Amerika Serikat di Eropa Tahun 2007-2013
Kharisma Ridho Anugrah
Abstract
The dynamics of bilateral relations between United States and Russia is characterized by confrontation and rivalry patterns, thus an aggressive action done by one party will stimulate strategic response of other party. In the early 2000’s, United States stimulated tension with Russia through its policy to build Its Ballistic Missile Defense (BMD) in European Countries such as Poland, Czech, Romania, Turkey, and Mediterranean Sea. This policy was interpreted as a threat by Russia, and as Its strategic response, Russia strengthened Its alliance with Collective Security Treaty Organization (CSTO) through formation of military cooperation named Collective Rapid Reaction Force (CRRF).
This research will discuss about how is Russian response to offset threat presented by United States through Its BMD in Europe. This research uses Balance of Threat Theory (BoT) by Stephen M. Walt as main analysis tools. Through the operationalization of BoT’s variables such as aggregate power, geographical proximity, offensive power, and aggressive intention, this research is able to explain the United States’ source of threat to Russia and determine Its response to offset this threat in form of alliance, whether balancing or bandwagoning.
Keywords: Threat, Alliance, Balancing, Bandwagoning, United States, Russia
Pendahuluan: Rivalitas Amerika Serikat dan Rusia di Era Milenium
Dinamika hubungan internasional negara-negara di dunia sejak dahulu hingga saat ini
tidak bisa dilepaskan dari pola rivalitas antara negara Amerika Serikat dan Rusia. Pola rivalitas
ini memang sempat mereda pasca runtuhnya Uni Soviet di awal tahun 1990-an, namun kembali
memanas di awal abad millennium terkait dengan pembangunan pertahanan rudal tempur
berjenis balistik atau ballistic missile defense (BMD) milik Amerika Serikat di Eropa sebagai
bentuk power projection-nya di kawasan Eropa. Terkait dengan hal ini, menurut pengakuan
pemerintahnya, pembangunan BMD ini dilakukan oleh Amerika Serikat dengan tujuan politis
untuk melindungi homeland Amerika Serikat dan negara aliansinya di Eropa dan Timur
Tengah dari ancaman teknologi persenjataan berbasis rudal balistik yang dikembangkan oleh
Iran dan Korea Utara.1
1The White House, “President Bush Visits National Defense University , Discusses Global War on Terror”,
Pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa diinisiasi pertama kali oleh Presiden
George W. Bush di awal tahun 2002 melalui negosiasi yang tidak resmi dengan Ceko dan
Polandia.2 Isu ini mulai mencuat ke permukaan pada tahun 2006 dan proposal penempatannya
sendiri diajukan secara resmi kepada kedua negara pada Januari 2007 yang selanjutnya
disetujui oleh kedua negara ini sebulan setelahnya.3 Dalam perjalanannya, kebijakan BMD
Amerika Serikat di Eropa ini dikenal sebagai The European Phased Adaptive Approach for
Missile Defense (EPAA) di bawah pemerintahan Presiden Obama. Melalui kebijakan EPAA,
Amerika Serikat akan membangun BMD-nya di Eropa dalam empat fase dari tahun 2011
hingga 2022 dimana semakin baru fasenya, maka akan semakin canggih teknolgi BMD yang
akan dibangun.4
Setelah secara resmi disepakati pada tanggal 20 November 2010 dalam Lisbon Summit,
maka dalam pengimplementasiannya, BMD EPAA juga akan melibatkan negara aliansi North
Atlantic Treaty Organozation (NATO).5 Diumumkannya kebijakan BMD EPAA ini, secara otomatis menandakan reorientasi pembangunan BMD ke sekitar wilayah selatan dan utara
Eropa, antara lain di Laut Mediterania yaitu wilayah Turki dan Spanyol, serta negara Rumania
dan Polandia tanpa melibatkan Ceko.6
Sejak awal diumumkan hingga pada tahap implementasinya, kebijakan BMD Amerika
Serikat ini menuai protes tegas dari Rusia. Bagi Rusia, kebijakan ini berpotensi melemahkan
posisi Rusia di kawasan dan memicu terjadinya perlombaan senjata.7 Bahkan dalam forum
Russia-European Union Summit pada bulan Oktober 2007 di Portugal, Presiden Putin
menyatakan bahwa pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa ini merupakan ancaman
bagi Rusia. “The situation is quite similar technologically for us[Russian missile base in
Cuba]…We have withdrawn the remains of bases from Vietnam and Cuba, but such threats
2 Richard Dean Burns, The Missile Defense System of George W. Bush A Critical Assessment (Santa Barbara California: Praeger Security International, 2010), hal. 82.
3Regional Intelligence of Transition, “Missile Defense Timeline”, diakses dari:
http://www.tol.org/client/article/18878-missile-defense-timeline.html pada tanggal 20 Maret 2016 pukul 13.08 WIB.
4Arms Control Association, “The European Phased Adaptive Approach at a Glance”, diakses dari:
https://www.armscontrol.org/factsheets/Phasedadaptiveapproach pada tanggal 18 April 2016 pukul 20.00 WIB. 5NATO, “Allied Leaders Agree on NATO Missile Defense System”, diakses dari:
http://www.nato.int/cps/en/natohq/news_68439.htm pada tanggal 22 Februari 2016 pukul 19.31 WIB. 6Missile Defense Advocacy, “The European Phased Adaptive Approach (APEE)”, diakses dari:
http://missiledefenseadvocacy.org/missile-defense-systems/european-phased-adaptive-approach-epaa/ pada tanggal 1 Maret 2016 pukul 12.44 WIB.
7 Library of the European Parliament, “Russian Reaction to NATO Missile Defense”, diakses dari:
are being created near our borders”.8 Dalam pernyataannya ini, Presiden Putin
menganalogikan pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa ini dengan basis rudal Uni
Soviet di Kuba terdahulu yang secara nyata mengancam Amerika Serikat karena perbatasan
Amerika Serikat dengan Kuba sangat dekat. Hal ini serupa dengan BMD Amerika Serikat yang
ditempatkan di Eropa yang secara nyata juga dapat mengancam Rusia.
Diskursus mengenai rudal balistik memang bukan isu baru yang mewarnai konfrontasi
Amerika Serikat dan Rusia, mengingat isu ini telah ada sejak era perang dingin. Namun isu ini
mengemuka dengan signifikan di era milenium menyusul rencana Amerika Serikat yang untuk
pertama kalinya membangun BMD diluar batas teritorinya, yaitu di negara Polandia dan Ceko.
Sejak awal Rusia memang memberikan perhatian khusus terhadap isu ini, mengingat BMD
Amerika Serikat ini akan dibangun di negara yang dekat dengan perbatasan Rusia, khususnya
Polandia yang berbatasan darat dengan wilayah otonomi Rusia, yaitu Kaliningrad.
Pemilihan periode tahun 2007 dipilih sebagai awal tahun penelitian disebabkan karena
Presiden Putin secara resmi menanggapi rencana pembangunan BMD Amerika Serikat di
Eropa dalam G-8 Summit pada bulan Juni 2007. Sementara periode tahun 2013 dipilih sebagai
akhir tahun penelitian dikarenakan terdapat momentum dimana Amerika Serikat memutuskan
untuk membatalkan pembangunan fase ke empat dari BMD-nya yang akan diletakkan di
Polandia dikarenakan kendala pendanaan. Selain itu, pasca tahun 2013, pola konfrontasi antara
Amerika Serikat dan Rusia tidak lagi didominasi oleh diskurus mengenai BMD EPAA,
melainkan digantikan oleh diskursus terkait dengan krisis Ukraina pasca penganeksasian
semenanjung Krimea oleh Rusia di tahun 2014
Rumusan Masalah
Menelisik kembali pada pola rivalitas kedua negara ini dimasa-masa terdahulu, tentu saja
tindakan agresif Amerika Serikat ini akan menuai respon strategis dari Rusia untuk
mengimbanginya. Oleh karena itu, rumusan penelitian ini adalah “Bagaimana respon strategis
Rusia pasca Amerika Serikat membangun BMD-nya di Eropa tahun 2007-2013?”
Ancaman dan Aliansi dalam Kerangka Teori Balance of Threat
Penelitian ini menggunakan teori balance of threat (BoT) yang digagas oleh Stephen M.
Walt dalam buku berjudul The Origin of Alliances sebagai alat analisis utama.9 Teori BoT
8 Richard Dean Burns, Op. cit., hal. 86.
biasanya digunakan untuk menjelaskan relasi kausalitas antara persepsi ancaman yang
diterjemahkan oleh suatu negara dan respon aliansi yang dilakukannya untuk mengimbangi
ancaman tersebut. Dalam penjabaran selanjutnya, sebuah negara dianggap memiliki kapabilitas
untuk memberikan ancaman bagi negara lain jika kekuatan sebenarnya (actual power) meliliki
sumber ancaman (source of threat) yang cukup. Sumber ancaman ini selanjutnya dijabarkan
dalam variabel-variabel aggregate power, geographical proximity, offensive power, dan
aggressive intention.
