• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGKAJI KONSEP KOSMOLOGI DALAM RUMAH AD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENGKAJI KONSEP KOSMOLOGI DALAM RUMAH AD"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

MENGKAJI KONSEP KOSMOLOGI DALAM RUMAH ADAT MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN CIPTAGELAR, SUKABUMI SEBAGAI USAHA MENDORONG APRESIASI MASYARAKAT TERHADAP ARSITEKTUR

TRADISIONAL DAN KEARIFAN LOKAL oleh

REBIYYAH SALASAH1

Abstrak

Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar ini merupakan sub-etnis suku Sunda yang masih mempertahankan adat lama, termasuk berkaitan dengan rumah adat. Rumah milik Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar ini merupakan jenis rumah panggung. Karena merupakan sub-etnis dari suku Sunda, rumahnya pun menunjukkan adanya kesamaan dengan pola arsitektur Sunda pada umumnya.

Pandangan kosmologi suatu masyarakat dapat dilihat dari benda-benda fisik yang ada di masyarakat salah satunya ialah rumah. mengetahui konsep kosmologi masyarakat Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar dalam rumah adatnya serta mengungkapkan wujud nilai-nilai kosmologi pada bangunan rumah adat tersebut agar dapat mendorong peningkatan apresiasi masyarakat terhadap arsitektur, khususnya arsitektur tradisional

Penelitian ini merupakan kajian kepustakaan yang dilakukan berdasarkan bahan yang didapat dari buku-buku, jurnal dan sumber internet. Semuanya dilakukan untuk mengetahui konsep kosmologi dalam Rumah Adat Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar.

Metode analisis yang digunakan adalah hermeneutika filosofis dengan unsur-unsur metodis antara lain interprestasi, deduksi dan induksi, kesinambungan historis, idealisasi, heuristika dan bahasa inklusif.

Rumah Adat Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar didirikan berdasarkan azas dasar yang disebut Tritangtu. Atas dasar azas inilah dapat ditemukan konsep kosmologi Sunda. Konsep kosmologi Sunda terdapat dalam Naskah Kosmologi Sunda membagi menjadi 3 alam, yaitu bumi sangkala (dunia nyata), buana niskala (alam gaib), dan buana jatiniskala (dunia atau alam kemahagaiban sejati). Ada juga yang membaginya dengan sebutan dunia atas, dunia tengah, dan dunia bawah.

Kata kunci: Rumah Adat, Kosmologi, Arsitektur Tradisional

Abstract

Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar is sub-ethnic Sundanese still retain old customs, including with regard to the traditional house. The house belongs to Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar this is the type of houses on stilts. Because it is a sub-ethnic of Sundanese, his house was about similarities with the pattern of Sundanese architecture in general.

Cosmology view of a society can be seen from the physical objects that exist in society one is home. knowing cosmological concept Masyarkat Adat Kasepuhan Ciptagelar communities in the traditional house and reveals a form of cosmological values in the custom home building in order to encourage increased public appreciation of architecture, particularly the traditional architecture

(2)

2

This study is a literature review conducted by the material obtained from books, journals and internet resources. Everything is done to determine cosmological concept in Traditional house

Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar

The analytical method used is philosophical hermeneutics with methodical elements include interpretation, deduction and induction, historical continuity, idealization, heuristics and inclusive language.

Traditional house Masyarkat Adat Kasepuhan Ciptagelar established based on the basic principle called Tritangtu. On the basis of this principle can be found cosmological concept Sunda. Sunda cosmological concept contained in the manuscript Cosmology Sunda divide into 3 nature, namely bumi sangkala (dunia nyata), buana niskala (alam gaib), dan buana jatiniskala (dunia atau alam kemahagaiban sejati). There is also a divide as the world's top, middle world and the underworld.

Keywords: traditional house, Cosmology, Traditional Architecture

Pendahuluan

Indonesia, seperti telah diketahui bersama, merupakan negara yang kaya akan segala hal, termasuk di dalamnya kaya akan suku bangsa. Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik tahun 2010, suku bangsa Indonesia berjumlah 1.340 suku bangsa yang dikelompokkan menjadi 31 kelompok suku bangsa.

