• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penghindaran Pajak

Penelitian mengenai penghindaran pajak pertama-tama berupaya untuk mendefinisikan penghindaran pajak itu sendiri. Apakah penghindaran pajak adalah hal yang dilarang peraturan? Hal ini dapat ditelusuri dari penelitian Slemrod dan Yitzhaki (2002), yang mengungkapkan bahwa karakteristik yang membedakan dari penggelapan pajak (tax evasion) adalah ilegalitasnya, namun ada wilayah abu-abu dimana sulit memisahkannya. Kay dalam Slemrod dan Yitzhaki (2002) memberikan definisi yang membedakan penggelapan pajak (tax

evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance) :

“Evasion is concerned with concealing or misrepresenting the nature of a transaction; when avoidance takes place the facts of the transaction are admitted but they have been arranged in such a way that the resulting tax treatment differs from that intended by the relevant legislation”.

Dapat disimpulkan bahwa kegiatan penggelapan (evasion) adalah nyata melawan peraturan yang berlaku, sedangkan penghindaran (avoidance) tidak melanggar peraturan, namun melanggar maksud sebenarnya dari peraturan tersebut. Lalu bagaimana membedakan antara penghindaran pajak dan penggelapan pajak? Hanlon dan Heitzman (2010) menegaskan bahwa tidak ada definisi penghindaran pajak yang diterima secara universal, setiap orang atau peneliti memiliki pemahaman yang berbeda. Penghindaran pajak (tax avoidance)

(2)

didefinisikan secara luas sebagai pengurangan pajak eksplisit dan merefleksikan semua transaksi yang memiliki pengaruh pada utang pajak eksplisit perusahaan. Penghindaran (avoidance) yang legal tidak dipisahkan dengan penggelapan (evasion) yang ilegal dengan alasan sebagian besar perilaku disekitar transaksi secara teknis adalah legal dan legalitas transaksi penghindaran pajak (tax

avoidance) sering ditetapkan tidak sesuai fakta. Penghindaran (avoidance)

mencakup posisi pajak yang pasti dan yang tidak pasti apakah merupakan ilegal atau tidak. Selain itu ada ketidakjelasan dalam menentukan apakah suatu transaksi diperbolehkan atau tidak.

Penghindaran pajak dijelaskan sebagai suatu rangkaian kesatuan dari strategi perencanaan pajak dengan contoh seperti investasi pada obligasi pemerintah di satu ujung (pajak rendah, legal sempurna), istilah lainnya seperti “ketidakpatuhan (noncompliance),” “penggelapan (evasion),” “agresivitas (aggresiveness),” dan “penyembunyian (sheltering)” berada di ujung lain dari rangkaian tersebut. Aktivitas strategi pajak bisa ada dimana saja di sepanjang rangkaian tersebut tergantung seberapa agresif aktivitas dalam mengurangi pajak (Hanlon dan Heitzman, 2010). Selanjutnya penelitian ini akan menggunakan istilah penghindaran pajak untuk mendefinisikan secara luas segala upaya meminimalkan utang pajak yang dilakukan perusahaan.

Harry Graham Balter dan Ernest R. Mortenson (Zain: 2008: 49) menjelaskan pengertian dari penghindaran pajak sebagai kegiatan yang berkenaan dengan pengaturan suatu peristiwa yang dilakukan oleh wajib pajak (berhasil maupun tidak) untuk mengurangi/sama sekali menghapus utang pajak yang

(3)

dimiliki perusahaan dengan memerhatikan ada/ tidaknya akibat–akibat pajak yang ditimbulkannya. Sedangkan menurut Suandy (2008:7) menyebutkan bahwa penghindaran pajak merupakan rekayasa “tax affairs” yang masih tetap berada dalam bingkai ketentuan perpajakan (lawful). Penghindaran pajak (Tax

avoidance) yang dilakukan oleh manajemen suatu perusahaan dilakukan untuk

meminimalisasi kewajiban pajak perusahaan (Khurana dan Moser, 2009).

Komite urusan fiskal dari Organization for Economic Co – operation and

Development (OECD) dalam (Suandy,2008:8) menyebutkan bahwa karakteristik

dari penghindaran pajak hanya mencakup tiga hal, yaitu:

a. Adanya unsur artifisial dimana berbagai pengaturan seolah–olah terdapat di dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak.

b. Skema semacam ini sering memanfaatkan loopholes dari undang– undang atau menerapkan ketentuan–ketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu yang sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat undang–undang.

c. Kerahasiaan juga sebagai bentuk dari skema ini dimana umumnya parakonsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran pajak dengan syarat Wajib Pajak menjaga serahasia mungkin.

