• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag Muharam Marzuki Angka perceraian di Indonesia lima tahun terakhir terus meningkat dari 2juta pasangan yang menikah diantaranya 15% sampai 20 % bercerai. Kasus selanjutnya untuk tingkat provinsi di tahun 2011, Jawa Timur masih menempati urutan pertama dalam kasus perceraian di bandingkan dengan provinsi lain. Untuk tingkat kabupaten, Indramayu menempati urutan pertama dan Banyuwangi yang kedua. Dari data yang dikumpulkan PKS, pada tahun 2009 angka perceraian di seluruh daerah di Jawa Timur sebanyak 92.729 kasus. Dari jumlah tersebut, kabupaten atau kota yang masuk 5 besar angka perceraian yang tinggi yakni di Kabupaten Banyuwangi menempati urutan pertama sebanyak 6.784 kasus, disusul Kabupaten Malang sebanyak 6.716 kasus, Kabupaten Jember 6.054 kasus dan Surabaya menempati urutan keempat dengan jumlah pasangan suami istri (pasutri) yang cerai sebanyak 5.253. Sedangkan Kabupaten Blitar sebanyak 4.416 kasus. Faktor perceraian yang paling dominan adalah hubungan pasutri yang tidak harmonis sekitar 33 persen. Kalau masalah ekonomi, selingkuh, ada WIL (wanita idaman lain) atau PIL (pria idaman lain) itu angkanya kecil. Dari 250 warga Surabaya yang bercerai setiap

(2)

harinya, rangking tertinggi ternyata didominasi kaum guru. Data ini terungkap saat Walikota Surabaya Bambang DH memberi pembekalan terhadap CPNS guru. Menurut Bambang DH, data yang didapat dari Pengadilan Agama, guru menempati urusan pertama dalam kasus perceraian. Namun tidak disebutkan berapa jumlah guru setiap bulannya yang melakukan cerai. (www.kompasiana.com).

Angka perceraian yang diputus pengadilan tinggi agama seluruh Indonesia tahun 2014 mencapai 382.231, naik sekitar 100.000 kasus dibandingkan dengan pada 2010 sebanyak 251.208 kasus. Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag Muharam Marzuki memaparkan, ada dua penyebab utama ketidakharmonisan, yakni kekurangan nafkah lahir dan batin. Nafkah lahir ialah kewajiban pasangan untuk saling menghidupi, misalnya berkontribusi dalam pengelolaan ekonomi rumah tangga. Adapun nafkah batin adalah cara pasangan suami-istri memperlakukan satu sama lain. (http://health.kompas.com). Mereka yang bercerai merasakan kurang puasnya pernikahan mereka yang disebabkan oleh banyak faktor yang dapat memicu retaknya hubungan mereka.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik di Jakarta terdapat 10.303 pasangan yang melakukan talak dan cerai. Kemudian pada tahun 2014 pemicunya adalah pendapatan yang berbeda antara suami dan istri. Misalnya, seorang istri yang berprofesi guru dan mendapatkan tambahan penghasilam, sedangkan income suami berada di bawah sang istri.

(3)

Hal tersebut menjadi pemicu gugat cerai istri terhadap suami. (www.liputan6.com).

Untuk memperkuat fenomena dalam penelitian, peneliti melakukan wawancara terhadap salah satu responden. Berdasarkan hasil wawancara yang telah peneliti lakukan terhadap salah satu responden yang dapat mendukung penelitian ini adalah bahwa terdapat masalah yang dialami oleh responden dikarenakan merasa tidak puas dengan pernikahannya. Salah satu penyebabnya adalah masalah agama. Karena pada awal perkenalan sebelum responden menentukan untuk menikah dengan pasangan pilihannya responden merasa yakin karena responden merasa bahwa pasangan pilihannya memiliki pengetahuan dan pengaplikasian agama yang baik ditambah lagi pasangan responden merupakan guru agama. Akan tetapi setelah menikah setelah menjalani pernikahan selama dua tahun responden merasa kesan pertama yang dianggap baik tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan responden. Responden merasa bahwa ia dan pasangannya sering sekali bertengkar dan agak sulit untuk meminta maaf duluan atau gengsi. Untuk pengaplikasian agama kedalam kehidupan sehari-hari bersama pasangan responden merasa kurang. Karena responden merasa jarang beribadah bersama-sama dengan pasangan dan juga pasangannya juga jarang mengingatkan responden untuk melakukan ibadah, ataupun membaca Al-Qur’an. Bahkan responden juga mengatakan bahwa mereka hampir ingin bercerai akan tetapi hal itu tidak jadi dilakukan Karena mereka ingin memperbaiki semuanya agar menjadi lebih baik lagi.