Terdapat sebuah kampung adat bernama Kampung Ciptagelar berdiri di sisi selatan daerah Sukabumi, Jawa Barat. Dalam kampung tersebut terdapat Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar yang terkonsentrasi di Kampung Cirancang, Dusun Sukamulya. Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar merupakan suatu komunitas yang ruang hidupnya berada di dalam kawasan TNGHS serta menjalankan pola perilaku sosio-budaya yang mengacu pada kehidupan masyarakat tradisional Sunda pada abad 18 (Asep dalam RMI, 2004) . Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar ini merupakan sub-etnis suku Sunda yang masih mempertahankan adat lama.

Setiap suku bangsa di Indonesia nampaknya memiliki kebudayaan masing-masing. Kebudayaan sendiri adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1985:180). Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar pun memiliki potensi budaya yang banyak, salah satunya yaitu berkaitan dengan tempat tinggal; rumah. Rumah milik Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar ini merupakan jenis rumah panggung. Karena merupakan sub-etnis dari suku Sunda, rumahnya pun menunjukkan adanya kesamaan dengan pola arsitektur Sunda pada umumnya.

Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar sendiri merupakan “lahan” yang sangat luas untuk eksplorasi, terutama eksplorasi filosofis. Banyak konsep hidup yang dapat digali salah satunya ialah konsep kosmologi. Belum pernah ada penggalian dan pengeksplorasian konsep kosmologi masyarakat Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar. Kosmologi sendiri merupakan sebuah upaya upaya penyelidikan secara mendasar untuk dapat menjelaskan makna dunia yang mendasari semua arti “dunia” lainnya yang selalu diandaikannya (secara implisit) (Siswanto, 2005: 5).

Pandangan kosmologi suatu masyarakat dapat dilihat dari benda-benda fisik yang ada di masyarakat salah satunya ialah rumah. Menurut Moerdjoko (2006), dalam masyarakat tradisional rumah dianggap sebagai bentuk mikro kosmos sebagai penjelmaan dari bentuk makro kosmos (alam raya) yang terbagi atas tiga bagian yaitu:

(3)

3

 Dunia tengah, adalah daerah yang dihuni oleh manusia

 Dunia bawah, adalah daerah kotor yang dihuni oleh binatang

Rumah tak hanya memiliki dimensi fungsional, tetapi juga mencerminkan pandangan hidup masyarakatnya. Arsitektur dapat dipandang sebagai manifestasi dari aspek sosial, budaya, teknik, ritual dan mampu mengekspresikan keyakinan atau kaidah-kaidah yang bersifat kosmologis, serta mampu mengkomunikasikan informasi yang mengandung sistem nilai (Amos Rapoport, 1969: 22)

Karena belum adanya usaha penggalian dan pengeksplorasian konsep kosmologi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar serta konsep kosmologi tersebut dapat dilihat dari arsitektur rumah, maka dari itu peneliti mencoba untuk mengeksplorasi dan menggali konsep kosmologi masyarakat Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar dengan melihat rumah adatnya.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, peneliti menentukan rumusan masalah yaitu apa konsep kosmologi masyarakat Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar dilihat dari rumah adatnya?

Adapun tujuan penelitian ini yaitu mengetahui konsep kosmologi masyarakat Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar dalam rumah adatnya serta mengungkapkan wujud nilai-nilai kosmologi pada bangunan rumah adat tersebut agar dapat mendorong peningkatan apresiasi masyarakat terhadap arsitektur, khususnya arsitektur tradisional

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat diantaranya, yaitu:

1. Bagi kehidupan masyarakat, tulisan ini diharapkan dapat memberi kontribusi posifitf yang sifatnya filosofis mengenai nilai-nilai kosmologi pada bangunan rumah adat terutama rumah adat tradisional yang nantinya berguna untuk peningkatan apresiasi terhadap arsitektur tradisional dan kearifan lokal

2. Bagi perkembangan ilmu dan filsafat, kajian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi dan kajian mengenai kosmologi budaya dan pengembangan kearifan lokal. 3. Bagi penulis, kajian ini dapat memberi penulis pemahaman tekstual mengenai suatu pandangan serta merefleksikan permasalahan sehari-hari yang berada di lingkungan penulis untuk diteliti secara lebih mendalam

Tinjauan Pustaka

Kosmologi

Kosmologi atau Philosophy of Nature secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Kosmosyang artinya “susunan atau keteraturan; dan logos yang artinya “telaah

atau studi”. Kosmologi merupakan salah satu cabang dari ontologi yang membecirakan tentang problem-problem alam semesta. Kosmologi mempelajari struktur-struktur kosmos yang pokok, dan norma-norma yang terukir di dalamnya. Kosmologi dalam hal ini adalah sebuah upaya filsafati, yaitu upaya penyelidikan secara mendasar untuk dapat menjelaskan makna dunia yang mendasari semua arti “dunia” lainnya yang selalu diandaikannya (secara implicit) (Siswanto, 2005: 5).