Aggregate Power menunjukkan kekuatan relatif yang dimiliki oleh sebuah negara yang
memungkinkan dirinya menjadi ancaman bagi negara lain. Kekuatan relatif ini
terejewantahkankan melalui total sumber daya yang dimiliki oleh negara, yang meliputi
populasi dan kekuatan ekonomi yang dilihat dari total GDP.10 Semakin besar aggregate power
yang dimiliki oleh suatu negara, maka akan semakin besar juga ancaman yang dapat
diberikannya kepada negara lain.11 Geographical Proximity menjelaskan bahwa ancaman dari sebuah negara kepada negara lain dilihat dari kedekatan geografis. Semakin dekat jarak antara
sebuah negara dengan negara lain, maka akan semakin besar pula potensi ancaman yang dapat
diberikannya.12 Hal ini dikarenakan kapabilitas sebuah negaraa memproyeksikan power.
Offensive Power menunjukkan bahwa kepabilitas militer sebuah negara yang berkemampuan
offensive akan memberikan ancaman bagi negara lain.13 Variabel offensive power ini
sebenarnya masih berhubungan dengan variabel aggregate power dimana sebenarnya
offensive power merupakan sumber daya suatu negara yang lebih strategis dalam mengancam
kedaulatan atau territorial negara lain dengan daya perusakan dan pengancuran yang nyata.14
Dengan kata lain dapat disebut sebagai aggregate power yang berpotensi offensive. Offensive
power diindikasikan oleh jumlah manpower, kepemilikan nuklir, dan kepemilikan senjata lain
selain nuklir. Aggressive Intention dapat diartikan sebagai perilaku suatu negara yang
cenderung agresif dan/atau ekspanionis sehingga dapat mengancam negara lainnya. Perilaku
agresif ini selanjutnya akan diterjemahkan sebagai bentuk provokasi kepada negara lain
sehingga negara tersebut akan merespon dengan perimbangan kekuatan untuk melawannya.15
10Ibid, hal 22.
Indikator yang dapat digunakan untuk melihat sebuah negara berperilaku agresif dapat dilihat
dari kebijakannya yang bersifat ekspansionis dan agresif.
Selanjutnya Walt dalam teori BoT menjelaskan bahwa negara yang sudah
menginterpretasikan negara lain sebagai ancaman akan merespon dengan cara beraliansi
dengan negara diluar dirinya untuk membendung ancaman tersebut.16 Aliansi sendiri oleh Walt diartikan sebagai kesepakatan mengenai kerja sama keamanan, baik formal maupun
non-formal yang terjadi antara dua atau lebih negara berdaulat.17 Lebih lanjut, Walt membagi aliansi yang dilakukan oleh negara yang merasa terancam ke dalam dua kategori tindakan, yaitu
balancing dan bandwagoning.
Balancing dapat diterjemahkan sebagai upaya yang dilakukan oleh suatu negara yang
menginterpretasikan mendapat ancaman dari negara lain dengan cara membentuk aliansi
dengan negara atau aliansi di luar sumber ancaman tersebut. Upaya ini dilakukan untuk
mengimbangi kekuatan negara atau aliansi lainnya yang memiliki sumber ancaman bagi
dirinya.18 Sementara bandwagoning dapat dijelaskan sebagai upaya aliansi yang dilakukan
oleh negara yang merasa terancam oleh potensi ancaman suatu negara atau aliansi lainnya
dengan cara bergabung dalam aliansi yang memberikan ancaman tersebut.19 Alternatif ini
banyak dilakukan oleh negara yang tidak bisa mengukur kapasitas power-nya sendiri sehingga
lebih aman untuk menghindari serangan dari pihak yang mengancam dengan cara bergabung
dengan pihak pemberi ancaman.20
BMD Amerika Serikat di Eropa Merupakan Source of Threat bagi Rusia
Dalam menjelaskan sumber ancaman Amerika Serikat bagi Rusia, pada tulisan ini akan
dielaborasikan data terkait dengan variabel-variabel source of threat berdasarkan teori BoT.
Selanjutnya, untuk menyimpulkan Amerika Serikat memiliki sumber ancaman signifikan bagi
Rusia, akan dibandingkan beberapa data dengan kategori yang sama pada kedua negara. Selain
itu, terdapat variabel determinan juga yang merupakan sumber ancaman utama Amerika
Serikat bagi Rusia dalam fenomena ini, yaitu variabel aggressive intention, yang direfleksikan
melalui pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa.
16Ibid, hal 17-18.
Aggregate power
Indikator pertama yang penulis gunakan untuk mengukur variabel aggregate power
adalah populasi. Indikator ini menjadi penting mengingat populasi merupakan bagian yang
melekat pada suatu negara sekaligus menunjukkan eksistesi dan menentukan posisi tawar suatu
negara di kancah Internasional. Hal ini dikarenakan populasi secara umum dapat
menggambarkan besarnya sumber daya manusia yang dapat mendukung negara jika negara
mereka mengalami konflik terbuka denga negara lain. Secara umum, Amerika Serikat memang
memiliki total populasi yang lebih besar dari Rusia. Hal ini ditunjukkan dengan selalu
masuknya Amerika Serikat dalam lima besar negara dengan total populasi terbesar di dunia,
sementara Rusia selalu menempati urutan di bawah Amerika Serikat.21 Meskipun demikian, perlu disadari juga bahwa tidak semua dari total populasi tersebut memiliki kemampuan untuk
mendukung negara disituasi perang. Oleh karena itu, penulis juga mempertimbangkan
beberapa aspek lain terkait dengan populasi yang dapat mencerminkan aggregate power yang
dimiliki sebuah negara untuk mengancam negara lain, yaitu total penduduk dengan usia
produktif, mengingat hal ini berbanding lurus dengan total sumber daya yang siap untuk
mendukung negara, khususnya dalam situasi konflik terbuka dengan negara lain. Selain itu,
penduduk diusia produktif juga akan mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara sehingga
pada akhirnya juga akan meningkatkan aggregate power-nya. Usia produktif juga menentukan
jumlah angkatan kerja yang dimiliki suatu negara, dimana hal ini ditentukan dari jumlah
penduduk dengan usia lebih dari 15 tahun yang memenuhi ketentuan usia produktif untuk
bekerja yang ditetapkan oleh International Labor Organization (ILO).22 Perbandingan total
angkatan kerja produktif kedua negara dapat dilihat pada grafik berikut:
Grafik 1Perbandingan Total Angkatan Kerja Produktif Amerika Serika dan Rusia di
tahun 2007-201323
21 CIA World Factbook, “Country Comparison: Population”, diakses dari:
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/rankorder/2119rank.html pada tanggal 12 Mei 2016 pukul 18.30 WIB.
22The World Bank , “Labor Force, Total”, diakses dari:
Sumber: Data Olahan dari The World Bank
Berdasarkan data yang ditunjukkan oleh grafik 1, dapat diketahui bahwa dalam rentang
tahun 2007-2013, total angkatan kerja produktif Amerika Serikat selalu jauh lebih besar dari
Rusia. Misalnya pada tahun 2007, dimana total angkatan kerja produktif Amerika Serikat
mencapai 155.925.413 jiwa, sementara Rusia hanya mencapai 76.692.069 jiwa, atau pada
tahun 2013 dimana Amerika Serikat memiliki total angkatan kerja produktif mencapai
159.851.241 jiwa dan Rusia hanya mencapai 76.886.470 jiwa.24 Selain itu, meskipun peningkatannya tidak terlalu signifikan, total angkatan kerja produktif Amerika Serikat juga
selalu meningkat setiap tahunnya selama rentang tahun ini. Disisi lain, meskipun tidak terlalu
drastis, dalam rentang tahun tersebut Rusia mengalami peningkatan dan penurunan total
angkatan kerja produktif. Total angkatan kerja produktif yang sedemikian besar juga turut
mempengaruhi aggregate power Amerika Serikat, dimana kedua hal ini berbanding lurus.
Dengan demikian Amerika Serikat memiliki sumber ancaman yang signifikan bagi Rusia.
Indikator selanjutnya untuk mengukur aggregate power suatu negara untuk menjadi
sumber ancaman bagi negara lain adalah economic power atau kekuatan ekonomi suatu negara
yang diindikasikan melalui total Gross Domestic Product (GDP). GDP sendiri merupakan
jumlah pendapatan kotor nasional suatu negara yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana
kekuatan ekonomi yang dimiliki suatu negara untuk mengalokasikan sumber dayanya secara
maksimal untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Grafik berikut menunjukkan
perbandingan GDP Amerika Serikat dan Rusia pada rentang tahun 2007-2013:
24 The World Bank , “Labor Force, Total”, diakses dari:
http://data.worldbank.org/indicator/SL.TLF.TOTL.IN?page=1 pada tanggal 12 Mei 2016 pukul 19.50 WIB.
