan terapi relaksasi napas dalam dengan meniup baling-baling pada kelompok intervensi

(46)

intensitas nyeri pada anak post perawatan luka operasi di dua

dan kelompok kontrol. Penurunan yang cepat terjadi pada kelompok Nama

Peneliti

Judul Penelitian

Metode Hasil Penelitian rumah sakit di

banda aceh Nanggroe aceh darussalam

intervensi 1 jam setelah dilakukan perawatan luka operasi (p value = 0,001) dengan rata-rata perbedaan skala nyeri 2,29, standar deviasi 1,105. Usia anak, jenis kelamin, dan jenis pembedahan tidak berpengaruh terhadap nyeri setelah perawatan luka operasi (p value > 0,05).

Geng, A., & Ikiz, A. (2009) Effect of deep breathing exercises on oxygenation after major

head and neck surgery

Tiga puluh lima pasien

diinstruksikan untuk melakukan (Deep Breathing

Exercises) DBE setiap jam selama 3 jam berturut-turut selama hari pertama pasca operasi. Rasio tekanan parsial oksigen arteri terhadap fraksi inspired oxygen (PaO2 /FiO2), oxygen saturation (SpO 2), respiratory rate (RR), heart rate (HR), and mean arterial pressure (MAP) yang tercatat. Temuan kami menunjukkan bahwa melakukan DBE memiliki efek menguntungkan pada pengobatan hipoksemia pasca operasi setelah cidera kepala dan leher. Fisioterapi dapat dimulai dengan aman di ICU pada hari pertama pasca operasi, dan ahli fisioterapi harus dianggap sebagai bagian penting dari tim perawatan pasien pasca operasi. Karena

semua pasien

diinstruksikan untuk

melakukan DBE

sementara tinggal di ICU di lembaga kami, termasuk kelompok nontreatment dalam penelitian ini adalah etis tidak mungkin. Oleh karena itu, mempelajari efek dari pasien DBE

(47)

34

yang diekstubasi segera setelah operasi dan dikirim langsung ke bangsal rawat inap juga akan diinginkan. Karena fisioterapi paru tidak rutin dilakukan pada kelompok pasien ini, termasuk kelompok nontreatment Nama Peneliti Judul Penelitian

Metode Hasil Penelitian untuk membandingkan efikasi pengobatan atau mungkin pasca operasi Downey, L.V. (2009) The effects of deep breathing training on pain management in the emergency department Penelitian ini merupakan observasi pasien yang melakukan Depp Breathing dengan nyeri sebagai keluhan utama yang masuk ke ruang IGD. Pasien dipilih secara acak ke dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok kontrol menerima pengobatan biasa untuk rasa sakit. Kelompok

eksperimen menerima

pengobatan biasa untuk rasa sakit,

tetapi juga menerima latihan deep breathing. Untuk pengukuran nyeri sebelum perawatan, persediaan nyeri singkat (BPI) yang

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara mereka yang menerima pendidikan pernapasan dalam dan orang-orang yang tidak berkaitan dengan posting tingkat nyeri obat. Namun ada,

perbedaan yang

signifikan dalam kepuasan layanan pelanggan dalam bidang dokter / pasien dan niat untuk mengikuti pengobatan.

(48)

digunakan. Sistem analogi visual (VAS) digunakan untuk mengukur rasa sakit sebelum

dan setelah perawatan dan pernapasan dalam diberikan. Untuk pengukuran kepuasan pasien, skala kepuasan wawancara medis digunakan.

(49)

50 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Pre-Experimental Designdengan pendekatan One Group Pretest-Posttest Design. Penelitian eksperimental adalah suatu rancangan penelitian yang digunakan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat dengan adanya keterlibatan penelitian dalam melakukan manipulasi terhadap variabel bebas. Dikatakan pre-experimentaldesign, karena penelitian ini belum merupakan penelitian sungguh-sungguh sebab masih terdapat variabel lain yang berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen (Nursalam, 2011).Design penelitian ini peneliti melakukan penilaian nyeri pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan terapislow deep breathing.