(4)

4

Menurut Rapar (1996:47), kosmologi memandang alam semesta sebagai suatu totalitas dari fenomena dan berupaya untuk memadukan spekulasi metafisika dengan evidensi ilmiah dalam suatu kerangka yang koheren. Hal-hal yang biasa disoroti dan dipersoalkan ialah mengenai ruang dan waktu, perubahan, kebutuhan, kemungkinan-kemungkinan, dan keabadian. Metode yang digunakan bersifat rasional dan justru hal itulah yang membedakannya dari berbagai kisah asal mula dan struktur alam.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian kepustakaan yang dilakukan berdasarkan bahan yang didapat dari buku-buku, jurnal dan sumber internet. Semuanya dilakukan untuk mengetahui konsep kosmologi dalam Rumah Adat Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar.

Metode analisis yang digunakan adalah hermeneutika filosofis dengan unsur-unsur metodis antara lain interprestasi, deduksi dan induksi, kesinambungan historis, idealisasi, heuristika dan bahasa inklusif.

Kajian atas Temuan

Masyarakat Adat Ciptagelar

Geografi

Masyarakat Adat Ciptagelar berada di Desa Sirnaresmi, desa ini termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lebak, timur dengan Kecamatan Kelapa Nunggal, Selatan dan Barat dengan Desa Cicadas.

Masyarakat Adat Ciptagelar termasuk kedalam Komunitas Adat Kasepuhan Ciptagelar yang terkonsentrasi di Kampung Cikarancang, Dusun Sukamulya. Anggota komunitas Kasepuhan dalam kenyataannya telah tersebar di berbagai tempat, terutama dalam wilayah tiga kabupaten, yaitu Sukabumi, Bogor dan Lebak. Ada juga yang hidup dan bekerja di daerah-daerah lain di luar Jawa Barat dan Banten bahkan di luar Jawa, dan khususnya di kota-kota besar di Jawa. Mereka umumnya masih tetap mengidentifikasi diri sebagai warga masyarakat Kasepuhan.

Pusat Kasepuhan Adat Ciptagelar berada di pedalaman hutan (enclave) yang termasuk wilayah kelola Perum Perhutani dan Taman Nasional Gunung Halimum-Salak (menurut versi Pemerintah), tepatnya di Dusun Sukamulya, Kampung Cikarancang.

Jarak pusat Kasepuhan Ciptagelar dari ibukota Propinsi 198 Km; dari ibukota Kabupaten 46 Km; dari ibukota kecamatan 21 Km; dari desa Sirnaresmi 16 Km. Curah hujan cukup, dengan jumlah bulan hujan sekitar 5 bulan per tahun. Kemiringan lereng berkisar 25 - 45%. Suhu udara berada pada kisaran 21 - 28°C dengan curah hujan antara 2120-3250 mm/tahun serta kelembaban udara 84% men¬jadikan wilayah desa tersebut cukup nyaman.

(5)

5

Perhutani) 2.900 ha (58,9%) dan permukiman 687 ha(13,97%). Menurut adat Kasepuhan Ciptagelar, wilayah Desa Sirnaresmi terletak di tanah awisan (cadangan), termasuk tanah adat.

Dengan kondisi alam yang berbukit-bukit pada ketinggian antara 800 – 1200 meter dpl dan dialiri banyak sungai, akses ke wilayah beriklim sejuk yang sangat cocok untuk pertanian dan perkebunan ini agak sulit ditembus, terutama pada musim hujan. Dengan kondisi jalan tanah berbatu, transportasi publik yang tersedia sekarang untuk mencapai wilayah ini adalah sebuah Jeep - 4 WD dan motor/ojeg.

