• Tidak ada hasil yang ditemukan

8.1. Pengembangan Permukiman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "8.1. Pengembangan Permukiman"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

8.1. Pengembangan Permukiman

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman di Kabupaten Bone terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk

(2)

pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

8.1.1 Arahan Kebijakan dan Ruang Lingkup Kegiatan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada peraturan perundangan, antara lain :

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c),penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah. 4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Peraturan

(3)

ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 1/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 0% pada tahun 2019.

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah :

1. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan;

2. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;

3. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;

4. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; 5. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan

kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;

6. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

8.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan 8.1.2.1 Isu Strategis Pengembangan Permukiman

(4)

Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah :

1. Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

2. Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.

3. Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

4. Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.

5. Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

6. Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

7. Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.

8. Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.

9. Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

Berdasarkan analisis terhadap lingkungan strategis daerah dari segi kekuatan dan kelemahan secara internal serta peluang dan ancaman secara eksternal, beberapa isu strategis pembangunan daerah Kabupaten Jeneponto dalam lima tahun kedepan dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Teknostruktur Komunitas Desa/Kelurahan

Sebagai daerah otonom, Kabupaten Jeneponto terbangun dari eksistensi unit-unit lokalitas yang masing-masing memiliki keunikan dan telah berkembang dalam sejarah yang panjang.Jeneponto yang dikenal sebagai “bumi Turatea”

(5)

memiliki kekuatan komunitas sekaligus dasar identitasnya terbangun dari sana. Masalah yang dihadapi saat ini adalah rendahnya kualitas teknostruktur berbagai komunitas tersebut, baik dalam hal teknostruktur keras berupa kemampuan teknologi dan peralatan manajemen sumberdaya maupun dalam teknostruktur lunak berupa kemampuan SDM dan kekuatan kelembagaan dalam mengelola sumberdaya lokaslitas.Ini menjadikan entitas desa/kelurahan tidak menunjukkan identitas spesifik pada produk yang dihasilkannya.

2. Interkoneksitas Antar Komunitas Desa/Kelurahan

Kemajuan Jeneponto sebagai sebuah entitas daerah tidak hanya ditentukan oleh kualitas teknostruktur masing-masing komunitas desa/kelurahan yang menjadi unsur penyusunannya.Ini terkait dengan masalah lemahnya interkoneksitas antar komunitas desa/kelurahan tersebut, baik secara fisik maupun secara sosial.Secara fisik kelengkapan sarana/prasarana wilayah didalam desa/kelurahan maupun antar desa/kelurahan belum berkualitas baik.Secara sosial, kerjasama fungsional antar komunitas desa/kelurahan juga belum berjalan produktif.Ini menjadikan otonomi pada tingkat daerah belum berwujud secara substantife, otonomi daerah lebih berjalan secara formal.

3. Kemiskinan Struktural

Rumah tangga miskin di Kabupaten Jeneponto masih cukup besar jumlah/prosinya.Mereka tersebar di desa/kelurahan, dengan sumber nafkah dominan dari pertanian.Masalah strategis terkait isu kemiskinan ini adalah penguasaan lahan rumah tangga tani yang semakin sempit dari waktu ke waktu, disebabkan oleh system pewarisan yang sifatnya membagi unit-unit lahan antar pewaris serta terjadinya alih fungsi sejumlah lahan usahatani produktif.Kondisi ini menjadikan fenomena kemiskinan struktur semakin signifikan dari waktu ke waktu.

4. Akses dan Kualitas Pendidikan

Dalam hal pembangunan manusia, masalah utama yang dihadapi Kabupaten Jeneponto adalah masih besarnya populasi penduduk buta huruf dan rendahnya angka rata-rata sekolah.Ini menunjukkan kualitas pengetahuan masyarakat secara rata-rata yang rendah dan pada gilirannya berimplikasi pada terbatasnya

(6)

pilihan-pilihan manusia dalam mencapai kehidupan yang lebih bermanfaat. Di Sulawesi Selatan, Kabupaten Jeneponto termasuk daerah yang IPMnya kategori rendah dan berada pada ranking bawah dibanding daerah lain di Sulawesi Selatan. Dalam hal kualitas pendidikan, yang salah satu indikatornya adalah angka kelulusan ujian nasional, Kabupaten Jeneponto juga berada pada ranking yang rendah di Sulawesi Selatan.

5. Akses dan Derajat Kesehatan

Hak dasar masyarakat dalam akses pelayanan kesehatan juga belum terpenuhi dengan baik.Angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan masih cukup tinggi, begitu pula kasus gizi buruk/kurang gizi masih ditemukan.Ini terkait dengan masalah belum cukup berkualitasnya pelayanan kesehatan hingga ke pelosok desa/kelurahan, ditandai dengan terbatasnya fasilitas dan tenaga kesehatan pada puskesmas/puskesmas pembantu serta kurang berkembangnya kesehatan lingkungan dan kesehatan keluarga khususnya pada komunitas pesisir. Faktor-faktor ini menjadikan angka harapan hidup orang Jeneponto masih relatif rendah dibanding daerah lain di Sulawesi Selatan.

6. Pendapatan dan Daya Beli Masyarakat

Rendahnya indeks pembangunan manusia di Kabupaten Jeneponto juga terkait dengan tingkat pendapatan dan daya beli masyarakat yang relative rendah.Sebagian besar masyarakat hidup dari nafkah pertanian dengan tingkat pendapatan yang rendah.Petani tanaman pangan padi dan jagung, meskipun produktifitas mereka relatif tinggi, tetapi dengan luas tanam yang sempit bahkan sebagian dari mereka hanya menggarap dan buruh tani, menjadikan pendapatan mereka rendah.Begitu pula petani horticultural pada lereng gunung.Meskipun harga komoditasnya cukup tinggi, tetapi diusahakan pada luas lahan yang terbatas, sehingga nilai produksi per rumah tangga tani juga terbatas.Rumah tangga yang mengusahakan ternak unggas dan ternak potong skala usahanya juga rendah dan orientasinya lebih subsisten sehingga pendapatan yang didorong terbatas.Masalah-masalah ini secara umum menjadikan daya beli masyarakat terbatas dan efeknya terhadap pertumbuhan ekonomi juga terbatas.

(7)

7. Nilai Tambah Produk Pertanian dan Hasil Laut

Lebih dari 50% PDRB Kabupaten Jeneponto dikontribusi oleh sektor pertanian.Ini berarti bahwa perekonomian masyarakat masih mengandalkan produk primer.Transformasi kepada produk sekunder dan tersier belum berjalan. Dalam lima tahun kedepan, bila perekonomian Jeneponto tetap bertumpu pada produk primer, selain berakibat pada lambatnya pertumbuhan juga berakibat pada beban lingkungan yang semakin besar berhubung produk primer bergantung langsung pada ekosistem. Masalahnya adalah pemberian nilai tambah pada produk primer masyarakat belum berjalan, sehingga menjadi keniscayaan bagi pemerintah untuk mengembangkan iklim yang kondusif serta memfasilitasi tumbuhnya investasi pada kegiatan pemberian nilai tambah produk padi sawah, produk jagung, produk hortikultura, produk perikanan, produk rumput laut serta produk lain yang prospektif.

8. Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam

Tekanan populasi dan nilai ekonomis tanaman jagung dan hortikultura telah memperluas area kegiatan usahatani hingga ke lereng gunung.Fenomena ini berdampak lingkungan cukup signifikan, ditandai dengan berkurangnya debit air sejumlah sungai dan matinya sejumlah mata air.Selain itu, sedimentasi sungai dan laut/pesisir juga semakin signifikan. Indikasi paling nyata dari kerusakan lingkungan itu adalah banjir bandang dalam skala cukup besar yang melanda kotaJeneponto beberapa tahun lalu dan peristiwa banjir ini berlangsung tiap musim hujan. Dalam pembangunan lima tahun kedepan dimana dampak perubahan iklim diperkirakan semakin berpengaruh, upaya pencegahan dan adaptasi terhadap masalah lingkungan amat mendesak, terutama didalamnya adalah upaya konservasi dan rehabilitasi sumberdaya alam dan mengatasi dampak lingkungan dari kegiatan pembangunan dan aktivitas sehari-hari masyarakat.

9. Nilai-nilai dan Identitas Daerah

Sebagaimana halnya dengan daerah lain di Sulawesi Selatan/Indonesia, eksistensi komunitas dan sistem sosial di Jeneponto secara umum amat rentan dalam hal identitas diri. Modernisasi dan globalisasi telah mengekspansikan nilai-nilai dan gaya hidup universal yang mengarahkan peradaban dunia pada

(8)

homogenisasi dan universialisasi. Pada hal, dalam perspektif yang holistik peradaban yang tinggi tidak akan bisa dicapai dalam tatanan yang unsur-unsurnya homogen, melainkan pada tatanan yang terbangun dari keunikan unsur-unsurnya. Jeneponto, dengan sejarahnya yang panjang, amat penting untuk memelihara identitas daerah sebagai bumi Turatea. Dibalik kebaruan yang didorong, tuntutan akan kontinyuitas historis pada tradisi dan nilai-nilai luhur juga senantiasa melekat.