Keterangan

R = Responden

01 = Skala nyeri sebelum terapi slow deep breathing 02 = Skala nyeri sesudah terapi slow deep breathing X1 = Terapi slow deep breathing

Gambar 3.1 Rancangan penelitian (Sumber : Sugiyono, 2009) R 0 1 X 1 0 2

(50)

3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah diterapkan (Nursalam, 2011). Seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua respondencidera kepala ringan yang masuk ke IGD.Tahun 2014 terdapat 497responden cidera kepala ringan yang masuk ke IGD RSUD Pandan Arang Boyolali dan rata-rata terdapat 41 kasus cidera kepala ringan perbulan pada tahun 2014. Populasi responden cidera kepala ringan pada bulan Februari 2015 terdapat 37 responden yang dirawat di ruang IGD RSUD Pandan Arang Boyolali. 3.2.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2009).

3.2.2.1. Teknik Sampling

Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel (Sugiyono, 2009). Teknik sampling dalam penelitian ini adalah sampling purposive. Sampling purposive adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sempel diantara

(51)

38

populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008). Pemilihan sampel di penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah : 1. Responden mengalami cidera kepala ringan. 2. Responden mengalami nyeri akut.

3. Responden memiliki kemampuan kognitif yang mampumemahami instruksi pertanyaan peneliti.

4. Belum mendapatkan terapi management nyeri non farmakologi. 5. Belum mendapat terapi analgetik.

6. Bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed consent.

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

1. Responden tiba-tiba mengalami kegawatan mengancam nyawa. 3.2.2.2. Besar Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui samplingsedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2011). Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500 (Sugiyono, 2009). Sampel pada penelitian ini adalahresponden cidera kepala ringan di IGD RSUD Pandan Arang

(52)

Boyolali pada periode penelitian Februari – Maret 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi denganjumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 30 orang.

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1. Tempat Penelitan

Penelitian ini dilakukan di IGD RSUD Pandan Arang Boyolali. 3.3.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini di lakukan selama periode Februari – Maret 2015. 3.4. Variabel Penelitian, Definisi Operasonal, dan Skala Pengukuran

Tabel 3.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran

Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala

Independen Terapislow deep breathing

Metode bernapas lambat dan dalam dengan frekuensi pernapasan sama atau kurang dari 10 x/menit, dilakukan selama 15 menit dandilakukan 7 langkah Slow deep breathing.

- -

Dependen

Nyeri akut Perasaan tidak nyamandan nyeri yang terjadi setelah trauma kepala ringan sampai dengan tujuh hari dan diekpresikan secara verbal.

Skala :

0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10

Rasio

3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1. Alat Penelitian

Alat pengumpulan data pada penelitian ini berupa lembar observasi. Pengukur tingkat nyeri responden dilakukan dengan menggunakan Numerik Rate Scale(NRS) dengan menggunakan lembar observasi, yang diisi oleh

(53)

40

peneliti saat pengkajian nyeri sebelum dilakukan terapi slow deep breathing dan sesudah dilakukan terapi slow deep breathing.

3.5.2. Validitas

Validitas adalah alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar. Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji validitas karena peneliti menggunakan alat ukur NRS yang telah dilakukan uji validitas oleh peneliti lain sebelumnya. Penelitian yang dilakukan Li, Liu, & Herr (2007), menyebutkan bahwa skala nyeri NRS menunjukkan uji validitasnya menunjukkan r = 0,90.

3.5.3. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Apabila instrumen pengumpul data sudah ada yang standar, maka bisa digunakan oleh peneliti (Sugiyono, 2009). Penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas karena peneliti menggunakan alat ukur NRS yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas sebelumnya. Penelitian yang dilakukan Li, Liu, & Herr (2007), menyebutkan bahwa skala nyeri NRS menunjukkan reliabilitas lebih dari 0,95.

(54)

3.5.4. Cara Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu : 1. Persiapan

a. Pengajuan usulan proposal penelitian ke prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.

b. Prosedur administrasipeneliti mengurus surat studi pendahuluan penelitian di Prodi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta untuk dilanjutkan ke bagian pendidikan dan penelitian RSUD Pandan Arang Boyolali dalam rangka untuk memperoleh ijin penelitian, kemudian peneliti menyampaikan surat studi pendahuluan kepada RSUD Pandan Arang Boyolali.

c. Peneliti melakukan studi pendahuluan di RSUD Pandan Arang Boyolali.