Adat

Semua perangkat adat dalam struktur kelembagaan adat bertanggung jawab kepada pimpinan tertinggi yaitu Sesepuh (yang biasa disebut “Abah”). Semua posisi dalam struktur tersebut didapat berdasarkan keturunan, bukan dipilih dan ditetapkan oleh warga Kasepuhan. Pengecualian berlaku untuk Kokolot Lembur atau sesepuh di tingkat kampung dipilih oleh incu putu atau warga Kasepuhan dalam kampung yang bersangkutan. Kokolot lembur adalah sesepuh kampung dan dalam pertemuan adat merupakan forum yang menentukan kapan akan diselenggarakannya seluruh rangkaian siklus dari persiapan lahan sampai panen. Umumnya para kokolot lembur memiliki posisi tertentu dalam struktur pengurus adat Kasepuhan.kejaran pihak Kesultanan Banten. Hal lain adalah mereka tetap tidak mau tunduk di bawah struktur kekuasaan Banten.

Pada tahun 1957 pusat Kasepuhan, pindah lagi ke Kampung Cikaret (Sirnaresmi), untuk kemudian ke Kampung Ciganas (Sirna Rasa) pada tahun 1972 sebelum ke Kampung Lebak Gadog (Linggar Jati ) tahun 1982. Pada tahun 1983 mereka pindah lagi ke Kampung Datar Putat (Cipta Rasa) dan terakhir pada 2000 ke Kampung Cikarancang (Ciptagelar) sampai sekarang. Semua tempat perpindahan ini termasuk daerah Kabupaten SukabumiJawa Barat.

Perpindahan yang terjadi kemudian ini, menurut para pemuka adat Kasepuhan adalah sebuah upaya untuk menapak-tilasi dan mengurus wilayah adat Kasepuhan, yang terletak dalam tiga kabupaten, yaitu Bogor, Sukabumi dan Lebak dan berada di seputar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun.

Menurut ceritera turun temurun, suatu saat kelak masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar bersama-sama dengan Kasepuhan Citorek dan Cicarucub, ketiganya memiliki hubungan kekerabatan, akan kembali lagi ke Pusat Kerajaan Pajajaran di Batu Tulis Bogor.

Rumah Adat

Rumah Adat Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar merupakan rumah yang mencerminkan rumah adat Sunda. Rumah adat Ini dibangun dengan menggunakan material lokal yang sifatnya ramah lingkungan. Ungkapan rasa hormat terhadap alam tercermin dalam sebutan bumi bagi alam yang menunjukkan pula bahwa alam adalah tempat tinggal bagi masyarakat Sunda. Istilah bumi juga digunakan untuk menyebut secara hals rumah atau tempat tinggal orang Sunda. (Puspita, 2013:15)

Rumah adat ini memiliki lima struktur utama yang merupakan analogi dari tubuh manusia. Struktur utama rumah tersebut digambarkan sebagai berikut.

(6)

6

(7)

7

bersifat khusus merupakan wilayah kekuasaan perempuan. Bagian tengah merupakan ruang berkumpulnya keluarga, dimana terdapat suami, istri dan anak.

Bagian depan rumbah biasa terdiri dari teras. Teras berada di luar rumah. Namun, tidak semua rumah harus memiliki teras. Hal ini disesuaikan dengan kemampuan.Teras juga biasa digunakan juga untuk menerima tamu.

Selain itu juga terdapat ruang tamu, biasanya dipakai para laki-laki untuk menerima tamu; bagian lainnya kamar tamu diperuntukkan untuk orang di luar anggota keluarga baik saudara yang tinggal jauh dari Ciptagelar atau tamu dari kota yang ingin menginap.

Pada bagian belakang rumah terdapat Pawon (dapur), Di dapur terdapat hawu, merupakan tungku api yang digunakan untuk memasak nasi atau jenis makanan lainnya.

Bagian depan rumah merupakan tempat berkumpulnya keluarga, baik suami, istri maupun anak. Tempat dimana berleburnya wilayah kekuasaan laki-laki dan perempuan. Lalu ada MCK (Mandi, Cuci, Kakus) yang ditempatkan terpisah dari bagian rumah karena tempat

ini bersifat kotor.

