PERCEPATAN
PEMBANGUNAN
SANITASI
PERMUKIMAN
DISIAPKAN OLEH
POKJA SANITASI KABUPATEN MUARA ENIM
( ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT )
TAHUN 2015
KABUPATEN MUARA ENIM
PROVINSI SUMATERA SELATAN
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga Laporan Hasil Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment ) atau studi Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan yang merupakan studi primer yang dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten Muara Enim berdasarkan pendekatan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) di Kabupaten Muara Enim dapat diselesaikan.
Laporan ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada kalangan pemerintahan, lembaga profesional, dunia usaha dan masyarakat luas dalam upaya mendukung Program Pengelolaan Sanitasi guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Muara Enim. Secara substansi, hasil Studi EHRA memberi data ilmiah dan faktual tentang ketersediaan layanan sanitasi di tingkat rumah tangga dalam skala kabupaten. Komponen sanitasi yang menjadi obyek studi meliputi limbah cair domestik, limbah padat/persampahan dan drainase lingkungan, serta Perilaku Higiene dan Sanitasi termasuk praktek Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Muatan pertanyaan dalam kuesioner dan lembar pengamatan telah diarahkan sesuai dengan 5 (lima) Pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Pengorganisasian pertanyaan dalam kuesioner dan lembar pengamatan berikut penomorannya dibuat sedemikian rupa sehingga mempermudah pelaksanaan studi, entri data maupun analisa data hasil studinya
Dengan adanya Laporan ini maka pemangku kepentingan akan dapat memperoleh informasi bagaimana kondisi sanitasi sebagai bahan informasi awal, sekaligus sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun langkah-langkah apa yang harus dilakukan dalam pengelolaan sanitasi kedepan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan petunjuk dan hidayah sehingga pengelolaan sanitasi Kabupaten Muara Enim dapat terselenggara secara baik.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Muara Enim, September 2015 Ketua
POKJA SANITASI KABUPATEN MUARA ENIM
Hal
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF
BAB I. PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar Belakang ...………...………1
1.2 Tujuan ...……...…...………...……… 2
1.3 Waktu Pelaksanaan Studi EHRA...………...………...………
2
BAB II. METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA...………....………
3
2.1 Penentuan Kebijakan Sampel ...3
2.2 Penentuan Strata Desa/Kelurahan...……….………4
2.3 Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Target Area Studi...…………
5
2.4 Penentuan RT Dan Responden Di Lokasi di Area Survei...………
8
2.5 Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya…...……
8
BAB III. HASIL STUDI EHRA KABUPATEN MUARA ENIM 2015 ...……...…....
10
3.1 Informasi Responden ………...…
10
3.2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga ………...11
3.3 Pembuangan Air Limbah Domestik …...…... 14
3.4 Drainase Lingkungan / Selokan Sekitar Rumah dan Banjir ..…...……
18
3.5 Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga ………...……
23
3.6 Perilaku Higiene dan Sanitasi...………...….……
26
3.7 Kejadian Penyakit Diare ………...…………...….……
28
3.8 Indeks Risiko Sanitasi ...……
29
BAB IV. PENUTUP ………...………...……
35
4.1 Kesimpulan ………...………...…………
35
4.2 Hambatan dan Kendala …………...………...…………
35
4.3 Saran ………...………...……
36
DAFTAR ISTILAH
DAFTAR TABEL
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR PHOTO
DAFTAR ISI
Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) adalah sebuah studi partisipatif di Kabupaten untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Data yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di kabupaten sampai dengan kelurahan. Data yang dikumpulkan dari studi EHRA akan digunakan Pokja Kabupaten sebagai salah satu bahan untuk penentuan area beresiko dan menyusun Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SKK).
Studi EHRA dilaksanakan oleh Pokja Sanitasi Kabupaten Muara Enim. Adapun yang menjadi tanggung jawab Pokja Kabupaten adalah:
1. Persiapan logistik studi, 2. Finalisasi desain studi,
3. Penyiapan dan pelatihan Supervisor, Enumerator, dan petugas entri data, 4. Pelaksanaan studi serta proses pengumpulan data, entri data dan analisa data 5. Penyusunan laporan dan diskusi publik.
Pokja Sanitasi yang mengorganisir pelaksanaan Studi EHRA secara menyeluruh, melibatkan berbagai unsur dalam pelaksanaan studi EHRA.Melalui serangkaian rapat persiapan, Pokja Sanitasi yang bertanggungjawab dalam studi EHRA di Kabupaten setelah membentuk Tim Studi EHRA. Selanjutnya Sebelum Studi EHRA dilaksanakan menentukan jumlah tertentu atau dengan kriteria tertentu sebagai desa/ kelurahan target area studinya atau menentukan jumlah tertentu sebagai responden/sampel Studi EHRA, dalam penentuan Kebijakan Sampel Pokja Sanitasi Kabupaten Muara Enim dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan anggaran untuk pelaksanaan studi EHRA, maka Pokja menentukan Kebijakan Sampelnya d a r i jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Muara Enim, dan memilih desa/kelurahan yang tersebar dibeberapa kecamatan dalam wilayah kabupaten Muara Enim.
Sebelum melakukan Random Sampling dalam menentukan Desa/RT Target Area Studi dan Responden/Sampel, terlebih dahulu harus melaksanakan Stratifikasi Desa/Kelurahan untuk seluruh desa/kelurahan yang ada di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Stratifikasi Desa/Kelurahan dalam studi EHRA dimaksudkan untuk mengklasifikasikan desa/kelurahan sesuai dengan strata/tingkatan risiko kesehatan lingkungan dari faktor geografi dan demografi.Stratifikasi Desa/Kelurahan di Kabupaten akan menghasilkan Strata/Tingkatan Risiko Kesehatan Lingkungan dari Desa/Kelurahan. Desa/Kelurahan yang terdapat pada Strata tertentu dianggap memiliki tingkat risiko kesehatan lingkungan yang sama. Dengan demikian, Desa/Kelurahan yang menjadi Area Studi pada suatu Strata akan mewakili Desa/Kelurahan lainnya yang bukan merupakan Area Studi pada Strata yang sama.
Penentuan jumlah desa/kelurahan sebagai Area Studi EHRA berdasarkan proporsi ..10... dari jumlah desa/kelurahan yang ada
Strata Jumlah
desa/kelurahan
Desa/Kelurahan yang diambil sebagai target area
studi (10%) Strata 0 15 2 Strata 1 64 6 Strata 2 66 7 Strata 3 80 8 Strata 4 30 3 Jumlah 225 26
Setelah dilakukan pegambilan data di lapangan dan di analisa maka hasiil dari 5 hal penting, yaitu :
- Sumber Air
Tidak, sum ber air berisiko tercem ar 40,0% Ya, sum ber air terlindungi 60,0%
Tidak Am an 20,3%
Ya, Am an 79,7%
Mengalam i kelangkaan air 31,5%
Tidak pernah m engalam i 68,5%
Sum ber air terlindungi
Penggunaan sum ber air tidak terlindungi.
Kelangkaan air - Persampahan Tidak m em adai 84,8% Ya, m em adai 15,2% Tidak m em adai 24,4% Ya, m em adai 75,6%
Tidak tepat waktu 33,3% Ya, tepat waktu 66,7%
Tidak diolah 90,3%
Ya, diolah 9,7%
Pengelolaan s am pah
Frekuens i pengangkutan s am pah Ketepatan waktu pengangkutan s am pah Pengolahan s am pah s etem pat
- Air Limbah Domestik Tidak am an 35,6% Sus pek am an 64,4% Tidak, am an 86,5% Ya, am an 13,5% Tidak am an 45,4% Ya, am an 54,6%
Tangki s eptik s us pek am an
Pencem aran karena pem buangan is i tangki s eptik
Pencem aran karena SPAL
- Banjir/Genangan
Ada genangan air (banjir) 29,5% Tidak ada genangan air 70,5% Adanya genangan air
- Perilaku Hidup Bersih Sehat
Tidak 91,7% Ya 8,3% Tidak 44,6% Ya 55,4% Tidak 42,6% Ya 57,4% Tidak 35,0% Ya, berfungsi 65,0% Tidak 47,4% Ya 52,6% Ya, tercemar 20,8% Tidak tercemar 79,2% Ya, BABS 55,0% Tidak 45,0%
Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air
Perilaku BABS
CTPS di lima waktu penting
Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja?
Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat?