Tindakan tax avoidance dilakukan melalui mekanisme manajemen pajak. Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk

(4)

memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan (Sophar Lumbantoruan, 1996 dalam Suandy,2008). Selain tax avoidance, bentuk lain dari manajemen pajak adalah tax evasion, dimana yang dimaksud dengan tax evasion (penggelapan pajak) merupakan suatu usaha penghindaran pajak dengan melanggar ketentuan peraturan perpajakan (Annisa dan Kurniasih, 2012). Sehingga dapat dibedakan dengan jelas antara tax avoidance dan tax evasion, yaitu penghindaran pajak (tax

avoidance) sebagai usaha untuk mengurangi hutang pajak yang bersifat legal

(lawful), sedangkan penggelapan pajak (tax evasion) adalah usaha untuk mengurangi hutang pajak yang bersifat tidak legal (unlawful) (Xynas, 2011 dalam Budiman dan Setiyono, 2012).

Menurut Mardiasmo (2003), penghindaran pajak (Tax avoidance) adalah suatu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang yang ada. Senada dengan Mardiasmo (2003), Menurut Heru (1997) penghindaran pajak adalah usaha pengurangan pajak, namun tetap mematuhi ketentuan peraturan perpajakan seperti memanfaatkan pengecualian dan potongan yang diperkenankan maupun menunda pajak yang belum diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku.

Penelitian yang dilakukan oleh Uppal (2005) tentang kasus penghindaran pajak di Indonesia, dikemukakan bahwa di Negara-negara berkembang banyak terjadi kasus penghindaran pajak. Hal ini dilakukan dengan cara tidak melaporkan atau melaporkan namun tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atas pendapatan yang bisa dikenai pajak. Penghindaran pajak ini telah membuat basis pajak atas pajak pendapatan menjadi sempit dan mengakibatkan begitu besarnya kehilangan

(5)

potensi pendapatan pajak yang dapat digunakan untuk mengurangi beban defisit anggaran negara.

Dengan demikian dalam kontek perusahaan, penghindaran pajak ini sengaja dilakukan oleh perusahaan dalam rangka memperkecil besarnya tingkat pembayaran pajak yang harus dilakukan dan meningkatkan cash flow perusahaan. Seperti disebutkan oleh (Guire, 2011), bahwa manfaat dari adanya tax avoidance adalah untuk memperbesar tax saving yang berpotensi mengurangi pembayaran pajak sehingga akan menaikkan cash flow.

2.2 Karakter Eksekutif

Peneliti Low (2006) menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan perusahaan eksekutif memiliki dua karakter yakni sebagai risk

taker dan risk averse. Eksekutif yang memiliki karakter risk taker adalah

eksekutif yang lebih berani dalam mengambil keputusan bisnis dan biasanya memiliki dorongan kuat untuk memiliki penghasilan, posisi, kesejahteraan, dan kewenangan yang lebih tinggi. Eksekutif yang memiliki karakter risk taker tidak ragu-ragu untuk melakukan pembiayaan dari hutang (Lewellen, 2003), hal ini dilakukan supaya perusahaan tumbuh lebih cepat.

Berbeda dengan risk taker, eksekutif yang memiliki karakter risk averse adalah eksekutif yang cenderung tidak menyukai resiko sehingga kurang berani dalam mengambil keputusan bisnis. Eksekutif risk averse jika mendapatkan peluang maka dia akan memilih resiko yang lebih rendah (Low, 2006). Biasanya eksekutif risk averse memiliki usia yang lebih tua, sudah lama memegang jabatan,

(6)

dan memiliki ketergantungan dengan perusahaan. Dibandingkan dengan risk

taker, eksekutif risk averse lebih menitikberatkan pada keputusan-keputusan yang

tidak mengakibatkan resiko yang lebih besar. Pada penelitian ini karakter eksekutif menggunakan risiko perusahaan (corporate risk).

Menurut Hartono (2008) resiko ada kaitanya dengan return yang diperoleh perusahaan, bahwa resiko merupakan penyimpangan atau deviasi dari

outcome yang diterima dengan yang diekspektasi. Dengan demikian dapat

diartikan semakin besar deviasi antara outcome yang diterima dengan diekspektasikan mengindikasikan semakin besar pula resiko yang ada. Seorang investor akan menghadapi risiko investasi berupa kemungkinan terjadinya perbedaan hasil yang diharapkan (expected return) dengan hasil yang benar-benar terjadi.

Hampir senada dengan penelitian yang dilakukan Hartono (2008), Paligorova (2010) mengartikan risiko perusahaan (corporate risk) merupakan

volatilitas earning perusahaan, yang bisa diukur dengan rumus deviasi standar.

