• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

398

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG DENGAN APLIKASI PUPUK CAIR HASPRAMIN

Sri Zunaini Sa’adah, Nurul Istiqomah dan Sugiono BPTP Jawa Timur

Jl Raya Karangploso Km 4 Malang

Tlp.(0341) 494052, fax(0341)471255 Email: bptp_jatim@yahoo.com. ABSTRACT

Performance of Growth and Corn Production with Liquid Fertilizer Application

Haspramin. Corn production could be enhanced by optimizing the potential productivity of maize seeds distributed in the community. Selection of appropriate seeds and fertilizers, adapted to the agro-ecology of land and availability of water greatly affect production rates. To support the increase in corn production research conducted Haspramin liquid fertilizer application. Experiments carried out on land with low N content in the village Plosorejo Kademangan district Blitar from June s / d September 2012, using a randomized design block, replicated 3 times, 10 treatments including the control. The results are: the highest production in the treatment of 400 kg / ha NPK at 13.81 tonnes / ha but not significantly different with the addition of treatment Haspramin 2,500 liters / ha at a level of 100 kg / ha urea (12.92 tonnes / ha) and 150 kg / ha urea (12.97 tonnes / ha) with the addition of 125 kg / ha SP-36 and 100 kg / ha KCl. Giving Haspramin 2,500 liters / ha to 125 kg / ha SP-36 and 100 kg / ha KCl at a level of 100 kg / ha and 150 kg / ha Urea, R / C ratio is higher than the recommended dosage and treatment of farmers. Suggested applications effective Haspramin 2,500 liters / ha with the addition of Urea 100 kg / ha, 125 kg / ha SP-36 and 100 kg / ha KCl.

Keywords: liquid fertilizer, application, maize production. PENDAHULUAN

Kebutuhan jagung terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, serta meningkatnya kebutuhan jagung untuk konsumsi pangan hewani. Hal ini tidak saja terjadi di Indonesia namun juga di sebagian besar negara berkembang akibat perubahan pola pangan, urbanisasi, dan pertumbuhan pendapatan masyarakat (Hutabarat, 2003). Dimasa akan datang permintaan kebutuhan jagung untuk energi bahkan akan semakin meningkat.

Diantara tanaman palawija, jagung merupakan komponen utama dalam pakan ternak dan mencapai sekitar 51% dari komposisi pakan (Swastika et al., 2005). Jagung merupakan tanaman pangan terpenting kedua setelah padi sebagai sumber karbohidrat, serta digunakan sebagai bahan baku industi, seperti minyak goreng (corn oil), gula rendah kalori, tepung jagung (maizena) dan bahan bakar ramah lingkungan (bioetanol).

Pengelolaan lahan jagung dengan pemupukan secara rasional merupakan upaya meningkatkan efisiensi biaya produksi dan mengoptimalkan peningkatan produksi jagung. Penggunaan pupuk yang efisien pada dasarnya adalah memberi pupuk baik

(2)

399

unsur hara makro maupun hara mikro dalam jumlah, macam dan bentuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, dengan cara dan saat pemberian yang tepat sesuai kebutuhan dan tingkat pertumbuhan tanaman jagung. Kelebihan pemberian pupuk selain merupakan pemborosan dana, juga mengganggu keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah dan pencemaran lingkungan. Pemupukan merupakan salah satu jenis teknologi yang berkontribusi terhadap tingkat produksi jagung, dengan prinsip empat tepat: jenis, dosis, waktu dan cara (Adiningsih et al., (1989); Moersidi et al,.(1991); Rochayati et al., (1991).

Penambahan unsur melalui pemupukan yang dilakukan secara tidak berimbang dapat menyebabkan terjadinya pengurasan beberapa unsur hara dalam tanah secara cepat. Kondisi semacam ini mengakibatkan terjadinya penurunan kesuburan tanah (Tisdale et al., 1985; Karama, 2000). Ketersediaan unsur hara yang cukup sangat penting untuk pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Haspramin merupakan hasil sampingan dari suatu produk industri sisa proses asam amino (Sipramin), Dalam klasifikasinya pupuk ini dikelompokkan tersendiri oleh Kementrian Pertanian Republik Indonesia sebagai pupuk organik. Dari tahun 1998-2006 dengan nama Sipramin, dari tahun 2006-sekarang nama pupuk Haspramin (hasil samping proses asam amino), dengan kandungan N yang relatif tinggi. Penggunaan Haspramin sebagai pupuk organik pada tanaman pangan perlu diuji sehingga diperoleh dosis pupuk yang optimal.

Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk Haspramin terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung serta aanalisa usahataninya.

BAHAN DAN METODA

Pengujian menggunakan jagung hibrida Hibrida Pioneer 21, dengan pupuk Urea, SP-36, KCl, NPK dan Haspramin (hasil samping proses asam amino) yang diberikan sesuai dengan perlakuan. Sebelum penelitian dilakukan analisa unsur hara yang terkandung pada pupuk cair Haspramin, dengan hasil analisa tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan hara pupuk Cair Haspramin .

Unsur Kandungan C-Organik (%) 6,26 N-total (Kjeldahl) (%) 4,43 pH 4,9 Pb < 0,1 Cd < 0,1 As < 0,01 Hg < 0,02

Sumber : Sucopindo, Surabaya Jawa Timur, 2012.

Sebelum dilaksanakan penelitian aplikasi pupuk cair Haspramin, diambil contoh tanah untuk dianalisa kandungan haranya. Hasil analisa tanah disajikan pada tabel 2.

(3)

400

Tabel 2. Hasil analisis hara tanah sebelum penelitian di Desa Plosorejo Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar MK II, 2012

Unsur Kandungan Kriteria

Tekstur (%) : Pasir Debu Liat Klas tekstur 90 % 26 % 4 % Pasir pH : H2O 6,7 Netral pH KCl 5,6 Agak masam

C-organik (%) 0,70 Sangat rendah

N-total (%) 0,10 Rendah

P2O5 Olsen (ppm) 162 Sangat tinggi

K cmol (+) kg-1 0,34 Sangat rendah

Na cmol (+) kg-1 0,21 Rendah

Ca cmol (+) kg-1 5,52 Rendah

Mg cmol (+) kg-1 1,55 Sedang

KTK cmol (+) kg-1 10,20 Rendah

Sumber : Laboratorium Tanah BPTP Jawa Timur, 2012 Tabel 3. Perlakuan pada Pengujian Pupuk Cair Haspramin.

Kode Keterangan

A. 200 kg/ha NPK + 200 kg/ha Urea B. 10.000 l/ha Haspramin

C. 400 kg/ha NPK

D. 200 kg/ha Urea+125 kg/ha SP-36+100 kg/ha KCl

E. 100 kg/ha Urea + 125 kg/ha SP-36+ 100 kg/ha KCl+ 2.500 liter Haspramin F. 100 kg/ha Urea + 125 kg/ha SP-36+ 100 kg/ha KCl+ 5.000 liter Haspramin G. 100 kg/ha Urea + 125 kg/ha SP-36+ 100 kg/ha KCl+ 7.500 liter Haspramin H. 150 kg/ha Urea + 125 kg/ha SP-36+ 100 kg/ha KCl+ 2.500 liter Haspramin I. 150 kg/ha Urea + 125 kg/ha SP-36+ 100 kg/ha KCl+ 5.000 liter Haspramin J. 150 kg/ha Urea + 125 kg/ha SP-36+ 100 kg/ha KCl+ 7.500 liter Haspramin Keterangan: D merupakan dosis pupuk anjuran (sumber Zainal, 2009).

Percobaan dilaksanakan pada lahan sentra tanaman jagung dengan kandungan N rendah, di desa Plosorejo Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar. Pelaksanaan penelitian dimulai musim kering/MK bulan Juni s/d September 2012, menggunakan petak percobaan berukuran 4 m x 5 m disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang diulang 3 kali, dengan 10 perlakuan termasuk kontrol (Tabel 3).