Keberfungsian penggelontor.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey
partisipatif di tingkat kabupaten yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke kelurahan. Kabupaten dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena :
1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat
2. Data terkait dengan sanitasi dan higiene terbatas dan data sanitasi umumnya tidak bisa dipecah sampai kelurahan/desa serta data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda
3. Isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas usulan melalui Musrenbang;
4. Terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan 5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan masyarakat di
desa/kelurahan untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama masyarakat atau stakeholders kelurahan/desa
6. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa
Studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat, seperti:
A. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup: 1. Sumber air minum,
2. Layanan pembuangan sampah, 3. Jamban,
4. Saluran pembuangan air limbah rumah tangga.
B. Perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higinitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM:
1. Buang air besar
2. Cuci tangan pakai sabun,
3. Pengelolaan air minum rumah tangga, 4. Pengelolaan sampah dengan 3R
1.2 Tujuan
Studi EHRA bertujuan untuk mengumpulkan data primer, untuk mengetahui :
1. Gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan
2. Informasi dasar yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan 3. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi 1.3 Waktu Pelaksanaan Studi EHRA
Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten Muara Enim, dan sebagai Koordinator Studi EHRA adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Muara Enim . Selanjutnya, data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Pembangunan Sanitasi Kabupaten Muara Enim dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi Kabupaten.
BAB II
METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA
Ada 2 pilihan untuk menetapkan Desa/Kelurahan sebagai Area Studi EHRA di Kabupaten :
1. Seluruh desa/kelurahan diambil sebagai Area Studi EHRA dengan konsekuensi Pokja Sanitasi Kabupaten menyediakan dana Studi EHRA yang cukup.
2. Mengambil sebagian dari desa/kelurahan yang ada di wilayah Kabupaten sebagai Area Studi EHRA, apabila jumlah desa/kelurahan cukup banyak dan dana yang tersedia terbatas.
Dalam Studi EHRA, Kabupaten yang menentukan semua desa/kelurahannya sebagai area studi bisa langsung menentukan desa/kelurahan target area studinya secara random (Random Sampling) dan dilanjutkan dengan melakukan random RT Target Area Studi kemudian dilanjutkan melakukan random untuk Responden/Sampel Studi EHRA.
Untuk Kabupaten yang menentukan jumlah tertentu atau dengan kriteria tertentu sebagai desa/ kelurahan target area studinya atau Kabupaten/Kota yang menentukan jumlah tertentu sebagai responden/sampel Studi EHRA nya, sebelum melakukan Random Sampling dalam menentukan Desa/RT Target Area Studi dan Responden/Sampel, terlebih dahulu harus melaksanakan Stratifikasi Desa/Kelurahan untuk seluruh desa/kelurahan yang ada di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Sampel adalah bagian dari populasi, dimana anggota sampel adalah anggota yang dipilih dari populasi. Oleh karena itu pengambilan sampel dilakukan di daerah populasi yang telah ditetapkan sebagai target area studi. Desa/Kelurahan sebagai unit Area Studi, dengan dusun/RT ( Rukun Tetangga ) Area Studi maupun Responden/Sampel Studi EHRA diharapkan bisa merepresentasikan/mewakili sifat dari populasi yang diwakilinya.
2.1.
Penentuan Kebijakan SampelUntuk Kabupaten yang menentukan jumlah tertentu atau dengan kriteria tertentu sebagai desa/ kelurahan target area studinya atau Kabupaten yang menentukan jumlah tertentu sebagai responden/sampel Studi EHRA nya, sebelum melakukan Random Sampling dalam menentukan Desa Target Area Studi dan Responden/Sampel, terlebih dahulu harus melaksanakan Stratifikasi Desa/Kelurahan untuk seluruh desa/kelurahan yang ada di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Desa/Kelurahan Area Studi dalam populasi mempunyai karakteristik geografi dan demografi yang sangat variatif (heterogen); agar keanekaragaman karakteristik tersebut bermakna bagi analisa studinya dan agar tidak terambil hanya dari kelompok tertentu saja maka kepada desa/kelurahan area studi harus dilakukan Stratifikasi terlebih dulu
sebelum diambil sampelnya secara random ( Stratified Random Sample ).
Penentuan Kebijakan Sampel Pokja Sanitasi Kabupaten Muara Enim dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan anggaran untuk pelaksanaan studi EHRA, maka Pokja menentukan Kebijakan Sampelnya berupa 10% d a r i jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Muara Enim, dan memilih desa/kelurahan yang tersebar dibeberapa kecamatan dalam wilayah kabupaten Muara Enim.
2.2.
Penentuan Strata Desa/KelurahanStratifikasi Desa/Kelurahan dalam studi EHRA dimaksudkan untuk mengklasifikasikan desa/kelurahan sesuai dengan strata/tingkatan risiko kesehatan lingkungan dari faktor geografi dan demografi. Stratifikasi Desa/Kelurahan di Kabupaten akan menghasilkan Strata/Tingkatan Risiko Kesehatan Lingkungan dari Desa/Kelurahan. Desa/Kelurahan yang terdapat pada Strata tertentu dianggap memiliki tingkat risiko kesehatan lingkungan yang sama. Dengan demikian, Desa/Kelurahan yang menjadi Area Studi pada suatu Strata akan mewakili Desa/Kelurahan lainnya yang bukan merupakan Area Studi pada Strata yang sama. Penetapan strata dapat memberikan indikasi awal strata/tingkatan risiko kesehatan lingkungan desa/kelurahan sehingga bisa dipakai sebagai sarana advokasi kepada para pemangku kepentingan di kecamatan agar lebih memperhatikan desa/kelurahan yang mempunyai strata risiko kesehatan lingkungan yang tinggi.
Penetapan Strata dilakukan berdasarkan 4 (empat) kriteria utama yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP dan wajib digunakan oleh semua Pokja Sanitasi Kabupaten dalam melakukan Studi EHRA.
Kriteria utama penetapan Strata tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa.
2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa.
3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat 4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan
parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.
Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten Muara Enim menghasilkan katagori Strata sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 2.1. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian,
kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko
Tabel 2.1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko Katagori
Strata Kriteria
Strata 0 Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteriaindikasi lingkungan berisiko. Strata 1 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasilingkungan berisiko Strata 2 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasilingkungan berisiko Strata 3 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasilingkungan berisiko Strata 4 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi
lingkungan berisiko
Klastering wilayah di Kabupaten Muara Enim menghasilkan Strata sebagaimana dipelihatkan pada Error! Reference source not found.. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada Strata tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu Strata akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama.
2.3.
Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Target Area StudiSetelah diketahui strata atau komposisi strata desa/kelurahan sekabupaten Muara Enim, maka dengan kebijakan sampel 10% dari jumlah desa/kelurahan sekabupaten Muara Enim dari hasil klastering wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Muara Enim yang terdiri atas 255 desa/kelurahan menghasilkan 26 desa/kelurahan, sebagai berikut :
Penentuan jumlah desa/kelurahan sebagai Area Studi EHRA berdasarkan proporsi 10% dari jumlah desa/kelurahan yang ada, sebagai berikut :
Tabel 2.2 Penentuan target area studi
Strata desa/kelurahanJumlah diambil sebagai targetDesa/Kelurahan yang area studi (.10.%) Strata 0 15 2 Strata 1 64 6 Strata 2 66 7 Strata 3 80 8 Strata 4 30 3 Jumlah 255 26
Tabel 2.3. Hasil klastering desa/ kelurahan di Kabupaten Muara Enim Kecamatan
Desa/kelurahan
01 Semende Darat Laut
001 Pulau Panggung 1
02 Semende Darat Ulu
002 Aremantai 1
03 Semende Darat Tengah
003 Tanjung Raya 0 004 Batu Surau 1 04 Tanjung Agung 005 Tanjung Lalang 2 05 Rambang 006 Sugih Waras 1 06 Lubai 007 Gunung Raja 2 07 Lawang Kidul 008 Keban Agung 0 08 Muara Enim 009 Pasar I 3 010 Muara Enim 3 09 Ujan Mas
011 Ujan Mas Lama 2
10 Gunung Megang
012 Gunung Megang Dalam 2
013 Sumaja Makmur 3 11 Rambang Dangku 014 Kuripan 2 015 Tebat Agung 3 016 Air Cekdam 3 017 Muara Emburung 4 12 Gelumbang 018 Gelumbang 3 019 Betung 4 13 Lembak 020 Lembak 1 14 Sungai Rotan 021 Sungai Rotan 2 022 Sukarami 3 15 Muara Belida 023 Patra Tani 4 16 Kelekar 024 Menanti 1 17 Belimbing 025 Teluk lubuk 3 18 Lubai Ulu 026 Sumber Asri 2 N A M A KODE STRATA
2.4.
Penentuan RT dan Responden di lokasi di Area StudiJumlah responden per Kelurahan/Desa sebanyak 45 rumah tangga harus tersebar proporsional di beberapa RT atau dusun terpilih dan pemilihan responden juga secara random. Penentuan Rukun Tetangga ( RT ) dan Rumah Responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling). Hal ini bertujuan agar seluruh RT memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai RT Area Studi dan rumah di RT Area Studi memiliki kesempatan yang sama sebagai sampel. Artinya, penentuan RT & rumah tangga responden bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun keinginan responden itu sendiri
Untuk keperluan keterwakilan desa/ kelurahan berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kabupaten Muara Enim metetapkan jumlah Desa/ kelurahan yang akan dijadikan target area survey sebanyak 26 Desa/Kelurahan sehingga jumlah sampel yang harus diambil sebanyak 26 X 45 = 1.170 responden.