10. Ketertiban, Keamanan dan Kesatuan Bangsa.

Dalam pembangunan lima tahun kedepan, jaminan atas ketertiban, keamanan dan kesatuan bangsa menjadi keniscayaan. Dengan dinamika lingkungan eksternal yang sangat tinggi, pengaruhnya terhadap masyarakat Jeneponto tidak bisa diprediksi secara linear, sehingga tantangannya adalah bagaimana membangun kesiapan sosial masyaakat untuk secara kompak menjaga ketertiban, keamanan dan kesatuan bangsa. Masalah ketertiban, keamanan dan kesatuan bangsa bukan hanya bernuansa internal terkait relasi horizontal dan vertikal antar aktor pada tatanan Jeneponto, melainkan juga bernuansa eksternal terkait interkoneksitas unsur-unsur dalan tatanan Jeneponto dengan unsur-unsur dari tatanan/daerah lain.

11. Kapasitas Aparatur dan Kelembagaan Pemerintah

Upaya mendorong perubahan secara terencana amat ditentukan oleh kapasitas manusia dan kelembagaan pilar pemerintahan. Ini terkait dengan masalah masih terbatasnya kemampuan pengetahuan dan keterampilan aparatur pemerintahan Jeneponto dalam mengidentifikasi kebutuhan/masalah lokalitas, menyusun perencanaan bahkan mengimplementasikan program dan kegiatan. Begitu pula secara kelembagaan, baik terkait rule of the game dalam memecahkan masalah publik maupun aransemen organisasi dalam menjalankan tupoksi pelayanan publik, berbagai kelemahan masih dihadapi.Untuk mengakselerasi pencapaian pembangunan, peningkatan kapasitas aparatur (capacity building) dan kelembagaan pemerintah menjadi keniscayaan di tengah pelaksanaan program/kegiatan yang terakselerasi pula.

(9)

Setiap Kabupaten/Kota perlu melakukan identifikasi isu-isu strategis didaerahnya, berikut penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman di Kabupaten Jeneponto yang disajikan pada tabel 8.1. berikut :

Tabel 8.1.Isu-isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman di Kabupaten Jeneponto

No Isu Strategis Keterangan

1 Asal mula terbentuknya permukiman di Kabupaten Jeneponto

Secara historis, Tomanurung ri Onto ini sebagai raja bagi mereka semua. Pada saat ia memandang ke segala penjuru maka daerah yang tadinya laut berubah menjadi daratan. Tomanurung ini sendiri lalu mengawini gadis Onto yang dijuluki Dampang Onto (Gadis jelitanya Onto).

Setelah itu mereka pun berangkat ke arah yang sekarang disebut gamacayya. Di satu tempat mereka bernaung di bawah pohon lalu bertanyalah Tomanurung pohon apa ini, dijawab oleh Kare Bisampole: Pohon Taeng sambil memandang kearah enam kare yang lain. Serentak kenam kare yang lain menyatakan Ba’ (tanda membenarkan dalam bahasa setempat). Dari sinilah kemudian muncul kata Jeneponto dari dua kata tadi yaitu Ba’ dan Taeng jelas Karaeng Imran Masualle.

2 Interkoneksitas Antar Komunitas Desa/Kelurahan

Kemajuan Jeneponto sebagai sebuah entitas daerah tidak hanya ditentukan oleh kualitas teknostruktur masing-masing komunitas desa/kelurahan yang menjadi unsur penyusunannya. Ini terkait dengan masalah lemahnya interkoneksitas antar komunitas desa/kelurahan tersebut, baik secara fisik maupun secara sosial. Secara fisik kelengkapan sarana/prasarana wilayah didalam desa/kelurahan maupun antar desa/kelurahan belum berkualitas baik. Secara sosial, kerjasama fungsional antar komunitas desa/kelurahan juga belum berjalan produktif. Ini menjadikan otonomi pada tingkat daerah belum berwujud secara substantife, otonomi daerah lebih berjalan secara formal.

3 Kemiskinan Struktural

Rumah tangga miskin di Kabupaten Jeneponto masih cukup besar jumlah/prosinya. Mereka tersebar di desa/kelurahan, dengan sumber nafkah dominan dari pertanian. Masalah strategis terkait isu kemiskinan ini adalah penguasaan lahan rumah tangga tani yang semakin sempit dari waktu ke waktu, disebabkan oleh system pewarisan yang sifatnya membagi unit-unit lahan antar pewaris serta terjadinya alih fungsi sejumlah lahan usahatani produktif. Kondisi ini menjadikan fenomena kemiskinan struktur semakin signifikan dari waktu ke waktu

5 Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam

Tekanan populasi dan nilai ekonomis tanaman jagung dan hortikultura telah memperluas area kegiatan usahatani hingga ke lereng gunung. Fenomena ini berdampak lingkungan cukup signifikan, ditandai dengan berkurangnya debit air sejumlah sungai dan matinya sejumlah mata air. Selain itu, sedimentasi sungai dan laut/pesisir juga semakin signifikan. Indikasi paling nyata dari kerusakan lingkungan itu adalah banjir bandang dalam skala cukup besar yang melanda kota Jeneponto beberapa tahun lalu dan peristiwa banjir ini berlangsung tiap musim hujan. Dalam pembangunan lima tahun kedepan dimana dampak perubahan iklim diperkirakan semakin berpengaruh, upaya pencegahan dan adaptasi terhadap masalah lingkungan amat mendesak, terutama didalamnya adalah upaya konservasi dan rehabilitasi sumberdaya alam dan mengatasi dampak lingkungan dari kegiatan pembangunan dan aktivitas sehari-hari masyarakat

(10)

8.1.2.2 Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

Yang dimaksud dengan kawasan permukiman adalah kawasan perumahan penduduk termasuk didalamnya sarana dan prasarana kegiatan social ekonomi, yang berupa kawasan permukiman perkotaan dan pedesaan. Kriterian kawasan permukiman adalah :

 Kawasan permukiman mempunyai kepadatan penduduk relatif tinggi antara 80 jiwa/ha - 100 jiwa/ha yaitu permukiman penduduk yang terkonsentrasi di pusat.

 Kawasan permukiman penduduk mempunyai kepadatan penduduk relatif rendah ( sekitar 25 jiwa/ha) yang tersebar diseluruh wilayah Kabupaten.  Kawasan perumahan yang berlokasi pada areal kemiringan 0-8 % dan tidak

dalam kawasan lindung.

Masalah kawasan kumuh perkotaan (kota Bontosunggu) telah ditangani melalui program perbaikan dan peningkatan lingkungan pemukiman/NUSSP sejak tahun 2005. Sedangkan pembangunan permukiman pedesaan ditangani secara stimulan melalui program pembangunan infrastruktur pedesaan (PPIP) program pengembangan kecamatan (PPK)/PNPM Mandiri pedesaan sejak tahun 2005.

Lokasi untuk kawasan permukiman berada diibukota kecamatan/kabupaten (permukiman perkotaan) dan tersebar secara sporadic hampir diseluruh kabupaten (permukiman pedesaan). Dengan kondisi seperti ini ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan sosial ekonomi sangat diharapkan sehingga dampak positifnya mengarah pada peningkatan kemampuan pengembangan kepariwisataan Kabupaten Jeneponto dalam berbagai sector usaha yang berkenaan langsung dengan kepariwisataan misalnya industri kerajinan rakyat yang dapat dijadikan cendera mata, pengolahan hasil-hasil pertanian, dan lain sebagainya yang selain dapat meningkatkan citra pariwisata Kabupaten juga dapat menyerap tenaga kerja.

