• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Konsep Dasar Ekosistem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2.1. Konsep Dasar Ekosistem"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Ekosistem

Odum (1996) mendefinisikan ekosistem sebagai satuan yang mencakup semua organisme di dalam suatu daerah yang saling mempengaruhi dengan lingkungan fisiknya, sehingga arus energi mengarah ke struktur makanan, keanekaragaman biotik dan daur-daur bahan yang jelas di dalam sistem.

Sedangkan menurut Amsyari (1986), ekosistem diartikan sebagai kesatuan dari daerah tertentu (abiotic community) di mana di dalamnya tinggal suatu komposisi dari organisme hidup (biotic community) yang diantara keduanya terjalin suatu interaksi yang harmonis dan stabil, terutarna dalam jalinan bentuk- bentuk sumber enersi kehidupan. Suatu kesatuan ekosistem senantiasa mengarah kepada keadaan seimbang ("equilibrium") yakni bahwa seluruh komponen dalam ekosistem tersebut berada dalam suatu ikatan-ikatan interaksi yang harmonis dan stabil, sehingga keseluruhan ekosistem itu berbentuk suatu proses yang teratur dan terus-menerus.

2.2. Morfologi Sungai 2.2.1. Definisi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah

RI

Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, pengertian sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan krinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Menurut Sunaryo (2001), suatu sungai dalam artian daerah pengaliran sungai merupakan suatu kesatuan wilayah hidrologis yang dapat mencakup beberapa wilayah adrninistratif yang ditetapkan sebagai satu kesatuan wilayah pembinaan yang tidak dapat dipisah- pisahkan. Air yang mengalir di dalam sungai dapat berasal dari:

a. air hujan

b. mata air (surnber, spring)

c. air tanah yang merembes di sepanjang tebing sungai

(2)

Air yang mengalir di dalam sungai bukanlah air murni. Bahan yang terkandung di dalamnya tergantung pada kondisi daerah alirannya. Bahan yang diangkut dapat berupa bahan yang larut dan yang tidak larut atau berupa material padat (batu, kerikil, pasir). Sungai yang bermata air di gunung berapi airnya dapat mengandung belerang; yang mengalir di daerah aliran yang kritis akan banyak mengadung~lurnpur yang kaya akan unsur hara sebagai hasil pengikisan (erosi) lapisan tanah yang subur (Sunaryo, 2001).

Menurut Memed dan Sadeli (1988), sebagai salah satu wadah air yang penting di daratan, maka sungai memiliki banyak manfaat antara lain:

1. Sebagai wadah dam untuk menampung air dari daerah alirannya dan kemudian mengalirkannya secara gravitasi ke daerah yang lebih rendah samgai dengan ke laut.

2. Sebagai sumber air yang dapat digunakan untuk keperluan irigasi, pertanian, air minum, industri, pembangkit tenaga, perikanan, perkebunan, peternakan dan sebagainya.

3. Pembawa air buangan dari daerah aliran, untuk pencegahan banjir, saluran

drainase alamiah, mengangkut air sampai ke laut. 4. Pembawa kotoran untuk dibuang ke laut.

5. Memperbaiki air tanah di daerah kiri kanan sungai. 6. Mendesak air asin ke hilir.

7. Sumber material bahan pembangunan (pasir, kerikil, batu atau material lain). 8. Prasarana transportasi

9. Batas wilayah teknis atau administratif.

2.2.2. Daerah Aliran Sungai @AS)

Daerah aliran snngai adalah suatu luasan dimana aliran permukaan mengalir menuju ke suatu titik konsentrasi tertentu. Suatu daerah aliran sungai dibatasi oleh garis imajiner, yang dapat ditentukan di peta topografi dengan cara menghubungkan titik-titik tertinggi disekeliling daerah tersebut. Daerah aliran sungai didefinisikan oleh Environmental Protection Agency (EPA) sebagai daerah geografis dimana air, sediinen dan material terlarut mengalir ke dalam saluran yang lebih besar seperti danau, dasar perairan, muara atau samudra termssuk juga

(3)

aliran air tanah (AGWA, 2004). Menurut Reynold dan Peter in Lundqvist et al.

(1985), daerah aliran sungai atau daerah tangkapan air adalah sistem terintegrasi yang dapat mengubah presipitasi, radiasi sinar matahari, variabel lingkungan lain menjadi modal untuk produk perkayuan, peternakan, kehidupan liar, rekreasi, keindahan dam dan air. Salah satu tipe sistem Daerah aliran sungai diperlihatkan pada Gambar 2.