2.5.
Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah TugasnyaPemilihan supervisor dan enumerator untuk pelaksanaan Studi EHRA sepenuhnya merupakan kewenangan Tim Studi EHRA. Supervisor dipilih dari petugas Sanitarian Puskesmas dari kecamatan yang desa-desanya area Studi EHRA. Sedangkan enumerator dipilih dari desa area Studi EHRA.
Tugas utama Supervisor Studi EHRA selama pelaksanaan studi adalah:
a. Menjamin proses pelaksanaan studi sesuai dengan kaidah dan metoda pelaksanaan Studi EHRA yang telah ditentukan
b. Menjalankan arahan dari koordinator kecamatan dan Pokja Kabupaten/Kota
c. Mengkoordinasikan pekerjaan enumerator d. Memonitor pelaksanaan studi EHRA di lapangan
e. Melakukan pengecekan/ pemeriksaan hasil pengisian kuesioner oleh Enumerator
f. Melakukan spot check sejumlah 5% dari total responden
g. Membuat laporan harian dan rekap harian untuk disampaikan kepada Koordinator kecamatan
Selanjutnya Tim EHRA bersama Koordinator Kecamatan dan Supervisor menentukan antara lain:
a. Menentukan kriteria Enumerator b. Memilih Enumerator
c. Menentukan perencanaan sampling berdasarkan kebijakan sampling d. Tata cara memilih responden dalam satu RT
e. Menentukan responden pengganti bila responden terpilih tidak ada atau tidak bersedia diwawancara
Tim EHRA Pokja Kabupaten melatih Koordinator Kecamatan dan Supervisor agar mereka memahami maksud, tujuan, metode dan target/output studi EHRA. Selanjutnya Tim EHRA dan Supervisor melatih Enumerator mengenai tata cara pelaksanaan studi, pemahaman kuesioner, teknik wawancara dan pengamatan serta cara mengisi jawaban dengan benar. .
BAB III
HASIL STUDI EHRA KABUPATEN MUARA ENIM
TAHUN 2015
3.1
INFORMASI RESPONDEN
Pada Pelaksanaan survey EHRA dilakukan identifikasi sebagai informasi awal adalah informasi mengenai responden itu sendiri, sebagai berikut
Tabel 3.1 Informasi Responden
11 12 n % n % n % n % n % n % <= 20 tahun 0 ,0 5 1,9 6 1,9 5 1,4 0 ,0 16 1,4 21 - 25 tahun 13 14,4 30 11,1 21 6,7 38 10,6 9 6,7 111 9,5 26 - 30 tahun 15 16,7 53 19,6 57 18,1 57 15,9 27 20,1 209 17,9 31 - 35 tahun 7 7,8 51 18,9 46 14,6 60 16,8 28 20,9 192 16,5 36 - 40 tahun 20 22,2 42 15,6 67 21,3 64 17,9 21 15,7 214 18,3 41 - 45 tahun 9 10,0 24 8,9 43 13,7 47 13,1 21 15,7 144 12,3 > 45 tahun 26 28,9 65 24,1 75 23,8 87 24,3 28 20,9 281 24,1 Milik sendiri 72 80,0 225 83,3 258 81,9 250 69,4 119 88,1 924 79,0 Rumah dinas 0 ,0 1 ,4 4 1,3 5 1,4 0 ,0 10 ,9 Berbagi dengan keluarga lain 1 1,1 3 1,1 3 1,0 14 3,9 0 ,0 21 1,8 Sewa 1 1,1 4 1,5 1 ,3 8 2,2 1 ,7 15 1,3 Kontrak 4 4,4 8 3,0 2 ,6 15 4,2 4 3,0 33 2,8
Milik orang tua 11 12,2 28 10,4 45 14,3 62 17,2 11 8,1 157 13,4
Lainnya 1 1,1 1 ,4 2 ,6 6 1,7 0 ,0 10 ,9
Tidak sekolah formal 2 2,2 15 5,6 24 7,6 40 11,1 5 3,7 86 7,4 SD 30 33,3 109 40,4 136 43,2 133 36,9 53 39,3 461 39,4 SMP 12 13,3 67 24,8 80 25,4 76 21,1 41 30,4 276 23,6 SMA 29 32,2 55 20,4 56 17,8 77 21,4 33 24,4 250 21,4 SMK 4 4,4 2 ,7 6 1,9 10 2,8 2 1,5 24 2,1 Universitas/Akademi 13 14,4 22 8,1 13 4,1 24 6,7 1 ,7 73 6,2 Ya 24 26,7 77 28,5 83 26,3 65 18,1 37 27,4 286 24,4 Tidak 66 73,3 193 71,5 232 73,7 295 81,9 98 72,6 884 75,6 Ya 45 50,0 123 45,6 137 43,5 72 20,0 37 27,4 414 35,4 Tidak 45 50,0 147 54,4 178 56,5 288 80,0 98 72,6 756 64,6 Ya 81 90,0 256 94,8 297 94,3 334 92,8 133 98,5 1101 94,1 Tidak 9 10,0 14 5,2 18 5,7 26 7,2 2 1,5 69 5,9
Apakah ibu mempunyai anak?
Strata Desa/Kelurahan Total
0 1 2 3 4
Kelompok Umur Responden
Status dari rumah yang di tempati saat ini?
Pendidikan terakhir
Apakah ibu mempunyai Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa/kelurahan? Apakah ibu mempunyai Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKESKIN)?
Pada study EHRA dari tabel 3.1 terlihat gambaran informasi Respoden sebanyak 1170 rumah tangga di 26 desa dan kelurahan yang disurvei, sebagai responden survei EHRA adalah ibu
rumah tangga dari kelompok Umur antara 18 sampai 65 tahun, yang mendiami dari berbagai status rumah yang ditempati, dengan beragam latar belakang Pendidkan.
Pelaksanaan survey EHRA dilakukan dalam rangka untuk mengidentifikasi kondisi eksisting sarana sanitasi yang ada ditingkat masyarakat serta perilaku masyarakat terkait dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Indikator penentuan tingkat resiko kesehatan masyarakat didasarkan pada :
1) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, 2) Pembuangan Air Limbah Domestik,
3) Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir, 4) Sumber Air,
5) Perilaku Higiene dan 6) Kasus Penyakit Diare
3.2. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Dalam kaitan dengan PHBS tatanan rumah tangga, perilaku membuang sampah disembarang tempat seperti di sungai, kebun, maupun laut masih banyak dilakukan di Kabupaten Muara Enim. Walaupun sudah ada dari pihak pemerintah yang melakukan pengangkutan secara rutin tapi tidak semua wilayah atau Desa/kelurahan yang dijangkau, dikabupaten Muara Enim baru di Ibu kota kecamatan yang sudah terlayani pengangkutan sampahnya.
Pada saat ini sampah merupakan masalah yang sangat memprihatinkan terutama sampah yang dihasilkan rumah tangga yang semakin hari semakin komplek permasalahannya dan tidak bisa ditangani dengan sistem persampahan yang ada. Maka untuk menangani limbah sampah rumah tangga terutama skala kabupaten perlu adanya peran serta masyarakat. Pengelolaan sangat penting dilakukan ditingkat rumah tangga dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sampah dijadikan bahan baku kerajinan atau dijadikan kompos.
Faktor resiko yang dilihat pada survei ini yang berhubungan dengan persampahan adalah: 1) cara pengelolaan sampah rumah tangga
2) frekuensi pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah.