Berdasarkan perolehan data mengenai masalah permukiman, jumlah ruma yang terdapat di wilayah kabupaten Jeneponto untuk tahun 2013 sebanyak 77.962 unit dengan jumlah rumah yang layak untuk dihuni sebesar 51.205 yang tersebar di 11 (sebelas) wilayah kecamatan. Kecamatan yang memiliki jumlah rumah yang paling besar dalam tingkat kelayakan untuk dihuni adalah kecamatan Bangkala dan

(11)

Kecamatan Binamu. Kecamatan bangkala dengan jumlah rumah layak huni sebesar 7.501 sedangkan Kecamatan Binamu sebesar 7.469 . Hal ini dipengaruhi oleh kedudukan kecamatan Bangkala yang merupakan wilayah tempat aktivitas penduduk dalam segala sector. Sedangkan Kecamatan Binamu merupakan pusat transaksi antar kecamatan maupun kabupaten yang beraktivitas secara menyeluruh dalam arti semua sector atau bidang. Sedangkan Jumlah rumah yang paling rendah tingkat kelayakan huninya adalah Kecamatan Arungkeke dengan jumlah 2.712 dari total jumlah rumah sebesar 4.173. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 8.1

Jumlah Rumah dan Tingkat Kelayakan Huni

(12)

Berdasarkan pola penyebaran permukiman wilayah kabupaten Jeneponto masih terkonsentrasi di pusat-pusat kota (perkotaan). Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan fasilitas umum (sosial, budaya dan ekonomi) sehingga menjadikan wilayah tersebut sebagai embrio berkembangnya lingkungan permukiman. Jumlah rumah di wilayah kabupaten Jeneponto berdasarkan kondisinya (permanen, semi permanen dan darurat), dapat dirinci melalui Kecamatan dalam angka, namun secara umum bahwa yang memiliki tingkat bangunan darurat, semi permanen yang lebih tinggi adalah kecamatan Bangkala yakni bangunan darurat terdapat 1.117 unit dengan tingkat kekumuhan yang di bawah standar, sedangkan semi permanen adalah 8.008 yang kategori sedang. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat lingkungan permukiman yang sangat menonjol adalah Kecamatan Bangkala, selanjutnya disusul Kecamatan Turatea, Kelara dan Arungkeke. kecamatan ini merupakan lokasi tempat berkembangnya rumahrumah dengan kondisi darurat yang terkesan kumuh, dipengaruhi oleh adanya aktivitas penduduk dan pengaruh lingkungan setempat. Ditinjau dari aspek tata ruang, kondisi rumah tersebut tumbuh dan berkembang secara spontan bukan melalui arahan dalam pola pemanfaatan ruang. Hal inilah yang dinilai merupakan salah satu permasalahan pembangunan khususnya pemerintah kabupaten Jeneponto dalam hal perumahan/permukiman.

(13)

8.1.2.3 Permasalahan Pengembangan Permukiman

Salah satu sektor dalam pembangunan yang mempunyai permasalahan yang sangat kompleks dari beberapa sektor sebagai penggerak pembangunan, adalah sektor perumahan dan permukiman. Daerah/wilayah dalam perkembangannya pasti akan diperhadapkan pada kondisi yang demikian. Kabupaten Jeneponto dalam pengembangan pembangunannya secara umum juga masih diperhadapkan pada kondisi mengenai permasalahan permukiman baik keterbatasan prasarana dan sarana dasar, tumbuhnya permukiman kumuh yang tidak terkendali, pola pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukannya khususnya permukiman penduduk dan hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah lingkungan permukiman. Beberapa permasalahan pembangunan yang dinilai menyentuh langsung dengan masalah permukiman di lokasi sasaran, antara lain :

 Masih kurangnya akses akan air bersih.

 Masih terbatasnya ketersediaan akan MCK bagi masyarakat baik yang bermukim di wilayah pesisir maupun di pedesaan.

 Penataan bangunan dan lingkungan yang belum efektif.  Belum optimalnya pengelolaan persampahan.

 Ketersediaan fasilitas persampahan yang masih terbatas.

 Tumbuhnya permukiman liar yang terkesan kumuh di wilayah pesisir pantai dengan lokasinya bukan arahan dalam tata ruang.

 Kondisi drainase yang masih bersifat darurat yang terdapat di wilayah pedesaan (lingkungan padat permukiman).

 Kurangnya pendanaan untuk pengembangan infrastruktur yang berhubungan dengan bidang PU/Cipta karya.

 Sistem kelembagaan yang belum terorganisasi dengan baik sehingga komunikasi antara instasi terkait dalam hal pengembangan permukiman tidak berjalan lancar.

8.1.2.4 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Sehubungan dengan permasalahan pokok diatas yang berkaitan dengan masalahpermukiman, maka alternative pemecahan (solusi) dan rekomendasi yang perludilakukan adalah sebagai berikut :

(14)

1. Penataan Lingkungan Permukiman

Dalam pemenuhan kebutuhan penduduk akan tempat tinggal, dari 3 (tiga) kecamatan di kabupaten Jeneponto tahun 2008 (kecamatan Bangkala, Arungkeke, Tamalatea dan kecamatan Binamu), maka keempat kecamatan tersebut dinilai memiliki skala prioritas penangan masalah penataan permukiman. Dengan demikian alternatif pemecahan dan rekomendasi yang harus dilakukan antara lain :

 Penataan kawasan permukiman kumuh.  Rehabilitasi lingkungan permukiman kumuh.

 Kedua hal tersebut menjadikan lokasi lingkungan kumuh, kotor dan tidak tertata.

2. Air Bersih

Dalam memenuhi kebutuhan penduduk akan air bersih alternative pemecahan dan rekomendasi yang perlu dilakukan adalah :

 Tersedianya lokasi atau tempat penampungan (bak) untuk melayani penduduk dalam satu lingkungan (KK). Mengingat sumber air yang terdapat di lokasi studi cukup tersedia;

 Dengan tersedianya/terdapatnya sumber air bersih, alternatif pemecahannya dapat berupa pengadaaan sumur umum bagi masyarakat dengan pengelolaan dan pemeliharaannya dalam bentuk kelompok masyarakat setempat;

 Bagi lokasi lingkungan penduduk yang jauh dari sumber air bersih, maka alternative pemecahannya berupa sistem jaringan perpipaan dari sumber air ke lokasi sasaran penduduk yang telah disediakan bak penampungan.

 Tersedianya akan air bersih bagi penduduk yang layak untuk dikonsumsi. 3. Air Limbah (M C K)

Dalam memenuhi kebutuhan penduduk akan prasarana dan sarana dasar khususnsya air limbah, maka alternative pemecahan dan rekomendasi yang perlu dilakukan adalah :

(15)

 Program penyediaan prasarana dan sarana air limbah khususnya MCK yang layak bagi masyarakat.

 Kedua hal pokok tersebut akan tertuju pada; Terciptanya lingkungan yang sehat; Membuka kesadaran bagi masyarakat akan pentingnya lingkungan hidup yang bersih dan sehat; serta Terpenuhinya fasilitas sanitasi lingkungan bagi masyarakat di lokasi sasaran.

4. Penataan Bangunan dan Lingkungan

Sesuai dengan arahan rencana pengelolaan kawasan lindung, budidaya perkotaan dan kawasan tertentu yang tertuang dalam Rencana Umum Tata Ruang baik kabupaten/kota maupun kecamatan/kota, terdiri atas beberapa arahan rencana antara lain :

 Rencana Kepadatan Bangunan

Kepadatan bangunan adalah perbandingan antara luas lahan yang tertutup bangunan dengan luas lahan yang tersedia. Untuk kepadatan bangunan yang sesuai dengan RUTRK/Kawasan Perkotaan Kabupaten dan RUTRK/Kawasan Perkotaan Kecamatan (berdasarkan tahun perencanaan), dimana tingkat kepadatan bangunannya antara 10 – 20 unit/ha.

 Rencana Ketinggian Bangunan

Dalam merencanakan ketinggian bangunan, yang menjadi dasar pertimbangannya adalah menyangkut struktur geologi, daya dukung tanah (geomorfologi/topografi), penggunaan fisik bangunan, faktor bencan alam dan estetika bangunan secara keseluruhan. Atas dasar pertimbangan di atas maka ketinggian bangunan di wilayah/kawasan kota/perkotaan ditentukan maksimal 4 (empat) lantai atau termasuk ketinggian rendah, dengan ketinggian puncak bangunan kurang dari 20 meter, maksimal 15 meter untuk pertokoan dengan jarak dari lantai kurang lebih 3,5 meter. Namun untuk wilayah Kabupaten Jeneponto secara umum ketentuan mengenai ketinggian bangunan ini bukan merupakan hal mutlak yang harus dilakukan, akan tetapi untuk masa yang akan datang di kota/kawasan perkotaan di wilayah ini tidak tertutup kemungkinan akan berdiri bangunan yang lebih tinggi. Hal ini dapat saja terjadi jika sesuai dengan hasil penelitian mengenai daya dukung tanah dan daya dukung lingkungan (AMDAL) serta adanya izin dari pemerintah setempat.

(16)

 Rencana Garis Sempadan Bangunan

Tujuan pengaturan garis sempadan ini selain untuk menciptakan keteraturan bangunan juga untuk memperkecil resiko penjalaran kebakaran, memperlancar aliran udara segar, cahaya matahari dan sirkulasi manusia di dalam halaman rumah. Sesuai dengan sistem jaringan jalan yang ada, maka sempadan bangunan pada wilayah kota/kasan perkotaan adalah :

 Bangunan yang berorientasi ke arteri primer (jalan provinsi), maka batas garis sempadan bangunannya adalah 20 – 25 meter dari AS jalan.