Dengan demikian dapat dimaknai bahwa risiko perusahaan (corporate risk) merupakan penyimpangan atau deviasi standar dari earning baik penyimpangan itu bersifat kurang dari yang direncanakan (downside risk) atau mungkin lebih dari yang direncanakan (upside potential). Semakin besar deviasi earning perusahaan mengindikasikan semakin besar pula risiko perusahaan yang ada. Tinggi rendahnya resiko perusahaan ini mengindikasikan karakter eksekutif apakah termasuk risk taker atau risk averse.

(7)

Penelitian yang dilakukan oleh Coles at al., (2004) menyebutkan bahwa risiko perusahaan (corporate risk) merupakan cermin dari policy yang diambil oleh pimpinan perusahaan. Policy yang diambil pimpinan perusahaan bisa mengindikasikan apakah mereka memiliki karakter risk taking atau risk averse. Semakin tinggi corporate risk maka eksekutif semakin memiliki karakter risk

taker, demikian sebaliknya. Terkait dengan karakter eksekutif, peneliti Lewellen

(2003) menyebutkan bahwa karakter eksekutif yang risk taker lebih berani membuat keputusan melakukan pembiayaan dari hutang, mereka memiliki informasi yang lengkap tentang biaya dan manfaat dari hutang tersebut. mengakibatkan resiko yang lebih besar.

2.3 Karakteristik Perusahaan

Menurut penelitian Surbakti (2012) karakteristik perusahaan adalah ciri khas suatu entitas usaha. Karakteristik tersebut bisa dilihat dari jenis usahanya, ukuran perusahaan, tingkat profitabilitas, tingkat likuiditas, dan keputusan investasi. Ciri khas suatu perusahaan dapat dilihat dari ukuran perusahaannya dan

multinational company. Peneliti Hormati (2009) mendefinisikan ukuran

perusahaan sebagai skala atau nilai yang dapat mengklasifikasikan suatu perusahaan ke dalam kategori besar atau kecil berdasarkan total asset, log size, dan sebagainya. Semakin besar total asset mengindikasikan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut.

Semakin besar ukuran perusahaannya, maka transaksi yang dilakukan akan semakin kompleks. Jadi hal itu memungkinkan perusahaan untuk

(8)

memanfaatkan celah-celah yang ada untuk melakukan tindakan tax avoidance dari setiap transaksi. Selain itu perusahaan yang beropersi lintas negara memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan tax avoidance yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang beroperasi lintas domestik, karena mereka bisa melakukan transfer laba ke perusahaan yang berada di lain negara, dimana negara tersebut memungut tarif pajak yang lebih rendah dibandingkan negara lainnya. Surbakti (2012) melakukan penelitian terkait pengaruh karakteristik perusahaan terhadap penghindaran pajak. Hasilnya menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap tingkat penghindaran pajak di suatu perusahaan.

Menurut Hasibuan (2009) ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antar lain: total aktiva, log size, penjualan dan kapitalisasi pasar, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam dua kategori yaitu perusahaan besar dan perusahaan kecil. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aset yang kecil (Indriani, 2005 dalam Hasibuan, 2009).

2.4 Kepemilikan Keluarga

Pajak penghasilan yang disetorkan, bagi pemilik perusahaan juga dianggap merupakan biaya perusahaan. Walaupun pajak merupakan biaya bagi

(9)

perusahaan (agency) dan pemilik (principles),namun tidak serta merta membuat perusahaan melakukan tindakan penghindaran pajak. Hal ini dikarenakan tindakan penghindaran pajak dapat menimbulkan konsekuensi biaya lain, yaitu biaya akibat dari masalah yang timbul akibat adanya masalah keagenan (agency problem). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chen (2010) perbandingan tingkat kecenderungan menghindari pajak antara perusahaan keluargadengan perusahaan non-keluarga tergantung dari besarnya efek manfaat atau biaya yang timbul dari tindakan penghindaran pajak tersebut. Perusahaan keluarga lebih rela membayar pajak lebih tinggi (tidak melakukan penghindaran pajak), daripada harus bayar denda pajak dan menghadapi kemungkinan rusaknya reputasi keluarga akibat pemeriksaan pajak dari fiskus.

Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa peusahaan non-keluarga memiliki tingkat kecenderungan menghindari bayar pajak yang lebih tinggi daripada perusahaan keluarga. Hal ini terjadi, diduga karena masalah keagenan lebih besar terjadi pada perusahaan non-keluarga. Namun hasil penelitian Sari (2010) berbeda dengan hasil penelitian Chen (2010) yang memperlihatkan bahwa kepemilikan keluarga cenderung bertindak lebih agresif dalam melakukan penghindaran pajak daripada perusahaan non-keluarga.