Gambar 3.1 Grafik Pengelolaan Sampah
Untuk pengolahan sampah di Kabupaten Muara Enim sampai dengan saat ini belum dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat Kabupaten Muara Enim. Dari hasil Study EHRA yang dilakukan pada 1.170 orang Responden yang tersebar di beberapa kecamatan menunjukkan bahwa Sebagian besar pengelolaan sampah di Desa dimusnahkan dengan cara dibakar sebesar 50,6% dan dibuang ke sungai sebesar 19,7%, untuk lebih detil dapat dilihat pada grafik diatas :
Dari hasil study EHRA juga terlihat gambaran bahwa prilaku masyarakat sampai dengan saat ini untuk pemilahan sampah di kabupaten Muara Enim yang melakukan pemilahan sangat sedikit sekali dan banyak yang tidak dipilah/dipisahkan yang dapat dilihat pada grafik 3.2 berikut : 23,3 ,0 5,5 ,6 ,7 3,5 61,1 1,5 4,2 17,9 ,0 11,7 12,2 45,7 43,4 58,4 82,2 50,6 ,0 1,1 ,0 2,0 ,7 ,9 ,0 20,1 36,2 11,7 15,6 19,7 ,0 ,7 ,3 ,3 ,0 ,3 3,3 30,9 7,4 4,5 ,7 10,9 0 1 2 3 4 Strata TOTAL
PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA
Dikumpulkan kolektor daur ulang Dikumpulkan dan dibuang ke TPS Dibakar Dibuang ke lubang Dibuang ke sungai/kali/laut/danau Dibiarkan saja sampai membusuk
Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan
Grafik 3.2
Perilaku Praktik Pemilahan Sampah Rumah Tangga
Tabel 3.2 Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Studi EHRA
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Tidak memadai
14 15,6 265 98,5 279 90,3 292 81,6 134 99,3 984
84,8
Ya, memadai
76 84,4
4 1,5
30
9,7
66 18,4
1
,7 177
15,2
Tidak memadai
0
,0
0
,0
7 41,2
2 100,0
1 100,0
10
24,4
Ya, memadai
21 100,0
0
,0
10 58,8
0
,0
0
,0
31
75,6
Tidak tepat waktu
1 4,8
0
,0
11 61,1
1 50,0
1 100,0
14
33,3
Ya, tepat waktu
20 95,2
0
,0
7 38,9
1 50,0
0
,0
28
66,7
Tidak diolah
81 90,0 253 93,7 271 86,0 336 93,3 116 85,9 1057
90,3
Ya, diolah
9 10,0
17 6,3
44 14,0
24
6,7
19 14,1 113
9,7
Pengelolaan sampah
Frekuensi pengangkutan sampah
Ketepatan waktu pengangkutan sampah
Pengolahan sampah setempat
Strata Desa/Kelurahan
0
1
2
3
4
Total
VARIABEL
KATEGORI
tidak dipilah 84% Grafik 3.2Perilaku Praktik Pemilahan Sampah Rumah Tangga
Tabel 3.2 Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Studi EHRA
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Tidak memadai
14 15,6 265 98,5 279 90,3 292 81,6 134 99,3 984
84,8
Ya, memadai
76 84,4
4 1,5
30
9,7
66 18,4
1
,7 177
15,2
Tidak memadai
0
,0
0
,0
7 41,2
2 100,0
1 100,0
10
24,4
Ya, memadai
21 100,0
0
,0
10 58,8
0
,0
0
,0
31
75,6
Tidak tepat waktu
1 4,8
0
,0
11 61,1
1 50,0
1 100,0
14
33,3
Ya, tepat waktu
20 95,2
0
,0
7 38,9
1 50,0
0
,0
28
66,7
Tidak diolah
81 90,0 253 93,7 271 86,0 336 93,3 116 85,9 1057
90,3
Ya, diolah
9 10,0
17 6,3
44 14,0
24
6,7
19 14,1 113
9,7
Pengelolaan sampah
Frekuensi pengangkutan sampah
Ketepatan waktu pengangkutan sampah
Pengolahan sampah setempat
Strata Desa/Kelurahan
0
1
2
3
4
Total
VARIABEL
KATEGORI
ya , Dipilah 17% tidak dipilah 84% Grafik 3.2Perilaku Praktik Pemilahan Sampah Rumah Tangga
Tabel 3.2 Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Studi EHRA
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Tidak memadai
14 15,6 265 98,5 279 90,3 292 81,6 134 99,3 984
84,8
Ya, memadai
76 84,4
4 1,5
30
9,7
66 18,4
1
,7 177
15,2
Tidak memadai
0
,0
0
,0
7 41,2
2 100,0
1 100,0
10
24,4
Ya, memadai
21 100,0
0
,0
10 58,8
0
,0
0
,0
31
75,6
Tidak tepat waktu
1 4,8
0
,0
11 61,1
1 50,0
1 100,0
14
33,3
Ya, tepat waktu
20 95,2
0
,0
7 38,9
1 50,0
0
,0
28
66,7
Tidak diolah
81 90,0 253 93,7 271 86,0 336 93,3 116 85,9 1057
90,3
Ya, diolah
9 10,0
17 6,3
44 14,0
24
6,7
19 14,1 113
9,7
Pengelolaan sampah
Frekuensi pengangkutan sampah
Ketepatan waktu pengangkutan sampah
Pengolahan sampah setempat
Strata Desa/Kelurahan
0
1
2
3
4
Total
3.3.
PEMBUANGAN AIR LIMBAH DOMESTIKPraktek buang air besar dapat menjadi salah satu faktor risiko bagi tercemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya bila praktik BAB itu dilakukan di tempat yang tidak memadai. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti di sungai/kali/got/kebun, tetapi bisa juga termasuk sarana jamban yang nyaman di rumah. Bila pun BAB didilakukan di rumah dengan jamban yang nyaman, namun bila sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya karena tidak kedap air, maka risiko pencemaran patogen akan tetap tinggi. Selain itu, kondisi jamban juga mempengaruhi resiko kejadian penyakit, semakin bersih kondisinya, tentunya semakin kecil resiko terjangkitnya penyakit.
Gambar 3.3 Grafik Persentase Tempat Buang Air Besar
Survei EHRA menemukan tempat BAB orang dewasa di Kabupaten Muara Enim yang paling banyak dilaporkan oleh rumah tangga adalah ke Jamban pribadi, proporsinya adalah sekitar 62 %. Kedua adalah ke sungai sekitar 14 %. Responden. Sementara, ke WC umum (12 %), ke kebun/pekarangan (4 %), ke WC helikopter (4 %) dan ke selokan/parit/got lubang galian (1 %).
Dari hasil survey tersebut diatas terlihat bahwa masih ada masyarakat yang BAB di sembarang tempat seperti sungai, pantai kebun dan lain-lain, selain itu penggunaan tangki septik secara kualitas belum semuanya aman. Artinya bahwa lingkungan di Kabupaten Muara Enim masih rawan tercemar terutama air dan tanahnya .
Jamban pribadi 62% MCK/WC Umum 12% WC helikopter 4% sungai/pantai/ laut 14% kebun/ pekarangan 4% selokan/parit/got 1% lubang galian 1% lainnya 2%
Saluran akhir pembuangan tinja yang paling banyak menggunakan tangki septik sebesar 56 %, Cara yang sangat tidak aman dalam pembuangan tinja adalah cubluk/lubang sebesar 8 %, membuangnya ke sungai/ danau/ pantai/ laut, lalu membuangnya ke kolam/ sawah, juga yang membuang langsung ke saluran drainase, selanjutnya ada yang membuang isi tinja ke pipa sewer 1% responden, menjawab tidak tahu 32 % untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 3.4 berikut :
Gambar 3.4 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja
Gambar 3.5 Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tanki Septik
Berdasarkan hasil study EHRA masyarakat yang tidak pernah tangki septiknya dikuras sebesar 82,9%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik diatas.
Cubluk/lobang tanah 8% Langsung ke drainase 1% Sungai/danau/ pantai 1% Kolam/sawah 1% Kebun/tanah lapang 0% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 140% 160% 0 1 0% 1,3% 47,6% 0% 0% 1,3% 0% 0% 52,4% 95,3% 42,9% 1,3%
Saluran akhir pembuangan tinja yang paling banyak menggunakan tangki septik sebesar 56 %, Cara yang sangat tidak aman dalam pembuangan tinja adalah cubluk/lubang sebesar 8 %, membuangnya ke sungai/ danau/ pantai/ laut, lalu membuangnya ke kolam/ sawah, juga yang membuang langsung ke saluran drainase, selanjutnya ada yang membuang isi tinja ke pipa sewer 1% responden, menjawab tidak tahu 32 % untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 3.4 berikut :
Gambar 3.4 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja
Gambar 3.5 Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tanki Septik
Berdasarkan hasil study EHRA masyarakat yang tidak pernah tangki septiknya dikuras sebesar 82,9%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik diatas.
Tangki septik 56% Pipa sewer 1% Cubluk/lobang tanah 8% Sungai/danau/ pantai 1% Tidak tahu 32% 2 3 4 1,3%0% 2,7%3,3% 1,8%0% 0%0% 1,1%2% 1,3%0% 1,1%0% 0,5%0% 0%0% 0,6%0,2% 95,3% 75,4% 82,5% 98,3% 82,9% 1,3% 17,5% 15,2% 1,7% 13,2%
0-12 bulan yang lalu 1-5 tahun yang lalu Lebih dari 5-10 tahun yang lalu
Lebih dari 10 tahun Tidak pernah
Saluran akhir pembuangan tinja yang paling banyak menggunakan tangki septik sebesar 56 %, Cara yang sangat tidak aman dalam pembuangan tinja adalah cubluk/lubang sebesar 8 %, membuangnya ke sungai/ danau/ pantai/ laut, lalu membuangnya ke kolam/ sawah, juga yang membuang langsung ke saluran drainase, selanjutnya ada yang membuang isi tinja ke pipa sewer 1% responden, menjawab tidak tahu 32 % untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 3.4 berikut :
Gambar 3.4 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja
Gambar 3.5 Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tanki Septik
Berdasarkan hasil study EHRA masyarakat yang tidak pernah tangki septiknya dikuras sebesar 82,9%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik diatas.