Konsep Kosmologi dalam Rumah Adat Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar

Rumah Adat Masyarakat Ciptagelar mengikuti konsep rumah adat Sunda. Hal ini terlihat dari pembagian ruangan dalam rumah adat tersebut. Meskipun struktur rumah serta luas bangunan bisa jadi berbeda-beda tetapi konsep rumah tersebut selalu dipegang teguh, terutama konsep yang sudah ditentukan oleh adat.

Pada dasarnya, masyarakat Sunda dalam berbagai segi kehidupannya selalu dilandasi konsep Tritangtu. Konsep Tritangtu atau disebut juga azas kesatuan merupakan azas dasar masyarakat Sunda lama. Azas demikian itu bukan hanya terdapat di masyarakat Sunda, tetapi juga di Minangkabau, Melayu, Batak. Itulah pandangan dunia masyarakat peladang.

Konsep Titangtu atau tiga ini mendasari berbagai artefak budaya Sunda, baik yang tampak maupun tidak tampak.

Konsep Tritangtu berarti adanya dualisme antagonistik segala hal yang diharmonikan dalam entitas ketiga yang paradoksal. Realitas itu dualistik, tetapi semua hal yang dualistik merupakan pasangan biner, yakni pasangan dua hal yang saling bertentangan. Kondisi semacam ini tidak boleh dibiarkan dalam ketegangan konflik, yang hanya berakhir dengan kemusnahan. Untuk itu diperlukan harmoni antara pasangan dualistik tersebut. Harmoni itu merupakan integrasi antara dua alamat dualistik, sehingga memunculkan “alamat yang ketiga”. Dengan demikian, pemikiran dualisticlmenjelma menjadi pemikiran tritunggal.

(8)

8

Dari pembagian ruangan serta azas yang mendasarinya dapat dilihat konsep kosmologi Sunda, dimana dalam Naskah Kosmologi Sunda membagi menjadi 3 alam, yaitu bumi sangkala (dunia nyata), buana niskala (alam gaib), dan buana jatiniskala (dunia atau alam kemahagaiban sejati). Ada juga yang membaginya dengan sebutan alam atas, alam tengah, dan alam bawah.

Bumi sangkala, alam nyata di dunia tempat kehidupan makhluk yang me miliki jasmani (raga) dan rohani (jiwa), yakni manusia, hewan, tumbuhan, dan benda lain yang dapat dilihat baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Buana niskala, alam gaib tempat tinggal makhluk gaib yang wujudnya hanya tergambar dalam imajinasi manusia, seperti dewa-dewi, bidadara-bidadari, apsara-apsari, dll. Jumlah dan ragam makhluk tersebut banyak dan bisa bergabung satu dengan lainnya serta berkedudukan lebih tinggi dari manusia. Buana niskala, merupakan kata lain dari surga dan neraka.

Naskah Kosmologi Sunda mencerminkan gambaran jenis penghuni dan tingkat kegaiban dari masing-masing alam. Digambarkan pula kedudukan masing-masing, baik kosmos maupun penghuninya. Namun naskah tersebut tidak mengungkapkan adanya alam yang dihuni oleh roh manusia sebelum lahir ke alam dunia (bumi sakala).

Penutup

Rumah tak hanya memiliki dimensi fungsional, tetapi juga mencerminkan pandangan hidup masyarakatnya. Arsitektur dapat dipandang sebagai manifestasi dari aspek sosial, budaya, teknik, ritual dan mampu mengekspresikan keyakinan atau kaidah-kaidah yang bersifat kosmologis, serta mampu mengkomunikasikan informasi yang mengandung sistem nilai (Amos Rapoport, 1969: 22). Pun begitu dengan Rumah Adat Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar Sukabumi, dalam rumah tersebut dapat digali nilai-nilai serta konsep-konsep yang merupakan cerminan pandangan hidup masyarakat.

Rumah adat milik Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar merupakan rumah yang memiliki konsep yang sama sebagaimana halnya rumah adat Sunda. Masyarakat Sunda, entah di daerah manapun ia berada, hidupnya selalu didasari atas sebuah azas dasar yang disebut Tritangtu atau tri tunggal. Konsep ini melandasi seluruh segi kehidupan manusia Sunda.

Bentuk rumah serta bagian-bagiannya pun tidak terlepas dari konsep Tritangtu, hal ini memudahkan untuk mengamati lebih jauh konsep-konsep selanjutnya yang tercermin dalam rumah adat tersebut.