Daerah aliran sungai mempunyai peranan penting yaitu sebagai daerah tangkapan hujan yang fhgsinya antara lain:

1. Penyediaan air pada musim kemarau 2. Pengendali sedimentasi waduk

3. Pengendali banjir (Sunaryo, 200 1).

Menurut Noordwijk et al. (2004), kriteria f h g s i DAS tersebut berbeda relevansinya bagi setiap multi pihak sesuai dengan kepentingan dan sudut pandang masing-masing (Tabel 1).

I\ typical wrrlcnhtd ryslrm (-1 S w d Wnkr Qlulily Ac~Loriry. L%?t. Gambar 2. Daerah aliran sungai.

(4)

Tabel 1. Tujuh Kriteria dari fimgsi DAS yang berhubungan dengan karakteristik lokasi dan aliran sungai, relevansinya dengan multi pihak yang tinggal di daerah hilir serta beberapa indikatornya (Noordwijk et al., 2004)

Karakteristik Fungsi DAS yang Relevansi dengan Indikator urnum Alami dipengaruhi oleh penggunaan dan pihak

alih guna lahan terkait lainnya (kriteria)

A. Curah Hujan 1. Transmisi air Semua pengguna air, Hasil air per curah hujan B. Bentuk Lahan terutama masyarakat yang tahunan

C. Jenis Tanah berada di daerah hilir

2. Menyangga pada Masyarakat yang tinggal Kejadian banjir relatif kejadian puncak dan bergantung pada terhadap kejadian hujan hujan bantaran sungai dan

bantaran banjir

3.Pelepasan air Masyarakat yang tidak Ketersediaan air selama secara bertahap memilki sistem musim kemarau

penyimpanan air untuk ketersediaan air pada musim kemarau (water reservoir: misalnya danau, waduk, embung atau tandom air)

4.Memelihara Masyarakat yang tidak Ketersediaan air bersih kualitas air memiliki sistem sepanjang waktu

purifikasi Keberadaan jenis ikan Petani dan nelayan tertentu

Biodiversitas dan bioindikator (adanya bentos, nirnfa bangsa Plecoptera

D. Akar vegetasi 5.Mengurangi Masyarakat yang Intensitas kejadian alami sebagai longsor tinggal di kaki bukit longsor

jangkar tanah yang berpotensi tinggi te jadi (tertimpa) aliran lumpur, banjir dan tanah longsor

PLTA sehubungan dengan umur paruh waduk

E. Iklim Makro 6. Mengurangi erosi Petani Ketebalan seresah dan ketebalan lapisan tanah

atas

7. Mempertahankan Petani dan wisatawan Suhu clan kelembaban

iklim mikro udara

2.3. Profil Sungai Brantas dan Kawasan DAS Brantas Hulu Malang

Sungai Brantas merupakan sungai terbesar keduz di Pulau Jawa dan terbesar pertama di Jawa Timur dengan panjang L- 320 m2, curah hujan rata-rata 2000 rnrn dan limpasan perrnukaan (surface run off) sebesar 12 miliar m3 pertahun. Luas daerah aliran sungai (DAS) Brantas meliputi kurang lebih seperempat luas wilayah provinsi Jawa Timur. Sungai Brantas terletak antara Gunung Welirang

(5)

dan Gunung Andjasmoro di daerah dengan ketinggian

+

1500-1600 m diatas permukaan laut (Trihardono dan Rachimoellah, 1988).

Sungai Brantas yang merupakan sungai utama Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas mengalir dari Surnber Brantas, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumi Aji, Kabupaten Malang. Asal muasal sumbernya terletak di lereng sebelah tenggara Gunung Andjasmoro. Sungai ini mengalir mula-mula ke tenggara ke arah Kota Malang, terus menuju selaian. Sctelab melampaui Kota Blitar dan Tulungagung, alirannya membelok melingkari Gunung Kelud hingga Kota Kediri. Dari Kota Kediri, Sungai Brantas mengalir ke timur menuju Kota Kertosono. dari sana mengalir hingga Mlirip dimana alirannya bercabang menjadi dua sungai, yaitu

Kali Surabaya dan Kali Porong, keduanya bermuara di Selat Madura. Panjang total Sungai Brantas, termasuk Sungai Mas dan Sungai Porong dilaporkan secara bervariasi yaitu 252 km dan 300

km

(Djuharsa and Erftemeijer, 1988).