0-12 bulan yang lalu 1-5 tahun yang lalu Lebih dari 5-10 tahun yang lalu
Lebih dari 10 tahun Tidak pernah
Gambar 3.6 Grafik Praktik Pengurasan Tanki Septik
Berdasarkan hasil study EHRA masyarakat yang membayar kepada tukang untuk penyedotan tangki septic hanya 13,5%, Bersih karena Banjir dan dikosongan sendiri sebesar 4 %, membayar tukang (2,7%) dan menjawab tidak tau sebesar 74,8%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik diatas
Gambar 3.7 Grafik Persentase Tanki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman
Dari hasil study EHRA juga terlihat gambaran bahwa masyarakat di kabupaten Muara Enim yang meliki tanki septic suspek aman sebesar 64,4%, dan tidak aman sebesar 35,6% yang dapat dilihat pada grafik diatas
20 40 60 80 100 0 1 15 28,6 57,1 85 14,3 ,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 0 34,4 65,6
Gambar 3.6 Grafik Praktik Pengurasan Tanki Septik
Berdasarkan hasil study EHRA masyarakat yang membayar kepada tukang untuk penyedotan tangki septic hanya 13,5%, Bersih karena Banjir dan dikosongan sendiri sebesar 4 %, membayar tukang (2,7%) dan menjawab tidak tau sebesar 74,8%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik diatas
Gambar 3.7 Grafik Persentase Tanki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman
Dari hasil study EHRA juga terlihat gambaran bahwa masyarakat di kabupaten Muara Enim yang meliki tanki septic suspek aman sebesar 64,4%, dan tidak aman sebesar 35,6% yang dapat dilihat pada grafik diatas
2 3 4 Strata TOTAL 28,6 8,9 15,8 13,5 4,4 2,6 2,7 57,1 2,2 4,5 11,1 4,5 14,3 73,3 81,6 100 74,8
Layanan sedot tinja Membayar tukang Dikosongkan sendiri Bersih karena banjir Tidak tahu 1 2 3 4 TOTAL Strata 34,4 31,9 33,7 47,2 17 35,6 65,6 68,1 66,3 52,8 83 64,4
Tidak aman Suspek aman
Gambar 3.6 Grafik Praktik Pengurasan Tanki Septik
Berdasarkan hasil study EHRA masyarakat yang membayar kepada tukang untuk penyedotan tangki septic hanya 13,5%, Bersih karena Banjir dan dikosongan sendiri sebesar 4 %, membayar tukang (2,7%) dan menjawab tidak tau sebesar 74,8%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik diatas
Gambar 3.7 Grafik Persentase Tanki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman
Dari hasil study EHRA juga terlihat gambaran bahwa masyarakat di kabupaten Muara Enim yang meliki tanki septic suspek aman sebesar 64,4%, dan tidak aman sebesar 35,6% yang dapat dilihat pada grafik diatas
Layanan sedot tinja Membayar tukang Dikosongkan sendiri Bersih karena banjir Tidak tahu
35,6 64,4
Tabel 3.3 : Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Studi EHRA
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Tidak aman
31 34,4 86 31,9 106 33,7 170 47,2 23 17,0
416 35,6
Suspek aman
59 65,6 184 68,1 209 66,3 190 52,8 112 83,0
754 64,4
Tidak, aman
17 85,0
5 71,4 41 91,1 32 84,2
1 100,0
96 86,5
Ya, aman
3 15,0
2 28,6
4 8,9
6 15,8
0
,0
15 13,5
Tidak aman
36 40,0 117 43,3 159 50,5 155 43,1 64 47,4
531 45,4
Ya, aman
54 60,0 153 56,7 156 49,5 205 56,9 71 52,6
639 54,6
Tangki septik suspek aman
Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik
Pencemaran karena SPAL
Strata Desa/Kelurahan
0
1
2
3
4
VARIABEL
KATEGORI
Total
3.4. DRAINASE LINGKUNGAN / SELOKAN SEKITAR RUMAH DAN BANJIR
Gambar 3.8 Grafik Persentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir
Berdasarkan Pengamatan kader terhadap genangan air banjir yang terjadi di masyarakat tertinggi berada di Strata 2 yaitu rumah tangga terjadi genangan, hal ini disebabkan tidak
,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 0 1 92,2 91,9 2,2 5,2 1,1 ,7 1,1 ,0 3,3 2,2
Tabel 3.3 : Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Studi EHRA
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Tidak aman
31 34,4 86 31,9 106 33,7 170 47,2 23 17,0
416 35,6
Suspek aman
59 65,6 184 68,1 209 66,3 190 52,8 112 83,0
754 64,4
Tidak, aman
17 85,0
5 71,4 41 91,1 32 84,2
1 100,0
96 86,5
Ya, aman
3 15,0
2 28,6
4 8,9
6 15,8
0
,0
15 13,5
Tidak aman
36 40,0 117 43,3 159 50,5 155 43,1 64 47,4
531 45,4
Ya, aman
54 60,0 153 56,7 156 49,5 205 56,9 71 52,6
639 54,6
Tangki septik suspek aman
Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik
Pencemaran karena SPAL
Strata Desa/Kelurahan
0
1
2
3
4
VARIABEL
KATEGORI
Total
3.4. DRAINASE LINGKUNGAN / SELOKAN SEKITAR RUMAH DAN BANJIR
Gambar 3.8 Grafik Persentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir
Berdasarkan Pengamatan kader terhadap genangan air banjir yang terjadi di masyarakat tertinggi berada di Strata 2 yaitu rumah tangga terjadi genangan, hal ini disebabkan tidak
1 2 3 4 TOTAL Strata 91,9 56,5 75,8 80 76,1 5,2 34,9 10,3 17,0 15,9 ,7 2,5 6,4 1,5 3,1 ,0 ,0 1,1 ,0 0,4 2,2 6,0 6,4 1,5 4,5 Tidak pernah
Sekali dalam setahun Beberapa kali dalam setahun
Sekali atau beberapa dalam sebulan Tidak tahu
Tabel 3.3 : Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Studi EHRA
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Tidak aman
31 34,4 86 31,9 106 33,7 170 47,2 23 17,0
416 35,6
Suspek aman
59 65,6 184 68,1 209 66,3 190 52,8 112 83,0
754 64,4
Tidak, aman
17 85,0
5 71,4 41 91,1 32 84,2
1 100,0
96 86,5
Ya, aman
3 15,0
2 28,6
4 8,9
6 15,8
0
,0
15 13,5
Tidak aman
36 40,0 117 43,3 159 50,5 155 43,1 64 47,4
531 45,4
Ya, aman
54 60,0 153 56,7 156 49,5 205 56,9 71 52,6
639 54,6
Tangki septik suspek aman
Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik
Pencemaran karena SPAL
Strata Desa/Kelurahan
0
1
2
3
4
VARIABEL
KATEGORI
Total
3.4. DRAINASE LINGKUNGAN / SELOKAN SEKITAR RUMAH DAN BANJIR
Gambar 3.8 Grafik Persentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir
Berdasarkan Pengamatan kader terhadap genangan air banjir yang terjadi di masyarakat tertinggi berada di Strata 2 yaitu rumah tangga terjadi genangan, hal ini disebabkan tidak
Tidak pernah Sekali dalam setahun Beberapa kali dalam setahun
Sekali atau beberapa dalam sebulan Tidak tahu
adanya saluran air yang mengalirkan Air limbah rumah tangga yang berasal dari Kamar mandi, tempat cucian pakaian maupun dari dapur menuju ke drainase atau lubang resapan, dan yang paling memiliki persentase genangan yang paling rendah adalah di Strata 0 dan 1, secara umum dapat digambarkan bahwa risiko lingkungan akibat genangan air di lingkungan rumah tangga di Kabupaten Muara Enim dapat dikategorikan rendah.
Gambar 3.9 Grafik Persentase Rumah Tangga yang Mengalami Banjir Rutin
Berdasarkan Pengamatan yang terjadi di masyarakat rumah tangga yang mengalami banjir rutin tertinggi berada di Strata 4 yaitu sekitar 85,2 % rumah tangga terjadi genangan hal ini disebabkan tidak adanya saluran air, dapat dilihat pada grafik di atas.
Gambar 3.10 Grafik Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir
Berdasarkan Pengamatan yang terjadi di masyarakat rumah tangga yang mengalami banjir paling lama surutnya lebih dari 1 hari, yakni yang berada di Strata 4 yaitu sekitar 87,5 % dapat dilihat pada grafik di atas.