Konsep kosmologi merupakan konsep yang akhirnya dapat digali, tentunya dengan melihat terlebih dahulu konsep dasar yakni Tritangtu. Kosmologi Sunda membagi alam menjadi tiga bagian yakni alam atas, alam bawah, dan alam tengah. Ada juga yang menyebutnya bumi sangkala (dunia nyata), buana niskala (alam gaib), dan buana jatiniskala (dunia atau alam kemahagaiban sejati).

Dunia nyata merupakan dunia yang penuh paradoks dimana tempat manusia hidup dan beraktivitas bersama makhluk Tuhan lainnya. Dunia ini disebut entitas kettiga yang mengharmonikan realitas dualistik yang menjadi ciri khas Tritangtu.

(9)

9

semacam ini tidak boleh dibiarkan dalam ketegangan konflik, yang hanya berakhir dengan kemusnahan. Untuk itu diperlukan harmoni antara pasangan dualistik tersebut. Harmoni itu merupakan integrasi antara dua alamat dualistik, sehingga memunculkan “alamat yang ketiga”. Dengan demikian, pemikiran dualisticlmenjelma menjadi pemikiran tritunggal.

(10)

10

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Moerdjoko, 2006, Discourseto The Concept of Place in The Vernacular Settlement, Prosiding 3rd International Seminar on Vernacular Settlement, Jurusan Arsitektur Universitas Kristen Petra, Surabaya.

Puspita, Ita, 2013, Rumah Etnik Sunda, Jakarta, Naga Swadaya

Rapoport,A., 1969, House, Form and Culture. Prentice-Hall,Inc., Engelwood Cliffs, New Jersey.

Rapar, Jan Hendrik., 1996, Pengantar Filsafat, Yogyakarta, Kanisius

Said, A..A., 2004, Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja, Ombak, Yogyakarta.

Penelitian :

Agustian, Pitria, 2014, Leksikon Etnofarmakologi Di Kampung Adat Ciptagelar, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi (Kajian Etnolinguistik).

Universitas Pendidikan Indonesia

Efendi, Rahmad, 2012, Dampak Penguasaan Kawasan Halimun oleh Pemerintah dan Korporasi terhadap Kehidupan Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar. Universitas Padjadjaran

Putra, B. D, 2013, Tumpang Tindih Hak Penguasaan Atas Tanah (Ulayat) Masyarakat Hukum

Adat Kasepuhan Ciptagelar, Sukabumi-Jawa Barat dengan Taman Nasional Gunung

Halimun Salak. SKRIPSI HUKUM.

Samsuri, H., & Siswoko, B. D, 2015, Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar

Referensi

Dokumen terkait

Adapun judul skripsi ini adalah : Nilai/Makna Bentuk Dan Fungsi Rumah Adat Dalam Aplikasinya Pada Rumah Modern Pada Masyarakat Batak Toba (Study Kasus : Hutaurat dan

Nilai kekokohan bangunan rumah adat Kalimantan Tengah yang diperoleh dari hasil skoring terhadap komponen bangunan struktural maupun non struktural di sajikan pada Tabel

Perwujudan konsep ini dihadirkan dengan memberikan konsep pusat perbelanjaan (Mall) ke dalam bangunan rumah sakit, sehingga suasana rumah sakit yang dingin dan kaku

Bangunan yang memiliki bentuk rumah tradisional Karo dengan atap ijuk merupakan tempat pelaksanaan acara-acara adat dan juga kegiatan masyarakat lainnya.. Jambur

Respon terhadap iklim tropis yang lembab, masyarakat Rumah Adat Sasak mengatasinya dengan membuat rumahnya menjadi rumah panggung, atau menaikkan elevasi lantai bangunan

Ilmu tentang perhitungan weton ini pada dasarnya memiliki tiga wujud dalam kebudayaan, tentang ide, gagasan, nilai, norma, lalu wujud yang kedua pola dari tindakan masyarakat,

(2015: 1), batasan perencanaan tersebut dari kate- gori SNI yang sesuai dengan bentuk Kam- pung Pulo, adalah a) denah bangunan rumah adat Kampung Pulo simetris, seder- hana dan

Adanya struktur konsep ruangan pada rumah adat Bugis menjadikan desain bangunan hunian tradisional Bangsawan Bugis di daerah Bone Provinsi Sulawesi Selatan sangat