Menurut penelitian yang dilakukan Desai dan Dharmapala (2007) ketika kepemilikan dan manajemen sebuah perusahaan dilakukan secara terpisah, maka terjadilah proses kontrak kerja dan pengawasan yang tidak sempurna sehingga membuka peluang bagi manajer untuk melakukan tindakan yang oportunis. Pemenuhan kewajiban perpajakan perusahaan merupakan bagian unsur struktur

(10)

penilaian dari CG, namun di sisi lain perencanaan pajak salah satu dinamika CG dalam suatu perusahaan (Friese, Link dan Mayer, 2006;Annisa & Kurniasih, 2012).

2.5 Dimensi Tata Kelola Perusahaan

Untuk mengatasi masalah agensi dan mengontrol perilaku manajer, beberapa mekanisme tata kelola perusahaan dapat digunakan untuk menaikkan atau menurunkan tingkat penghindaran pajak agar sesuai dengan yang diinginkan pemegang saham. Ada berbagai macam definisi yang diberikan dalam literatur.

Good Corporate Governance menurut Turnbull Report di Inggris (April

1999) yang dikutip oleh Tsuguoki Fujinuma (Effendi:2009:1) adalah suatu sistem pengendalian internal perusahaan, dimana tujuannya yaitu untuk mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya, melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang.

Penelitian Skousen, et al. (2005) menyatakan bahwa tata kelola perusahaan terdiri dari semua orang, proses, dan aktivitas yang ada untuk membantu menjamin kepengurusan yang tepat bagi aset perusahaan, dan merupakan sebuah implementasi dan pelaksanaan dari proses untuk memastikan pengelolaan perusahaan dengan benar dengan menggunakan waktu, kemampuan, dan sumber daya yang tersedia untuk kepentingan terbaik pemegang saham dalam ketiadaannya.

(11)

Sedangkan Solomon (2007) mendefinisikan tata kelola perusahaan sebagai:

...the system of checks and balances, both internal and external to companies, which ensures that companies discharge their

accountability to all their stakeholders and act in a socially responsible way in all areas of their business activity.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan definisi dari Good Corporate Governance yaitu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua

stakeholder.

Di Indonesia, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) atau

National Comittee on Governance menerbitkan Indonesia’s Code of Good CorporateGovernance sebagai pedoman dasar perusahaan dengan menyediakan

referensi dalam mengimplementasikan GCG untuk melaksanakan usahanya sehingga menjamin kelangsungan jangka panjang dalam koridor etika bisnis yang pantas meskipun bukan merupakan regular. Dalam KNKG (2006), disebutkan terdapat tiga pilar yang menyokong implementasi GCG, yaitu:

1. Regulator, supervisor, dan otoritas penyelenggara peraturan hukum dan regulasi yang akan memajukan penciptaan iklim bisnis yang sehat, efisien, dan transparan, melaksanakan dan memeliharanya, dan membantunya dengan penyelenggaraan hukum yang konsisten.

2. Sektor bisnis sebagai pelaku pasar yang melaksanakan GCG sebagai dasar melaksanakan bisnis.

(12)

3. Publik sebagai pemakai produk dan jasa dari sektor bisnis dan sebagai pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan yang menunjukkan perhatian dan melaksanakan tujuan dan kontrol tanggung jawab sosial. Prinsip-prinsip umum Good Corporate Governance seperti dijelaskan KNKG (2006) yaitu:

1. Keterbukaan (transparency)

Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan yang mudah diakses dan dimengerti oleh para stakeholder. Perusahaan harus berinisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang diperintahkan oleh hukum dan regulasi, tapi juga informasi lain yang dianggapdiperlukan oleh pemegang saham, kreditor, dan stakeholder lain untuk pengambilan keputusan.

2. Akuntabilitas (accountability)

Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap transparansi dan kewajaran performanya. Jadi perusahaan harus diatur dalam cara yang pantas dan terukur, sehingga harus sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan juga mempertimbangkan kepentingan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Akuntabilitas adalah prasyarat untuk mencapai kinerja yang berkelanjutan. 3. Pertanggungjawaban (responsibility)

Perusahaan harus berada dalam hukum dan regulasi dan memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat dan lingkungan untuk tujuan memelihara kelangsungan jangka panjang bisnis dan untuk diakui sebagai warga negara perusahaan yang baik.

(13)

4. Independensi (independency)

Untuk mempercepat implementasi prinsip-prinsip GCG, perusahaan harus secara independen diatur dengan kekuatan seimbang yang tepat, dengan cara tidak ada satu pun organ dalam perusahaan yang mendominasi organ lainnya dan tidak ada campur tangan dari pihak lain.

5. Kewajaran (fairness)

Dalam melaksanakan aktivitasnya, perusahaan harus selalu mempertimbangkan kepentingan pemegang saham dan stakeholder lainnya berdasarkan prinsip kejujuran.