Berdasarkan rencana pengembangan Kali Brantas secara menyeluruh, di DAS Kali Brantas ada 6 (enarn) bendungan besar yaitu Sutami (Karangkates, Selorejo, Bening, Labor, Wlingi dan Sengguruh, 3 (tiga) bendungan bergerak yaitu Ladoyo, Mrican dan Lengkong Barn serta beberapa bendungan irigasi. Diantara bendungan-bendungan tersebut Sutami atau Karangkates adalah bendungan terbesar yang digunakan untuk keperluan irigasi dan PLTA terdapat di DAS Brantas Hulu Malang, salah satu dari sekian banyak sub DAS Brantas (Sunarhadi et al., 200 1).

Bagian hulu tersebut terletak di daerah Kabupaten Malang, tepatnya daerah Kotatif Batu yang terletak di dataran tinggi (up land), dengan kondisi topografis yang tidak merata dan mempunyai ketinggian > 500 meter. Daerah Aliran Sungai Brantas dan sekitar Arboretum Sumber Brantas merupakan kawasan yang seharusnya terjaga konservasinya dan terbebas dari aktivitas manusia. Sebagai daerah konservasi, maka bagian hulu Sungai Brantas mempunyai peranan yang penting bagi masyarakat di sepanjang sungai sehingga rusaknya kawasan ini akan menyebabkan rusaknya ekosistem yang mengalir di bawahnya (Sunarhadi et al.,

(6)

2.4. Air dan Kualitas Air

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001, air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali laut dan air fosil. Surnber air adalah wadah air yan terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara. Sedangkan pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas tetap dalam kondisi ilmiahnya.

Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk

dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 200 1, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas:

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minurn, clan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk pertanaman, dan atau peruntulian lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mensyarztkan mutu air dengan kegunaan tersebut.

d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air sama dengan kegunaan tersebut.

Pengertian kualitas lingkungan (perairan) adalah sebagai faktor biofisika- kimia yang mempengaruhi kehidupan organisme perairan dalam ekosistemnya. Air yang kita pergunakan h m s memenuhi kualitas sesuai dengan peruntukannya (Soemanvoto, 200 1). Menurut Wardoyo (1 98 I), perairan yang ideal adalah perairan yang dapat mendukung organisme dalam menyelesaikan daur hidupnya.

(7)

2.5. Pencemaran Air

Definisi pencemaran air menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun

sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Air dapat tercemar oleh bahan-bahan kimia yang bersifat organik, anorganik, unsur-unsur renik dan lain-lain. Klasifikasi secara umum dari zat pencemar air diperlihatkan dalam Tabel 2.

Salah satu fenomena yang sering dijumpai dalam perairan adalah

eutrofikasi. Menurut Achmad (2004), istilah eutrofikasi berasal dari bahasa Yunani yang berarti nutrisilhara baik, yang menjelaskan suatu kondisi danau atau penampungdsumber air yang menyebabkan kemerosotan kualitas airnya. Langkah pertama dalam eutrofikasi adalah adanya masukan dari hara-hara tanaman yang berasal dari buangan hara atau nutrien, mencapai badan air yang kemudian menghasilkan sejumlah besar biomassa tanaman melalui fotosintesis. Biomassa yang mati terakumulasi di dasar danau yang sedikit demi sedikit mengalami pembusukan, dan menghasilkan kembali gas C 0 2 , fosfor, nitrogen, dan kalium. Bila danau tidak terlalu dalam, aka-akar tanaman di dasar danau mulai tumbuh, meningkatkan akumulasi dari material padat dalam danau atau kolam.

