• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA ANALI (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA ANALI (1)"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PRODI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Jl. Achmad Yani Km. 36 Fakultas Teknik UNLAM Banjarbaru 70714,

Telp : (0511) 4773868 Fax: (0511) 4781730,Kalimantan Selatan,

(2)
(3)

TUGAS BESAR KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA

ANALISA KUALITAS LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH BANJARBARU

Dosen :

Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah, Amd. Hyp. ST. Mkes

Oleh :

Tanty Puspa Sari H1E113011 Elsa Nadia Pratiwi H1E113014 Rifda Iklila Ananda H1E113236

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : ANALISA KUALITAS LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH BANJARBARU

Nama Mahasiswa : TANTY PUSPA SARI H1E113011 ELSA NADIA PRATIWI H1E113014 RIFDA IKLILA ANANDA H1E113236

Program Studi : Teknik Lingkungan

Peminatan : Kesehatan Lingkungan Kerja

Disahkan Oleh Dosen Pembimbing

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang mana atas berkat dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas besar ini dengan judul “Analisa Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru”. Tugas besar ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan kelulusan mata kuliah Kesehatan Lingkungan Kerja di Fakultas Teknik (FT) Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM).

Tersusunnya tugas besar ini, tidak terlepas dari dukungan dan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih, kepada :

1. Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah, Amd. Hyp. ST. Mkes selaku dosen pembimbing mata kuliah Kesehatan Lingkungan Kerja yang telah memberikan waktu dan bimbingan dalam proses penulisan skripsi ini.

2. Pihak Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru yang telah bersedia memberikan izin untuk melaksanakan observasi dalam rangka penyusunan tugas besar ini.

3. Semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyeleseian tugas besar ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih membutuhkan banyak masukkan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkaya tugas besar ini.

Namun demikian, penulis berharap semoga ini menjadi sumbangan berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu Kesehatan Lingkungan Kerja.

Banjarbaru, Desember 2015

(6)

RINGKASAN

Limbah cair rumah sakit mempunyai potensi untuk mencemari lingkungan. Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana. Begitu besarnya resiko yang dihadapi oleh tenaga penanganan limbah medis ini, maka perlu perlindungan bagi tenaga kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja (K3) agar tidak terjadi resiko penyakit akibat kerja (PAK) dan kecelakaan akibat kerja, alat pelindung diri (APD) yang seharusnya digunakan oleh petugas. tidakdilaksanakan secara optimal. Padahal K3 sangat penting untuk mencegah kecelakaan kerja.

Dari hasil observasi yang dilakukan pada Rumah Sakit Banjarbaru, penerapan K3 petugas dalam pengolahan limbah cair Rumah Sakit Banjarbaru tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/VII/2010 karena APD yang disediakan sesuai dengan SNI yaitu pemakaian masker khusus, sarung tangan dan sepatu safety sedangkan petugas pengolahan limbah cair Rumah Sakit memakai masker biasa, sarung tangan biasa dan sepatu boot saja.

(7)

DAFTAR ISI

2.2.2 Definisi Limbah rumah Sakit ...12

2.2.3 Macam–Macam Limbah Rumah Sakit...13

2.2.4 Karateristik Limbah Rumah Sakit...16

2.2.5 Sumber Limbah Rumah Sakit ...22

2.2.6 Peraturan dan Baku Mutu Limbah Rumah Sakit ...24

(8)

2.2.8 Pengelolaan Air Limbah Rumah Sakit...27

2.2.9 Teknik Pengolahan Limbah Medis ...28

2.2.10 Penggunaan Incenerator Dalam Limbah Rumah Sakit ...30

2.2.11 Fungsi Incenerator...32

2.2.12 Prinsib Kerja Incenerator ...33

2.2.13 Keuntungan Menggunakan Incenerator ...33

2.2.14 Kelemahan Menggunakan Incenerator ...33

2.2.15 Dampak Penggunaan Incenerator pada Limbah Rumah Sakit...34

2.2.16 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Rumah Sakit...35

2.2.16.1 Definisi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ...35

2.2.16.2 Peraturan Tentang Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ...36

2.2.16.3 Tujuan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ...37

2.2.16.4 Manfaat dan Fungsi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ...38

2.2.16.5 Klasifikasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ...38

2.2.16.6 Petugas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ...38

2.2.17 Pengolahan Air Limbah Menurut Tingkatannya...39

2.2.18 Pengolahan Air Limbah Menurut Karateristiknya ...41

2.2.19 Teknologi Pengolahan Air Limbah ...47

2.2.20 Pengolahan Air Limbah dengan Proses Lumpur Aktif ...49

2.2.21 Pengolahan Air Limbah dengan Proses Reaktor Biologis Putar (Rotating Biological Contractor, RBC) ...51

2.2.22 Pengolahan Air Limbah dengan Proses Aerasi Kontak ...56

2.2.23 Pengolahan Air Limbah dengan Proses Biofilter “Up Flow”...58

2.2.24 Pengolahan Air Limbah dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob..61

2.2.25 Keuntungan Proses Biofilter “Anaerob-Aerob”...63

2.2.26 Pengaruh Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Terhadap Masyarakat dan Lingkungan Sekitar ...65

2.2.27 Dampak Negatif Pengelolaan Limbah Rumah Sakit ...65

2.3.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja...66

2.3.2 Pengertian Penyelenggara Kesehatan dan Keselamatan Kerja ...66

(9)