Penelitian Solomon (2007) mengungkapkan bahwa terdapat pertanyaan mengapa tata kelola perusahaan yang baik itu penting. Beberapa pemilik perusahaan mengeluhkan bahwa usaha untuk meningkatkan tata kelola perusahaan telah memperlambat pengambilan keputusan dan menambah aturan birokrasi yang tidak perlu. Namun ada persepsi yang terus menguat dalam pasar keuangan bahwa tata kelola perusahaan yang baik berasosiasi dengan perusahaan yang makmur. Dan melalui penelitiannya diketahui bahwa baik direktur perusahaan maupun investor memandang baik perbaikan tata kelola perusahaan.

Tata kelola perusahaan yang baik muncul karena adanya pemisahan antara kepemilikan dengan pengelola perusahaan yang dapat menimbulkan

agency problem. Hubungan antara pajak dengan tata kelola perusahaan yang baik

telah banyak dikaji oleh beberapa peneliti, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Desai et al. (2006). Menurutnya, hubungan antara kompensasi insentif dengan tindakan penghindaran pajak bersifat negatif. Hubungan negatif

(14)

ini lebih banyak terjadi pada perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat tata kelola perusahaan rendah, yang dalam pengelolaannya sifat oportunis manajer diduga merupakan faktor yang dominan.

Baik buruknya tata kelola perusahaan tercermin dari kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, kualitas audit, dan komite audit. Annisa (2012) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh tata kelola perusahaan yang baik terhadap penghindaran pajak. Hasilnya komite audit dan kualitas audit yang dijadikan proksi dalam tata kelola perusahaan yang baik berpengaruh terhadap tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan.

Tata kelola perusahaan memiliki beberapa jenis penerapan dalam menjalankan perusahaan yaitu latar belakang keahlian akuntansi atau keuangan komite audit, persentase komisaris independen, kompensasi eksekutif, dan struktur kepemilikan perusahaan. Namun di dalam penelitian ini peneliti hanya berfokus pada latar belakang keahlian akuntansi atau keuangan komite audit karena komite audit merupakan salah satu bentuk nyata dari penerapan good

corporate governance atau tata kelola yang baik. Banyak para pihak, terutama

dari pihak investor menganggap bahwa dengan adanya komite audit menjadi nilai tambah bagi sebuah perusahaan. Investor akan lebih merasa aman jika berinvestasi pada perusahaan yang telah menerapkan good corporate governance. Setiap jenis perusahaan, karakteristik komite auditnya pun berbeda pula, Dalam penelitian ini digunakan jumlah anggota komite audit dalam suatu perusahaan sebagai alat ukur variabel komite audit (Chen et al. 2010).

(15)

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai penghindaran pajak (tax avoidance) ini telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Termasuk diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Joseph E. Stiglitz (1986) dengan judul penelitian “The General Theory of Tax avoidance” yang menjelaskan bahwa menunjukkan bahwa sebagian besar setidaknya penghindaran pajak umum dapat ditafsirkan kembali untuk memanfaatkan satu atau lebih dari prinsip-prinsip ini. Dalam pasar modal yang sempurna, prinsip-prinsip untuk menghindari pajak begitu kuat untuk memungkinkan wajib pajak cerdik untuk menghilangkan semua pajak atas pendapatan modal, dan memungkinkan pajak atas pendapatan juga. Hal ini pada gilirannya memiliki implikasi penting: memperlakukan dengan beberapa model skeptisisme yang mencoba untuk menganalisis efek perpajakan asumsi rasional, memaksimalkan wajib pajak bekerja dalam pasar modal yang sempurna. Dalam ekonomi dengan informasi yang tidak sempurna pemilik-perusahaan/kontrol penting; banyak perangkat penghindaran pajak mengharuskan mengubah pola kepemilikan, dan ini mungkin memiliki implikasi penting untuk alokasi sumber daya yang nyata.

Dan penelitian yang dilakukan oleh Judi Budiman dan Setyono (2012) dengan judul “Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak (Tax

avoidance)” menghasilkan bahwa variabel-variabel independen terhadap

keberadaan variabel dependen, baik yang dilakukan secara simultan (uji F) maupun secara individual (uji t) menunjukkan bahwa dari kelima variabel independen yang ada semuanya secara signifikan mampu mempengaruhi nilai

(16)

penghindaran pajak (CASH ETR) perusahaan. Oleh karena itu didasarkan pada hasil analisa data dan pembahasan yang dilakukan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa eksekutif yang memiliki karakter risk taker memiliki pengaruh yang positif terhadap menghindaran pajak (tax avoidance).