Tabel 2. Klasifikasi umum dari bahan pencemar air

Jenis Bahan Pencemar Pengaruhnya Unsur-unsur renik Kesehatan. biota akuatik Senyawa organ logam Transpor logam

Polutan anorganik Toksisitas. biota akuatik

Asbestas Kesehatan manusia

Hara-ganggang Eutrofikasi

Radionuklida Toksisitas

Asiditas, alkalinitas, salinitas tinggi Kualitas air. kehidupan akuatik Zat pencemar organik renik Toksisitas

Pestisida Toksisitas. biota akuatik, satwa liar

PCB Kesehatan manusia

Karsinogen Penyebab kanker

Limbah minyak Satwa liar. estetik

Patogen Kesehatan

Detergen Introfikasi. estetik Sedimen Kualitas air. estetik Rasa, bau, dan warna Estetik

(8)

Buangan domestik, komersial, proses pembuatan makanan, dan industri merupakan sumber yang mengandung bahan-bahan polutan yang cukup banyak, termasuk jenis bahan pencemar organik seperti diperlihatkan dalam Tabel 3. Sebagian dari bahan pencemar ini terutama zat-zat yang membutuhkan oksigen seperti minyak, gemuk, dan beberapa padatan yang dikeluarkan dari proses pengolahan , air primer dan sekunder. Sedangkan bahan-bahan pencemar lain seperti garam-garam, logam-logam berat dan bahan-bahan orgznik yang tahaii urai dapat dihilangkan dengan efisiensi (Achmad, 2004).

Tabel 3. Beberapa komponen primer air buangan dari sistem buangan air kota Komponen (Konstituen) Sumber potensial Efek dalam air Zat-zat yang Bahan-bahan organik terutama Mengurangi oksigen terlarut membutuhkan oksigen feses

Bahan organik tidak Buangan industri, produk-produk Toksik terhadap kehidupan terdegradasi rumah tangga akuatik

Virus Buangan manusia Menyebabkan penyakit

Deterjen Rumah tangga Terganggunya estetika, menghambat penghilangan minyak, toksik terhadap kehidupan akualtik

Minyak dan lemak Proses pembuatan makanan dan Estetika, berbahaya bagi limbah industri kehidupan akuatik

Fosfat Dete rjen Nutrisi bagi ganggang Garam-garam Buangan manusia, pelunakan air, Meningkatnya salinitzs

limbah industri

Logam berat Limbah industri Toksisitas

Agen chelat Laboratorium kimia, beberapa Pelarutan logam berat deterjen, limbah industri transportasinya

Padatan Semua sumber Estetika, kehidupan akuatik Sumber: Manahan (1 994) dalam Achmad (2004).

2.6. Sifat Fisik dan Kimia Perairan Sungai

Air adalah pelarut yang sangat baik bagi banyak bahan sehingga air merupakan media transport utama bagi zat-zat makanan dan produk buangan atau sampah yang dihasilkan oleh proses kehidupan. Hal ini mengakibatkan air di bumi tidak pernah dijumpai dalam keadaan murni. Pencemaran air dapat ditunjukkan oleh sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Sifat fisika dan kimia badan air sangat mempengaruhi kehid~pan akuatik (Achmad, 2004).

(9)

2.6.1. Sifat Fisika Perairan

Menurut Mays (1996), sifat-sifat atau karakteristik fisika air secara kualitatif ditentukan oleh temperatur (suhu) melalui sentuhan; kecepatan arus, kekeruhan, dan padatan tersuspensi melalui penglihatan serta rasa dan bau melalui perasa dan penciuman Selanjutnya sifat fisika perairan ini dapat mempengaruhi sifat kimia maupun biologis suatu perairan dan nilai manfaat dari perairan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung (Wardoyo, 198 1).

2.6.1.1. Suhu

Suhu normal air bervariasi antara 0-35 'C tergantung pada sumber, kedalaman, dan musirn. Suhu air mempengaruhi beberapa sifat dan karakteristik air seperti densitas, viskositas, tegangan permukaan, kapasitas termal, entalpi, tekanan, konduktivitas jenis, salinitas, dan kelaritan gas seperti oksigen dan

karbon dioksida. Kecepatan reaksi kimia dan biologis meningkat dengan adanya kenaikan suhu. Kecepatan reaksi biasanya meningkat dua kali lipat jika suhu naik 10 O C (Mays, 1996).