155.925.413 157.733.269 157.982.313 157.632.611 157.980.502 159.329.636 159.851.241
76.692.069 77.073.504 76.932.095 76.594.138 76.965.903 76.895.191 76.886.470
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Total Labor Force 2007-2013
Grafik 2 Perbandingan GDP Amerika Serikat dan Rusia pada tahun 2007-201325
Sumber: Data Olahan dari The World Bank
Berdasarkan data yang ditampilkan pada grafik 2, dapat terlihat jelas bahwa dalam
rentang tahun 2007 hingga 2013, GDP Amerika Serikat selalu jauh melampaui GDP Rusia.
Hal yang tidak kalah menarik adalah kondisi perekonomian kedua negara pasca diterpa krisis
ekonomi global pada tahun 2008, dimana Amerika Serikat dapat lebih cepat pulih dari Rusia.
Pasca mengalami krisis ekonomi global ditahun 2008, GDP kedua negara merosot ditahun
2009, namun Amerika Serikat terbukti dapat lebih meminimalisir penurunan GDP-nya, yaitu
hanya sebesar $ 299.843.000.000 atau mengalami pertumbuhan negatif 2,8% ditahun 2009
dibanding Rusia yang mengalami pertumbuhan GDP hingga negatif 7,8% atau berkurang
senilai $ 438.202.105.423.26 Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan ekonomi Amerika Serikat tidak hanya lebih baik dari segi kuantitas dibanding Rusia, namun juga lebih baik dari segi
kuliatas. Hal ini diindikasikan oleh kematangan dan kesiapan Amerika Serikat yang lebih prima
disbanding Rusia dalam menghadapi kemungkinan terjadinya krisis ekonomi. Dengan
demikian, Amerika Serikat memiliki aggregate power yang signifikan dari segi kekuatan
ekonomi bagi Rusia.
Keunggulan kekuatan ekonomi Amerika Serikat juga dapat telihat dari GDP yang
dihasilkannya setahun pasca mengalami krisis ekonomi. Di tahun 2010, GDP Amerika Serikat
berhasil naik hingga mencapai $ 14.964.372.000.000 atau surplus sebanyak $ 245.790.000.000
dari tahun 2008 ketika belum terimbas krisis ekonomi global.27 Di lain pihak, Rusia masih
25 The World Bank, “Gross Domestic Product”, diakses dari:
http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.CD?page=1 pada tanggal 13 Mei 2016 pukul 15.50 WIB. 26 The World Bank, “GDP Growth (annual %)”, diakses dari:
http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG?page=1 pada tanggal 15 Mei 2016 pukul 14.50 WIB.
27 The World Bank, “Gross Domestic Product”.
14.477.635.000.000
GDP AT MARKET PRICE (2007-2013) IN U.S $
harus berjuang untuk memulihkan ekonominya ditahun 2010, dimana GDP Rusia hanya
mencapai $ 1.524.917.468.442 atau minus 135.928.919.183 dibanding tahun 2008.28 Hal ini
sekali lagi mengindikasikan bahwa Amerika Serikat beradaptasi lebih baik dan lebih tanggap
dalam menghadapi krisis ekonomi disbanding Rusia. Dengan kemampuan adaptasi terhadap
krisis ekonomi seperti ini, Amerika Serikat akan terus memiliki kekuatan ekonomi yang lebih
baik dari Rusia, baik dari segi kuantitas mau pun kualitas. Hal ini yang pada akhirnya akan
memperbesar aggregare power Amerika Serikat untuk menjadi ancaman bagi Rusia.
Geographical Proximity
Secara spesifik pada fenomena ini, Amerika Serikat tidak dapat dikatakan memiliki
kedekatan geografis dengan Rusia, mengingat jarak yang memisahkan Washinton D.C dengan
Moskow mencapai 7843 km.29 Namun perlu diingat bahwa Amerika Serikat juga melakukan
power projection di berbagai wilayah di dunia, termasuk di kawasan Eropa Timur dan Asia
yang dekat dengan perbatasan Rusia. Power Projection sendiri dapat didefinisikan sebagai
upaya politis yang dilakukan oleh sebuah negara di luar teritorinya dengan menggunakan
kekuatan militer.30 Selain itu, Departemen Pertahanan Amerika Serikat juga mendefinisikan
power projection sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menggunakan semua atau sebagian
elemen kekuatan nasionalnya yang berupa politik, ekonomi atau militer, secara efektif untuk
menyebarkan dan mempertahankan kekuatan diberbagai lokasi yang tersebar dalam
menghadapi krisis dan berkontribusi pada pencegahan serta peningkatan stabilitas regional.31
Sehingga dapat disimpulkan bahwa power projection yang dilakukan Amerika Serikat
diberbagai belahan dunia juga dapat merepresentasikan sumber ancaman yang dapat
diberikannyanya kepada negara lain ditinjau dari kedekatan geografis.
Berkaitan dengan fenomena dalam tulisan ini, Amerika Serikat sebenarnya telah
melakukan power projection melalui pembangunan BMD-nya di Eropa yang dekat dengan
wilayah Rusia. Jika mengacu pada rencana pembangunan BMD di bawah pemerintahan
Presiden Bush pada tahun 2007 yang kemudian ditransformasikan oleh Presiden Obama pada
tahun 2009, diketahui Amerika Serikat akan membangun salah satu BMD-nya di wilayah
28 The World Bank, “Gross Domestic Product”.
29 Time and Date, “Distance from Moscow to Washinton D.C”, diakses dari:
http://www.timeanddate.com/worldclock/distanceresult.html?p1=166&p2=263 pada tanggal 16 Mei 2016 pukul 13.39 WIB.
30 Dennis C. Blair, Strategic Asia: Challenges and Choices. (Seattle: The Nationa Bureau of Asian Research, 2008), hal. 393.
31United States Departement of Defense, “Dictionary of Military and Associated term”, diakses dari:
Polandia yang berada di kawasan Eropa Timur yang dekat dengan perbatasan Rusia.
Menariknya, Rusia sendiri memiliki teritori yang terpisah dari homeland-nya namun
berbatasan darat dengan Polandia dimana salah satu BMD Amerika Serika dibangun, yaitu di
daerah otonomi Kaliningrad. Jarak Kaliningrad dengan ibu kota Polandia di Warsawa hanya
terpaut 277 km, jarak yang dapat dikatakan sangat dekat.32
Kaliningrad sendiri memiliki arti yang sangat penting bagi Rusia, mengingat posisinya
yang sangat strategis, yaitu terhubung langsung ke laut Baltik. Selain itu, dari segi historis,
Kaliningrad pernah (dan masih) menjadi salah satu area dengan kapasitas militer tertinggi
(highly militarized) di Eropa dan menjadi simbol konfrontasi Uni Soviet terhadap NATO di
era perang dingin.33 Selain itu, Kaliningrad merupakan wilayah dimana markas besar Baltic Sea Fleet milik Rusia ditempatkan, sehingga wilayah ini dilengkapi dengan persenjataan
offensive seperti tanks, artillery, rudal tempur dan pesawat tempur.34 Selain itu, sekitar 100.000 prajurit militer Rusia atau setara dengan satu per sepuluh penduduk Kaliningrad juga
ditempatkan disana.35 Hal ini yang menjelaskan bahwa pembangunan BMD Amerika Serikat
di Polandia yang dekat dengan Kaliningrad mengundang reaksi tegas dari Rusia. Hal ini dapat
membangkitkan rivalitas Amerika Serikat dan Rusia, khususnya rivalitas terkait dengan stasiun
rudal tempur.
Selain di Polandia, power projection Amerika Serikat melalui pembangunan BMD-nya
di Eropa juga relatif dekat dengan Rusia. Sebagai contoh, pembangunan BMD Amerika
Serikat di Romania dan Ceko, jarak antara ibu kota Rusia di Moskow dan ibu kota Romania di
Bucherest36 hanya mencapai 1500 km2 dan jarak Moskow ke ibu kota Ceko37 di Praha
mencapai 1637 km2. Letak geografis Rusia dan negara dimana Amerika Serikat membangun
BMD-nya, dapat dilihat pada gambar berikut:
32 Time and Date, “Distance from Kaliningad to Warsaw”, diakses dari:
http://www.timeanddate.com/worldclock/distanceresult.html?p1=528&p2=262 pada tanggal 16 Mei 2016 pukul 13.49 WIB.
33 Alexander Sergounin, “Russia and the European Union: The Case of Kaliningrad,” PONARS Policy Memo
172 (Oktober 2000), hal 1-2 34Loc. Cit.
35Loc. Cit.
36 Time and Date, “Distance from Moscow to Bucharest”, diakses dari:
http://www.timeanddate.com/worldclock/distanceresult.html?p1=166&p2=49 pada tanggal 16 Mei 2016 pukul 11.49 WIB.
37 Time and Date, “Distance from Moscow to Prague”, diakses dari:
Gambar 1 Stasiun BMD Amerika Serikat di Eropa38
Sumber: CIA Factbook
Jarak stasiun rudal balistik Amerika Serikat yang demikian dekat dengan Rusia ini
memungkinkan bahwa serangan ini dapat menjangkau Rusia lebih cepat dan akurat
dibandingkan jika stasiun rudal balistiknya ditempatkan jauh dari perbatasan Rusia. Hal ini
mengindikasikan bahwa secara geografis, Amerika Serikat juga mampu menghadirkan
ancaman yang signifikan bagi Rusia melalui penempatan stasiun rudal balistiknya yang dekat
dengan perbatasan Rusia.