Dan ditahun yang sama Harrington dan Smith (2012) melakukan penelitian dengan judul “Tax avoidance And Corporate Capital Structure” dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penelitian ini umumnya lebih kuat ketika perusahaan melakukan penghindaran pajak diidentifikasi oleh pengendalian industri. Penelitian ini menawarkan kemungkinan alasan untuk mengharapkan pengaruh industri pada jangka panjang ETR tunai (misalnya, perbedaan transfer

pricing, teknologi, anak perusahaan, dll ). Tes formal ini menyebabkan potensial

pada kas ETR jangka panjang yang tersisa untuk penelitian masa depan.

Dewi et al. (2014) juga melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Karakter Eksekutif, Karakteristik Perusahaan dan Dimensi Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Pada Tax avoidance Di Bursa Efek Indonesia” dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hanya terdapat tiga variabel yang berpengaruh terhadap tax avoidance perusahaan di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012. Variabel tersebut antara lain risiko perusahaan, kualitas audit, dan komite audit. Sedangkan sisanya yaitu ukuran perusahaan, multinational

company, kepemilikan institusional, dan proporsi dewan komisaris tidak

(17)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Tahun Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian

2014 Ni Nyoman Kristiana Dewi ; I Ketut Jati Pengaruh Karakter Eksekutif, Karakteristik Perusahaan dan Dimensi Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Pada Tax avoidance Di Bursa Efek Indonesia Dependen : Tax avoidance Independen : Karakter Eksekutif, Karakteristik Perusahaan dan Dimensi Tata Kelola Perusahaan

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa hanya terdapat tiga variabel yang berpengaruh terhadap tax avoidance perusahaan di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012. Variabel tersebut antara lain risiko perusahaan, kualitas audit, dan komite audit. Sedangkan sisanya yaitu ukuran perusahaan, multinasional company, kepemilikan institusional, dan proporsi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap tindakan tax

avoidance yang dilakukan

perusahaan. 2012 Judi Budiman ; Setyono Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak (Tax avoidance) Dependen : Tax avoidance Independen : Karakter Eksekutif

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel independen terhadap keberadaan variabel dependen, baik yang dilakukan secara simultan (uji F) maupun secara individual (uji t) menunjukkan bahwa dari kelima variabel

independen yang ada semuanya secara signifikan mampu

mempengaruhi nilai penghindaran pajak (CASH ETR) perusahaan. Oleh karena itudidasarkan pada hasil analisa data dan pembahasan yang dilakukan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa eksekutif yang memiliki karakter risk taker memiliki pengaruh yangpositif terhadap menghindaran pajak (tax

avoidance) 1986 Joseph E. Stiglitz The General Theory of Tax avoidance Dependen : Tax avoidance Independen : General Theory

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Dalam pasar modal yang sempurna, prinsip-prinsip untuk menghindari pajak begitu kuat untuk

memungkinkan wajib pajak cerdik untuk menghilangkan semua pajak atas pendapatan modal, dan memungkinkan pajak atas pendapatan juga. Hal ini pada gilirannya memiliki implikasi penting: memperlakukan dengan

(18)

beberapa model skeptisisme yang mencoba untuk menganalisis efek perpajakan asumsi rasional,

memaksimalkan wajib pajak bekerja dalam pasar modal yang sempurna. Sebuah analisis penuh penghindaran pajak tidak dapat dilakukan dalam model equilibrium parsial; ketika salah satu individu mengurangi kewajiban pajak melalui beberapa transaksi, transaksi yang mungkin meningkatkan waktu yang sama pajak kewajiban yang dikeluarkan oleh yang lain. Dalam hal ini, istilah di mana transaksi dilakukan akan mencerminkan ini pengurangan dari kewajiban pajak. Jika dua individu di braket pajak yang sama, tidak ada penghindaran pajak nyata mungkin terjadi. keuntungan dari

penghindaran pajak timbul dari perbedaan tarif pajak, baik seluruh individu dan seluruh kelas

pendapatan. Jika ini benar, maka reformasi bertujuan untuk mengurangi perbedaan pajak marginal tarif mungkin efektif dalam mengurangi penghindaran pajak; mungkin ada menjadi keuntungan yang signifikan yang bisa didapat dari pergi ke pajak flat rate.

2012 Christin Harringt on ; Walter Smith Tax avoidance And Corporate Capital Structure Dependen : Tax avoidance And Corporate Capital Structure Independen : -

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penelitian ini umumnya lebih kuat ketika perusahaan melakukan penghindaran pajak diidentifikasi oleh pengendalian industri. Penelitian ini menawarkan kemungkinan alasan untuk mengharapkan pengaruh industri pada jangka panjang ETR tunai (misalnya , perbedaan transfer pricing , teknologi , anak perusahaan , dll ) . Tes formal ini menyebabkan potensial pada kas ETR jangka panjang yang tersisa untuk penelitian masa depan.

(19)

2.7 Kerangka Konseptual

Kerangka pemikiran teoritis yang diajukan untuk penelitian ini berdasarkan pada hasil telaah teoritis seperti yang telah diuraikan di atas. Untuk lebih memudahkan pemahaman tentang kerangka pemikiran penelitian ini, maka dapat dilihat pada gambar berikut ini :

H1 H2 H3 H4 H5 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.8 Hipotesis Penelitian

2.8.1 Pengaruh Karakter Eksekutif terhadap Tax avoidance

Penelitian yang dilakukan Maccrimon dan Wehrung (1990) dan Low (2006) menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan perusahaan eksekutif memiliki dua karakter yakni sebagai risk taker dan risk

averse. Maccrimon dan Wehrung (1990) menyebutkan eksekutif yang memiliki

karakter risk taker adalah eksekutif yang lebih berani dalam mengambil keputusan Karakter Eksekutif (X1)

Dimensi Tata Kelola Perusahaan(X4)

Tax avoidance

(Y) Karakteristik Perusahaan (X2)

(20)

bisnis dan biasanya memiliki dorongan kuat untuk memiliki penghasilan, posisi, kesejahteraan, dan kewenangan yang lebih tinggi. Dengan demikian mereka harus mampu mendatangkan cash flow yang tinggi pula guna memenuhi tujuan pemilik perusahaan yakni untuk mendapatkan cash flow dari operasi yang dilakukan oleh perusahaan.

Tax avoidance bermanfaat untuk memperbesar tax saving yang

berpotensi mengurangi pembayaran pajak sehingga akan menaikkan cash flow (Guire at al., 2011). Oleh karena itu hipotesis dalam penelitian ini adalah: Semakin eksekutif bersifat risk takermaka akan semakin tinggi tingkat penghindaran pajak (tax avoidance).

H1 : Karakter Eksekutif berpengaruh terhadap Tax avoidance.

2.8.2 Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tax avoidance

Menurut Surbakti (2012) ukuran perusahaan berpengaruh secara positif terhadap adanya penghindaran pajak. Gupta dan Newberry (1997) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tarif pajak efektif, sedangkan penelitian Haryadi (2012) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tarif pajak efektif.

Surbakti (2012) melakukan penelitian terkait pengaruh karakteristik perusahaan terhadap penghindaran pajak. Hasilnya menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap tingkat penghindaran pajak di suatu perusahaan.

(21)

2.8.3 Pengaruh Kepemilikan Keluarga terhadap Tax avoidance

Salah satu definisi kepemilikan keluarga terdapat dalam penelitian Anderson at al. (2003) yang menyebutkan bahwa perusahaan keluarga (family

firm) adalah setiap perusahaan yang memiliki pemegang saham yang dominan.

Sedangkan penelitian Morck et al. (2004) mendefinisikan perusahaan keluarga meliputi perusahaan yang dijalankan berdasarkan keturunan atau warisan dari orang-orang yang sudah lebih dulu menjalankannya atau oleh keluarga yang secara terang-terangan mewariskan perusahaannya kepada generasi selanjutnya. Perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga, negara, atau institusi keuangan pengurangan masalah agensinya akan lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang dikendalikan oleh perusahaan publik atau perusahaan tanpa pengendali utama.

Untuk menentukan apakah tindakan penghindaran pajak (tax avoidance) pada perusahaan keluarga lebih rendah atau lebih tinggi daripada perusahaan non-keluarga, tergantung dari seberapa besar keuntungan atau kerugian yang ditanggung pihak keluarga yang menjadi manajemen perusahaan (family owners) atau pihak manajer dalam perusahaan non-keluarga. Penelitian Chen et al. (2010) yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan keluarga lebih agresif dalam tindakan pajakanya daripada perusahaan non-keluaraga, menunjukkan bahwa pada perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam S&P 1500 Index (1996-2000), perusahaan keluarga memiliki tingkat keagresifan pajak yang lebih kecil daripada perusahaan non-keluarga, family owners lebih rela membayar pajak lebih tinggi,

(22)

daripada harus membayar denda pajak dan menghadapi kemungkinan rusaknya reputasi perusahaan akibat audit dari fiskus pajak.

H3 : Kepemilikan Keluarga berpengaruh terhadap Tax avoidance.