2. Pelaksanaan

a. Peneliti berada di ruang IGD RSUD Pandan Arang Boyolali melakukan penelitian pada responden cidera kepala ringan pada saat responden datang ke IGD.

b. Peneliti melakukan penelitian di RSUD Pandan Arang Boyolali. c. Peneliti mengidentifikassi sampel sesuai kriteria inklusi dan eksklusi

(55)

42

d. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden.

e. Peneliti memberikan informasi tentang penelitian dan meminta kesediaan responden untuk terlibat dalam penelitian.

f. Peneliti memberikan lembar persetujuan bagi responden yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian.

g. Peneliti mengkaji skala nyeri sebelum dilakukan terapi slow deep breathing dan menulis hasilnya pada lembar observasi.

h. Peneliti mengajarkan terapislow deep breathing pada responden cidera kepala ringan dan meminta responden mempraktekannya selama 8-15 menit dengan frekuensi 6-10 kali permenit.

i. Peneliti mengkaji kembali skala nyeri responden dan menulis hasilnya pada lembar observasi.

3.6. Teknik pengolahan dan analisa data 3.6.1. Teknik pengolahan data

Setelah data terkumpul, peneliti selanjutnya melakukan tahapan pengolahandata berdasarkan Notoatmodjo (2010)yang meliputi proses : 1. Editing

Peneliti melakukan memeriksa kelengkapan data berupa identitas, umur dan alamat responden. Tahap ini dilakukan langsung saat penelitian berlangsung. Peneliti melakukan editing dan memeriksa kelengkapan pada saat mendampingi responden melakukan slow deep

(56)

breathing lalu segera melengkapi apabila ada kekurangan atau ketidaksesuian data.

2. Coding

Peneliti memberikan kode pada setiap respondendalam penelitian ini adalah lembar observasi untuk mempermudah dalam pengolahan data dan analisa data serta menjaga privasi responden. Kode di berikan pada setiap responden untuk mengganti nama, kode yang di berikan antara lain 01 untuk responden pertama, kode 02 untuk responden kedua dan seterusnya hingga responden terakhir.

3. Entri

Peneliti memasukan data untuk diproses sebagai analisis data. Kegiatanmemproses data menggunakan komputer dengan program pengolah data.

4. Tabulasi

Tabulasi merupakan proses mengklasifikasikan data menurut kriteria tertentu sehingga terdiri dari frekuensi masing-masing item. 3.6.2. Analisa data

3.6.2.1. Univariat

Analisis univariat adalah analisa yang menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian. Data yang terkumpul kemudian di analisis statik deskripsi untuk disajikan dalam bentuk tabulasi

(57)

44

dengan sajian berupa karakteristik responden (usia dan jenis kelamin), karakteristik nyeri akut (minimum, maksimum, dan rata-rata) sebelum dan sesudah slow deep breathing dengan cara memasukan seluruh data kemudian diolah secara ststistik deskriptif untuk melaporkan hasil dalam bentuk distribusi dari masing-masing variabel.

Analisa univariat juga digunakan untuk menggambarkan nilai mean yang digunakan (Hidayat, 2007). Tujuan dari analisa univariat adalah untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, dalam penelitian ini yaitu : skala nyeri akut sebelum terapi slow deep breathingdan skala nyeri akut sesudah terapi slow deep breathing.

3.6.2.2. Bivariat

Data yang terkumpul dilakukan pengolahan data terlebih dahulu yang meliputi editing, kodingdan tabulasi kemudian data dianalisis untuk mencapai tujuan penelitian. Analisis data yang digunakan analisis bivariat. Anaisis data secara bivariat dilakukan uji normalitas untuk mengetahui sebaran distribusi suatu data apakah distribusi normal atau tidak, untuk mengetahui apakah distribusi data normal atau tidak secara analitis dapat menggunakan uji Shapiro-wilk. Uji Shapiro-wilk digunakan untuk sampel kurang dari 50 (Dahlan, 2011). Uji normalitas data pada peneltian ini menggunakan Shapiro-Wilk, setelah diketahui distribusi datanya