0% 20% 40% 60% 80% 100% 0 100 0 20 40 60 80 100 0 1 33,3 16,7 33,3 16,7 100
adanya saluran air yang mengalirkan Air limbah rumah tangga yang berasal dari Kamar mandi, tempat cucian pakaian maupun dari dapur menuju ke drainase atau lubang resapan, dan yang paling memiliki persentase genangan yang paling rendah adalah di Strata 0 dan 1, secara umum dapat digambarkan bahwa risiko lingkungan akibat genangan air di lingkungan rumah tangga di Kabupaten Muara Enim dapat dikategorikan rendah.
Gambar 3.9 Grafik Persentase Rumah Tangga yang Mengalami Banjir Rutin
Berdasarkan Pengamatan yang terjadi di masyarakat rumah tangga yang mengalami banjir rutin tertinggi berada di Strata 4 yaitu sekitar 85,2 % rumah tangga terjadi genangan hal ini disebabkan tidak adanya saluran air, dapat dilihat pada grafik di atas.
Gambar 3.10 Grafik Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir
Berdasarkan Pengamatan yang terjadi di masyarakat rumah tangga yang mengalami banjir paling lama surutnya lebih dari 1 hari, yakni yang berada di Strata 4 yaitu sekitar 87,5 % dapat dilihat pada grafik di atas.
1 2 3 4 TOTAL Strata 22,7 62 39,3 85,2 52,5 77,3 38 58,4 14,8 46,8 2,2 0,7
Ya Tidak Tidak tahu
1 2 3 4 TOTAL Strata 33,3 6,7 11,8 8,3 10,4 16,7 26,5 4,2 11,5 26,7 14,7 13,5 33,3 23,3 23,5 17,7 16,7 40 17,6 87,5 41,7
3,3 5,9 5,2 Kurang dari 1 jam
Antara 1 - 3 jam Setengah hari Satu hari Lebih dari 1 hari Tidak tahu
adanya saluran air yang mengalirkan Air limbah rumah tangga yang berasal dari Kamar mandi, tempat cucian pakaian maupun dari dapur menuju ke drainase atau lubang resapan, dan yang paling memiliki persentase genangan yang paling rendah adalah di Strata 0 dan 1, secara umum dapat digambarkan bahwa risiko lingkungan akibat genangan air di lingkungan rumah tangga di Kabupaten Muara Enim dapat dikategorikan rendah.
Gambar 3.9 Grafik Persentase Rumah Tangga yang Mengalami Banjir Rutin
Berdasarkan Pengamatan yang terjadi di masyarakat rumah tangga yang mengalami banjir rutin tertinggi berada di Strata 4 yaitu sekitar 85,2 % rumah tangga terjadi genangan hal ini disebabkan tidak adanya saluran air, dapat dilihat pada grafik di atas.
Gambar 3.10 Grafik Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir
Berdasarkan Pengamatan yang terjadi di masyarakat rumah tangga yang mengalami banjir paling lama surutnya lebih dari 1 hari, yakni yang berada di Strata 4 yaitu sekitar 87,5 % dapat dilihat pada grafik di atas.
Kurang dari 1 jam Antara 1 - 3 jam Setengah hari Satu hari Lebih dari 1 hari Tidak tahu
Gambar 3.11 Grafik Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah
Berdasarkan hasil wawancara di masyarakat rumah tangga yang mengalami genangan di sekitar halaman rumah paling paling tinggi hasil persentase sekitar 35,4% dan di dapur 33,6% untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di atas.
Gambar 3.12 Grafik Persentase Kepemilikan SPAL
Berdasarkan hasil study EHRA masyarakat rumah tangga yang memiliki Saluran Pembuangan Air Limbah yang ada sekitar 61% sedangkan sisanya tidak ada sekitar 39%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di atas.
Dihalaman rumah Di dekat dapur Di dekat kamar mandi Di dekat bak penampungan Lainnya
Tidak ada 39%
Persentase Kepemilikan SPAL
Gambar 3.11 Grafik Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah
Berdasarkan hasil wawancara di masyarakat rumah tangga yang mengalami genangan di sekitar halaman rumah paling paling tinggi hasil persentase sekitar 35,4% dan di dapur 33,6% untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di atas.
Gambar 3.12 Grafik Persentase Kepemilikan SPAL
Berdasarkan hasil study EHRA masyarakat rumah tangga yang memiliki Saluran Pembuangan Air Limbah yang ada sekitar 61% sedangkan sisanya tidak ada sekitar 39%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di atas.
35,4% 33,6% 14,2% 3,5% 6,2% ,0% 5,0% 10,0%15,0%20,0%25,0%30,0%35,0%40,0% Dihalaman rumah Di dekat dapur Di dekat kamar mandi Di dekat bak penampungan Lainnya
Ya 61% Tidak ada
39%
Persentase Kepemilikan SPAL
Gambar 3.11 Grafik Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah
Berdasarkan hasil wawancara di masyarakat rumah tangga yang mengalami genangan di sekitar halaman rumah paling paling tinggi hasil persentase sekitar 35,4% dan di dapur 33,6% untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di atas.
Gambar 3.12 Grafik Persentase Kepemilikan SPAL
Berdasarkan hasil study EHRA masyarakat rumah tangga yang memiliki Saluran Pembuangan Air Limbah yang ada sekitar 61% sedangkan sisanya tidak ada sekitar 39%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di atas.
35,4% 33,6%
Gambar 3.13 Grafik Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga
Berdasarkan hasil study EHRA melalui pengamatan di rumah tangga yang tidak memiliki Saluran Pembuangan Air Limbah yang dapat menyebabkan terjadinya genangan ada pada setiap strata sedangkan berdasarkan totalnya keseluruhan tidak ada genangan sebesar 70,5% sedangkan yang ada genangan sebesar 29,5% untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di atas.
Gambar 3.14 Grafik Persentase SPAL yang berfungsi
Pada Grafik diatas Berdasarkan hasil study EHRA melalui pengamatan di rumah tangga yang kepemilikan SPAL yang berfungsi berdasarkan perhitungan persentase total ya berfungsi 75,3%, yang tidak 11% dan SPAL yang tidak dapat dipakai 5,9% sedangkan yang tidak ada saluran 7,8%. ,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 0 17,8 82,2
Ada genangan air
,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 0 1 73,3 90,7 6,7 2,6 8,9 1,9 11,1 4,8
Gambar 3.13 Grafik Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga
Berdasarkan hasil study EHRA melalui pengamatan di rumah tangga yang tidak memiliki Saluran Pembuangan Air Limbah yang dapat menyebabkan terjadinya genangan ada pada setiap strata sedangkan berdasarkan totalnya keseluruhan tidak ada genangan sebesar 70,5% sedangkan yang ada genangan sebesar 29,5% untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di atas.
Gambar 3.14 Grafik Persentase SPAL yang berfungsi
Pada Grafik diatas Berdasarkan hasil study EHRA melalui pengamatan di rumah tangga yang kepemilikan SPAL yang berfungsi berdasarkan perhitungan persentase total ya berfungsi 75,3%, yang tidak 11% dan SPAL yang tidak dapat dipakai 5,9% sedangkan yang tidak ada saluran 7,8%.
1 2 3 4 TOTAL
Strata
19,3 47 28,3 20 29,5
80,7 53 71,7 80 70,5
Ada genangan air Tidak ada genangan air
2 3 4 TOTAL Strata 90,7 73,3 78,6 41,5 75,3 2,6 9,8 11,1 33,3 11 1,9 5,4 3,6 19,3 5,9 4,8 11,4 6,7 5,9 7,8 Ya Tidak Tidak dapat
dipakai, saluran kering Tidak ada saluran
Gambar 3.13 Grafik Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga
Berdasarkan hasil study EHRA melalui pengamatan di rumah tangga yang tidak memiliki Saluran Pembuangan Air Limbah yang dapat menyebabkan terjadinya genangan ada pada setiap strata sedangkan berdasarkan totalnya keseluruhan tidak ada genangan sebesar 70,5% sedangkan yang ada genangan sebesar 29,5% untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di atas.
Gambar 3.14 Grafik Persentase SPAL yang berfungsi
Pada Grafik diatas Berdasarkan hasil study EHRA melalui pengamatan di rumah tangga yang kepemilikan SPAL yang berfungsi berdasarkan perhitungan persentase total ya berfungsi 75,3%, yang tidak 11% dan SPAL yang tidak dapat dipakai 5,9% sedangkan yang tidak ada saluran 7,8%.