(4)

Pada artikel Tri Leksono PH (2013) yang berjudul Fenomena Perkawinan, Perceraian dan Win-Win Solution menjelaskan bahwa perceraian di lingkup PNS yang justru di dominasi dari guru-guru. Hal ini terjadi di saat kesejahteraan para guru sudah banyak terpenuhi. Kepala Badan Kepegawaian,Pendidikan dan Pelatihan (BKPPD ) kabupaten Cirebon Dudung Mulyana mengatakan, banyaknya kasus perceraian di kalangan guru dipengaruhi oleh pendapatan guru yang besar dengan adanya tunjangan sertifikasi. Tunjangan sertifikasi sendiri, nilainya bisa dua kali lipat dari jumlah gaji yang diterimaya.

Guru menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar; guru sekolah merupakan orang yang mengajar di sekolah. Akan tetapi guru tidak hanya berkecimpung di dunia pendidikan saja. Namun, seorang guru juga memiliki kehidupan pribadi baik bersama keluarga, saudara, teman, serta pasangan.

Pernikahan merupakan momentum yang sangat sakral bagi dua orang yang berbeda jenis kelamin dan saling mencintai satu sama lain. Menurut Olson dan DeFrain (2006) pernikahan sebagai emosi dan komitmen yang sah dari dua orang yang saling berbagi emosi dan keintiman fisik, berbagi tugas dan sumber ekonomi.

Kesuksesan dan kegagalan hubungan pernikahan mereka yang sudah menikah bergantung pada individu masing-masing apakah saling melengkapi satu sama lain atau tidak. Di kebanyakan masyarakat, lembaga pernikahan dianggap merupakan cara terbaik untuk memastikan

(5)

perlindungan dan membesarkan anak-anak. Hal ini mengizinkan pembagian pekerjaan dan berbagi materi. Idealnya, ini menawarkan intimasi, komitmen, persahabatan, afeksi, pemenuhan kebutuhan seksual, pendampingan dan kesempatan bagi pertumbuhan emosi begitu juga sumber-sumber identitas baru dan harga diri (Gardiner & Kosmitzki, 2005; Myers, 2000). Dalam filosofi tradisis Timur tertentu kesatuan harmoni laki-laki dan perempuan merupakan hal yang mendasar bagi pemenuhan spiritual dan mempertahankan spesiesnya (Gardiner & Komitzki dalam Papalia D.E, 2014).

Individu yang menikah cenderung lebih bahagia dibandingkan yang tidak menikah, walaupun mereka yang dalam pernikahan yang tidak bahagia menjadi kurang bahagia dibandingkan yang sendiri atau bercerai (Myers, dalam Papalia, 2014). Pada situasi tertentu tidak selalu pernikahan menyebabkan kebahagiaan; mungkin kebahagiaan terbesar dari pasangan yang menikah merefleksikan mencerminkan kecenderungan besar individu untuk menikah (Lucas, dkk dalam Papalia D.E, 2014).

Fowers dan Olson, 1993 (dalam, Hajizah 2012) membagi komponen-komponen dari kepuasan pernikahan yang terdiri dari: (1) isu kepribadian; (2) komunikasi; (3) resolusi konflik; (4) pengaturan keuangan; (5) aktivitas waktu luang; (6) hubungan seksual; (7) anak dan pengasuhan; (8) keluarga dan teman; (9) kesetaraan peran; dan (10) agama.

Kepuasan pernikahan pada pasangan suami dan istri dapat di peroleh jika kedua-duanya adalah orang yang religious, pendapat ini

(6)

didukung oleh teori Hurlock, (dalam, Mukhlis, 2015) yang mengatakan bahwa secara umum kepuasan perkawinan akan lebih tinggi diantara orang-orang religius daripada orang-orang yang kurang religius. Pendapat tersebut juga didukung oleh pendapat dari Amato, dkk. 2007 (dalam knox, 2013) mengemukakan seorang Mennonite mengatakan cara untuk mendekati pasangan anda adalah dapat dekat dengan tuhan. Orang yang tanpa afiliasi agama melaporkan lebih banyak masalah pernikahan dan lebih mungkin untuk bercerai.

Menurut Sullivan (dalam Fard 2013) bahwa orang yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi maka akan stabil dalam pernikahan mereka dan memiliki kepuasan pernikahan yang tinggi dibandingkan orang yang memiliki tingakt religiusitas yang rendah. Adapun pendapat dari Dowd, 2009 (dalam Knox, 2013) merasa dekat dengan Tuhan dan sering hadir di gereja meningkatkan komitmen seseorang untuk menikah. “feeling close to god and frequent church attendance increase one’s commitment to marriage”.