 Bangunan yang berorientasi ke jalan kolektor, maka batas garis sempadan bangunannya adalah 10 – 15 meter dari AS jalan.

 Bangunan yang berorientasi ke jalan lokal, maka batas garis sempadan bangunannya adalah 7 – 10 meter dari AS jalan.

5. Persampahan

Dalam memenuhi kebutuhan penduduk akan prasarana dan sarana dasar khususnya persampahan, maka alternatif pemecahan dan rekomendasi yang perlu dilakukan adalah :

 Penyediaan/pengadaan fasilitas persampahan di lokasi sasaran yang dinilai sebagai tempat/lokasi produksi sampah.

 Perlunya sosialisasi kepada masyarakat mengenai sistem pengelolaan sampah yang secara tidak langsung akan memberikan kesadaran kepada masyarakat.

 Perubahan pola hidup masyarakat dalam membuang sampah.

 Adanya aturan/hukum yang tegas dari pemerintah mengenai system pengelolaan persampahan.

8.1.2.5 Analisis Usulan Pembangunan Permukiman 1. Sistem Infrastruktur Permukiman Yang Diusulkan

Guna mendukung pembangunan permukiman yang tertuju pada kepentingandan aspirasi masyarakat yang berkembang, dengan merajuk pada permasalahanpokok tentang pengembangan lingkungan permukiman, maka sistem infrastrukturpembangunan permukiman yang diusulkan antara lain :

(17)

a. Adanya program pembangunan baik di wilayah perkotaan maupun di wilayahperdesaan yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat seperti;Community Best Devalopment (CBD), P2KP, KIP, KTP2D / DPP dan programprogramlain yang mana masyarakat sebagai pelaku pembangunan baik daritahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada tahap pemeliharaannya. Danpemerintah dengan lingkup kewenangannya pada batas fasilitasi serta dibantuoleh pihak konsultan sebagai pendamping.

b. Program penataan kawasan permukiman kumuh pada lokasi-lokasi yang dinilaisudah berada pada kondisi permukiman yang kumuh.

c. Program rehabilitasi kawasan permukiman kumuh.

d. Program perbaikan kampung yang menyangkut sarana dan prasarana fisiklingkungan permukiman.

2. Usulan dan Prioritas Program Prasarana dan Sarana Permukiman

Sebagimana yang telah diuraikan di atas bahwa keberhasilan pembangunantidak hanya ditentukan oleh ketersediaan fasilitas umum akan tetapi prasarana dansarana dasar lingkungan permukiman juga menjadi faktor utama dalam menentukankeberhasilannya. Wilayah Kabupaten Jeneponto secara umum dan lokasi sasaranpada khususnya (kecamatan Binamu, Arungkeke, Tamalatea dan Bangkala) dalamhal penyediaan PSD, masih dirasakan sulit bagi masyarakat setempat sehinggamenjadi kendala dalam memperlancar aktivitas penduduk.

Dengan demikian maka dalam menunjang aktivitas penduduk, usulan danprioritas program prasarana dan sarana dasar permukiman terdiri dari; programpeningkatan jalan desa pada lokasi yang memiliki potensi sumberdaya sebagaipenggerak ekonomi lokal, program pembangunan dan rehabilitasi saluran drainasebaik primer, sekunder maupun tersier, program pembangunan/pengadaan MCK bagimasyarkat, program penataan lingkungan dan rehabilitasi permukiman kumuh,serta pengadaan fasilitas persampahan di lokasi yang memiliki aktivitas pendudukyang tinggi (pasar desa, pertokoan, tempat keramaian, lingkungan permukiman).

3. Usulan dan Prioritas Proyek Pembangunan Infrastruktur Permukiman Usulan dan prioritas pembangunan infrastruktur permukiman terdiri dari :

(18)

 Penataan lingkungan permukiman (rehabilitasi rumah kumuh) di kecamatanBangkala (11 desa/kelurahan) dan di Kecamatan Arungkeke (Arungkeke danKampala) serta Kecamatan Tamalatea.

 Rehabilitasi permukiman kumuh.

 Pengalokasian permukiman kumuh yang keberadaannya saat ini pada wilayahpesisir pantai. Dimana wilayah pesisir pantai merupakan wilayah bebas bangunandengan peruntukannya adalah sebagai jalur hijau.

 Program pembangunan permukiman yang berorientasi pada masyarakat nelayan(masyarakat pesisir) seperti; program pemberdayaan masyarakat pesisir, programrencana penataan permukiman nelayan.

 Program penanggulangan masyarakat miskin.

4. Analisis Kerangka Dasar Pengembangan Permukiman

Kerangka pengembangan dan strategi pengembangan perumahan permukimandi kabupaten Jeneponto pada dasarnya mengacu pada konsep pengembangan tataruang wilayah yang terdiri dari 3 kawasan utama :

 Kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamamelindungi keserasian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dansumber daya buatan.

 Kawasan penyangga, merupakan kawasan yang dikembangkan secara terbatasdengan tujuan untuk melindungi kerrusakan kawasan lindung dengan tepat.

 Kawasan urban/ perkotaan, merupakan kawasan yang mempunyai kegiatan nonpertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman,pertokoan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanansosial dan ekonomi.

Upaya yang ditempuh dalam pengembangan system permukiman di KabupatenJeneponto adalah :

 Memantapkan peran kota Bontosunggu sebagai ibukota dan dan Pusat pelayananwilayah (PPW), pengembangan Kota Bontosunggu diarahkan untuk melayaniwilayah Kabupaten Jeneponto secara keseluruhan;

(19)

 Pengembangan fungsi dan peran kota-kota dalam mengisi system perwilayahandan penentuan pusat-pusat pelayanan untuk mengimbangi pertumbuhan kotaBontosunggu;

 Peningkatan keterkaitan antar kota-kota baik secara spasial melaluipengembangan dan peningkatan aksesibilitas;

 Penyehatan lingkungan permukiman melalui penyuluhan dan bimbingan teknispembangunan perumahan dan pemugaran kampong serta lingkungan denganmemperhatikan kelayakan syarat-syarat kesehatan dan sanitasi lingkungan;

8.2.3 Analisis Investasi Penataan Bangunan dan Lingkungan

1. Umum

Penataan bangunan dan lingkungan bertujuan untuk menjamin kondisi bangunan(menata dan mengatur) sebagai dasar pada masa yang akan datang. Jika ditinjau dariintensitas bangunan yang ada saat ini, maka penataan bangunan belum dilakukandengan baik. Rencana penataan bangunan dan lingkungan terutama pada daerah yangsudah terbangun harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Untuk itu, maka padabeberapa daerah yang peruntukannya sebagai lahan bebas bangunan akan dijadikansebagai open space untuk memberikan nuansa lingkungan yang asri. 2 Penataan Bangunan

Untuk lebih menjamin estetika lingkungan pada masa yang akan datang,terutama pada area pengembangan permukiman penduduk maka pengaturan orientasibangunan tetap mengarah ke jalan-jalan lingkungan dan pada petak-petak peruntukantertentu akan diorientasikan kearah pusat fasilitas lingkungan, taman kota, tempatbermain yang sesuai dengan hirarki pusat dan penduduk pendukungnya. Orientasibangunan ini juga dapat terpenuhi dengan baik jika kerangka jalan terencana denganbaik, sehingga dapat dipastikan bahwa seluruh fungsi bangunan berorientasi ke jalan.

2 Permasalahan Penataan Bangunan

Dalam implementasi penataan bangunan di kabupaten Jeneponto jikadisesuaikan dengan aturan yang dipersyaratkan oleh peraturan Menteri PekerjaanUmum dan Direktur Jendral Cipta Karya maupan peraturan dan perundang-undanganlainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan tata bangunan gedung serta

(20)

peraturanDaerah yang mengatur tentang penyelenggaraan Bangunan Gedung, makapermasalahan secara fisik pada umumnya bangunan belum memenuhi syarat teknismaupun keserasian bangunan dan lingkungannya seperti yang terjadi di kawasanperumahan, perdagangan, pertokoan dan pada kawasan khusus seperti kawasan Wisatadan kawasan bersejarah. Dilain pihak masih terdapat beberapa bangunan yangmelanggar garis sempadan jalan, sungai, pantai dan kawasan non budidaya lainnya.

4 Penataan Lingkungan

Untuk mendukung penataan bangunan agar lebih baik dan lebih menarik, makadapat pula ditempuh melalui pengaturan teknis berdasarkan penataan lingkunganseperti; penataan garis sempadan bangunan (GSB), garis muka bangunan, garisteritisan atap, ketinggian bangunan, garis muka pagar, dan landskap lingkungan.