Tidak dapat
dipakai, saluran kering Tidak ada saluran
Gambar 3.15 Grafik Pencemaran SPAL
Pada Grafik diatas Berdasarkan hasil study EHRA masih banyak pencemaran SPAL dimasyarakat karena limbah sampah dan tinja rumah tangga, adanya pencemaran karena SPAL berdasarkan strata adanya pencemaran tertinggi pada kluster 0 dan 3 perhitungan keseluruhan berdasarkan total adanya pencemaran sebanyak 54.6% dan sisanya tidak ada pencemaran 45.4%
Tabel 3.4 : Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Studi EHRA
n % n % n % n % n % n
%
Ada genangan air (banjir)
16 17,8 52 19,3 148 47,0 102 28,3 27 20,0 345 29,5
Tidak ada genangan air
74 82,2 218 80,7 167 53,0 258 71,7 108 80,0 825 70,5
Adanya genangan air
Strata Desa/Kelurahan
0
1
2
3
4
VARIABEL
KATEGORI
Total
20 40 60 80 100 0 1 40 43,3 60 56,7
Gambar 3.15 Grafik Pencemaran SPAL
Pada Grafik diatas Berdasarkan hasil study EHRA masih banyak pencemaran SPAL dimasyarakat karena limbah sampah dan tinja rumah tangga, adanya pencemaran karena SPAL berdasarkan strata adanya pencemaran tertinggi pada kluster 0 dan 3 perhitungan keseluruhan berdasarkan total adanya pencemaran sebanyak 54.6% dan sisanya tidak ada pencemaran 45.4%
Tabel 3.4 : Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Studi EHRA
n % n % n % n % n % n
%
Ada genangan air (banjir)
16 17,8 52 19,3 148 47,0 102 28,3 27 20,0 345 29,5
Tidak ada genangan air
74 82,2 218 80,7 167 53,0 258 71,7 108 80,0 825 70,5
Adanya genangan air
Strata Desa/Kelurahan
0
1
2
3
4
VARIABEL
KATEGORI
Total
1 2 3 4 TOTAL Strata 43,3 50,5 43,1 47,4 45,4 56,7 49,5 56,9 52,6 54,6 Tidak Ya
Gambar 3.15 Grafik Pencemaran SPAL
Pada Grafik diatas Berdasarkan hasil study EHRA masih banyak pencemaran SPAL dimasyarakat karena limbah sampah dan tinja rumah tangga, adanya pencemaran karena SPAL berdasarkan strata adanya pencemaran tertinggi pada kluster 0 dan 3 perhitungan keseluruhan berdasarkan total adanya pencemaran sebanyak 54.6% dan sisanya tidak ada pencemaran 45.4%
Tabel 3.4 : Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Studi EHRA
n % n % n % n % n % n
%
Ada genangan air (banjir)
16 17,8 52 19,3 148 47,0 102 28,3 27 20,0 345 29,5
Tidak ada genangan air
74 82,2 218 80,7 167 53,0 258 71,7 108 80,0 825 70,5
Adanya genangan air
Strata Desa/Kelurahan
0
1
2
3
4
VARIABEL
KATEGORI
Total
Tidak
3.5. PENGELOLAAN AIR MINUM RUMAH TANGGA
Air merupakan kebutuhan utama dari setiap individu dan masyarakat. Kualitas ketersediaan air dan pencegahan kontaminasi sumber air bersih terhadap jamban sangat berpengaruh terhadap individu masyarakat dan kesehatan lingkungan. Jenis-jenis sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri terutama sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Sumber-sumber air minum yang dianggap memiliki resiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi pathogen ke dalam tubuh manusia yaitu sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi.
Menurut pakar higinitas bahwa suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi resiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Dari sejumlah studi yang telah dilakukan oleh beberapa pakar menginformasikan bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki resiko terkena diare yang lebih rendah, hal ini disebabkan karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur, dan sebaliknya kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti gejala diare atau kesakitan yang disebabkan oleh air lainnya.
Pada studi ini, enumerator mengumpulkan data factor resiko dalam pengelolaan air bersih rumah tangga, yang meliputi :
1) kualitas sumber air bersih yang dipergunakan, 2) Ketersediaan air bersih dan
3) Jarak jamban dari sumur gali dan sumur pompa tangan
Gambar 3.16 Grafik Akses Terhadap Air Bersih
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Air bo to l k em as an Air isi ula ng Air Le de ng da ri PDAM Air hid ra n um um -P DAM
3.5. PENGELOLAAN AIR MINUM RUMAH TANGGA
Air merupakan kebutuhan utama dari setiap individu dan masyarakat. Kualitas ketersediaan air dan pencegahan kontaminasi sumber air bersih terhadap jamban sangat berpengaruh terhadap individu masyarakat dan kesehatan lingkungan. Jenis-jenis sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri terutama sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Sumber-sumber air minum yang dianggap memiliki resiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi pathogen ke dalam tubuh manusia yaitu sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi.
Menurut pakar higinitas bahwa suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi resiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Dari sejumlah studi yang telah dilakukan oleh beberapa pakar menginformasikan bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki resiko terkena diare yang lebih rendah, hal ini disebabkan karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur, dan sebaliknya kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti gejala diare atau kesakitan yang disebabkan oleh air lainnya.
Pada studi ini, enumerator mengumpulkan data factor resiko dalam pengelolaan air bersih rumah tangga, yang meliputi :
1) kualitas sumber air bersih yang dipergunakan, 2) Ketersediaan air bersih dan
3) Jarak jamban dari sumur gali dan sumur pompa tangan
Gambar 3.16 Grafik Akses Terhadap Air Bersih
Air hid ra n um um -P DAM Air kra n um um -… Air su m ur po m pa ta nga n Air su m ur ga li te rlin du ngi Air su m ur ga li td k… Ma ta a ir te rlin du ngi Ma ta a ir td k te rlin du ngi Air hu ja n Air da ri su nga i Air da ri w ad uk /d an au La in ny a
3.5. PENGELOLAAN AIR MINUM RUMAH TANGGA
Air merupakan kebutuhan utama dari setiap individu dan masyarakat. Kualitas ketersediaan air dan pencegahan kontaminasi sumber air bersih terhadap jamban sangat berpengaruh terhadap individu masyarakat dan kesehatan lingkungan. Jenis-jenis sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri terutama sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Sumber-sumber air minum yang dianggap memiliki resiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi pathogen ke dalam tubuh manusia yaitu sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi.
Menurut pakar higinitas bahwa suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi resiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Dari sejumlah studi yang telah dilakukan oleh beberapa pakar menginformasikan bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki resiko terkena diare yang lebih rendah, hal ini disebabkan karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur, dan sebaliknya kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti gejala diare atau kesakitan yang disebabkan oleh air lainnya.
Pada studi ini, enumerator mengumpulkan data factor resiko dalam pengelolaan air bersih rumah tangga, yang meliputi :
1) kualitas sumber air bersih yang dipergunakan, 2) Ketersediaan air bersih dan
3) Jarak jamban dari sumur gali dan sumur pompa tangan
Gambar 3.16 Grafik Akses Terhadap Air Bersih
Gosok gigi Cuci pakaian Cuci piring&gelas Masak
Sumber Air
Minum Masak Cuci piring
& gelas
pakaian
Cuci
Gosok
gigi
Air botol kemasan 6,1% 1,4% 1,5% 0,4% 1,5%
Air isi ulang 10,1% 2,1% 1,5% 0,5% 1,7%
Air Ledeng dari PDAM 19,0% 21,6% 22,1% 2,9% 1,7%
Air hidran umum - PDAM 1,6% 1,5% ,9% ,4% ,9%
Air kran umum
-PDAM/PROYEK 2,5% 2,8% 2,3% ,9% 2,2%
Air sumur pompa tangan 11,7% 11,9% 12,0% 3,7% 11,3%
Air sumur gali terlindungi 40,6% 43,8% 39,7% 8,4% 39,7%
Air sumur gali tdk
terlindungi 9,1% 9,1% 9,5% ,1% 9,5%
Mata air terlindungi 3,6% 3,7% 4,2% ,5% 4,2%
Mata air tdk terlindungi ,9% ,9% 1,0% ,0% ,9%
Air hujan ,3% ,4% ,5% ,3% ,5%
Air dari sungai 5,0% 5,0% 8,8% ,9% 8,4%
Air dari waduk/danau ,0% ,0% ,1% ,0% ,0%
Lainnya ,1% ,1% ,1% ,1% ,1%
Dari survei, responden yang berakses terhadap air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, prosentase terbesar adalah menggunakan air sumur gali yang terlindungi untuk masak sekitar 40,6 % dan untuk minum sekitar 43,8 %.
Gambar 3.17 Grafik Sumber Air Minum dan Memasak
Sedangkan sebagian besar masyarakat yang mengkonsumsi Air Bersih/Sumber Air untuk minim dan masak Minum baik air kran umum PDAM/proyek, air hidran umum PDAM, air ledeng PDAM air isi ulang dan air botol kemasan, dapat dilihat pada grafik diatas
Tabel 3.5 : Area Berisiko Sumber Air Berdasarkan Studi EHRA
n
% n % n % n % n %
n
%
Tidak, sumber air berisiko tercemar
25 27,8 119 44,1 127 40,3 135 37,5 62 45,9 468 40
Ya, sumber air terlindungi
65 72,2 151 55,9 188 59,7 225 62,5 73 54,1 702 60
Tidak Aman
24 26,7 13 4,8 72 22,9 46 12,8 82 60,7 237 20,3
Ya, Aman
66 73,3 257 95,2 243 77,1 314 87,2 53 39,3 933 79,7
Mengalami kelangkaan air
33 36,7 39 14,4 99 31,4 76 21,1 121 89,6 368 31,5
Tidak pernah mengalami
57 63,3 231 85,6 216 68,6 284 78,9 14 10,4 802 68,5
Sumber air terlindungi
Penggunaan sumber air tidak terlindungi.