Perubahan suhu akan mempengaruhi proses kimia dan biologi. Perubahan

suhu yang besar akan berakibat terhadap kelangsungan hidup biota perairan seperti ikan dan lainnya. Baku mutu air yang peruntukannya digunakan untuk pembudidayaan ikan, peternakan, dan pertanaman tidk boleh melebihi kisaran

*

3 OC dari kondisi alaminya (PP. No. 82 tahun 2001).

2.6.1.2. Kekeruhan (turbiditas)

Kekeruhan adalah suatu ukuran dari sifat biasan cahaya oleh air yang disebabkan oleh adanya padatan tersuspensi dan padatan koloid dari suatu

pencemar. Kekeruhan atau turbiditas berbanding terbalik dengan kecerahan. Kekeruhan mendukung kehidupan mikroorganisme (Mays, 1996). Sebaliknya air yang keruh kurang disukai oleh bentos disebabkan pengendapan partikel tanah yang berlebihan. Kekeruhan juga mengharnbat penetrasi cahaya secara mencolok sehingga menyebabkan penurunan aktivitas fotosintesis alga dan fitoplankton. Akibatnya produktivitas perairan akan menurun (Wardoyo, 198 1).

(10)

2.6.1.3. Konduktivitas atau Daya Hantar Listrik (DHL)

Konduktivitas atau daya hantar listrik menunjukkan adanya ion-ion dalam suatu perairan. Konduktivitas sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis limbah yang masuk ke dalam suatu perairan. Ion-ion yang biasanya terkandung dalam air antara lain 'adalah ion sulfat, klorida, kalsium dan lain-lain (Wardoyo, 1981). Menurut Mays (1 996), konduktivitas mengukur kapasitas air terhadap arus listrik yang dapat dihantarkan. Konduktivitas meningkat bila konsentrasi padatan terlarut meningkat dalam air. Peningkatan padatan terlarut dan konduktivitas mempengaruhi kelarutan senyawa seperti CaC03 dan gas 02. Hal ini berakibat timbulnya perkaratan.

2.6.1.4. Total Padatan Tersuspensi

Menurut Turk and Turk (1984), partikel tersuspensi adalah partikel yang mempunyai diameter lebih dari 1 mikrometer. Keberadaan total padatan tersuspensi dalam suatu perairan dipengaruhi oleh jumlah dan jenis limbah yang masuk ke dalamnya. Padatan tersuspensi sangat mcmpengaruhi penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan, sehingga mempengauhi proses pada perairan tersebut. Akibat yang dapat ditimbulkan oleh padatan tersuspensi adalah mengurangi daya pemurnian alami dengan mengurangi proses fotosintesis dan menutupi organisme dasar (Wardoyo, 198 1). Menurut Mays (1 996), padatan tersuspensi dapat berupa bahan organik dan a~organik yang berasal dari berbagai surnber seperti pembusukan alga, padatan dari limbah industri, limpasan pertanian, perkotaan, dan degradasi fisik dari batu-batuan.

2.6.2. Sifat Kimia Perairan 2.6.2.1. pH

Nilai pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer dan mewakili konsentrasi ion hidrogennya. pH tidak mengukur seluruh keasaman atau seluruh alkalinitas. Secara langsung organisme perairan membutuhkan kondisi air dengan tingkat keasaman tertentu. .4ir dengan pH yang

(11)

terlalu tinggi atau terlampau rendah dapat mematikan organisme, demikian pula dengan perubahannya. Umumnya organisme perairan dapat hidup pada kisaran pH 6,7-9 (Mays, 1996). Penambahan suatu senyawa ke dalam perairan hendaknya tidak menyebabkan perubahan pH menjadi lebih kecil dari 6,7 atau lebih besar dari 8,5 (Achrnad, 2004).

2.6.2.2. Oksigen Terlarut

Lohani (1 98 1); Mays (1 996) menyatakan bahwa oksigen terlarut (dissolved oksigen) yang sering disebut DO adalah parameter hidrobiologis yang dianggap sangat penting karena keberadaannya menentukan hidup matinya organisme. Selain itu dinarnikanya berkaitan dengan parameter yang lain. Organisme perairan tidak selalu nyaman hidup pada air dengan kandungan oksigen tinggi. Air dengan oksigen terlarut hingga 20% jenuh, bahkan dapat membahayakan organisme.

Kelarutan oksigen dalam air tergantung dari suhu (persamaan Clasius- Claplyron), tekanan parsial oksigen dalam atmosfer dan kandungan garam dalam air. Pengaruh suhu ini sangat berarti penting dalam kasus oksigen (Achmad, 2004).