Orientasi bangunan untuk fungsi-fungsi seperti industri (pabrik penggilingan padi) agardiarahkan lebih mendekati bahan baku industri. Dengan cara tersebut juga diharapkandapat menjamin ptivacy lingkungan permukiman, fasilitas peribadatan, pendidikan,

perkantoran, dan fungsi-fungsi lainnya agar terhindar dari polusi udara, polusi suara dan keamana lingkungan.

4.2.1.4 Pencapaian Penataan Bangunan dan Lingkungan

Sehubungan dengan hal diatas mengenai penataan bangunan dan lingkungan diKabupaten Jeneponto jika ditinjau dari hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaannyasudah terlihat sebagian lokasi atau kawasan yang telah menerapkan aturan yangberlaku. Dimana aturan yang telah dilaksanakan pada lokasi jalan poros kotakabupaten (kawasan perkotaan) telah menerapkan penataan garis sempadan bangunan(GSB), garis muka bangunan, garis teritisan atap, ketinggian bangunan, garis mukapagar. namun pada lokasi kawasan perkotaan yang bukan atau tidak dilalui oleh jalanarteri primer (jalan poros), pada umumnya belum menerapkan aturan yang berlakudalam penataan bangunan dan lingkungan.

4.2.1.5 Kebijakan, Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

Dalam kebijaksanaan penataan bangunan dan lingkungan sebagaimana yangtertuang dalam Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Jeneponto (RUTRK) yangmerupakan penjabaran dari strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan

(21)

ruangwilayah, bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan melalui penataan ruang secaraefisien dan efektif guna meningkatkan kesejahteraan dan untuk kepentingan stabilitasnasional dan pertahanan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka penataan ruang daerahdiarahkan untuk mencapai pemanfaatan ruang yang optimal dengan mewujudkanketerpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembanagan antar wilayah sertakeserasian antar sektor. Dengan demikian, maka kebijaksanaan penataan bangunan danlingkungan di Kabupaten Jeneponto terdiri dari :

 Meningkatkan penyelenggaraan sarana dan prasarana aparatur.

 Meningkatkan kualitas lingkungan untuk mendukung peningkatan produktivitasmasyarakat.

 Mengembangkan kemitraan antara pemerintah, swasta dan lembaga nasional maupuninternasional di bidang bangunan dan penataan lingkungan permukiman.

 Mendorong upaya penelitian dan pengembangan teknologi rekayasa arsitekturbangunan dan gedung melalui kerjasama dengan pihak yang berkompoten.

 Meningkatkan penataan lingkungan permukiman penduduk pedesaan. 4.2.2 Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Penataan Bangunan dan Lingkungan

4.2.2.1 Gambaran Umum Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

Secara umum penataan bangunan gedung dan lingkungan dimaksudkan untukmenata dan mengatur pola pemanfaatan ruang baik lahan terbangun (build up area)maupun lahan tidak terbangun (non build up area) sehingga tercipta keserasian ruangsesuai dengan fungsi dan peruntukannya. Secara spesifik lingkup kegiatan/pekerjaanyang menguraikan secara jelas tentang penataan bangunan gedung dan lingkungan adalah

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dengan ruang lingkupnya adalahpenetapan aturan yang mencakup :

 Ketinggian Bangunan dan Kepadatan Bangunan, mencakup :

 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dengan maksud penetapannya adalah untukmenyediakan perbandingan yang seimbang antara lahan terbangun dan lahantidak terbangun di suatu kawasan sehingga tertuju pada; peresapan air

(22)

tidakterganggu, kebutuhan udara terbuka dapat terpenuhi dan citra arsitekturlingkungan dapat terpelihara.

 Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dengan maksud penetapannya

mengaturkepadatan bangunan di suatu kawasan yang ditunjukkan dengan mengalihkanantara luas lantai bangunan maksimum dengan luas tanah/kapling tempatbangunan tersebut dibangun, dengan tujuan; Untuk menciptakan ruang luaryang nyaman yang masih memungkinkan masuknya cahaya atau sirkulasiudara pada daerah terbuka serta cukup tersedia jalur pejalan kaki olehadanya kegiatan di kawasan tersebut; Untuk memperoleh keseimbanaganantara arus/kapasitas kendaraan yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan padasuatu bangunan dengan kapasitas jalan yang ada; Dan untuk memberikankarakteristik pada suatu kawasan yang dipertahankan atau diremajakan.

 Garis Sempadan Bangunan (GSB), dimaksudkan untuk menciptakan keteraturanbangunan dengan dasar pertimbangannya adalah; Keterkaitan denganpengembangan kawasan secara terarah dan terencana yang berkaitan puladengan system pergerakan baik dalam skala makro maupun mikro; Memberikandaerah bebas pandang bagi pemakai jalan; Jaringan jalan yang terkait dengantype/klasifikasinya serta fungsi dari jalan tersebut yang akan berpengaruhdengan bangunan yang ada di sepanjang jalan; Dan memberikan jarak tertentuyang dikaitkan dengan type/klasifikasi jalan.

4.2.2.2 Kondisi Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

Dari hasil survey lapangan di wilayah Kabupaten Jeneponto secara umummengenai penataan bangunan gedung dan lingkungan dapat digambarkan, antara lain:

 Untuk kawasan perkotaan khususnya kota kabupaten telah

memperlihatkanadanya penataan bangunan gedung dan lingkungan yang sesuai dengan arahandalam rencana tata bangunan dan lingkungan khususnya pada poros jalan primer yang menghubungkan antara Kabupaten Jeneponto dan Kota Makassarserta Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Jeneponto. Kondisi tersebut dapatdijumpai dimana garis sempadan bangunan dan sempadan jalan telahdisesuaikan dengan type dan klasifikasi jalan yang ada. Dengan demikiankondisi ini telah memperlihatkan adanya keserasian

(23)

pola pemanfaatan ruangyang sesuai dengan fungsi dan peruntukan kawasan perkotaan.Namun untuk kawasan lainnya seperti kawasan perdagangan, kawasanpariwisata, kawasan pelabuhan dan kawasan pusat kota pada umumnya belumsesuai dengan standar atau aturan yang ada dalah RTBL.  Untuk kawasan/wilayah yang tidak dilalui oleh jalan arteri primer (jalan

poros)mengenai penataan bangunan gedung dan lingkungan masih memperlihatkankondisi yang semraut. Dengan demikian dari segi estetika lingkungan kondisipermukiman penduduk belum/tidak memperlihatkan adanya pola pemanfaatanruang dalam hal aturan yang tertuang dalam rencana tata bangunan danlingkungan.

 Wilayah yang berbatasan langsung dengan garis pantai khususnya 3 (tiga)Kecamatan yaitu Kecamatan Arungkeke, Binamu dan Kecamatan Bangkaladimana masyarakat yang mata pencaharian pada wilayah pesisir pantai(nelayan dan budidaya rumput laut), kondisi permukiman yang adamemperlihatkan kondisi bangunan yang sangat jauh dari aturan yang berlakudalam rencana tata bangunan gedung dan lingkungan. Selain itu permukimanpenduduk yang tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir memperlihatkankondisi permukiman yang kumuh dan jauh dari estetika lingkungan. Dimanatingkat kepadatan bangunannya, tata letak bangunannya, utilitas lingkungannya tumbuh secara sporadis tanpa memalui perencanaan sehinggakesan yang ditimbulkan adalah kondisi yang semraut, kotor dan tidak tertata.

 Untuk garis sempadan pantai dan garis sempadan sungai juga terdapatpermukiman penduduk yang sudah melampaui batas toleransi sehingga jikaditinjau dari segi keselamatan baik penduduk maupun lingkungan termasukdalam lokasi rawan bencana.

(24)

4.2.2.3 Permasalahan Yang Dihadapi

Permasalahan yang dihadapi dalam penataan bangunan dan lingkungan, antara lain ;

 Lambatnya atau bahkan belum adanya aturan yang tegas dari pemerintah sebagaipenentu kebijakan sehingga masyarakat dalam membangun didasarkan padakeinginan dan kemauan sendiri tanpa mempertimbangkan estetika dan polapemanfaatan ruang yang ada dalam rencana tata ruang dan rencana tatabangunan dan lingkungan.

 Perilaku masyarakat yang tidak menghiraukan aturan yang berlaku dalammembangun.

 Penduduk yang bermukim di wilayah pesisir pantai dalam mempermudahaktivitasnya baik sebagai nelayan maupun masyarakat yang bermata pencahariansebagai pengembang budidaya rumput laut, pola hidup dalam bermukimmemanfaatkan wilayah pesisir sebagai tempat tinggal sehingga kondisi inimenjadi pemicu timbulnya permukiman liar yang tidak tertata dan tidakterkendali.