Pelaksanaan Penelitian

Pengolahan tanah sempurna, kemudian dibuat petakan dengan ukuran 4 m x 5 m. Jarak antar petakan 0,40 m. dengan kedalaman saluran 0,40 m. Pupuk NPK, SP-36, dan KCl diberikan sebagai pupuk dasar. Urea diberikan dua kali pada saat tanaman berumur 14 hst (diberikan 1/3 dosis) dan pada umur 21 hari (diberikan 2/3 dosis) sesuai dengan perlakuan. Pembumbunan dilakukan segera setelah pemupukan kedua yaitu

(4)

401

setelah tanaman berumur 21 hari. Aplikasi Haspramin dilakukan 2 kali, pada saat tanam dan pada saat tanaman berumur 21 hari setelah tanam dengan cara mencampurkan secara merata dengan tanah setelah itu dilakukan pengairan. Pengendalian OPT dilakukan secara optimal dengan prinsip PHT

Parameter pengamatan yaitu tinggi tanaman pada umur 30, 50, dan 80 hari setelah tanam, jumlah daun pada umur 30, 50, dan 80 hari setelah tanam. Panjang tongkol diameter tongkol, jumlah baris per tongkol, bobot 100 biji dan bobot pipilan kering. Pada akhir penelitian di analisa usahataninya.

Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan, data dianalisis menggunakan analisis ragam (anova), sedangkan untuk mengetahui perbedaan pengaruh perlakuan, data diamati dengan uji jarak ganda Duncan (DMRT) pada taraf kepercayaan 95 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan pada lahan dengan kandungan N rendah di desa Plosorejo Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar, pada musim kering (MK) mulai bulan Juni s/d September 2012.

Parameter pertumbuhan tanaman

Hasil pengamatan tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman pada umur 30 dan 50 hari setelah tanam. Pada pengamatan tinggi tanaman umur 80 hari setelah tanam, perlakuan menunjukkan pengaruh nyata dimana perlakuan 400 kg NPK mempunyai tinggi tanaman paling tinggi (250,7 cm) dan paling rendah pada perlakuan 150 kg/ha Urea, 125 kg/ha SP-36, 100 kg/ha KCl, dan Haspramin 7.500 liter/ha (199,70 cm). Tabel 4 menunjukkan hasil analisis pada tinggi tanaman pada umur 30, 50, dan 80 hari setelah tanam.

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Tinggi Tanaman pada Umur 30, 50, dan 80 Hari Setelah tanam

Perlakuan Tinggi tanaman

30 hst 50 hst 80 hst A 100.47 a 216.73 a 228.70 ab B 104.00 a 216.80 a 231.70 ab C 104.53 a 215.13 a 250.70 a D 102.60 a 216.73 a 225.00 ab E 102.73 a 211.27 a 224.00 ab F 100.93 a 210.33 a 209.70 ab G 103.53 a 215.40 a 228.30 ab H 103.40 a 208.47 a 220.30 ab I 101.87 a 202.73 a 215.70 ab J 97.47 a 203.33 a 199.70 b KK (%) 5,41 5,96 10,15

(5)

402

Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT. Hst: hari setelah tanam.

Perlakuan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada pertumbuhan awal pertanaman 30 hari setelah tanam. Pada Pengamatan 50 dan 80 hari setelah tanam perlakuan tidak berpengaruh nyata (Tabel 5).

Tabel 5. Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Daun pada umur 30, 50, dan 80 Hari Setelah tanam

Perlakuan Jumlah daun

30 hst 50 hst 80 hst A 9.47 abc 14.53 a 11.47 a B 9.87 ab 14.67 a 11.80 a C 10.0 a 14.80 a 11.93 a D 9.33 abc 14.27 a 11.40 a E 9.13 c 14.20 a 11.53 a F 9.20 bc 14.87 a 11.07 a G 9.53 abc 14.47 a 11.07 a H 9.73 abc 14.33 a 11.53 a I 9.67 abc 14.40 a 11.87 a J 9.67 abc 14.20 a 11.87 a KK (%) 3.67 9.25 12.35

Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT. Hst: hari setelah tanam.