Offensive Power
Indikator yang dapat menentukan besarnya sumber ancaman suatu negara ditinjau dari
variabel offensive power adalah armed forces atau angkatan bersenjata. Hal ini menjadi sangat
penting mengingat jumlah persenjataan dan anggaran militer suatu negara tidak akan banyak
berguna jika tidak diimbangi dengan manpower yang menggunakannya, dalam hal ini armed
forces. Lebih lanjut, tidak semua dari armed forces yang dimiliki oleh suatu negara dapat
merefleksikan offensive power, mengingat armed forces juga mencakup semua sumber daya
yang bekerja di bawah Kementerian Pertahanan suatu negara, termasuk anggota aktif,
administratif dan pensiunan.39 Sehingga, parameter armed forces yang digunakan dalam
pembahasan ini adalah total anggota aktif atau total armed forces personnel active for duty,
dimana semakin besar jumlah ini, maka akan semakin besar offensive power yang dimiliki
suatu negara. Berkaitan dengan fenomena yang penulis teliti, total armed forces personnel
active for duty antara Amerika Serikat dan Rusia dapat dilihat pada grafik berikut:
38 CIA Factbook, “Europe Political Map”, diakses dari:
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/graphics/ref_maps/political/pdf/europe.pdf pada tanggal 18 April 2016 pukul 14.00 WIB. 39 SIPRI, “SIPRI Military Expenditure Database,” diakses dari:
Grafik 3 Perbandingan Total Armed Forces Personnel Active For Duty Amerika Serikat dan Rusia pada tahun 2007-201340
Sumber: Data Olahan dari The World Bank
Berdasarkan data yang ditunjukkan oleh grafik 3, dapat dilihat bahwa dalam rentang
waktu tahun 2007 hingga tahun 2013, jumlah angkatan bersenjata aktif atau total armed forces
personnel active for duty Amerika Serikat lebih besar dari Rusia. Selain itu, dalam rentang
waktu tersebut, jumlah angkatan bersenjata aktif kedua negara mengalami dinamika penurunan
dan peningkatan jumlah. Menariknya, dinamika penurunan jumlah angkatan bersenjata aktif
Amerika Serikat terlihat lebih stabil dalam hal jumlah, yaitu pada tahun 2008 dengan hanya
berkurang 15.000 pasukan dari tahun sebelumnya. Sementara dinamika penurunan angkatan
bersenjata aktif Rusia mengalami penurunan yang cukup besar pada tahun 2010, yaitu
mencapai 65.000 pasukan. Dari data ini, dapat terlihat bahwa Amerika Serikat memiliki
offensive power yang cukup untuk menjadi sumber ancaman bagi Rusia.
Selain itu, offensive power juga dapat dilihat dari kepemilikan persenjataan atau alutsista,
sehingga total kepemilikan alutsista berbanding lurus dengan besarnya sumber ancaman yang
dapat diberikan kepada negara lain. Alutsista negara dalam hal ini dikelompokkan ke dalam
tiga matra, yaitu darat, laut dan udara. Perbandingan kepemilikan alutsista antara Amerika
Serikat dan Rusia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1 Perbandingan Kepemilikan Alutsista Amerika Serikat dan Rusia
40The World Bank, “Armed Forces Personnel, total,” diakses dari:
http://data.worldbank.org/indicator/MS.MIL.TOTL.P1?page=1 pada tanggal 16 Mei 2016 pukul 10.29 WIB.
1.555.000 1.540.000 1.563.996 1.569.417 1.520.100
1.492.200 1.433.150 1.476.000 1.476.000 1.495.000
1.430.000 1.364.000 1.364.000
1.260.000
0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000 1.800.000
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Total Armed Forces Personnel Active for Duty 2007-2013
Category Weapon System
Total
United States41 Russia42
Land System Tanks 8,848 15,398
Armored Fighting
Vehicles (AFVS)
41,062 31,298
Self-Propelling Guns
(SPGs)
1,934 5,972
Multiple-Launch Rocket
Systems (MLRSs)
1,331 3,793
Towed-Artillery 1,299 4,625
Air Power Total Aircraft 13,444 3,547
Fighters/interceptors 2,308 751
Fixed-Wing Attact
Aircraft
2,785 1,438
Transport Aircraft 5,739 1,124
Trainer Aircraft 2,771 370
Helicopters 6,084 1,237
Attact Helicopters 957 478
Naval Power Total Naval power 415 352
Aircraft Carriers 19 1
Frigates 6 4
Destroyers 62 15
Corvettes 0 81
Submarines 75 60
Coastal Defense Craft 13 14
Mine Walfare 11 45
Sumber: Data Olahan dari Global Fire Power
41 Global Fire Power, “United States Military Strength,” diakses dari:
http://www.globalfirepower.com/country-military-strength-detail.asp?country_id=united-states-of-america pada tanggal 17 Mei 2016 pukul 16.05 WIB.
42 Global Fire Power, “Russia Military Strength,” diakses dari:
Berdasarkan data yang ditampilkan pada tabel 1, sepintas dapat dilihat bahwa
kepemilikan alutsista kedua negara ini cukup berimbang. Amerika Serikat disatu jenis alutsista
dapat lebih dominan dari Rusia, namun dijenis alutsista lain Rusia mendominasi Amerika
Serikat. Namun jika diperhatikan lebih dalam dengan membandingkan kepemilikan alutsista
disetiap matra, Amerika Serikat mendominasi kepemilikan alutsista di dua matra, yaitu matra
laut (Naval Power) dan matra udara (Air Power), sementara Rusia hanya mendominasi
kepemilikan alutsista Amerika Serikat pada matra darat. Melalui pemaparan ini, dapat
disimpulkan bahwa Rusia memang memprioritaskan pertahanan militernya pada matra darat
dibanding Amerika Serikat. Di sisi lain, Amerika Serikat menunjukkan prioritas yang lebih
bagi pertahanan militernya pada matra udara dan laut dibanding Rusia.
Hal ini berkaitan erat dengan fakta bahwa Rusia memang memiliki teritori darat yang
jauh lebih luas dari teritori lautnya. Selain itu, Rusia tidak banyak memproyeksikan kekuatan
militernya di luar teritorinya sehingga diperlukan pertahanan pada matra darat lebih besar
untuk melindungi teritori nasionalnya yang sebagian besarnya merupakan daratan. Di sisi lain,
Amerika Serikat memang memiliki luas daratan yang luas, namun teritori laut Amerika Serikat
lebih luas dari Rusia sehingga prioritas pada matra laut juga tidak dapat dikesampingkan.
Selain itu, banyaknya proyeksi kekuatan Amerika Serikat diberbagai belahan dunia juga
mempengaruhi alasan Amerika Serikat untuk memberikan perhatian lebih pada matra laut
sekaligus udaranya ketimbang Rusia.
Pada alutsista Darat, dari total lima sistem persenjataan atau alutsista, Rusia mendominasi
empat sistem, yaitu tanks, SPGs, MLRSs, dan Towed-Artillery, sementara Amerika Serikat
hanya mendominasi di satu sistem persenjataan saja, yaitu AFVS. Matra darat memang
memiliki nilai strategis bagi militer sebuah negara, mengingat operasi militer pada matra darat
memungkinkan suatu negara untuk menyerang dan menaklukan teritori dan sumber daya
negara lain dengan menggunakan serangan langsung secara terus menerus.43 Selain itu operasi militer di darat dapat dengan mudah membedakan musuh dalam pertarungan sekaligus dapat
mengontrol teritori, penduduk dan sumber daya musuh secara lebih komprehensif dari matra
lainnya.44 Terlepas dari nilai strategis tersebut, pada situasi perang terbuka, terlebih jika medan tempurnya berada di luar teritori suatu negara, maka diperlukan dukungan dari matra udara dan
matra laut.
43 Global Security, “Land Power”, diakses dari: http://www.globalsecurity.org/military/ops/land.htm pada tanggal 27 Mei 2016 pukul 17.00 WIB.
Pada alutsista laut, dari total delapan sistem persenjataan atau alutsista, Amerika Serikat
mendominasi lima sistem persenjataannya. Diantaranya, Amerika Serikat mendominasi total
naval power dari Rusia dengan selisih yang cukup jauh, Amerika Serikat dengan kepemilikan
naval power mencapai 415 sementara Rusia hanya mencapai 352. Hal ini memungkinkan
Amerika Serikat untuk membawa sumber daya offensive-nya dalam jumlah besar jika terlibat
perang dengan Rusia, terutama terkait dengan pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa.
Selain itu, pada sistem persenjataan destroyers, kepemilikan Amerika Serikat lebih unggul
dengan jumlah 62 unit dibanding Rusia yang hanya berjumlah 15 unit.
Destroyers sendiri memiliki nilai strategis mengingat kemampuannya untuk menghalau
serangan jarak pendek dan menengah serta melindungi armada yang lebih besar darinya dari
serangan musuh. Dengan kapabilitas seperti ini, kepemilikan destroyers tentu saja memberikan
nilai lebih bagi Amerika Serikat jika terlibat perang terbuka di lautan dengan Rusia. Penulis
menyadari pada sistem covettes, Rusia memang mendominasi dengan kepemilikan 81 unit
sementara Amerika Serikat tidak memilikinya sama sekali. Namun perlu diketahui bahwa nilai
strategis dari covettes tidak begitu sebanding dengan sistem pada matra laut lainnya, seperti
misalnya destroyers, mengingat covets hanya merupakan kapal perang berukuran kecil dengan
kapabilitas serangan standar. Secara umum, matra laut memiliki nilai strategis yang signifikan
bagi suatu negara mengingat suatu negara dapat mengerahkan kekuatan militernya dalam
jumlah besar di lebih dari dua per tiga permukaan bumi tanpa harus meminta izin resmi dari
negara tertentu.45 Hal ini yang pada akhirnya menjelaskan bahwa matra laut berkaitan erat
dengan sifat negara yang cenderung ekspansionis dan sekaligus sering dijadikan alat proyeksi
kekuatan sebuah negara di luar teritorinya. Dengan keunggulan di matra laut ini, Amerika
Serikat tentu saja dapat memberikan ancaman yang signifikan bagi Rusia.
Pada alutsista udara, dari total delapan sistem persenjataan atau alutsista, Amerika
Serikat mendominasi keseluruhan sistem persenjataannya. Beberapa diantaranya memiliki
selisih yang cukup jauh, seperti misalnya total aircraft Amerika Serikat yang mencapai 13.444
unit dan Rusia yang hanya mencapai 3.547 unit. Selain itu, kepemilikan helicopter Amerika
Serikat dengan jumlah 6.084 unit jauh melampaui Rusia dengan jumlah hanya mencapai 1.237
unit. Matra udara sendiri memiliki nilai strategis dalam militer suatu negara mengingat
kehadirannya dapat menjawab semua tantangan keamanan yang mungkin muncul.46 Matra
udara memungkinkan serangan militer yang dilakukan negara lebih cepat dan fleksibel karena
dapat menyasar target yang fixed maupun target yang berpindah-pindah dengan relatif akurat,
sehingga jangkauan sasaran serangannya dapat lebih besar tanpa perlu mengeluarkan banyak
tenaga.47 Dengan kapabilitas militer pada matra udara seperti ini, Amerika Serikat dapat secara
nyata menjadi ancaman bagi Rusia.
Aggressive Intention
Pada penelitian ini, penulis berpendapat bahwa kebijakan Amerika Serikat untuk
membangun BMD-nya di Eropa, baik dibawah pemerintahan Presiden Bush maupun Presiden
Obama, merupakan bentuk dari kebijakan yang masuk dalam kriteria aggressive intention.
Kebijakan ini sekaligus menjadi variabel determinan yang memicu variabel sumber ancaman
lain yang sebenarnya sudah dimiliki oleh Amerika Serikat bagi Rusia, untuk muncul ke
permukaan dan menjadi ancaman yang nyata. Pembangunan infrastruktur terkait dengan
senjata missile, baik dari jenis ballistic maupun cruise sebenarnya bukan merupakan diskursus
baru bagi dunia internasional, khususnya Amerika Serikat dan Rusia. Diskursus terkait senjata
ini telah dilakukan kedua belah pihak sejak di era perang dingin., namun menjadi sangat
signifikan ketika rencana pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa mencuat dihadapan
publik di masa pemerintahan Presiden Bush. Hal ini disebabkan karena hal ini merupakan
pertama kalinya Amerika Serikat memutuskan untuk membangun instalasi militer dalam
bentuk BMD miliknya diluar batas teritorinya. Selain itu, pembangunan instalasi militer ini
akan dilangsungkan di wilayah yang dekat dengan perbatasan Rusia, tepatnya di daerah
otonomi Kaliningrad.
Kebijakan terkait dengan pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa ini telah menuai
kontroversi sejak awal kemunculannya. Kontroversi yang paling terlihat adalah terkait dengan
urgensi pembangunannya dan ketidak konsistenan pemerintah Amerika Serikat terhadap tujuan
awalnya. Menurut Vladimir Shvarev, Wakil Direktur the Center for Analysis of World Arms
Trade di Kementerian Pertahanan Rusia, Iran hanya memiliki senjata rudal balistik dengan
daya jelajah maksimal 1.700 km oleh karena itu mustahil bagi Iran untuk menyerang aliansi
46 Benjamin S. Lambeth, The Role of Air Power Going Into The 21st Century, (Seoul: Center for International
Studies Yonsei University, 1999), hal. 124-125, diakses dari:
https://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/conf_proceedings/CF152/CF152.chap6.pdf pada tanggal 27 Mei 2016 pukul 20.00 WIB.
Amerika Serikat di Eropa.48 Selain itu, Iran juga tidak memiliki motivasi kuat untuk menyerang
Amerika Serikat dan aliansinya di Eropa terlebih dahulu dengan menggunakan senjata strategis
rudal balistik. Oleh karena itu, pembangunan BMD dengan daya halau hingga intercontinental
(ICBM) khususnya di fase ketiga dan keempat dari EPAA tidak lagi relevan dengan tujuan
awal Amerika Serikat.49
Menariknya, kebijakan pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa ini juga
berhubungan dengan keputusan Presiden Bush untuk keluar dari perjanjian Anti Ballistic
Missile atau ABM Treaty pada tahun 2001, hanya setahun sebelum National Security
Presidential Directive/NSPD-23 dikeluarkan dan menjadi landasan hukum proyek besar
pembangunan BMD di Eropa. ABM Treaty sendiri merupakan perjanjian yang ditanda tangani
oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet pada tahun 1972 terkait dengan pembatasan anti-ballistic
missile kedua belah pihak hingga mencapai 100 buah. Pada tanggal 13 Desember 2001,
Presiden Bush mengumumkan untuk keluar dengan pertimbangan bahwa perjanjian ini
membatasi kemampuan Amerika Serikat untuk memproduksi senjata rudal tempur yang
digunakan dalam melawan teroris pasca 9/11.50 Dengan kata lain, Amerika Serikat sejak awal
telah memiliki niatan meminimalisir perjanjian yang menghalangi kebijakannya yang besifat
agresif dan ekspansionis.
Melalui pemaparan-pemaparan yang penulis jelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa kebijakan Amerika Serikat untuk membangun BMD-nya di Eropa dapat menjadi
ancaman yang signifikan bagi Rusia. Selain itu, hal ini juga merupakan variabel determinan
yang dapat memicu munculnya sumber ancaman lainnya yang sejak awal memang telah
dimiliki keduanya. Pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa juga dilakukan jauh di luar
teritori Amerika Serikat mengindikasikan adanya niatan Amerika Serikat untuk menempatkan
senjata strategis berdaya halau mencapai intercontinental (ICBM) yang secara nyata dapat
mengancam Rusia. Selain itu, sifat agresif dari kebijakan ini semakin terasa dengan ketidak
konsistenan antara tujuan awal kebijakan ini digagas dan pengimplementasiannya di lapangan.
Selain itu, keluarnya Amerika Serikat dari ABM Treaty yang dapat menghalangi kebijakan ini,
semakin menegaskan bahwa kebijakan Amerika Serikat ini bersifat agresif dan ekspansionis.
48 Vladimir Shvarev dalam Ministry of Defense of Russian Federation, “Russian Opinion on European BMD,”
diakses dari: http://stat.mil.ru/files/Anti-ballistic/16_Shvarev_eng.pdf pada tanggal 14 Mei 2016 pukul 11.30 WIB.
49Loc.cit.
50 Arms Control Association, “U.S. Withdrawal From the ABM Treaty: President Bush’s Remarks and U.S.
Kerjasama Militer Collective Rapid Reaction Force (CRRF) Sebagai Respon Rusia Atas
Pembangunan Ballistic Missile Defense (BMD) Amerika Serikat di Eropa
Menilik dari sejarah dinamika hubungan bilateral Amerika Serikat dan Rusia, tindakan
provokatif salah satu negara berpotensi memicu respon strategis dari negara lainnya. Terkait
dengan hal tersebut, pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa yang mendapat kecaman
tegas dari Rusia ini pun pasti memicu respon strategis Rusia untuk mengimbanginya. Dalam
hal ini, Rusia memanfaatkan posisi dominannya dalam aliansi CSTO dengan membentuk
kerjasama militer yang diberi nama Collective Rapid Reaction Force (CRRF) untuk
mengimbangi ancaman yang dihadirkan Amerika Serikat. CSTO sendiri merupakan aliansi
yang beranggotakan Rusia, Armenia, Belarusia, Kazakhstan, Tajikistan, dan Kirgizstan.51 Sebelum menjadi aliansi seperti yang dikenal saat ini, CSTO digagas pertama kali sebagai
perjanjian keamanan kolektif dari negara-negara pecahan Uni Soviet sebagai Collective
Security Treaty (CST) yang ditanda tangani pada tanggal 15 Mei 1992.52 CST baru Baru menjadi aliansi dalam bentuk organisasi bernama CSTO seperti yang dikenal saat ini setelah
disepakati oleh negara-negara anggota pada tanggal 7 Oktober 2002.53 Selayaknya sebuah
aliansi, CSTO pada umumnya bertujuan untuk menjamin perlindungan secara koletif terhadap
kemerdekaan, integritas teritori dan kedaulatan negara-negara anggota.54
Tidak bisa dipungkiri bahwa Rusia merupakan negara paling dominan dalam aliansi
CSTO sehingga mekanisme pengambilan keputusan aliansi yang berdasarkan koordinasi dan
mufakat sangat menguntungkan bagi Rusia untuk memperjuangkan kepentingannya. Hal ini
setidaknya terungkap dari agenda utama yang dibahas dalam CSTO Summit dari rentang tahun
2007 hingga 2013, dimana agenda tersebut memberikan keuntungan bagi kepentingan Rusia.
dalam rentang tahun 2007 hingga 2013 setidaknya terdapat dua agenda utama pembahasan
pada CSTO Summit yang dimanfaatkan Rusia untuk memasukkan kepentingan nasionalnya.
Pertama pada tahun 2009, Rusia menggagas kerangka kerjasama militer CRRF yang
dapat digunakan untuk mengimbangi ancaman Amerika Serikat pasca pembangunan BMD di
Eropa disusul latihan militer bernama Zapad 2009 yang akan dilaksanakan di Belarusia.55
51CSTO, “Basic Facts”, diakses dari: http://www.odkb.gov.ru/start/index_aengl.htm pada tanggal 20 Maret 2016 pukul 22.02 WIB.
52 Anatoliy A. Razanov dan Alena F. Douhan. Collective Security Treaty Organization 2002-2012 (Jenewa: The Geneva Centre for The Democratic Control of Armed Force, 2013), hal. 3-5.
53Loc cit.
54CSTO, “Basic Facts”.
Kedua, pada tahun 2013 Rusia mengagendakan latihan militer bersama Rusia dengan Belarusia
dalam kerangka kerjasama CRRF pada pembahasan dalam CSTO Summit.56 Dari kedua agenda
CSTO Summit tersebut, setidaknya terlihat jelas pembahasan yang berkaitan langsung dengan
kepentingan Rusia dalam mengimbangi ancaman Amerika Serikat pasca pembangunan BMD
di Eropa, yaitu pembentukan kerjasama militer CRRF di tahun 2009 dilanjutkan dengan
latihan militer bersama bernama Zapad 2009 di Belarusia, dan latihan militer bersama bernama
Zapad 2013.
CRRF sendiri pertama kali digagas dalam pertemuan informal Kepala negara anggota
CSTO di Kazakhstan pada tahun 2008, namun baru secara resmi disetujui oleh negara anggota
dalam CSTO Summit di Moskow pada tanggal 14 Juni 2009.57 CRRF dibentuk sebagai implementasi konkret dari kerjasama militer aliansi CSTO yang selama ini sudah ada namun
belum terimplementasi secara maksimal. Dalam analogi sederhana, dapat diungkapkan bahwa
jika CSTO merupakan organisasi yang menaungi anggotanya, maka CRRF merupakan
program kerja yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Secara umum,
CRRF dibentuk dengan tujuan sebagai bentuk respon cepat dan sigap dari aliansi CSTO
terhadap ancaman potensial, yang juga termasuk di dalamnya adalah ancaman baru dalam
kajian keamanan, yaitu terorisme, kaum ekstrimis, perdagangan narkoba dan kejahatan
transnasional lainnya.58
Di awal pembentukannya, CRRF memang tidak secara lugas diungkapkan sebagai respon
atas pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa. Meski demikian, dalam
pengimplementasiannya, Rusia kerap kali memanfaatkan CRRF untuk mengimbangi ancaman
Amerika Serikat pasca pembangunan BMD-nya di Eropa tersebut, antara lain melalui latihan
militer bersama Zapad 2009 dan Zapad 2013. Hal ini juga diungkapkan oleh Presiden
Medvedev yang saat itu memimpin Rusia, dimana dalam penandatanganan CRRF Presiden
Medvedev mengatakan bahwa CRRF akan dipersenjatai dan beroperasi layaknya NATO, “The
Collective Rapid Reaction Force will be well-equipped and will operate just as well as that of
the NATO”.59 Melalui pernyataannya ini, Presiden Medvedev menyiratkan bahwa CRRF
56Belarus official website, “Lukashenko to attend CSTO summit in Sochi 23 September”, diakses dari:
http://www.belarus.by/en/government/events/lukashenko-to-attend-csto-summit-in-sochi-23-september_i_0000007610.html pada tanggal 29 Mei 2016 pukul 17.00 WIB
57 CSTO Secretariat, Collective Rapid Reaction Forces of the Organization of Collective Security Treaty, (Moscow: CSTO Secretariat, 2009), hal. 5.
58Ibid., hal 1-4.
59 Rusia and India Report, “CSTO emerging as an alternative to NATO”, diakses dari:
memang akan ditujukan untuk mengimbangi NATO, dalam hal ini tentu saja Amerika Serikat
dan aliansinya, mengingat dalam implementasinya BMD Amerika Serikat juga akan
melibatkan peran NATO.
Selain itu, jika mengacu pada tujuan dibentuknya CRRF, maka dapat dilihat bahwa Rusia
memanfaatkan CRRF untuk mengimbangi ancaman Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh
fakta bahwa di dasawarsa pertama era milenium ini setidaknya Rusia telah mengeluarkan dua
doktrin militer, yaitu doktrin militer tahun 2000 dan menggantinya dengan doktrin militer tahun
2010. Jika diperhatikan dengan seksama, perubahan yang cukup signifikan pada kedua doktrin
militer ini terletak pada definisi ancaman eksternal yang utama bagi keamanan nasional Rusia.
Rusia mendefinisikan aliansi NATO sebagai ancaman eksternal utama bagi keamanan
nasionalnya dalam doktrin militer yang diterbitkan pada tahun 2010 dimana tidak disebutkan
secara eksplisit di doktrin militer tahun 2000.60 Doktrin militer tahun 2010 ini disahkan oleh Presiden Putin pada bulan Februari 2010, hanya beberapa bulan setelah penandatanganan
pembentukan kerjasama militer dalam kerangka CRRF.61 Dengan kata lain, terdapat intensi
dari Rusia agar ancaman eksternal bagi keamanan nasional Rusia, yaitu Amerika Serikat dan
aliansi NATO, memperoleh perhatian khusus CRRF.
Di samping intensi dari sudut pandang Rusia, penggunaan CRRF sebagai respon Rusia
atas ancaman ini dapat dilihat dari aktivitas yang dilakukan Rusia dalam kerangka CRRF
selama rentang tahun 2009-2013. Penjelasan mengenai aktivitas aliansi CSTO dalam kerangka
CRRF ini akan penulis jelaskan pada sub bab berikutnya. Meski demikian, berdasarkan
pemaparan penulis dalam sub bab ini, yaitu terkait dengan latar belakang dibentuknya
kerjasama militer CRRF, termasuk di dalamnya intensi kuat dari Rusia, maka dapat diketahui
bahwa CRRF ini memang dimanfaatkan Rusia sebagai responnya untuk mengimbangi
ancaman yang dihadirkan Amerika Serikat pasca rencana pembangunan BMD-nya di Eropa
diumumkan.
Melihat karakteristik dari respon yang dilakukan oleh Rusia terkait dengan pembangunan
BMD Amerika Serikat di Eropa, maka dapat disimpulkan bahwa respon ini dapat dikategorikan
sebagai aliansi dalam bentuk balancing sesuai dengan penjabatan teori BoT dari Walt.
60Offziere.ch, “Comparison of Russian Military Doctrine 1993, 2000, 2010 and 2014”, diakses dari:
https://www.offiziere.ch/wp-content/uploads-001/2015/08/Comparison-of-the-Russian-Military-Doctrine-1993-2000-2010-and-2014.pdf pada tanggal 27 Februari 2016 pada pukul 10.15 WIB.
61Ministry of Defense Russian Federation, “The Military Doctrine of the Russian Federation”, diakses dari:
Pembentukan kerjasama militer CRRF dengan aliansi CSTO dapat dinamakan sebagai bentuk
aliansi sesuai dengan definisi Walt mengenai aliansi, yaitu adanya kerjasama militer oleh dua
atau lebih negara, baik secara formal mau pun informal.62 Sementara itu pemilihan kerjasama
militer CRRF dengan CSTO dapat dikategorikan sebagai aliansi dalam bentuk balancing, yaitu
beraliansi dengan pihak diluar sumber ancaman.63
Respon Rusia melalui Kerjasama Militer CRRF Sebagai Strategi Balancing atas Pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa
Dalam kerangka kerjasama militer CRRF, setidaknya ada dua respon yang dilakukan
Rusia terkait hal ini, yaitu pelatihan militer bersama bernama Zapad, yaitu di tahun 2009 dan
2013. Latihan militer bersama aliansi CSTO di tahun 2009 dinamakan Zapad 2009, dimana
Rusia melaksanakan latihan militer bersama dengan Belarusia dalam kerangka CRRF. Latihan
militer bersama ini dilaksanakan di wilayah Belarusia dan wilayah Rusia, khususnya di daerah
otonomi Kaliningrad sejak tanggal 8 hingga 29 September 2009.64 Berdasarkan data yang diungkapkan Pemerintah Rusia, Zapad 2009 melibatkan 12.600 prajurit militer, yaitu 6.000
prajurit dari Rusia dan 12.600 prajurit dari Belarusia.65 Zapad 2009 juga melibatkan 220 tanks,
470 kendaraan tempur lapis baja, 230 self-propelled and towed artillery, dan berbagai senjata
berbasis rudal tempur.66 Selain itu, Zapad 2009 juga melibatkan kapal perang dari armada
perang Rusia yang ditempatkan di Laut Baltik dan laut Hitam, ditambah 60 pesawat tempur
dan 40 helikopter dari Rusia dan Belarusia.67
Dalam pelaksanaannya, Zapad 2009 mengundang reaksi dari negara-negara Baltik dan
Polandia, dimana negara-negara ini berlokasi dekat dengan tempat operasi Zapad 2009. Reaksi
paling tegas datang dari Polandia, dimana otoritas Polandia secara terbuka menyatakan
keberatannya karena Zapad 2009 bersifat sangat offensive terhadap Polandia. Hal ini
diungkapkan oleh Wladyslaw Stasiak, anggota Dewan Keamanan Nasional Polandia, bahwa
62 Stephen M. Walt. Op Cit. hal 1 63Ibid. hal 18
64 Roger McDermott, “Zapad 2009 Rehearses Countering a NATO Attack on Belarus”, The James Town
Foundation, Volume: 6 Issue: 179, diakses dari:
http://www.jamestown.org/single/?tx_ttnews%5Btt_news%5D=35558#.V05dbpF97nF pada tanggal 29 Mei 2016 pukul 17.00 WIB.
65 Marcel H. Van Herpen, Russia’s Embrace of Tactical Nuclear Weapons, (Paris: The Cicero Foundation,
2011), hal. 13-15, diakses dari:
http://www.cicerofoundation.org/lectures/Marcel_H_Van_Herpen_RUSSIA_EMBRACE_OF_TACTICAL_NU CLEAR_WEAPONS.pdf pada tanggal 30 Mei 2016 pukul 17.00 WIB.
66 SputnikNews, “Russia Demonstrates Military Machismo in west 2009 war games,” diakses dari:
hal ini mengingatkan kembali memori kelam mengenai invasi Uni Soviet di Polandia 70 tahun
lalu.68 Hal ini tidak terlepas dari sifat agresif latihan militer ini yang dilaporkan telah
menyerang saluran pipa di pantai Polandia saat latihan dilaksanakan di Kaliningrad yang
memang dekat dengan Polandia.69 Hal lain yang menjadi perhatian Polandia adalah Rusia juga
melakukan latihan senjata berbasis nuklir di daerah Kaliningrad yang sangat dekat dengan
Polandia.70
Menurut penulis, Zapad 2009 merupakan respon Rusia terhadap ancaman yang
dihadirkan oleh Amerika Serikat melalui pembangunan BMD-nya di Eropa. Hal ini disebabkan
oleh beberapa pertimbangan. Pertama, Rusia melaksanakan latihan militer bersama Belarusia
dalam kerangka CRRF. Belarusia memang memiliki nilai strategis bagi Rusia, mengingat
Belarusia berbatasan darat dengan Polandia, negara dimana Amerika Serikat menempatkan
BMD-nya. Dengan demikian, Rusia dapat mengimbangi ancaman tersebut sejak garda paling
depan. Dengan demikian, Rusia dapat mengimbangi ancaman yang dihadirkan Amerika
Serikat melalui variabel geographical proximity, dimana Belarusia dan Kaliningrad juga
memiliki kedekatan geografis dengan instalasi militer Amerika Serikat, khususnya stasiun
BMD Amerika Serikat yang akan ditempatkan di Polandia.
Kedua, bentuk latihan militer bersama ini terlalu offensive untuk dikatakan sekedar
latihan militer untuk tujuan defensive. Hal ini dapat terlihat dari jumlah prajurit yang
diturunkan dalam latihan serta alutsista yang digunakan. Selain itu, kharakter latihan militer
yang sangat offensive terutama kepada Polandia menjadi catatan penting yang menyebabkan
latihan militer ini bernilai lebih dari sekedar defensive. Hal ini juga tersirat dari pernyataan dari
Jenderal Senior Rusia, Anatoly Nogovitsyn di hadapan publik, “Poland has made itself a
nuclear target for Russia’s military by hosting elements of a US anti-missile system.”71
Pernyataan ini diungkapkan Novitsyn pada tanggal 15 Agustus 2008 setelah Polandia secara
resmi menyatakan diri untuk menjadi host country bagi BMD Amerika Serikat di Eropa. Jika
dihubungkan dengan latihan militer Zapad 2009 yang begitu agresif kepada Polandia,
khususnya latihan menggunakan senjata berbasis nuklir di daerah Kaliningrad yang berbatasan
68 The Telegraph, “Russia 'simulates' nuclear attack on Poland”, diakses dari:
http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/europe/poland/6480227/Russia-simulates-nuclear-attack-on-Poland.html pada tanggal 29 Mei 2016 pukul 17.00 WIB.
69 Marcel H. Van Herpen, Op.cit., hal. 14. 70Loc.cit.
71 The Telegraph, “Russian general says Poland a nuclear 'target',” diakses dari:
darat dengan Polandia dan penyerangan terhadap saluran pipa di pantai Polandia, maka dapat
diketahui bahwa Rusia memang memiliki intensi untuk mengimbangi ancaman tersebut.
Menariknya lagi, bersamaan dengan latihan militer bersama Belarusia dalam kerangka
Zapad 2009 dari kerjasama militer CRRF, Rusia juga melaksanakan latihan militer sendiri di
wilayah Leningrad bernama Ladoga 2009. Latihan militer ini diselenggarakan di sekitar
wilayah laut Baltik, sehingga dekat sekali dengan latihan militer bersama antara Rusia dan
Belarusia, Zapad 2009. Ladoga 2009 sendiri terdiri dari lebih dari 7000 prajurit militer dan
melibatkan seluruh perangkat militer di distrik Leningrad, Rusia.72 Sebelumnya, Rusia menolak mengundang observer terkait dengan Zapad 2009 karena jumlah prajurit militer yang
dikerahkan tidak lebih dari 13.000 personil yang ditetapkan oleh Organization for Security and
Co-operation in Europe (OSCE) sebagai jumlah minimal suatu negara harus mengundang
observer dari negara lain jika ingin mengadakan latihan militer.73 Namun jika diperhatikan dengan seksama, dapat dikatakan bahwa Zapad 2009 dan ladoga 2009 merupakan satu kesatuan
latihan militer Rusia. Jika demikian, maka jumlah prajurit militer yang dilibatkan melebihi
20.000 personil dimana ini merupakan jumlah terbesar dari prajurit militer yang dikerahkan
Rusia sejak Uni Soviet runtuh. Rusia hanya membedakan kedua latihan militernya ini agar
tidak harus mengundang observer dari negara lain.
Respon kedua yang dilakukan Rusia untuk mengimbangi ancaman yang dihadirkan
Amerika Serikat melalui pembangunan BMD-nya di Eropa adalah melalui latihan militer
bersama di bawah kerangka kerjasama militer CRRF bertempat di Belarusia di tahun 2013
bernama Zapad 2013. Zapad 2013 dilaksanakan pada tanggal 20 hingga 26 September 2013
dengan tujuan khusus untuk latihan militer perlindungan Belarusia terhadap serangan teroris.74
Berbeda dengan Zapad 2009, Zapad 2013 melibatkan seluruh negara aliansi CSTO, termasuk
Armenia,Kazakhstan, Kyrgyzstan dan Tajikistan.75
Zapad 2013 akan diselenggarakan di wilayah Belarusia, yaitu Brest, Gozhsky dan
Obuz-Lesnovsky dan wilayah Rusia yaitu Kaliningrad, tepatnya di Khmelevka dan Pravdinsky.76 Menurut otoritas di Kementerian Pertahanan Rusia, Zapad 2013 melibatkan lebih dari 13.000
72 Marcel H. Van Herpen, Op.cit., hal. 14. 73Loc.cit.
74 Stephen Blank dalam Liudas Zdanavicius dan Matthew Czekaj, Russia’s Zapad 2013 Military Exercise:
Lesson for Baltic Regional Security (Washinton D.C: The Jamestown Foundation, 2015), hal. 11. 75Jorgen Elfying dan Peter A. Mattsson dalam Liudas Zdanavicius dan Matthew Czekaj, Ibid., hal 19. 76Anna Maria Dyner, “The Russian-Belarusian “West 2013” Exercise: An Alliance against External
Enemies?,” The Bulletin Polish Institute of International Affairs No. 102 (555) September 2013, diakses dari:
prajurit militer, sekitar 10.400 dari Belarusia, 2,520 dari Rusia dan 300-600 dari Armenia,
Kazakhstan, Kirgizstan dan Tajikistan.77 Dalam pelaksanaannya, Zapad 2013 menggunakan
sekitar 350 kendaraan tempur lapis baja, dimana 70 diantaranya merupakan tank, 50 artilery
pieces and rocket launhers, dan alutsista yang dibawa dari armada kapal Rusia di Laut Baltik,
ditambah 60 pesawat tempur, termasuk di dalamnya helikopter.78
Berbeda dari Zapad 2009, kali ini Rusia dan aliansi CSTO mengundang observer dari
berbagai negara karena jumlah prajurit militernya telah melebihi 13.000 personil , batas
minimal yang ditetapkan OSCE untuk mengundang observer dari negara lain. Observer dari
Zapad 2013 terdiri dari berbagai negara termasuk Polandia.79 Dengan kapasitas sumber daya manusia sedemikian besar, dan juga alutsista yang dilibatkan sedemikian canggih, Zapad 2013
dapat dikatakan sebagai latihan militer bersama negara aliansi CSTO yang terbesar, dimana
wilayah latihannya bahkan mencakup Belarusia, Wilayah Otonomi Rusia di Kaliningrad serta
Laut Baltik.80
Zapad 2013 ini juga memiliki intensi kuat yang mengindikasikan respon Rusia terhadap
ancaman Amerika Serikat dan NATO di Eropa. Seperti Zapad 2009, pemilihan lokasi di
Kaliningrad dan Belarusia yang berbatasan langsung dengan Polandia, dimana Amerika
Serikat menempatkan BMD-nya, menjadi salah satu bukti intensi ini. Hal ini pada gilirannya
akan mengimbangi ancaman Amerika Serikat berdasarkan variabel sumber ancaman
geographical proximity sama halnya dengan Zapad 2009 yang terdahulu. Terlebih kali ini,
Rusia melibatkan seluruh anggota aliansi CSTO untuk bersama melaksanakan latihan militer
ini. Hal ini mengisyaratkan bahwa Rusia ingin menunjukkan kapabilitas militernya dan
aliansinya yang dapat mengimbangi NATO, khususnya pada offensive power yang dimiliki
Amerika Serikat untuk menjadi ancaman bagi Rusia.
Meski pun dalam latihan militer kali ini Rusia tidak menggunakan persenjataan berbasis
nuklir atau secara jelas menyerang Polandia seperti yang dilakukannya pada Zapad 2009,
namun dalam latihan militer kali ini jumlah personil mau pun alutsista yang terkonsentrasi
dekat dengan perbatasan Polandia adalah yang terbesar sejauh ini. Selain itu, berbeda dengan
Zapad 2009 dimana Rusia baru mencanangkan penempatan rudal tempur jenis Iskander di
77Jorgen Elfying dan Peter A. Mattsson dalam Liudas Zdanavicius dan Matthew Czekaj, Op. cit., hal. 21-23. 78Loc.cit.
79 Anna Maria Dyner, Op.cit.
80 The Centre for Eastern Studies (OSW), “West 2013’: the Belarusian and Russian armies’ anti-NATO
Kaliningrad, Zapad 2013 dilaksanakan ketika Rusia telah benar-benar menempatkan rudal
tempur ini di Kaliningrad untuk merespon pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa.81
Meski tidak disebutkan secara resmi akan melibatkan persenjataan rudal tempur ini, latihan
militer ditempat dimana rudal tempur ini ditempatkan secara otomatis akan memberikan efek
ancaman bagi musuh di luar aliansi. Hal ini dilakukan Rusia untuk mengimbangi ancaman
Amerika Serikat pada variabel offensive power, khususnya pada parameter strategic weaponry
yang dibuktikan dengan rudal balisitk jenis Iskander yang ditempatkan di Kaliningrad. Dengan
demikian, latihan militer dari Zapad 2013 dapat memperlihatkan kekuatan militer aliansi
CSTO, secara khusus Rusia, yang mumpuni dan memiliki kapabilitas untuk mengimbangi
kekuatan serupa yang dihadirkan Amerika Serikat dan aliansi NATO melalui pembangunan
BMD-nya di Eropa.
Terlebih pasca perubahan doktrin militer di tahun 2010, Rusia secara jelas
mendefinisikan NATO sebagai ancaman bagi keamanan nasionalnya. Hal ini mengindikasikan
bahwa NATO akan menjadi prioritas kebijakan strategis Rusia untuk mengimbangi ancaman,
termasuk dalam Zapad 2013. Hal ini juga diperjelas oleh pernyataan dari Menteri Pertahanan
Rusia, Sergei Shoigu yang menyatakan NATO memang merupakan musuh Rusia terutama
terkait dengan rencanan pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa, “…NATO is an enemy because of its pursuit of a comprehensive ballistic missile defense system and the Alliance’s
continuing expansion”.82 Menariknya, pernyataan ini diungkapkan hanya sehari sebelum
latihan militer Zapad 2013 resmi dimulai. Selain itu, Zapad 2013 ini dimulai ketika Amerika
Serikat sedang merampungkan fase ke dua BMD-nya yang ditempatkan di Deveselu, Rumania.
Dari hal ini juga terlihat jelas bahwa Rusia berusaha mengimbangi ancaman Amerika Serikat
khususnya aggressive intention-nya melalui pembangunan BMD di Eropa dengan kebijakan
yang offensive pada doktrin militernya.
Dari pemaparan yang penulis uraikan ini, maka dapat diketahui bahwa latihan militer
Zapad 2013 memiliki intensi kuat untuk mengimbangi ancaman yang dihadirkan Amerika
Serikat dan aliansi NATO melalui pembangunan BMD di Eropa. Lebih lanjut, Rusia memiliki
intensi untuk bersikap offensive terhadap negara-negara aliansi Amerika Serikat di NATO,
81 Reuters, “Russia has stationed Iskander missiles in western region: reports”, diakses dari:
http://www.reuters.com/article/us-russia-missiles-idUSBRE9BF0W020131216 pada tanggal 20 Mei 2016 pukul 21.00 WIB
82 The Jamestown Foundation, “What Do the Zapad 2013 Exercises Reveal? (Part Two)”, diakses dari:
khususnya Polandia. Intensi ini terlihat dari pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa,
dimana Polandia merupakan salah satu host country dari BMD Amerika Serikat dengan skala
hingga intercontinental (ICBM) yang mendapat reaksi paling tegas dari Rusia. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa Zapad 2013 ini merupakan salah satu respon strategis yang
dilakukan Rusia untuk mengimbangi ancaman yang dihadirkan Amerika Serikat melalui
pembangunan BMD-nya di Eropa ini.
Penutup
Melalui analisis dengan menggunakan teori BoT, dapat diperoleh kesimpulan bahwa
Amerika Serikat memenuhi kriteria sumber ancaman yang dapat secara signifikan mengancam
Rusia. Hal ini terejewantahkankan dalam penjelasan variabel aggregate power, dimana
aggregate power Amerika Serikat lebih besar dari Rusia. Pada variabel geographical
proximity, meskipun secara geografis homeland Amerika Serikat terpisah jauh dengan
homeland Rusia, namun instalasi power projection Amerika Serikat yang berada sangat dekat
dengan wilayah Rusia menjadikan Amerika Serikat memiliki sumber ancaman yang besar bagi
Rusia. Variabel offensive power Amerika Serikat juga terbukti lebih besar dari Rusia sehingga
dapat menghadirkan ancaman yang signifikan bagi Rusia. Terakhir, variabel aggressive
intention melalui pembangunan BMD Amerika Serikat di Eropa, yang sekaligus merupakan
variabel determinan, terbukti dapat menghadirkan ancaman yang signifikan bagi Rusia.
Sebagai negara dominan di kawasan Eropa Timur dan salah satu negara besar di dunia,
ancaman yang dihadirkan Amerika Serikat ini tentu saja menuai respon strategis dari Rusia.
Rusia memilih untuk merespon ancaman ini dengan strategi aliansi dengan pihak di luar
sumber ancamannya, yaitu berbentuk balancing dengan aliansi CSTO. Hal ini sesuai dengan
teori BoT dimana negara yang merasa terancam akan merespon dengan cara aliansi. Dalam
pelaksanaannya, Rusia menjalankan strategi balancing dengan aliansi CSTO melalui kerangka
kerjasama militer CRRF, yaitu dengan melaksanakan latihan militer bersama dengan negara
aliansi CSTO dalam Zapad 2009 dan Zapad 2013. Nilai strategis dari latihan militer bersama
yang dilakukan Rusia dan aliansi CSTO dalam kerangka Zapad 2009 dan 2013 terbukti
merupakan bentuk dari respon Rusia terhadap ancaman yang dihadirkan Amerika Serikat