 Tidak adanya batasan mengenai garis sempadan antara permukiman dan daerahaliran sungai dimana sebagian penduduk yang telah lama bermukim di daerahbantaran sungai sudah tidak menghiraukan resiko yang akan terjadi. Kondisi inisangat sarat menimbulkan kerusakan lingkungan sebagai akibat dari aktivitaspenduduk setiap hari khususnya pada daerah aliran sungai.

(25)

4.2.2.4 Sasaran Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka sasaran dalam penataan bangunan gedungdan lingkungan adalah :

 Tempat keramaian dan aktivitas penduduk seperti pertokoan, pasar sentral,pasar desa, dan fasilitas pelayanan umum serta tempat rekreasi.

 Permukiman penduduk yang terdapat di wilayah pesisir pantai.

 Permukiman penduduk yang memiliki tingkat kepadatan bangunan yang tinggi.  Permukiman penduduk yang terdapat di daerah bantaran sungai atau daerah

yangdinilai memiliki tingkat kerawanan bencana alam.

 Bangunan-bangunan yang memiliki nilai historis/nilai budaya/nilai religius yangtinggi yang keberadaannya saat ini dinilai sudah tidak mendapat perhatian daridinas/instansi terkait.

4.2.3 Analisis Permasalahan dan Rekomendasi

Dari berbagai permasalahan di atas, maka dalam hal penataan bangunan gedung danlingkungan direkomendasikan :

 Adanya Peraturan Daerah (Perda) yang jelas mengenai batas garis sempadan antarakawasan pesisir pantai dengan lahan terbangun sehingga pola pemanfaatan ruangdi wilayah pesisir pantai dapat diatasi.

 Adanya Peraturan Daerah (Perda) yang jelas mengenai pola pemanfaatan ruang diwilayah pesisir pantai dan disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakatmelalui dinas/instansi terkait, lembaga/organisasi masyarakat, tokoh/pemukamasyarakat sehingga dapat diketahui mana yang dapat diperuntukan sebagai lahanterbangun dan mana lahan sebagai jalur hijau atau lahan yang bebas bangunan.Dengan pertimbangan bahwa aktivitas masyarakat sebagai nelayan dan budidayarumput laut umumnya bermukim di wilayah pesisir.

 Kawasan perkotaan dalam penataan bangunan gedung dan lingkungan perlu dibuatprogram Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dengan lingkup studinyapada kawasan perdagangan, kawasan industri, kawasan wisata, kawasanpendidikan, kawasan transportasi, kawasan pelabuhan dan kawasan-kawasan lainyang dinilai memiliki tingkat aktivitas tinggi dari segala aspeknya.

(26)

 Program revitalisasi baik kawasan permukiman maupun bangunan-bangunan yangmemiliki fungsi tertentu terhadap daerah/wilayah yang bersangkutan, sehingganilai bangunan tersebut dapat diangkat lagi permukaan sebagai asset daerah.

4.2.3.1 Rekomendasi

 Menyelenggarakan penataan bangunan gedung agar tertib, fungsional, andal danefisien.

 Pemda harus bertindak sebagai policy dalam penyelenggaraan lingkunganpermukiman agar produktif dan berjatidiri.

 Menyelenggarakan penataan dan revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapatmemberikan nilai tambah fisik, sosial budaya dan ekonomi,

 Menyelenggarakan penataan bangunan dan lingkungan untuk mewujudkanarsitektur perkotaan dan pelestarian arsitektur bangunan gedung yang dilindungidan dilestarikan untuk menunjang kearifan budaya lokal.

 Mengembangkan teknoogi dan rekayasa arsitektur bangunan gedung untukmenunjang pembangunan regional/internasional yang berkelanjutan. 4.2.4 Program Yang diusulkan

 Peraturan Daerah (Perda) terhadap pola pemanfaatan ruang.

 Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk tiap kawasan berdasarkan fungsi danperuntukannya.

 Program Revitalisasi Lingkungan Permukiman.  Program Revitalisasi Bangunan Bersejarah.

 Penataan Kawasan Permukiman di Kecamatan Arungkeke (desa Arungkeke), diKecamatan Binamu (Desa Sapanang dan Kelurahan Panaikang) dan Kecamatan Turatea(Kayu Loe, Pallantikang dan Bontomate’ne).

 Penataan Rehabilitasi Kawasan Permukiman Kumuh baik di pedesaan maupun diperkotaan.

 Program Perbaikan Kampung (KIP) / Campung Inprovement Program.

 Program bantuan langsung ke masyarakat dalam bentuk material bangunan sesuaidengan kondisi rumah pada tiap lokasi sasaran.

(27)

 Program sosialisasi kepada masyarakat yang menyangkut pemanfataan danpemeliharaan serta pelestarian kawasan pesisisr pantai.

 Program sosialisasi kepada masyarakat yang menyangkut lingkungan permukiman.

4.2.4.1 Usulan dan Prioritas Program

 Program Rencana Penataan Kawasan Pesisir Pantai Hutan Mangrove di KabupatenJeneponto, dengan penetapan Peraturan Daerah (Perda) mengenai batas sempadanbangunan di wilayah pesisir pantai.

 Program Rencana Penataan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten Jeneponto,dengan penetapan Peraturan Daerah (Perda) mengenai batas sempadan bangunan didaerah aliran sungai (DAS).

 Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

 Program Penataan dan Rehabilitasi lingkungan Permukiman Kumuh di KabupatenJeneponto.

 Program Community Best Devalopment (CBD), yaitu program yang bertumpuh padapemberdayaan masyarakat perkotaan; Program KTP2D/DPP, yaitu programpengembangan desa pusat pertumbuhan berdasarkan potensi unggulan; ProgramPerbaikan Kampung (KIP).

 Program Revitalisasi Bangunan Bersejarah dan Revitalisasi Lingkungan Permukiman.

 Program Survey dan Pemetaan Potensi Pantai dan Laut Di Kabupaten Jeneponto.

4.2.4.2 Usulan dan Prioritas Proyek Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan  Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

 Revitalisasi Kawasan Bersejarah  Revitalisasi Lingkungan Permukiman

(28)

Sumber pembiayaan untuk penyelenggaraan proyek ini bersumber dari pemda melalui

dana APBD II, APBD I, dana APBN dan masyarakat serta kalangan swasta. 4.3 Analisis Investasi Sub – Bidang Air Limbah

4.3.1 Petunjuk Umum

Kerangka dasar penulisan ini bersifat umum dan fleksibel artinya dapatdisesuaikan dengan kondisi yang dihadapai. Muatan yang disajikan menggambarkankondisi saat ini dan permasalahannya serta rencana pencapaian yang akan dilaksanakan,termasuk beberapa kebutuhan program termasuk dalam memenuhi tujuanpembangunan daerah jangka menengah.Sub bidang Air Limbah pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umummemiliki program kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat hidupsehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbahpermukiman. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman (municipalwastewater) yang terdiri atas limbah domestik (rumah tangga) yang berasal air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbahindustri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).

4.3.2 Kebijakan Program dan Kegiatan Pengelolaan Air Limbah

Kebijakan program pembangunan dalam kegiatan pengelolaan air limbah yang kaitannyadengan penyehatan lingkungan, antara lain :

 Penyediaan sarana dan prasarana air limbah di perkotaan dan di pedesaan.

 Peningkatan peran aktif masyarakat dan swasta sebagai mitra

pengelolaankebersihan dan penyehatan lingkungan. 4.3.3 Profil Pengelolaan Air Limbah

Jaringan air limbah yang berasal dari limbah industri dan limbah rumah tanggabiasa disebut dengan air buangan. Untuk air limbah rumah tangga dibuang melaluisaluran drainase yang menyatu dengan air hujan, kecuali berupa tinja yang ditampungdalam satu septik tank dan galian tanah yang terdapat pada rumah penduduk. Daribeberapa jenis air limbah, membutuhkan wadah sebagai penampung yang disebutsaluran buangan baik yang berasal dari air hujan, air limbah rumah maupun

(29)

yang berasaldari air limbah indiustri.Dalam pengelolaan air limbah, saluran pembuangan sangat dibutuhkan sehingga dalamperencanaannya harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

 Pemilikan saluran yang digunakan

 Peletakan saluran-saluran primer, sekunder dan saluran tersier  Arah pengembangan

 Topografi wilayah  daya resap tanah

4.3.4 Gambaran Umum Pengelolaan Air Limbah

4.3.4.1 Tingkat Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan

Tingkat kesehatan masyarakat dan lingkugan dalam pengelolaan air limbah daribuangan rumah tangga dan air buangan limbah industri mengenai resiko pencemaranterhadap lingkungan dan kesehatan, sebagian sudah sesuai dengan standar sanitasilingkungan. Hal ini dapat di lihat pada permukiman penduduk dengan kondisi rumahyang permanen, begitupun untuk industri rumah tangga seperti perhotelan,perkantoran, rumah makan juga sudah memperlihatkan kondisi yang sama. Namuuntuk lingkungan permukiman dengan kondisi rumah darurat yang wilayah penyebarannya pada daerah pesisir dinilai masih jauh dari standar kesehatan khususnya sanitasi lingkungan.Untuk lebih meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat agar lebih baik makadibutuhkan adanya penyediaan dan peningkatan prasarana dan sarana air limbahkhususnya bagi masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir. Rendahnya tingkatkesehatan masyarakat tersebut dalam hal pengelolaan air limbah dikarenakan kondisidan keadaan sarana dan prasarana air limbah yang ada berada pada kondisi yangdarurat. Sehingga masyarakat dalam membuang tinja terkadang dilakukan padasembarang tempat. begitupun dengan buangan air limbah di tiap rumah tangga padaumumnya tidak memiliki saluran buangan, sehingga pada waktu tertentu terjadi

genangan di sekitar lingkungan permukiman. Kondisi inilah yang dinilai sarat akangangguan kesehatan dan berakibat pada timbulnya penyakit.