Kelangkaan air
Strata Desa/Kelurahan
0
1
2
3
4
Total
KATEGORI
VARIABEL
2,5% 11,7% 40,6% 39,7% 9,5% 4,2% 0,9% 0,5% 8,4% ,0% ,1% 2,8% 11,9% 43,8% 9,1% 3,6% 0,9% 0,3% 5% ,0% ,1% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% 90,0% Air botol kemasanAir isi ulang Air Ledeng dari PDAM Air hidran umum - PDAM Air kran umum -PDAM/PROYEK Air sumur pompa tangan Air sumur gali terlindungi Air sumur gali tdk terlindungi Mata air terlindungi Mata air tdk terlindungi
Air hujan Air dari sungai Air dari waduk/danau
Lainnya
3.6 PERILAKU HIGIENE DAN SANITASI
Halangan seseorang untuk mencuci tangan pakai sabun di waktu-waktu penting lebih merupakan faktor non-fisik. Yang dimaksud sebagai faktor non-fisik dapat mencakup pengetahuan, sikap, maupun norma. Data tentang fasilitas cuci tangan yang didapat melalui kegiatan pengamatan (observation) sedikit banyak mengonfirmasi faktor non-fisik itu.
Gambar 3.18 Grafik CTPS di Lima Waktu Penting
Pada Gambar Grafik di atas hasil study EHRA di Kabupaten Muara Enim yang melakukan cuci tangan di lima waktu penting sebanyak 8 % dan yang tidak cuci tangan di lima waktu penting sebanyak 92 %.
Gambar 3.19 Grafik Waktu Melakukan CTPS
Dari Lima Waktu Penting Cuci Tangan Pakai Sabun, waktu cuci tangan pakai sabun yang paling banyak dipraktikkan oleh responden di Kabupaten Muara Enim adalah di waktu sebelum
makan, yakni sebesar 73,4%. Waktu kedua adalah waktu setelah makan yaitu 46,1 %. Waktu ketiga adalah waktu setelah Buang Air Besar (BAB) sebesar 45,6 %, dan
Tidak 92% Ya 8%
CTPS di lima waktu penting
4,7% 22,8% 45,6% 73,4% 46,1% 18,7% 18,6% 25,9% ,0% 10,0% 20,0% 30,0% 40,0% 50,0% 60,0% 70,0% 80,0% Sebelum ke toilet
Setelah menceboki bayi/anak Setelah dari buang air besar Sebelum makan Setelah makan Sebelum memberi menyuapi anak Sebelum menyiapkan masakan Setelah memegang hewan
kemudian waktu keempat adalah setelah memegang hewan sebesar 25,9 % . Waktu CTPS yang kelima yaitu 22,8 % responden melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun Setelah
menceboki bayi/anak.
Gambar 3.20 Grafik persentase Penduduk yang Melakukan BABS
Dari hasil study EHRA persentase penduduk yang melakukan BABS totalnya sebanyak 55%, yang terbagi pada Strata 0 sebanyak 75,6 %, Strata 1 sebanyak 39,3 %, Strata 2 sebanyak 57,8 %, Strata 3 sebanyak 49,7 % dan Strata 4 sebanyak 80 %, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik diatas
Tabel 3.6 : Area Berisiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Studi EHRA
n % n % n % n % n % n % Tidak 82 91,1 241 89,3 311 98,7 304 84,4 135 100,0 1073 91,7 Ya 8 8,9 29 10,7 4 1,3 56 15,6 0 ,0 97 8,3 Tidak 45 50,0 123 45,6 142 45,1 111 30,8 101 74,8 522 44,6 Ya 45 50,0 147 54,4 173 54,9 249 69,2 34 25,2 648 55,4 Tidak 36 40,0 124 45,9 140 44,4 128 35,6 70 51,9 498 42,6 Ya 54 60,0 146 54,1 175 55,6 232 64,4 65 48,1 672 57,4 Tidak 46 51,1 99 36,7 101 32,1 113 31,4 51 37,8 410 35 Ya, berfungsi 44 48,9 171 63,3 214 67,9 247 68,6 84 62,2 760 65 Tidak 43 47,8 135 50,0 164 52,1 165 45,8 47 34,8 554 47,4 Ya 47 52,2 135 50,0 151 47,9 195 54,2 88 65,2 616 52,6 Ya, tercemar 25 27,8 60 22,2 79 25,1 56 15,6 23 17,0 243 20,8 Tidak tercemar 65 72,2 210 77,8 236 74,9 304 84,4 112 83,0 927 79,2 Ya, BABS 68 75,6 106 39,3 182 57,8 179 49,7 108 80,0 643 55 Tidak 22 24,4 164 60,7 133 42,2 181 50,3 27 20,0 527 45 Strata Desa/Kelurahan 0 1 2 3 4
VARIABEL KATEGORI Total
3. Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air
4. Perilaku BABS
1. CTPS di lima waktu penting
2.a. Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja?
2.b. Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat?
2.c. Keberfungsian penggelontor.
2.d. Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban?
75,6 39,3 57,8 49,7 80 55 24,4 60,7 42,2 50,3 20 45 ,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 0 1 2 3 4 TOTAL Strata Ya BABS Tidak
3.7. KEJADIAN PENYAKIT DIARE
Kasus – kasus diare di atas paling banyak terjadi pada 6 bulan yang lalu dan 3 bulan terakhir dimana pada saat itu adalah puncak musim penghujan yang berarti kasus pencemaran meningkat akibat banyaknya bahan pencemar yang masuk ke badan air dan tanah melalui rembesan air hujan. Periode dan waktu terjangkitnya diare dapat dilihat pada grafik berikut ini : H.1 Kapan waktu paling dekat anggota keluarga terkena diare ?
Tabel 3.7 : Kejadian Diare Pada Penduduk Berdasarkan Studi EHRA
n % n % n % n % n % n % Hari ini 2 2,2 0 ,0 8 2,5 6 1,7 0 ,0 16 1,4 Kemarin 2 2,2 3 1,1 2 ,6 3 ,8 4 3,0 14 1,2 1 minggu terakhir 2 2,2 17 6,3 15 4,8 20 5,6 4 3,0 58 5,0 1 bulan terakhir 3 3,3 25 9,3 16 5,1 18 5,0 21 15,6 83 7,1 3 bulan terakhir 1 1,1 12 4,4 15 4,8 23 6,4 1 ,7 52 4,4 6 bulan yang lalu 1 1,1 6 2,2 4 1,3 15 4,2 3 2,2 29 2,5 Lebih dari 6
bulan yang lalu
0 ,0 8 3,0 12 3,8 33 9,2 1 ,7 54 4,6 Tidak pernah 79 87,8 199 73,7 243 77,1 242 67,2 101 74,8 864 73,8 Tidak 6 54,5 47 66,2 43 59,7 80 67,8 11 32,4 187 61,1 Ya 5 45,5 24 33,8 29 40,3 38 32,2 23 67,6 119 38,9 Tidak 10 90,9 64 90,1 59 81,9 98 83,1 32 94,1 263 85,9 Ya 1 9,1 7 9,9 13 18,1 20 16,9 2 5,9 43 14,1 Tidak 10 90,9 68 95,8 68 94,4 111 94,1 34 100,0 291 95,1 Ya 1 9,1 3 4,2 4 5,6 7 5,9 0 ,0 15 4,9 Tidak 9 81,8 67 94,4 68 94,4 109 92,4 30 88,2 283 92,5 Ya 2 18,2 4 5,6 4 5,6 9 7,6 4 11,8 23 7,5 Tidak 10 90,9 62 87,3 59 81,9 96 81,4 26 76,5 253 82,7 Ya 1 9,1 9 12,7 13 18,1 22 18,6 8 23,5 53 17,3 Tidak 10 90,9 51 71,8 55 76,4 78 66,1 11 32,4 205 67,0 Ya 1 9,1 20 28,2 17 23,6 40 33,9 23 67,6 101 33,0
Orang dewasa perempuan Kapan waktu paling dekat anggota keluarga ibu terkena diare
Anak-anak balita
Anak-anak non balita
Anak remaja laki-laki
Anak remaja perempuan
Orang dewasa laki-laki
Anggota keluarga yang mengalami Diare
Strata Desa/Kelurahan
0 1 2 3 4
Total