(58)

didapatkan distribusi data tidak normal maka untuk menganalisi hasil eksperimen yang digunakan adalah uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon temasuk dalam pengujian nonparametrik pengujian ini dilakukan untuk membandingkan antara dua kelompok data yang saling berhubungan. Uji Wilcoxon bila P value (Sig.)< 0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima, sedangkan apabila P value (Sig.)> 0.05 maka H0 di terima dan H1 ditolak (Santoso, 2010). Hipotesis yang diterapkan pada penelitin ini adalah H0 = tidak terdapat pengaruh slow deep breathing terhadap skala nyeri akut pada responden cidera kepala ringan sedangkan H1 = terdapat pengaruh slow deep breathing terhadap skala nyeri akut pada Responden cidera kepala ringan.

3.7. Etika penelitian

Berdasarkan Polit, 2005 etika penelitian yang harus dipatuhi oleh peneliti adalah :

3.7.1. Informed consent

Merupakan persetujuan antara peneliti dengan responden dengan dengan memberikan lembar persetujuan menjadi responden. Tujuannya agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang timbul selama penelitian,jika responden setuju, maka responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan.

(59)

46

Peneliti menjaga kerahasiaan informasi yang telah diberikan responden. Untuk menjaga kerahasiaan tersebut digunakan kode responden yang akan dituliskan pada lembar observasi dimulai dari angka 01 yang menunjukkan responden yang pertama kali dan selanjutnya 02, 03 dan seterusnya.

(60)

50

Bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang pengaruh slow deep breathing terhadap skala nyeri akut pada pasien cidera kepala ringan di RSUD Pandan Arang Boyolali. Berdasarkan data yang di peroleh selama 34 hari yaitu dari tanggal 1 Februari 2015 sampai 6 Maret 2015 di dapatkan 30 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi sampel penelitian.

4.1. Univariat

4.1.1. Karakteristik responden menurut umur

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Menurut Umur (n=30)

Klasifikasi umur respondem Frekuensi %

Remaja (12 – 19 tahun) 7 23,4

Dewasa muda (20-40 tahun) 14 46,6

Dewasa tengah(41-60 tahun) 9 30

Total 30 100

Tabel 4.1 menunjukan tahap perkembangan dewasa muda merupakan tahap perkembangan tertinggi terjadi kasus cidera kepala ringan yaitu sebanyak 46,6 %.

4.1.2. Karakteristik responden menurut jenis kelamin

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin (n=30)

Klasifikasi jenis kelamin Frekuensi %

Laki-laki 16 53,4

Perempuan 14 46,6

(61)

48

Tabel 4.2 menunjukan Jenis kelamin responden laki - laki sebanyak 53,4 %merupakan jeniskelamin terbanyak yang mengalami cidera kepala ringan.

4.1.3. Skala Nyeri Akut Sebelum dan Sesudah Slow Deep Breathing

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Skala Nyeri Akut Sebelum dan Sesudah Slow Deep Breathing (N=30)

Skala nyeri akut

Sebelum Sesudah

Mean 3.5333 1.9333

Minimum 2 1

Maksimum 5 3

Tabel4.3 menunjukan rata-rata skala nyeri akut pasien cidera kepala ringan sebelum tindakan adalah 3.5333 dengan nilai minimum 2 dan nilai maksimum 5 sedangkan skala rata-rata skala nyeri akut pasien cidera kepala ringan sesudah dilakukan tindakan adalah 1.9333 dengan nilai minium 1 dan nilai maksimum 3.

4.2. Analisa Bivariat 4.2.1. Uji Normalitas

Tabel 4.4 Hasl Uji Shapiro-Wilk (N=30) Shapiro-Wilk

Statistik Df Sig.

Sebelum .877 30 .002

Sesudah .807 30 .000

Tabel 4.4 menunjukan hasil uji test normalitas Shapiro-wilk P value (sebelum) = 0.002 sehingga P value < 0.05 maka data kelompok sebelum tidak normal sedangkan P value (sesudah) = 0.000 sehingga P value < 0.05 maka

(62)

koelompok sesudah tidak normal. Hasil normalitas menunjukan data tidak normal sehingga uji analisa data menggunakan uji wilcoxon.