(30)

Ketersediaan prasarana dan sarana merupakan hal pokok yang diinginkan olehmasyarakat dalam menunjang hidup dan aktivitasnya. Dari beberapa jenis prasaranadan sarana lingkungan permukiman yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, air limbahjuga merupakan salah satu hal pokok yang harus terpenuhi.Berdasarkan hasil data yang diperoleh prasarana dan sarana pengelolaan airlimbah di Kabupaten Jeneponto secara umum bersifat septic tank individu atau jambankeluarga dan pengelolaannya masih dilakukan oleh masyarakat sendiri. Dalam artibahwa ketersediaan prasarana berupa kendaraan truk tinja belum disediakan olehpemerintah.

Mengenai kondisi sarana dan prasarana pengelolaan air limbah di wilayah Kabupaten Jeneponto secara umum, dimana untuk rumah penduduk yang bersifatpermanen dan semi permanen kondisi sarana dan prasarana air limbah dinilai sudahmemadai/permanen.

Untuk lingkungan permukiman yaitu di Kecamatan Binamu (Kelurahan Biringkassi ) dandi Kecamatan Kelara (Desa Bontolebang, Desa Tombolo dan Desa Samataring), mengenai sarana dan prasarana pengelolaan air limbah dinilai tidak jauh berbedadengan kondisi lingkungan permukimannya. Hal ini dipengaruhi oleh pola hidupnya yangsudah terbiasa dengan lingkungan permukiman sehingga dalam hal pengelolaan air airlimbah masih bersifat darurat bahkan sebagian pula yang membuang tinja padasembarang tempat khususnya masyarakat di daerah pesisir pantai.

(31)

4.3.4.3 Permasalahan Yang Dihadapi

Pengolahan air limbah secara umum belum mendapat perhatian serius dariPemerintah Kabupaten, dengan demikian diharapkan penanganan sistem pengolahan air limbah ke depan dapat lebih diperhatikan, yaitu dengan pembangunan instalasipengolahan lumpur tinja (IPLT). Dimana sistem pengolahan air limbah oleh masyarakatdi Kabupaten Jeneponto pada umumnya masih menggunakan sistem setempat (onsitesanitation) yang berupa jamban pribadi (keluarga) dengan bak penampung (septic tank

individu).Permasalahan yang dihadapi sekarang adalah Pemerintah Kabupaten belum memilikitruk tinja dan instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT), sehingga bila septic tank penuh,maka masyarakat menggali dan membuat septic tank baru. Hal ini sangat berbahayasebab dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi dengan air tanah dan tercemarnya

sumber air bersih (sumur).

4.3.5 Sasaran Pengelolaan Prasarana dan Sarana Air Limbah 4.3.5.1 Alternatif Pemecahan Persoalan

Adapun alternatif pemecahan persoalan, antara lain :

 Pembangunan MCK pada kawasan permukiman penduduk yang tidak memiliki jambankhususnya di daerah pesisir dan lingkungan permukiman kumuh.

 Perencanaan/pembangunan septic tank komunal pada kawasan permukiman yangpadat penduduk.

(32)

 Untuk menjaga agar gangguan kesehatan masyarakat tidak terjadi serta peningkatankualitas lingkungan dapat terpelihara, maka air limbah dari setiap septic tankkomunal, jamban keluarga (septic tank individu) dan MCK, setelah penuh akan diolahpada instalasi pengolahan Lumpur tinja dengan menggunakan vacuum truk.

4.3.5.2 Rekomendasi

Atas permasalahan yang dihadapi seperti yang disebutkan pada analisispermasalahan diatas, maka direkomendasikan untuk membangun serta pengadaansarana dan prasarana/fasilitas pengolahan air limbah.

4.3.6 Sistem Prasarana Yang Diusulkan

4.3.6.1 Kebutuhan Pengembangan Pengelolaan Air Limbah

Dalam kebutuhan pengembangan pengelolaan mengenai air limbah, hal pokok yangharus dipertimbangkan adalah :

 Jumlah penduduk pendukung.  Jumlah penduduk yang terlayani.  Pemakaian rata-rata air bersih.  Persentase air terbuang.  Debit air limbah dan lumpur.  Volume Lumpur tinja.

 Jumlah kebutuhan MCK, STK (Septic tank keluarga), STI (Septic tankindividu), IPLT dan Dum truk.

4.3.6.2 Usulan dan Prioritas Program

 Pembangunan/pengadaan MCK khususnya pada permukiman penduduk di daerahpesisir pantai dan lingkungan permukiman yang padat penduduk.  Pengadaan prasarana pengolahan Lumpur tinja (truk tinja) oleh Pemda.  Lokasi Lumpur tinja yang sesuai dengan standar yang berlaku.

(33)

Sumber pembiayaan untuk penyelenggaraan proyek ini bersumber dari pemda melaluidana APBD II, APBD I, dana APBN dan masyarakat serta kalangan swasta. 4.4 Analisis Investasi Sub – Bidang Persampahan

4.4.1 Umum

Sampah merupakan segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh manusia yangmemiliki sifat padat, sampah ini ada yang mudah membusuk yakni zat-zat organic sisasayuran, daging dan sebagainya ada pula yang tidak mudah membusuk seperti plastic,karet dan lain sebagainya sehingga membutuhkan pengelolaan dan penanganantersendiri. Dengan tersebut akan mempengaruhi lingkungan sebagai tempat aktivitasmanusia harus memiliki kondisi yang kondisif sebagai hasil kemajuan pembangunan.Untuk menciptakan lingkungan yang sehat, bersih dan aman akan dibutuhkanpengelolaan lingkungan yang bijaksana. Pengelolaan lingkungan khususnya kebersihansangat mebutuhkan perhatian yang serius dan tidak di tunda-tunda karena dampak yangditimbulkan dari pengelolaanPenggolongan jenis sampah dan intensitas penanganannya antar kawasan dalamsatu daerah sangat berbeda termasuk jumlah sampah yang dihasilkan. Untukmengestimasikan jumlah sampah yang akan dihasilkan dimasa mendatang (waktu/tahapan perencanaan) dianggap bahwa jumlahnya tergantung dari jumlah penduduk.

4.4.2. Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Persampahan

Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kecamatan Binamumengenai kegiatan pengelolaan persampahan, maka terdapat beberapa kebijakan danstrategi system pengelolaan persampahan adalah :

Penanganan persampahan terpadu Strategi :

 Pengaturan pengelolaan sampah dengan fungsi, tugas dan tanggung jawab yangjelas;

 Teknik operasional sampah dilakukan secara terpadu melalui

pewadahan,pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir sampah;  Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan

(34)

 Perlakuan hokum untuk menunjang keberhasilan dalam pengelolaan sampah.Sistem pembuangan akhir sampah yang tidak mencemari lingkungan.Strategi :

 Pengolahan sampah yang dapat mereduksi timbulan sampah sebesar 30 % sertapemanfaatan sisa sampah untuk memperbaiki struktur serta kinerja tanah padalahan-lahan pertanian dan perkebunan yang kurang subur serta kegiatanpenghijauan;

 Penetapan lokasi dan kebutuhan lahan pembuangan akhir sampah sesuai dengancriteria dan dilakukan proteksi terhadap Lechate ( air sampah ) dan gas denganmetode yang tepat;

 Penataan lingkungan sekitar pembuangan sampah dengan upaya efesiensi lahan danpemanfaat sisa sampah agar lebih berguna dengan metode yang tepat guna.

Adapun program-program yang ingin dicapai dalam meningkatkan lingkungan yangsehat, aman dan tertib antara lain :

 Kebersihan lingkungan.