Komponen Hasil Tanaman

Panen dilakukan pada saat yang tepat dimana jagung telah masak fisiologis. Panen yang kurang tepat akan berpengaruh pada jumlah dan mutu hasil. Pemanenan yang terlalu awal mengakibatkan banyaknya jumlah biji muda sehingga mutu biji dan daya simpannya rendah, sedangkan panen yang terlambat mengakibatkan penurunan mutu dan peningkatan kehilangan hasil. Jagung Hibrida Pioneer 21 mempunyai umur panen antara 103-116 hst. Panen di lokasi penelitian dilaksanakan pada saat tanaman berumur 103 HST dimana tanaman telah mempunyai penampilan visual tanaman dengan ciri-ciri sebagian besar daun dan bagian tanaman yang lain mulai mengering; klobot jagung berwarna coklat muda dan kering; bila klobot dibuka biji keras dan mengkilat dan bila ditekan dengan kuku tidak membekas pada biji. Setelah panen, dilakukan pengeringan dan pemipilan. Jagung pipilan kering yang siap dijual mempunyai kadar air lebih kurang 15%.

Hasil analisis terhadap peubah komponen hasil tanaman menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap diameter tongkol dan panjang tongkol sedangkan pada jumlah baris per tongkol perlakuan berpengaruh nyata (Tabel 6).

(6)

403

Tabel 6. Pengaruh Perlakuan terhadap Diameter Tongkol, Jumlah Baris per Tongkol, dan Panjang Tongkol.

Perlakuan

Pengamatan tongkol Diameter tongkol Jumlah baris per

tongkol Panjang Tongkol A 4.75 a 14.67 ab 15.17 a B 4.74 a 14.87 ab 16.03 a C 4.90 a 15.73 a 15.13 a D 4.73 a 15.13 ab 14.93 a E 4.79 a 15.27 ab 16.23 a F 4.54 a 14.80 ab 14.93 a G 4.81 a 15.00 ab 15.57 a H 4.73 a 14.87 ab 15.87 a I 4.75 a 15.00 ab 15.97 a J 4.75 a 14.47 b 14.67 a KK (%) 4,76 4,19 6,46

Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji dan bobot pipilan kering per hektar (Tabel 7) pada perlakuan D dan J. Tabel 7. Pengaruh perlakuan terhadap bobot 100 biji dan bobot pipilan kering/ha

Perlakuan Hasil

Bobot 100 biji Bobot Pipilan kering/ha

A 35.64 ab 11.34 abc B 38.03 ab 11.56 abc C 38.24 ab 13.81 a D 33.91 b 11.61 abc E 37.18 ab 12.92 ab F 36.61 ab 12.69 abc G 35.97 ab 10.25 bc H 37.69 ab 12.97 ab I 37.68 ab 11.31 abc J 38.55 a 10.10 c KK (%) 6,21 12,14

Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.

(7)

404

Bobot 100 biji pada perlakuan 150 kg/ha Urea, 125 kg/ha SP-36, 100 kg/ha KCl dan Haspramin 7.500 liter/ha (38,55 gram) dan berbeda nyata dengan perlakuan 200 kg/ha Urea, 125 kg/ha SP-36, 100 kg/ha KCl (bobot 100 biji 33,91 gram). Tetapi bobot biji yang tinggi tidak selalu diikuti dengan hasil panen yang tinggi pula. Hasil tertinggi pada perlakuan 400 kg/ha NPK sebesar 13,81 ton/ha tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan penambahan Haspramin sebanyak 2.500 liter/ha pada level 100 kg/ha Urea (12,92 ton/ha) maupun 150 kg/ha Urea (12,97 ton/ha) dengan penambahan 125 kg/ha SP-36 dan 100 kg/ha KCl.

Gambar. Diagram Bobot Hasil Pipilan Kering, 2012

Berikut adalah diagram hasil panen jagung pada semua perlakuan (Gambar 1). Dari diagram nampak bahwa perlakuan penambahan Haspramin yang terbaik pada penambahan 2.500 liter/ha pada level 100 kg/ha Urea (12,92 ton/ha) maupun pada level 150 kg/ha Urea (12,97 ton/ha) dengan penambahan 125 kg/ha SP-36 dan 100 kg/ha KCl. Setelah itu nampak terjadi penurunan hasil dengan penambahan haspramin yang semakin meningkat baik pada level 5.000 l/hektar maupun 10.000 l/hektar.