2.8.4 Pengaruh Dimensi Tata Kelola Perusahaan terhadap Tax avoidance

Beberapa penelitian sebelumnya menemukan peran signifikan dari komite audit dengan keahlian akuntansi atau keuangan terhadap pengambilan keputusan perusahaan. Bedard dan Paquette (2010), menemukan bahwa komite audit dengan keahlian keuangan akuntansi (accounting financial experts) cenderung kurang memberi persetujuan pembelian jasa perpajakan kepada auditor independen, daripada anggota komite audit yang lain, dan jika mereka memberi persetujuan, mereka menyetujui pembayaran yang lebih rendah. Penyediaan jasa perpajakan oleh auditor independen, berhubungan dengan kecenderungan penghindaran pajak lebih tinggi (McGuire, et al. dalam Robinson et al., 2012). Hal ini mengimplikasikan bahwa komite audit dengan lebih banyak keahlian keuangan akuntansi, lebih berhati-hati dalam menentukan strategi perpajakan perusahaan.

Bukti bahwa anggota komite audit dengan keahlian akuntansi atau keuangan lebih berhati-hati dalam membuat keputusan juga ditemukan penelitian sebelumnya. Penelitian Xie, et al. (2003) menemukan bahwa anggota dewan dan komite audit dengan latar belakang perusahaan atau keuangan berhubungan dengan perusahaan yang memiliki discretionary accrual lebih kecil, yang mengindikasikan manajemen laba yang lebih kecil. Penelitian Krishnan dan

(23)

Visvanathan (2007) menemukan bahwa keahlian akuntansi komite audit berhubungan positif dengan konservatisme akuntansi. Keahlian akuntansi berkontribusi memberikan pengawasan yang lebih baik oleh komite audit yang akhirnya akan meningkatkan konservatisme. Pernyataan kembali laporan keuangan mengimplikasikan adanya sistem kontrol internal maupun auditor eksternal yang tidak efektif. Sistem kontrol yang tidak efektif akan membuka jalan bagi kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh manajer yang oportunis.

Penelitian Robinson, et al. (2012) menemukan bahwa latar belakang keahlian akuntansi komite audit berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak yang tidak berisiko. Diketahui bahwa latar belakang keahlian komite audit yang lain selain akuntansi, ternyata cenderung melakukan penghindaran pajak yang berisiko.

Di Indonesia, penelitian mengenai pengaruh komite audit dilakukan oleh Putri (2011), yang menyelidiki mengenai karakteristik komite audit yang salah satunya diproksikan dengan keberadaan ahli keuangan (financial expertise) terhadap manajemen laba. Namun tidak ditemukan hubungan yang signifikan, yang mungkin disebabkan oleh keterbatasan waktu penelitian.

Dari beberapa penelitian sebelumnya tersebut, dapat disimpulkan bahwa komite audit dengan keahlian akuntansi atau keuangan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan yang diambil perusahaan, sehingga membantu mengontrol manajer agar berlaku sesuai kepentingan pemegang saham. Untuk melakukan penghindaran pajak diperlukan keahlian dalam hal akuntansi, perpajakan, dan peraturan hukum. Anggota komite audit dengan keahlian

(24)

akuntansi atau keuangan lebih mengerti celah dalam peraturan perpajakan dan cara yang menghindari risiko deteksi, sehingga dapat memberikan saran yang berguna untuk melakukan penghindaran pajak dan menghasilkan keuntungan lebih besar bagi pemegang saham.

H4: Dimensi Tata Kelola Perusahaan berpengaruh terhadap Tax avoidance.

2.8.5 Pengaruh 5 Faktor Secara Simultan

Penelitian ini membuktikan bahwa semua variabel independen yaitu karakter eksekutif, karakteristik perusahaan, kepemilikan keluarga dan dimensi tata kelola perusahaan mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen yaitu penghindaran pajak (tax avoidance).

H5: Karakter Eksekutif, Karakteristik Perusahaan, Kepemilikan Keluarga

dan Dimensi Tata Kelola Perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap Penghindaran Pajak (Tax avoidance).

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan pada KBK ini adalah Contextual Teaching Learning (CTL) dimana salah satu aspek pembelajarannya adalah bersifat rekreasi

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Istimewa Jogjakarta (Berita Negara Republik Indonesia tanggal

Dewasa ini tugas guru dirasakan semakin berat dengan bergantinya kurikulum yang digunakan, yaitu menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan salah satu metode pembelajaran

Peraturan Bupati Bantul Nomor 68 Tahun 2011 tentang Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bantul (Berita Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2011 Nomor 68);c. MEMUTUSKAN

Sebagai kalkulator yang dapat diprogram, MATLAB dapat digunakan untuk.. menyimpan dan memanggil data, membuat, menjalankan dan menyimpan

Pada perencanaan struktur pondasi, pihak perencana hanya menggunakan SF ( safety factor ) = 5 guna menanggulangi bahaya potensi likuifaksi yang ada. Tidak terdapat

Kita telah melihat pada saat ini banyak perusahaan-perusahaan baik perusahaan besar, perusahan menengah, perusahaan kecil lebih memperhatikan kualitas dari produk

[r]