 Peningkatan pelayanan sampah permukiman.  Penanganan sampah komersial.

 Penanganan sampah permukiman padat.

 Peningkatan efisiensi kegiatan pengelolaan sampah.

 Penentuan system dan lokasi pembuangan sampah yang aman.

 Peningkatan konstribusi masyarakat atau swasta dalam pengelolaan sampah.  Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah.

4.4.3 Profil Persampahan

4.4.3.1 Gambaran Umum Sistem Pengelolaan Persampahan

Pengelolaan sampah pada kantor Kebersihan, Pertamanan dan KebakaranKabupaten Jeneponto khusus dilaksanakan di Ibukota Kabupaten yang terletak di Kecamatan Binamu meliputi 14 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk 48.548 jiwadengan luas wilayah 73,72 km2. Titik focus pengelolaan sampah dipusatkan padaperumahan, pasar, perkotaan, jalan, perkantoran dn lain-lain, hal ini untuk mendukungterwujudnya lingkungan yang sehat, bersih, indah dan aman yang

(35)

terbebas dari kotoransampah yang dapat menyebabknan pencemaran, gangguan, penyakit, banjir dan lainlainnya.

Kondisi pengelolaan sampah di Kabupaten Jeneponto tergantung kepada kemampuansarana dan parasarana yang dimiliki instansi terkait. Hal menunjukkan bahwa timbunansampah yang diangkut setiap hari sebanyak 120 m3/hari sedangka volume yang

terangkut dari TPS ke TPA sebanyak 78 m3/hari. Mekanisme pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh Dinas Tata Ruang dan

Kebersihan adalah sebagai berikut :

1. Tahap Pengumpulan sampahKegiatan pengumpulan sampah meliputi kegitan pengumpulan sampah darisumbernya, penyapuan jalan dan pembersihan selokan/drainase.

a. pengumpulan sampah dari sumbernya.

Individual tidak langsung, yaitu setiap individu warga masyarakat secaraterpadu dan bertanggung jawab mengumpulkan sampah yang di hasilkan ketempat TPS/Kontainer atau dengan sistem gerobak yang melakukanpengumpulan sampah dari rumah secara swadaya yang dikoordinir olehorganisasi atau tokoh masyarakat ke TPS/Kontiner yang disediakan kemudianoleh kantor kebersihan dan pertamanan Kabupaten Jeneponto melaksanakanpengangkutan dari TPS – TPS sesuai jadwal pengangkutan ke lokasi TPA.Door to door individual langsung, yaitu pengupulan sampah yang langsungdari sumber sampah yang dilaksanakan pada jalan protocol kota secaraestetis tidak layak untuk di bangun TPS.Sistem pengumpulan untuk mengantisipasi ceceran sampah yang belumtuntas maka disiapkan petugas khusus yangbertugas mengamankan sampahyang rawan serta memelihara kebersihan sekitar kontener, TPS dan TPAterbuka.

b. Penyapuan jalan

Kegiatan penyapuan jalan oleh tenaga munusia dengan peralatan tradisional (sapu lidi). Kegiatan ini dilaksakakan oleh tenaga kerja penyapu pada ruas jalan yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan penyapuan dilengkapi dengan gerobak untuk

(36)

membantu pelaksanaan tugasnya yang selanjutnya sampah tersebut dibawah ke TPS terdekat.

c. Pembersihan selokan/drainase

Pelayanan pembersihan selokan /drainase di bagi atas beberapa sasaran yaituuntuk saluran atau selokan sepanjang jalan protikol kota, pembersihandilaksanakan oleh Kantor Kebersihan, Pertamanan dan pemadam kebakaran,sedangkan untuk selokan – selokan padajalan yang kelasnya lebih rendah makapembersihannya dilaksanakan perkelurahan sebagai wujud, pelaksanaannyadikoordinir oleh Kepala Kelurahan atau Kepala Desa.

2. Tahap Pengangkutan Sampah

Pengangkutan sampah dari TPS/konteiner dilaksanakan dengan system wilayah,yaitu setiap armada pengangkutan sampah mempunyai lokasi tugas tetap dan jadwalpengangkutan sampah disesuaikan dengan beban kerja dan jenis serta kapasitas armadapengangkutan sampah. Pengaturan dan pengawasan kegiatan pengangkutan sampahyang dilaksanakan dengan system lokasi tertentu menjadi tanggung jawab kepala seksikebersihan.

4.4.3.2 Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan Yang Ada ( Aspek Teknis )

Kondisi sistem sarana dan prasarana pengelolaan sampah di kabupatenJeneponto berdasarkan hasil perolehan data dari Dinas Tata Ruang dan KebersihanKabupaten Jeneponto, dimana lokasi TPA terdapat di Kelurahan Panaikang KecamatanBinamu dengan sistem Open Dumping dengan kapasitasnya 10.000 m3, dump truksebanyak 2 unit, arm roll truck 1 unit, truk/kijang 2 unit, container 18 unit, gerobaksampah 2 buah, becholoader 1 unit, alat komunikasi 4 unit.

4.4.3.3 Aspek Pendanaan

Sumber dana yang digunakan dalam rangka pengelolaan system persampahan dikabupaten Jeneponto secara umum adalah APBD Kabupaten, APBD Propinsi, APBN (Dana Alokasi Khusus ) dan Swadaya masyarakat.

(37)

Lembaga atau instansi pengelola persampahan merupakan motor penggerakseluruh kegiatan pengelolaan sampah dari sumber sampah sampai TPA. Kondisikebersihan suatu kota atau wilayah merupakan output dari rangkaian pekerjaanmanajemen pengelolaan persampahan yang keberhasilannya juga ditentukan olehfaktor-faktor lain. Kapasitas dan kewenangan instansi pengelola persampahan menjadisangat penting karena besarnya tanggung jawab yang harus dipikul dalam menjalankan roda pengelolaan yang biasanya tidak sederhana bahkan cendrung cukup rumit sejalan dengan makin besanya kategori kota.Dalam sistem kelembagaan pelayanan persampahan, yang menjadi roda penggerak

dalam pengelolaannya adalah semua unsur/elemen masyarakat tanpa terkecuali. Dengan alasan bahwa masyarakat kebersihan merupakan tanggung jawab kita bersama

demi terciptanya lingkungan yang bersih, indah dan nyaman serta terhindar dari polusi

apapun.

Akan tetapi jika dilihat secara kelembagaan maka yang berperan penting adalah pemerintah dalam hal ini adalaah Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertamanan danPemadam Kebakaran, organisasi/lembaga masyarakat baik dalam lingkup kabupaten,kecamatan, desa bahkan yang lebih kecil lagi adalah masyarakat itu sendiri.

4.4.3.5 Aspek Peraturan Perundangan

Pemerintah daerah secepatnya memberi instruksi guna mengatasi secara intensifpermasalahan persampahan dengan kapasitas dan tanggung jawab yang lebih terfokuspada pengeloaan persampahan. Hal ini juga harus diimbangi dengan legitimasiPeraturan Daerah (Perda) yang terkait dengan pengelolaan persampahan, misalnya evaluasi/peninjauan kembali biaya retribusi persampahan yang applicable, sanksihukum bagi yang melanggar peraturan kebersihan, serta aturan/sanksi lain kepadamasyarakat yang bersifat tegas demi tercapainya sistem pengelolaan persampahan yangefektif dan efisien.

Referensi

Dokumen terkait

Karena itu, penulis akan meneliti makna integrasi sosial dalam ritual pasca panen (mangejing) di Sumba Timur. Sebagai suatu ritual yang dilaksanakan secara

1) Meningkatnya penyelesaian perkara. 2) Peningkatan aksebilitas putusan hakim. 3) Peningkatan efektivitas pengelolaan penyelesaian perkara. 4) Peningkatan aksesbilitas masyarakat

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa limbah organik berbahan ikan yang berasal dari rumah tangga telah terbukti dapat digunakan sebagai nutrisi bagi budidaya

Dari fenomena yang muncul berdasarkan simulasi software elemen hingga, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian tentang tegangan yang bekerja pada kait

Penerapannya, yakni peneliti selama mengumpulkan data dari lapangan, untuk menguji kevalidan data, maka peneliti memperpanjang pengamatan yang berkaitan dengan pola asuh

Bila dilihat dari sumber pertumbuhan ekonomi NTB triwulan I-2015, Komponen Ekspor Luar Negeri yang didominasi oleh ekspor konsentrat tembaga menjadi sumber pertumbuhan

TPAK tertinggi di Kalimantan Barat pada tahun 2013 dijumpai di Kabupaten Sintang (77,58 %) disusul kemudian Kabupaten Sekadau dan Melawi masing-masing 76,92 persen

Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS) di Yayasan Lantera Minangkabau kota Padang tahun 2016. Desain