Konsentrasi oksigen terlarut dalam air di berbagai sungai di dunia berkisar antara 3-9 mg/L dengan kondisi saturasi pada suhu 20 OC. Sedangkan kisaran

konsentrasi oksigen terlarut dalam air sungai di dunia adalah 0 mg/L (kondisi anoksik) dan 19 mg/L (kondisi supersaturasi). Kondisi supersaturasi disebabkan oleh blooming alga dan biasanya terjadi menjelang malam pada musim panas. Sedangkan pada malam hari terjadi konsumsi oksigen oleh alga dan bakteri sehingga mengakibatkan kondisi anoksik atau anaerobik. Kondisi ini disebut juga dengan periode oksigen terlarut no1 (Mays, 1996). Kelarutan oksigen dalam air pada berbagai suhu digambarkan dalam Tabel 4.

(12)

Tabel 4. Kelarutan jenuh oksigen dalam air pada berbagai temperatur di bawah tekanan udara 760 mrn Hg

Temperatur (0 O C ) Kelarutan Oksigen ( m a ) Tekanan uap air (mm Hg)

0 14,6 5

Sumber: Manahan (1994) dalam Achrnad (2004).

2.6.2.3. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)

Biochemical Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jurnlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan organik buangan dalam air (Wardoyo, 1981). Nilai BOD juga didefinisikan sebagai kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme selama penghancumn bahan organik dalam waktu tertentu pada suhu 20 OC.

Oksidasi biokimiawi ini merupakan proses yang lambat dan secara teoritis memerlukan reaksi sempurna (95-99%) dalam waktu 20 (duapuluh) hari sedangkan dalam waktu 5 (lima) hari seperti yang unlurn digunakan untuk pengakuran BOD kesempurnaan oksidasinya rnencapai 60-70%. Suhu 20 OC

digunakan karena merupakan nilai rata-rata untuk daerah perairan arus lambat di daerah iklim sedang dan mud& ditiru dalam inkubator. Namun sering te jadi hasil

(13)

yang berbeda pada suhu yang berbeda karena kecepatan reaksi biokimia tergantung dari suhu (Achrnad, 2004).

Nilai BOD biasanya diukur dalam milligram oksigen per liter air. Air murni tersaturasi dengan udara pada suhu 25' C mengandung 0,0085 g atau 8,4 mg oksigen per liter air (Turk and Turk, 1984). Tabel 5 menunjukkan perbandingan nilai BOD pada beberapa tipe air.

Tabel 5. Perbandingan beberapa tipe nilai BOD

Tipe Air BOD (mg/L)

Air Murni 0

Air alami segar 2-5

Lirnbah domestik Ratusan Limbah setelah purifikasi 10-20 primer dan sekunder

Sumber: Turk and Turk, (1984).

2.6.2.4. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimiawi adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik di dalam air secara kimiawi (Mays, 1996). Nilai COD merupakan h a n dari pencemaran air oleh bahan-bahan organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses kimia dan mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. COD merupakan ukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan bahan organik secara kimiawi (Wardoyo, 1981). Menurut Achmad (2004), COD yaitu kebutuhan ~ksigen untuk mengoksidasi bahan-bahan organik secara kimiawi dengan menggunakan kaliumbikarbonat yang dipanaskan dengan asam sulfat pekat.

Turk and Turk (1984) menyatakan bahwa beberapa bahan organik seperti hidrokarbon klorida yang dihasilkan dalam proses industri tidak dapat digunakan sebagai makanan oleh bakteri sehingga tidak teroksidasi dan tidak terakarnodasi oleh nilai BOD. Hal ini mengakibatkan uji COD urnumnya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari uji BOD karena jumlah senyawa kimia yang dapat dioksidzsi lebih besar dibandingkan oksidasi secara biologis (Achrnad, 2004).

(14)

2.6.2.5. Nitrat dan Total Nitrogen (TN)

Senyawa nitrogen terdapat dalam beberapa bentuk terlarut atau tersuspensi dalam air. Nitrogen dalam perairan dapat berbentuk gas nitrogen (N2), yang berlipat ganda jumlahnya, nitrit (Nod, nitrat (NO3-) dan amoniak (NH~'),. Nitrogen memiliki peranan yang sangat penting dalarn daur organik dalam menghasilkan asam-asam amino yang membuat protein. Dalam ha1 ini jaringan organik yang mati diurai oleh berbagai jenis bakteri, termasuk di dalarnnya bakteri pengikat nitrogen yang mengikat nitrogen molekuler menjadi bentuk-bentuk gabungan (NO2, NO3, N h ) dan bakteri denitrifikasi yang melakukan ha1 sebaliknya (Romimohtarto dan Juwana, 1999).