Diketahui juga bahwa penambahan haspramin 2.500 l/hektar pada level 100 kg/ha maupun 150 kg/ha Urea tersebut menghasilkan bobot pipilan kering yang lebih tinggi daripada perlakuan petani (11,34 ton/ha). Pada perlakuan (J) 150 kg/ha Urea + 125 kg/ha SP-36+ 100 kg/ha KCl+ 7.500 liter Haspramin, hasil pipilan lering terendah diguga karena dosis pupuk Haspramin terlalu tinggi menyebabkan: tinggi tanaman terendah waktu menjelang panen (199.70 cm), jumlah baris tongkol terendah (14.47), panjang tongkol terendah (14.67 cm) disimpulkan tongkol rata-rata terkecil dari semua perlakuan dan bobot pipilan kering per satuan luas terendah (10.10 t/ha).

(8)

405 Analisis usahatani

Berikut adalah hasil perhitungan analisis finansial dari usahatani jagung hibrida Pioneer 21 dengan luasan 1 hektar pada satu kali tanam yang dilaksanakan di lokasi pengujian di Desa Plosorejo, Kecamatan kademangan, Kabupaten Blitar.

Tabel 8. Analisis Finansial Usahatani Jagung Hibrida Pioner 21, 2012

Kode Biaya tetap Rp Biaya tidak tetap Rp Jumlah biaya pengeluaran Rp Produksi kg Penghasilan Rp Keuntungan Rp R/C Ratio A 1.150.000 7.585.000 8.735.000 11.387 19.927.250 11.192.250 2,28 B 1.450.000 7.325.000 8.775.000 11.563 20.235.250 11.460.250 2,31 C 1.300.000 6.945.000 8.245.000 13.813 24.172.750 15.927.750 2,93 D 1.300.000 7.887.500 9.187.500 11.610 20.317.500 11.130.000 2,21 E 1.250.000 7.812.500 9.062.500 12.920 22.610.000 13.547.500 2,49 F 1.300.000 8.212.500 9.512.500 12.693 22.212.750 12.700.250 2,34 G 1.350.000 8.687.500 10.037.500 10.253 17.942.750 7.905.250 1,79 H 1.250.000 7.937.500 9.187.500 12.973 22.702.750 13.515.250 2,47 I 1.300.000 8.387.500 9.687.500 11.313 19.797.750 10.110.250 2,04 J 1.350.000 8.687.500 10.037.500 10.097 17.669.750 7.632.250 1,76

Keterangan: Harga pupuk Urea: Rp 2.500/kg; SP-36 Rp 2.500/kg; KCl Rp 8.000/kg; NPK Rp 2.300/kg; Haspramin Rp 90/liter; harga jagung pipilan kering Rp 1.750/kg

Dari analisis usahatani nampak bahwa perlakuan pupuk Urea, SP-36 dan KCl dengan pemberian Haspramin 2.500 liter per hektar dengan urea 100 kg/ha (2,49) maupun 150 kg/ha (2,47) menghasilkan R/C ratio lebih tinggi dibandingkan dengan dosis rekomendasi maupun perlakuan petani (NPK 200 kg/ha dan Urea 200 kg/ha). Bahwa pemberian Haspramin sebanyak 2.500 liter/ha menghasilkan R/C ratio lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian Haspramin 5.000 liter dan 7.500 liter per hektar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil alpikasi pupuk cair Haspramin pada tanaman jagung adalah sebagai berikut:

1. Perlakuan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada pertumbuhan awal tanaman yaitu pada umur 30 hst, tetapi tidak berpengaruh nyata pada tanaman berumur 50 hst dan 80hst. Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap diameter tongkol dan panjang tongkol sedangkan pada jumlah baris per tongkol perlakuan berpengaruh nyata.

2. Hasil tertinggi pada perlakuan (C) 400 kg/ha NPK sebesar 13,81 ton/ha tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan (E) penambahan Haspramin sebanyak 2.500 liter/ha pada level 100 kg/ha Urea hasilnya (12,92 ton/ha), maupun 150 kg/ha Urea hasil (12,97 ton/ha), dengan penambahan 125 kg/ha SP-36 dan 100 kg/ha KCl. Pemberian Haspramin sebanyak 2.500 liter/ha dengan 125 kg/ha SP-36 dan 100

(9)

406

kg/ha KCl pada level 100 kg/ha dan 150 kg/ha Urea(perlakuan E), R/C ratio (2,49) lebih tinggi dibandingkan dengan dosis rekomendasi (2,21) dan perlakuan petani (2,28).