4.2.2. Uji Non Parametrik

Tabel 4.5Hasil Uji Wilcoxon

Pre – post

Z -4.8002a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

Tabel 4.5 menunjukan Z hitung (-4.8002) terletak di daerah luar Z tabel (responden <1000= -1,96 - 1,96) atau di daerah Ho di tolak, maka keputusan adalah menolak Ho. Tanda min (-) pada tabel hasil Z menunjukan arah pengaruh slow deep breathing. Tanda (-) menunjukan arah berlawanan yang berarti semakin sering dilakukan tindakan slow deep breathing makan akan semakin menurun skala nyeri yang dirasakan oleh responden. Melihat P value (Sig.) < 0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima, sedangkan apabila P value (Sig.) > 0.05 maka H0 di terima dan H1 ditolak. Hasil analisa uji wilcoxon menunjukan nilai P value = 0.000 sehingga P value < 0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima bahwa terdapat pengaruh slow deep breathing terhadap skala nyeri akut pada pasien cidera kepala ringan.

(63)

50 BAB V PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang pembahasan hasil penelitian dengan teori dan penelitian sebelumnya yang mendukung atau berlawanan hasil penelitian. Pembahasan pertama tentang karakteristik responden meliputi usia dan jenis kelamin. Pada bagian berikutnya akan dibahas tentang hasil analisis untuk variabel skala nyeri akut sebelum dan sesudah dilakukan latihan slow deep breathing. Hasil penelitian dapat diterapkan dan diaplikasikan pada praktek keperawatan dalam rangka meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada cidera kepala ringan khususnya pada pasien yang mengalami nyeri akut.

5.1. Hasil Analisa Univariat 5.1.1. Karakteristik responden

Karakteristik yang dibahas pada bab ini adalah meliputi usia dan jenis kelamin :

5.1.1.1. Usia

Karakteristik responden menurut umur diklasifikasikan menurut teori perkembangan Elizabeth B. Hurlock dibagi menjadi 3 yaitu remaja (12 – 20 tahun) , dewasa muda (21 – 40 tahun), dan dewasa tengah (41 – 60 tahun) (Rola, 2006). Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan hasil remaja 23,4%, dewasa muda 46,6%, dewasa madya 30%.Tingginya angka kejadian cidera kepala pada usia

Gambar

Gambar 2.1 Skala Whaley dan Wong   (Sumber: Baultch, 2010)  2.1.2.5.3.  Visual Analog Scale (VAS)
Gambar 2.2 Visual Analog Scale  (Sumber : Potter &amp; Perry, 2006)  2.1.2.5.4.  Skala numerik verbal
Gambar 2.3Kerangka Teori
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian  Nama
+2

Referensi

Dokumen terkait

satu bentuk dari adanya otonomi desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan asset desa di Desa Sitirejo, otonomi apa saja yang terlihat, serta faktor

Pakuwon Jati Tbk (PWON) didirikan pada tahun 1982 dan terdaftar di Jakarta dan Bursa Efek Surabaya sejak tahun 1986, Pakuwon Jati adalah nama merek mapan dengan lebih dari 25

Kegiatan yang berbasis pada keterampilan dan penguatan karakter (softskill) dan konseling terus dilakukan guna untuk pembekalan mahasiswa kelak dalam dunia kerja,

Emisi tersebut dihasilkan dari aktivitas alami dan aktivitas penduduk (antropogenik) seperti emisi hasil konsumsi bahan bakar kendaraan dan aktivitas

Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan Abnormal Return sebelum dan sesudah Ramadhan pada perusahaan sub sektor Food and Beverages yang terdaftar di

Daging buah asam jawa sangat populer, dan digunakan dalam aneka bahan masakan atau bumbu di berbagai belahan dunia. Buah yang muda sangat masam rasanya, dan biasa digunakan

pertumbuhan dan produksi adalah pada air tanah kapasitas lapang.terdapat interaksi sangat nyata antara varietas dan kadar air tanah terhadap tinggi tanaman umur 45

Faktor utama berpengaruh terhadap pembentukan, pertumbuhan Kristal serta pengendapan kerak antara lain adalah perubahan kondisi tekanan, laju alir serta temperatur, percampuran