Nitrogen perairan merupakan penyebab utarna perturnbuhan ymg sangat cepat dari ganggang yang mengakibatkan eutrofikasi. Pada umumnya. nitrogen anorganik dalam perairan aerobik terdapat dalam keadaan bilangan oksidasi +5,

yaitu sebagai NO3-, dan dengan bilangan oksidasi +3 dalarn keadaan anaerobik

sebagai N H ~ + yang stabil. Pada proses pengolahan limbah terjadi reaksi oksidasi metanol oleh ion nitrat dalam kondisi anaerob. Reaksi tersebut disebut denitrifikasi. Dalam kondisi ini te rjadi perubahan semua senyawa tersebut menjadi ion N&' (Achmad, 2004).

2.6.2.6. Ortofosfat dan Total Fosfor (TP)

Di dalam perairan alami, fosfor berada dalam berbagai senyawa-senyawa yang umum terdapat dalam senyawaan dengan unsur Fe, Al, dan Ca; kekuatan ikatannya tergantung pada pH. Menurut Romimohtarto dan Juwana (1999), sebagian fosfor terdapat dalam senyawa organik seperti protein dan gula, sebagian dalam butiran-butiran kalsiurn fosfat (Capo4) dan besi fosfat (FeP04) anorganik, dan sebagian terlarut sebagai fosfat anorganik.

Ortofosfat (Orthophosphate) adalah senyawa fosfat anorganik yang teramat berlimpah dalam daur fosfor. Senyawa ini dihasilkan dari proses pemecahan fosfat organik oleh bakteri dari pembusukan jaringan organik. Proses ini relatif mudah dan sederhana dan sering terjadi di dalam kolom air sehingga dihasilkan fosfor untuk diserap oleh twnbuh-tumbuhan. Hal ini berakibat bahwa meskipum

(15)

fosfor kadarnya jauh di bawah nitrogen, namun unsur ini mudah diperoleh dari tempat yang tembus cahaya matahari (Romihtarto dan Juwana, 1999).

Fosfor merupakan suatu komponen penting sekaligus sering menimbulkan permasalahan lingkungan dalarn air. Fosfor termasuk salah satu dari beberapa

unsur yang esensial untuk pertumbuhan ganggang dalam air. Pertumbuhan

ganggang yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran air. Sumber fosfor adalah limbah industri, hanyutan dari pupuk, limbah domestik, hancuran bahan organik, dan mineral fosfat. Sejumlah industri dapat membuang polifosfat berupa bahan pencuci yang mengapung di atas permukaan air (Achmad, 2004).

Gambar

Gambar 2. Daerah aliran sungai.
Tabel  4.  Kelarutan jenuh  oksigen dalam  air pada  berbagai  temperatur di  bawah  tekanan udara 760 mrn Hg

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu apakah ada perbedaan jenis tanaman dalam penyerapan logam berat Pb udara di Jalan dengan tujuan untuk mengetahui

dinilai b’gantung kpd niatnya, yg mana niat akn dinilai b’gantung kpd niatnya, yg mana niat akn menentukan samada amalan seseorg itu m’dapat menentukan samada amalan seseorg

Pernyataan Mampu memenuhi standar secara konsisten Mendekati mampu memenuhi standar secara konsisten Mendekati tidak mampu memenuhi standar secara konsisten Tidak mampu

Analisis Perbedaan Pencapaian Kemampuan Pemahaman Matematis Antara Siswa yang Menggunakan Aplikasi Graspable Math dengan Siswa yang Menggunakan Pembelajaran Konvensional

Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana di bidang kimia.Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan kasih sayang yang

Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan K terhadap tingkat warna BWD Sebaran nilai fosfor terhadap tingkat warna dapat dilihat pada Gambar 34. Berdasarkan Lampiran 14

Dengan demikian tindakan Tergugat yang tidak menanggapi dan tidak menindaklanjuti permohonan Penggugat, oleh hukum sikap diam Tergugat tersebut dalam tenggang waktu

Demikian jelaslah, sebagaimana ditunjukkan pada bagian ketiga dari bukunya, Dutton setelah menguji kembali beberapa aksioma awal, menegaskan sekali lagi premis awalnya, bahwa