Fetzer (1999) juga mendefinisikan arti religiusitas itu sendiri yaitu sesuatu yang menitik beratkan pada masalah perilaku, sosial, dan merupakan sebuah doktrin dari setiap agama atau golongan. Fetzer juga menyebutkan dimensi-dimensi dari religiusitas yang terdiri dari: (1) Daily Spiritual Experiences, (2) Meaning, (3) Values, (4) Beliefs, (5) Forgiveness, (6) Private Religious Prectices, (7) Religious/Spiritual coping, (8) Religious Support, (9) Religious/Spiritual Histrory, (10)

(7)

commitment, (11) Organizational Religiousness, dan (12) Religious Preference.

Pada penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Mukhlis, (2015) yang berjudul Hubungan Antara Religiusitas dengan Kepuasan Perkawinan, ditemukan hasil kofisien korelasi (r) = 0.582, dengan probabilitas (p) = 0.000 dengan R2 = 33.9%.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nihayah, dkk (2012), yang berjudul Peran Religiusitas dan Faktor-Faktor Psikologis Terhadap Kepuasan Pernikahan menunjukkan bahwa religiusitas dan cinta memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pernikahan dengan responden sebanyak 125 pasangan suami istri yang berada di wilayah Jakarta.

Fard, dkk (2012) juga melakukan penelitian yang berjudul Religiosity and Marital Satisfaction 156 mahasiswa yang sudah menikah dipilih secara acak sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap religius memiliki hubungan yang lebih signifikan dengan konsensus dyadic dari tiga sub-skala penyesuaian diadic lainnya. Penelitiannya menunjukkan perbedaan tidak signifikan. Penelitiannya menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara kepuasan pernikahan dan religiusitas di kalangan laki-laki menikah dan siswa perempuan.

Berdasarkan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam bagaimana pengaruh religiusitas terhadap kepuasan pernikahan. Beberapa penelitian terdahulu dapat menjadi pijakan penulis untuk melakukan

(8)

penelitian selanjutnya dengan objek yang berbeda yaitu pada guru. Dengan judul Pengaruh Religiusitas terhadap Kepuasan Pernikahan pada guru SMK di kecamatan Pesanggrahan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh religiusitas terhadap kepuasan pernikahan pada guru SMK di kecamatan Pesanggrahan

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh religiusitas terhadap kepuasan pernikahan pada guru SMK di kecamatan Pesanggrahan.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang psikologi di bidang psikologi klinis, dan psikologi perkembangan. Dengan adanya penelitian ini dapat membuat pembaca memahami dan juga menambah pengetahuan mengenai ilmu yang disampaikan, sehingga dapat diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi, pemahaman, serta pengetahuan khususnya pada psikologi maupun

(9)

yang berhubungan dengan penelitian yang dibahas pengajar, masyarakat, serta guru dalam kepuasan pernikahannya dipengaruhi oleh religiusitas, dan pembaca lainnya yang mengenai pengaruh religiusitas terhadap kepuasan pernikahan pada guru di daerah pesanggrahan.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang isi dari skripsi ini, maka pembahasan dilakukan secara komprehensif dan sistematik yang meliputi :

Bab I PENDAHULUAN

Pada Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, , tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II KAJIAN PUSTAKA

Pada Bab ini berisi mengenai penjabaran teori-teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa tinjauan pustaka tentang penelitian terdahulu.

Bab III METODE PENELITIAN

Pada Bab ini menguraikan tentang metode pengumpulan data, variabel penelitian, hipotesis penelitian, pengujian hipotesis dan metode analisis penelitian.

(10)

Bab IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada Bab ini berisi tentang deskripsi data, serta gambaran umum dari hasil pengujian hipotesis, pengujian asusmsi klasik, analisis data beserta dengan penjelasan dan interprestasi dari hasil-hasil yang telah didapatkan.

Bab V KESIMPULAN

Pada Bab ini berisi kesimpulan, keterbatasan, implikasi dan saran dari penelitian, dan gambaran untuk penelitian berikutnya.

Referensi

Dokumen terkait

pendidikan 37Yo responden menjawab ingin beke{a dan melanjutkan strata dua. Responden kurang berani untuk mengambil resiko memulai sebuah usaha dengan kendala-kendala

Oksida Aurivillius hasil sentesis pada semua parameter sifat feroelektrik menunjukkan bahwa semakin bertambah jumlah lapis oktahedral senyawa oksida Aurivillius dalam

Menimbang, bahwa oleh karena harga tanah terperkara di atas, tidak sama antara tanah pada objek perkara angka 7.1, dengan angka 7.2 dan 7.3 pada surat gugatan

Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tekstur selai lembaran dari campuran rumput laut dan buah nanas pada ketiga formulasi menunjukan hasil yang berbeda

Kajian ini juga bertujuan untuk mengenal pasti hubungan sistem sosial, organisasi sokongan perniagaan tani, prestasi kerja agen pengembangan pertanian dengan pemberdayaan

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR

Data merupakan bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan informasi atau keterangan baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukan fakta. Dalam hal

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk