184
Faktor
–
Faktor Yang Mempengaruhi
Kepatuhan Wajib Pajak
I Made Sudiartana
a,*, Ni Putu Yuria Mendra
ba,bUniversitas Mahasaraswati, Denpasar, Indonesia *(yurimendra@gmail.com)
ABSTRAK
Penelitian ini untuk mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak yang bersumber dari diri wajib pajak maupun faktor diluar diri wajib pajak.Karakteristik wajib pajak dapat dilihat dari jenis kelamin, usia, pendidikan. Selain faktor karakteritik individu, ada beberapa hal juga yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak bagi pemilik UMKM yaitu seperti bidang usaha, bentuk usaha, penjualan, pelapor dan pengisi SPT.Data penelitian diperoleh dengan membagikan kuesioner kepada wajib pajak badan yaitu UMKM yang ada di Kabupaten Gianyar.Populasi penelitian ini adalah seluruh UMKM di Kabupaten Gianyar. Penentuan jumlah sampel dilakukan menggunakan rumus Slovin. Teknik analisis data meliputi uji intrumen yaitu validitas dan reliabilitas; uji asumsi klasik meliputi uji normalitas, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas; goodness of fit meliputi Koefisien determinasi, uji F, dan uji t; serta menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menyatakan bahwa bidang usaha, pendidikan, penjualan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan bentuk usaha, jenis kelamin, usia berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan pengisi dan pelapor SPT berpengaruh negatif terhadap kepatuhan wajib pajak
Kata Kunci : Kepatuhan Pajak, Bidang Usaha, Bentuk Usaha, Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan, Penjualan, Pelapor dan Pengisi SPT
PENDAHULUAN
Pajak merupakan tulang
punggung penerimaan negara di
Indonesia. Pajak memegang peranan
penting disebabkan lebih dari 70%
penerimaan negara bersumber dari
penerimaan pajak (Damayanti et al.,
2015). Badan Pemeriksa
KeuanganRepublik Indonesia (BPK RI)
mengungkapkan bahwa realisasi
penerimaan pajak selama lima tahun
terakhir dari 2008-2012tidak
mencapai target atau berkisar antara
94,31 persen hingga 97,26 persen
dari target Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan (APBN-P).
Salah satu upaya pemerintah untuk
meningkatkan potensi penerimaan
pajak di Indonesia adalah dengan
menerbitkan Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013 mengenai
Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Ketentuan ini mengenakan Pajak
Penghasilan (PPh) bersifat final
dengan tarif final 1 persen bagi
masyarakat yang memiliki usaha
sendiri dengan peredaran bruto tidak
185 pajak. Pemerintah mulai melirik
sektor Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) yang mendominasi
kegiatan perekonomian
Indonesia.UMKM dianggap memiliki
potensi besar untuk pemasukan
pajak dimana selama ini penerimaan
pajak sebagian besar berasal dari
wajib pajak besar yang jumlahnya
kurang dari 1%.Melalui aturan ini,
pemerintah ingin mengoptimalkan
penerimaan pajak melalui sektor
UMKM.
Penarikan pajak dari sektor
UMKM sesungguhnya bukanlah satu
hal yang mudah.Tidak hanya
Indonesia, di negara maju dan negara
berkembang lainnya masih melihat
sektor UMKM sebagai sektor yang
hard to control dari sisi kepatuhan
pajak.Oleh karena itu sangat penting
apabila kepatuhan wajib pajak dapat
timbul dari diri wajib pajak itu sendiri
atau secara sukarela.Wajib pajak
patuh bukan berarti wajib pajak
membayar dalam nominal besar,
melainkan wajib pajak yang mengerti
dan mematuhi hak dan kewajibannya
dalam bidang perpajakan serta telah
memenuhi kriteria tertentu (Supriyati
dan Hidayati, 2008). Karakteristik
wajib pajak dapat dilihat dari jenis
kelamin, usia, pendidikan. Selain
faktor karakteritik individu, ada
beberapa hal juga yang dapat
mempengaruhi kepatuhan wajib
pajak bagi pemilik UMKM yaitu
seperti bidang usaha, bentuk usaha,
penjualan, pelapor dan pengisi SPT.
Bidang usaha dan bentuk usaha
memiliki hubungan dengan
kepatuhan wajib pajak, dimana
dengan lebih berbadan hukum usaha
tersebut, maka kepatuhan wajib
pajak juga akan semakin meningkat.
Jenis kelamin dikaitkan dengan
perbedaan jenis kelamin laki dan
perempuan.Dalam studinya Jackson
and Million (1986), Oxley (1993),
dalam hai and See (2011)
menemukan bukti bahwa jenis
kelamin dapat mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak.Wajib pajak
perempuan lebih patuh dibandingkan
dengan laki-laki.
Umur pembayar pajak adalah satu
yang terpenting.Title (1980)
menjelaskan hubungan antara umur
dengan kepatuhan.Wajib pajak yang
muda lebih berani mengambil risiko,
kurang sensitif terhadap hukuman.
Menurut Tittle (1980); Witte and
Woodbury 91985); Dubin and Wilde
(1988); Feisten (1991); Hanno and
Violette (1996) menemukan bahwa
umur wajib pajak yang lebih tua
biasanya lebih patuh daripada yang
muda. Tingkat pendidikan
masyarakat secara umum dapat
mempengaruhi kepatuhan wajib
pajak dalam memenuhi kewajiban
186 semakin tinggi menyebabkan
masyarakat semakin mudah
memahami ketentuan
perpajakan.Seseorang yang memiliki
tingkat pendapatan tinggi cenderung
melaporkan pajaknya dengan jujur
daripada yang mempunyai
pendapatan rendah (Mustikasari,
2007).Menurut Bida (2001) dan
Feriyani (2007) juga menyatakan
bahwa pendapatan berpengaruh
positif terhadap kepatuhan wajib
pajak.Faktor lain yang mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak adalah pelapor
dan pengisi SPT. Semakin ahli orang
yang melapordan mengisi SPT
sehingga prosedurnya menjadi lebih
mudah dan cepat, maka kepatuhan
wajib pajak akan meningkat.
TINJAUAN PUSTAKA
Kepatuhan Pajak
Pembayaran pajak adalah
kewajiban warga negara baik wajib
pajak orang pribadi maupun badan.
Setiap warga negara diharapkan
secara sukarela memenuhi kewajiban
namun kenyataan yang terjadi adalah
adanya keengganan untuk membayar
pajak. Vazquez and Schneider (2003)
mengakui kebanyakan orang tidak
suka membayar pajak, dan sebagai
hasilnya adalah kesulitan bagi
otoritas pajak.
Kepatuhan pajak adalah sesuatu
yang tidak mudah didefinisikan
karena multi dimensi. Brown dan
Mazur (2003) mengungkapkan bahwa
kepatuhan mencakup tiga dimensi,
yaitu kepatuhan pembayaran,
pelaporan dan pengisian. Kepatuhan
pajak terjadi jika wajib pajak
membayar tepat waktu, menghitung
pajak secara akurat sesuai dengan
aturan perpajakan (James dan Alley,
2002).Di Indonesia, definisi
kepatuhan pajak dituangkan dalam
SE-02/PJ/2008 tentang Kepatuhan
pajak selalu menjadi masalah besar
bagi pemerintah di seluruh dunia.
Kirchleret al. (2008) mengatakan
bahwa pemerintah memiliki tanggung
jawab memastikan bahwa warga
negara mengikuti tugas warga negara
ini dan berperilaku sesuai dengan
ketentuan undang-undang pajak
terlepas dari status sosial mereka.
Dengan kata lain, mewujudkan
kepatuhan pajak merupakan tugas
pemerintah.
Pelaku Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM)
Keberadaan UMKM sebagai
tulang punggung perekonomian
nasional tidak perlu diragukan
lagi.UMKM yang lebih banyak
bergerak di sektor riil berperan
sebagai penyelamat saat terjadi krisis
moneter dan memiliki tingkat
penyerapan tenaga kerja yang cukup
187 UMKM yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia mencapai 52,7 juta
unit. Besaran proporsi produk
domestik bruto dari sektor UMKM
mencapai 56 persen serta tingkat
penyerapan tenaga kerja diatas 97
persen.Melihat besarnya peran UMKM
dalam perekonomian, menarik untuk
melihat bagaimana peran pelaku
UMKM ini dalam penerimaan pajak.
Meskipun peran UMKM cukup
besar namun tidak semua UMKM
terdaftar sebagai Wajib Pajak dan
patuh dalam melaporkan kewajiban
pajak ke kantor pajak. Rendahnya
kepatuhan pajak dari para pelaku
UMKM terkait dengan beberapa hal:
1.Pelaku UMKM didominasi pelaku
usaha rumah tangga. Kebanyakan
pelaku UMKM dari kelompok ini
kurang atau tidak peduli dengan
masalah ketentuan yang berlaku.
2.Pelaku UMKM umumnya orang
pribadi swa-usaha(self
employment)yang cenderung
kurang patuh dibandingkan
dengan karyawan, dimana atas
penghasilan yang diperoleh telah
dipotong pajak pada saat
dibayarkan.
3.Pelaku UMKM biasa bergerak di
sektor informal, sehingga catatan
yang ada atas pelaku UMKM dan
transaksi yang dilakukannya relatif
tidak ada.
Hipotesis
H1: Bidang Usaha berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib
pajak
H2: Bentuk usaha berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib
pajak
H3: Jenis kelamin berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib
pajak
H4: Usia berpengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak
H5: Pendidikan berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib
pajak
H6 : Penjualan berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib
pajak
H7 :Pelapor dan Pengisi SPT
berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak
METODE
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah wajib
pajak sektor UMKM yang berlokasi di
Kabupaten Gianyar.
Obyek Penelitian
Obyek penelitian adalah analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak UMKM.
Definisi Operasional Variabel
Variabel Bebas (Independent
Variabel) meliputi Bidang Usaha(X1)
adalah jenis usaha yang dilakukan
188 meliputi usaha perorangan, UD, CV,
dan PT; Jenis Kelamin(X3)
didefinisikan sebagai perbedaan laki
dan perempuan; Usia (X4) meliputi
kategori umur wajib pajak;
Pendidikan (X5) adalah latar belakang
jenjang penddikan yang ditempuh
wajib pajak; Penjualan (X6)
menggunakan rata rata jumlah
penjualan yang diperoleh; Pelapor dan
Pengisi SPT (X7) meliputi siapa yang
melapor dan mengisi SPT
Variabel Terikat (Dependent
Variabel) adalah Kepatuhan Wajib
Pajak (Y)yang menggunakan
kuesioner dengan skala likert .
Metode Pengumpulan Sampel
Penelitian ini merupakan
penelitian survei untuk menganalisis
pengaruh bidang usaha, bentuk
usaha, jenis kelamin, usia,
pendidikan, penjualan, pelapor dan
pengisi SPT terhadap kepatuhan
wajib pajak. Teknik pengumpulan
data menggunakan kuisioner untuk
UMKM di Kabupaten Gianyar yang
terdaftar sebagai wajib pajak baik
yang telah maupun yang belum
melaporkan kewajiban perpajaknya
secara bulanan maupun
tahunan.Data penelitian diperoleh
dengan membagikan kuesioner
kepada wajib pajak badan yaitu
UMKM yang ada di Kabupaten
Gianyar.
Populasi penelitian ini adalah
seluruh UMKM di Kabupaten
Gianyar. Penentuan jumlah sampel
dilakukan menggunakan rumus
Slovin sebagai berikut:
Keterangan:
n = sampel
N = populasi
α = taraf signifikansi sebesar 0,05 Apabila diketahui jumlah populasi
UMKM sebesar 116.557 unit, maka
jumlah sampel yang diambil
menggunakan rumus Slovin adalah
sebanyak 398 unit usaha.
Teknik Analisis Data
Uji Instrumen (Uji Validitas dan
Reliabilitas)
Menurut Ghozali (2016:53), uji
validitas digunakan untuk mengukur
sah atau tidak suatu kuesioner.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan atau pernyataan pada
kuesioner mampu mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut. Dasar
pengambilan keputusan valid atau
tidaknya butir-butir pertanyaan
dalam kuesioner adalah apabila total
nilai dari pearson correlation untuk
masing-masing butir pertanyaaan
menunjukkan nilai diatas 0,30 maka
data dinyatakan valid. Uji reliabilitas
189 suatu kuesioner yang merupakan
indikator dari variabel atau
konstruk.Suatu kuesioner dikatakan
reliabel atau handal jika jawaban
seseorang terhadap pernyataan
adalah konsisten atau stabil dari
waktu ke waktu. Pengujian ini,
peneliti mengukur reliabelnya suatu
variabel dengan cara melihat
Cronburch Alpha dengan signifikansi
yang digunakan lebih besar dari 0,70.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik ini terdiri dari uji
normalitas data, uji autokorelasi, uji
heteroskedastisitas dan uji
multikolinearitas. Namun karena data
yang digunakan adalah data cross
section maka uji autokorelasi tidak
dilakukan.
Analisis Regresi Linear Berganda
Untuk mencapai tujuan penelitian
seperti yang dikemukakan
sebelumnya, maka hipotesis di uji
dengan metode analisis regresi linear
berganda. Analisis regresi linear
berganda digunakan untuk
menganalisis variabel independen
terhadap dependen dengan
menggunakan program SPSS. Rumus
persamaannya sebagai berikut:
Y=α+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+
β5X5+β6X6+β7X7+e...(2)
Keterangan :
Y= Kepatuhan wajib pajak orang
pribadi
α= konstanta
β1, β2, β3 = koefisien regresi
X1 = Bidang Usaha
X2 = Bentuk usaha
X3 = Jenis kelamin
X4 = Usia
X5 = Pendidikan
X6 = Penjualan
X7 = Pelapor dan Pengisi SPT
e =kesalahan pengganggu
Uji Kelayakan Model
Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)
Ketepatan fungsi regresi sampel
dalam menaksir nilai aktual dapat
diukur dari Goodness of Fitnya.
Secara statistik, setidaknya ini
dapat diukur dari koefisien
determinasi, dan uji F, dan uji t.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dinas Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah Provinsi Bali mencatat
bahwa hingga Juni 2016, terdapat
265.558 UMKM formal dan informal
yang tersebar di seluruh wilayah Bali.
Berdasarkan lokasi demografis usaha
kecil dan menengah yang ada di Bali,
jumlah UMKM terbanyak terdapat di
Kabupaten Gianyar yaitu sebesar
91.511 UMKM (Bali Bisnis, com.,
2016), atau sekitar 34,46% dari total
UMKM yang ada di Provinsi Bali.
Jumlah UMKM tersebut
diklasifikasikan menjadi 84.677
UMKM informal dan 6.834 UMKM
190 bergerak dalam bidang komoditas,
produk dan jasa unggulan yaitu
kerajinan perak, hotel melati, toko
barang kerajinan, lukisan, serta mini
market dan toko kelontong.
Populasi dalam penelitian ini
adalah 6.834 UMKM formal yang
tercatat pada Dinas Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah
Kabupaten Gianyar. Penentuan
jumlah sampel menggunakan rumus
Slovin yang memperoleh 398 UKM
yang tersebar pada 7 kecamatan di
Kabupaten Gianyar. Penelitian ini
menggunakan metode survei, yaitu
mendatangi langsung UMKM formal
dan memberikan kuisioner kepada
pemilik UMKM tersebut. Penelitian ini
menyebarkan 398 kuisioner dan
sebanyak 395 kuisioner yang
kembali. Dapat dikatakan bahwa
tingkat pengembalian responden
(response rate) sebesar 99,25%. Dari
395 kuisioner yang dikembalikan,
terdapat 10 responden yang tidak
mengisi secara lengkap semua item
pertanyaan/pernyataan yang
diajukan sehingga jumlah kuisioner
yang dapat diolah lebih lanjut adalah
385 kuisioner.
Berdasarkan jenis usahanya,
UMKM dalam penelitian ini
dikelompokkan dalam industri
makanan, minuman, dan rokok (22,
08%), industri kerajinan kayu,
bambu, dan rotan (29,87%), industri
kerajinan logam (15,84%), dan
industri kerajinan lainnya (32,21%).
Apabila ditinjau dari bentuk usaha,
UMKM dibedakan dalam bentuk
perorangan (72,73%), Usaha Dagang
(17,92%), Persekutuan Komanditer
(5,97%), dan Perseroan Terbatas
(3,38%). Pemilik UMKM yang
berpartisipasi sebagai responden
berjenis kelamin pria sebanyak
60,78%, sedangkan wanita sebanyak
39,22%. Pemilik UMKM tersebut
berusia lebih kecil dari 31 tahun
sebanyak 8,31%, berusia 31-40 tahun
sebanyak 38,18%, berusia 41-50
tahun sebanyak 37,66%, dan lebih
besar dari 50 tahun sebanyak
15,84%. Sebagian besar responden
memiliki latar belakang SMU/SMA
(54,03%), sedangkan sisanya adalah
dibawah SMU/SMA (12,47%),
akademi (7,01%), dan sarjana
(26,49%). Adapun rata-rata besarnya
penjualan yang diperoleh UMKM pada
setiap bulannya adalah dibawah Rp.
2.500.000 (28,31%), antara Rp.
2.500.000 sampai dengan Rp.
5.000.000 (32,73%), diatas Rp.
5.000.000 sampai Rp. 7.500.000
(15,58%), diatas Rp. 7.500.000
sampai Rp. 10.000.000 (9,87%), dan
diatas Rp. 10.000.000 (13,51%).
Berkaitan dengan kewajiban dalam
mengisi dan melaporkan Surat
Pemberitahuan (SPT), pemilik UMKM
191 (82,08%), menggunakan jasa
konsultan (9,09%), maupun fiskus
yaitu petugas pajak (1,04%).
Uji Instrumen
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Suatu kuesioner dikatakan valid
jika pertanyaan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut, jika korelasi item
terhadap skor total lebih besar dari
0,30 maka instrumen penelitian
dikatakan valid. Berdasarkan
Lampiran 1 variabel X1, X2, dan X3
tidak valid sedangkan variabel
X4,X5,X6, dan X7 valid karena
semua item pertanyaan korelasinya
diatas 0,3 sedangkan untuk variabel
Y valid kecuali item pertanyaan 1
dihilangkan karena tidak valid.Suatu
kuesioner dikatakan reliabel atau
andal jika jawaban seseorang
terhadap pernyataan adalah konsisten
atau stabil dariwaktu ke waktu, jika
koefisien Cronbach Alpha> 0,7 maka
pertanyaan dinyatakan reliabel.
Berdasarkan Lampiran 1 semua
instrumen koefisien Cronbach Alpha>
0,7, maka semua item pertanyaan
dikatakan reliabel.
Hasil Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan
untuk menguji apakah model regresi,
variabel pengganggu atau residual
berdistribusi normal atau tidak.
Statistik uji yang digunakan untuk
menguji normalitas adalah One
SampleKolmogorov-Smirnov (K-S) Test.
Residual berdistribusi normal apabila
tingkat signifikannya menunjukkan
nilai yang lebih besar dari 0,05. Hasil
uji normalitas Kolmogorov-Smirnov
Test dapat di lihat pada Lampiran 2.
Berdasarkan hasil pengolahan data
diperoleh besarnya nilai
Kolmogorov-Smirnov adalah 1,052 dan signifikansi
pada 0,218. Nilai signifikansi lebih
besar dari 0,05 maka data residual
berdistribusi normal.
Uji Heterokedastisitas
Pengujian Heterokedastisitas
dilakukan untuk melihat apakah
dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varian dari residual
satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Pengujian
heterokedastisitas dilakukan dengan
uji Glejser dengan melihat tingkat
signifikansi. Jika tingkat Signifikansi
berada di atas 0,05 maka model
regresi ini bebas dari
heterokedastiditas. Hasil uji dapat
dilihat pada Lampiran 2. Hasil
pengujian heterokedastisitas
menunjukan nilai probabilitas
signifikansi masing-masing variabel
bebas (0,672; 0,066; 0,356; 0,543;
0,419; 0,839; 0,476) lebih dari 0,05,
192 model regresi dalam penelitian ini
bebas dari heterokedastisitas.
Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan
untuk membuktikan atau menguji
adanya hubungan yang linier
(multikolinieritas) antara variabel
bebas yang satu dengan yang lain.
Pedoman untuk mengetahui apakah
antara variabel bebas yang lain tidak
terjadi multikolinieritas apabila
mempunyai nila VIF (Varians Inflation
Factor) kurang dari 10 dan angka
tolerance lebih dari 0,1. Berdasarkan
pengolahan tersebut dapat dilihat
bahwa nilai masing-masing variabel
memiliki nilai VIF (1,099; 1,214;
1,047; 1,046; 1,322; 1,271; 1,076) di
bawah 10 dan nilai tolerance(0,910;
0,824; 0,955; 0,956; 0,756; 0,787;
0,930 ) diatas 0,10 sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi
hubungan multikolinieritas antar
variabel bebas tersebut.
Uji Koefisien Determinasi
Berdasarkan Lampiran 2 Nilai
Adjusted R Square adalah 0,066 hal
ini berarti 6,6% variasi Kepatuhan
wajib pajak dapat dijelaskan oleh
tujuh variabel independen sedangkan
sisanya 93,4% dapat dijelaskan oleh
faktor-faktor lain diluar model.
Uji F
Berdasarkan hasil pengolahan data
dengan program SPSS yang dapat
dilihat di Lampiran 2, maka diperoleh
hasil sebagai berikut. Hasil uji
serempak diperoleh nilai Fhitung4,892
dengan signifikansi 0,000 lebih kecil
dari 0,05. Hasil ini menunjukan
bahwa modelnya Fit.
Uji t dan Pembahasan
Pengujian yang dilakukan secara
parsial terhadap parameter dilakukan
dengan menggunakan uji t (t-test)
pada Lampiran 2. , dengan taraf
signifikansi 0,05, Ho ditolak dan Ha
diterima apabila Sig. t
= 0,05, danHo diterima dan Ha ditolak apabila
Sig. t >
= 0,05. Berdasarkan hasilpengolahan data dengan program
SPSS maka diperoleh hasil sebagai
berikut:
1)Pengaruh Bidang Usaha terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Lampiran 2 menunjukkan tingkat
signifikansi sebesar 0,669> 0,05
bidang usaha tidak berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak.
Maka H1 ditolak. Kepatuhan wajib
pajak tidak terpengaruh oleh
bidang usaha wajib pajak, karena
tergantung dari karakteristik
individu dari masing-masing wajib
pajak
2)Pengaruh Bentuk Usaha terhadap
193 Lampiran 2 menunjukkan tingkat
signifikansi sebesar 0,019< 0,05
bentuk usaha berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak.
Maka H2 diterima. Semakin
berbadan hukum bentuk usaha
wajib pajak maka wajib pajak akan
lebih taat terhadap hukum dan
peraturan sehingga kepatuhan
wajib pajak akan meningkat
3)Pengaruh Jenis Kelamin terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Lampiran 2 menunjukkan tingkat
signifikansi sebesar 0,000<
0,05jenis kelamin berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak.
Maka H3 diterima. Jenis kelamin
berpengaruh dimana perempuan
akan cenderung untuk patuh
terhadap peraturan
4)Pengaruh Usia terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak
Lampiran 2 menunjukkan tingkat
signifikansi sebesar 0,001<
0,05usia berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak.
Maka H4 diterima.Wajib pajak yang
muda lebih berani mengambil
risiko, kurang sensitif terhadap
hukuman, sedangkan umur wajib
pajak yang lebih tua biasanya lebih
patuh daripada yang muda.
5)Pengaruh Pendidikan terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Lampiran 2 menunjukkan tingkat
signifikansi sebesar 0,760>
0,05pendidikan tidak berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak.
Maka H5 ditolak. Walaupun wajib
pajak memiliki pengetahuan tinggi
atau tidak, tidak akan berpengaruh
terhadap kepatuhan, hal tersebut
bersumber dari kesadaran
masing-masing wajib pajak.
6)Pengaruh Penjualan terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Lampiran 2 menunjukkan tingkat
signifikansi sebesar 0,935>
0,05penjualan tidak berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak.
Maka H6 ditolak. Besar kecilnya
rata rata penjualan tidak
mempengaruhi kepatuhan, karena
wajib pajak yang memiliki
penghasilan tinggi cenderung akan
tidak melaporkan penjualan yang
diperoleh untuk menghindari
pajak.
7)Pengaruh Pengisi dan Pelapor SPT
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Lampiran 2 menunjukkan tingkat
signifikansi sebesar 0,038< 0,05
dengan koefisien beta negatif,
berarti Pengisi dan Pelapor SPT
berpengaruh negatif terhadap
kepatuhan wajib pajak. Maka H7
194 KESIMPULAN
Hasil penelitian menyatakan
bahwa bidang usaha, pendidikan,
penjualan tidak berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak,
sedangkan bentuk usaha, jenis
kelamin, usia berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak,
sedangkan pengisi dan pelapor SPT
berpengaruh negatif terhadap
kepatuhan wajib pajak
DAFTAR PUSTAKA
Alm, James, Jackson, Betty, dan Michael J. M. 1992. Estimating the Determinants of Taxpayer Compliance with Experimental Data, National Tax Journal, 45:1, pp. 107-14.
Alm, James dan Benno Torgler. 2011. Do Ethics Matter? Tax Compliance and Morality. Journal of Business Ethics Volume 101, Issue 4, pp 635-651.
Al-Mamun, Abdullah, Harry Entebang, Shazali Abu Mansor, Qaiser Rafique Yasser, dan Thurai Murugan Nathan. (2014). The Impact of Demografic Factors on Tax Compliance Attitude and Behavior in Malaysia. Journal of Finance, Accounting and Management, 5(1), pp. 109-124
Andreoni, J., B. Erard, dan J. Feinstein. 1998. Tax Compliance. Journal of Economic Literature 36 No. 2: 818-860.
Chung, Janne dan Viswanath Umashanker Trivedi. 2006. The Effect of Friendly Persuasion and Gender on Tax Compliance Behavior. Journal of Business Ethics, Volume 47, Issue 2, pp 133-145.
Eriksen, K., dan Fallan, L. 1996. Tax knowledge and attitudes towards taxation: areport on a quasi-experiment. Journal of Economics Psycology, Vol. 17, No. 3, pp. 387-408.
http://www.pajak.go.id. Artikel
pendapatan pajak di Indonesia dan DJP Provinsi Bali, diakses tanggal 22April 2016
http://bali.bisnis.com/read/2015022 3/16/49719/url diakses 10 April 2016
Jackson, B. R., dan V. C. Milliron. 1986. Tax Compliance Research: Findings, Problems, and Prospects, J. Account. Lit. 5: 125-165.
James, Simon dan Clinton Alley. 2002. Tax compliance, self-assessment and tax administration. Journal of Finance and Management in Public Services, Vol. 2, No. 2: pp. 27-42.
Kastlunger, Barbara. 2010. Sex differences in tax compliance: Differentiating between demographic sex, gender-role orientation, and prenatal masculinization (2D:4D). Journal of Economic Psychology Vol. 31: pp. 542– 552.
195 Mustikasari, E. 2007. Kajian empiris
tentang kepatuhan wajib pajak badan diperusahaan industri pengolahan di Surabaya. Simposium
NasionalAkuntansi X
Makasar.
McGee, R. W., dan Smith, S. R. 2007. Ethics, Tax Evasion, Gender and Age: An Empirical Study of Utah Opinion. Andreas School of Business Working Paper Series, Barry University, Miami Shores.
Nurmantu, Safri. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta: PT Granit.