3. Dari hasil uji efektivitas disarankan dengan pemakaian Haspramin sebanyak 2.500 liter/ha dengan penambahan Urea 100 kg/ha, 125 kg/ha SP-36 dan 100 kg/ha KCl (pada perlakuan E) produksi (12,92 ton/ha) dengan R/C (2,49).

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih. Sri., J. S. Moersidi, M. Sudjadi, dan A.M. Fagi. 1989. Evaluasi Kepeluan Fosfat pada Lahan Sawah Intensifikasi di Jawa. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Djaenudin. D, Marwan. H, H. Subagyo, A. Mulyani, dan N. Suharta. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Badan Litbangtan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. 264 halaman.

Hutabarat, B. 2003. Prosfect of Feed Crops to Support the Livestock Revolution in Sout Asia: Framework of the Study Project. Dalam Prosiding Workshop di CGPRT Feed Crops Supply/Demand and Potential/Constraints for their Expansion in Sout Asia. CGPRT Bogor, Indonesia, 3-4 September.

Karama, S. 2000. Tanah Sakit Perlu Sistem Pertanian Organik. Mimbar 27 (305) : 8. P3GI. 2006. Teknologi pengkomposan dengan Inopos. Pasuruan.

Tisdale, S.L., W.L. Nelson, dan J.D. Beaton, 1985. Soil fertility and Fertilizers. 4th ed. Macmillan Pub. Co., New York.

Moersidi, S., J. Prawirasumantri, W. Hartatik, A. Pramudia, dan M. Sudjadi. 1991. Evaluasi kedua keperluan fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Rochayati. Sri., Muljadi dan J.S. Sri Adiningsih. 1991. Penelitian Efisiensi Penggunaan Pupuk di Lahan Sawah. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V:107-143. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Swastika, D. K. S., M.O.A. Manikmas, B, Sayaka dan K. Kariyasa. 2005. The Status and Prosfect of Feed Crops in Indonesia. CAPSA Working Paper No81. UN ESCAP, Bogor, Indonesia.

Zainal, A dan F Kasijadi. 2009. Inovasi Teknologi Jagung. Badan Litbang Pertanian. BPTP Jawa

Gambar

Tabel 8. Analisis Finansial Usahatani Jagung Hibrida Pioner 21, 2012  Kode  Biaya  tetap  Rp  Biaya tidak  tetap Rp  Jumlah biaya  pengeluaran  Rp  Produksi kg  Penghasilan  Rp   Keuntungan  Rp  R/C  Ratio  A  1.150.000  7.585.000  8.735.000  11.387  19.92

Referensi

Dokumen terkait

Jika proses pendataan telah dilakukan maka akan diberikan kepada tim analis untuk mengetahui apakah data peserta tersebut aktif serta rencana dan manfaat yang diajukan dalam

Karakteristik termohidrolika reaktor TRIGA berbahan bakar silinder dan TRIGA Konversi Untuk memberikan ilustrasi mengenai perbedaan karakteristik termohidrolika reaktor

Perbandingan persentase kenaikan kemampuan, baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen dapat dilihat dari selisih rata-ratanya. Hasil uji perbandingan menunjukkan bahwa:

Danang

Kondisi pembebanan awal adalah kondisi pembebanan pada saat gaya prategang mulai bekerja (ditransfer pada beton) dimana pada saat tersebut beban beban yang terjadi

Para guru SMA Negeri 1 Talang Kelapa dalam hal ini dituntut untuk tidak terjadi batasan-batasan komunikasi antar paraguru agar dapat memenuhi tujuan yang telah

Capaian sasaran strategis tahun 2013 ditunjukkan oleh capaian IKU dominan, “jumlah Sistem Informasi yang dimanfaatkan secara efektif” yang diukur dengan jumlah

(2) Penerapan fungsi evaluasi terhadap kegiatan dakwah masjid Agung Kendal yaitu dengan mempelajari segala bentuk kegiatan dakwah yang diselenggarakan di Masjid