2.3.4 Regulasi Undang–undang K3RS ...68

2.3.6 Peningkatan Pengetahuan Tenaga Kerja Terhadap Keselamatan Kerja...73

2.3.7 Potensi Bahaya di Rumah Sakit ...73

2.3.8 Analisa Sebab dan Akibat Kecelakaan ...74

2.3.9 Pemasangan Peringatan Bahaya Kecelakaan di Tempat Kerja...75

2.3.10 Sistem Pelaporan dan Statistik Data Kecelakaan Kerja ...76

2.3.11 Pencegahan dan Penanggulangan Kecelakaan Kerja ...77

2.3.11.1 Pengamatan Resiko Bahaya di Tempat Kerja ...77

2.3.11.2 Pelaksanaa SOP Secara Benar di Tempat Kerja ...78

2.3.11.3 Pengendalian Faktor Bahaya di Tempat Kerja...78

2.4 Alat Pelindung Diri ...78

2.4.1 Pengertian Alat Pelindung Diri ...78

2.4.2 Fungsi dan Jenis Alat Pelindung Diri ...79

2.4.2.1 Alat Pelindung Kepala ...79

2.4.2.1.1 Fungsi...79

2.4.2.1.2 Jenis...79

2.4.2.2 Alat Pelindung Mata dan Muka ...79

2.4.2.2.1 Fungsi...79

2.4.2.2.2 Jenis...79

2.4.2.3 Alat Pelindung Telinga ...79

2.4.2.3.1 Fungsi...79

2.4.2.3.2 Jenis...79

2.4.2.4 Alat Pelindung Pernapasan Beserta Perlengkapannya ...80

2.4.2.4.1 Fungsi...80

2.4.2.4.2 Jenis...80

(10)

2.4.2.5.1 Fungsi...80

2.4.2.8 Alat Pelindung Jatuh Perorangan ...81

2.4.2.8.1 Fungsi...81

2.4.2.8.2 Jenis...81

2.4.2.9 Pelampung...81

2.4.2.9.1 Fungsi...81

2.4.2.9.2 Jenis...82

2.4.3 Tempat Kerja Yang Wajib Menggunakan Alat Pelindung Diri...82

2.4.3.1 Tempat Kerja Yang Wajib APD 1 ...82

2.4.3.2 Tempat Kerja Yang Wajib APD 2 ...82

2.4.3.3 Tempat Kerja Yang Wajib APD 3 ...83

BAB III METODOLOGI...84

3.1 Hipotesis...84

3.2 Metodologi Penelitian ...84

3.2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...84

3.2.2 Desain Penelitian...84

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...87

(11)

4.1.1 Perbandingan Kualitas Inlet dan Outlet Air Limbah RSUD

Banjarbaru ...87

4.1.1.1 Kualitas Inlet Air Limbah RSUD Banjarbaru ...87

4.1.1.2 Kualitas Outlet Air Limbah RSUD Banjarbaru ...88

4.2 Pembahasan...90

4.2.1 pH...90

4.2.2 Timbal (Pb) ...90

4.2.3 Total E. Coli ...91

4.2.4 Penerapan K3 pada Petugas Pengolahan Limbah Cair RSUD Banjabaru ...91

BAB V PENUTUP...93

5.1 Kesimpulan ...93

5.2 Saran...93 DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbandingan BOD dengan COD ...19

Tabel 2.2 Sumber limbah berdasarkan golongan ...22

Tabel 2.3 Jenis limbah/sampah menurut sumbernya ...23

Tabel 2.4 Baku mutu limbah cair rumah sakit ...25

Tabel 2.5 Tahun penerbitan, isi regulasi dan bentuk regulasi K3RS ...67

Tabel 2.6 Tabel bahaya potensial di rumah sakit ...73

Tabel 3.1 Jadwal kegiatan ...86

Tabel 4.1 Tabel hasil pemeriksaan pertama kualitas air limbah ...87

Tabel 4.2 Tabel hasil pemeriksaan kedua kualitas air limbah ...87

Tabel 4.3 Tabel hasil pemeriksaan pertama kualitas air limbah ...88

(13)

DAFTAR GAMBAR

(14)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Perbandingan parameter inlet dan outlet ...89

Grafik 4.2 Perandingan pH inlet dan outlet ...90

Grafik 4.3 Perbandingan TDS inlet dan outlet...90

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang diakukan secara multidisiplin oleh berbagai kelompok professional terdidik dan terlatih, yang menggunakan prasarana dan sarana fisik. Dalam pelaksanaan kegiatan rumah sakit pasti akan menghasil limbah. Sumber limbah cair rumah sakit antara lain ruang perawatan, ruang pemeriksaan, ruang laboratorium, ruang laundry dan dapur. Limbah cair rumah sakit, baik medic maupun penunjang medic perlu dikelola dengan cermat, karena limbah cair rumah sakit mempunyai potensi untuk mencemari lingkungan seperti badan air, sumber air minum, disamping gangguan bau dan keindahan. Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan tata laksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi syarat.

(16)

(K3) pada rumah– rumah sakit khususnya di Kalimantan Selatan tidakdilaksanakan secara optimal. Padahal K3 sangat penting untuk mencegah kecelakaan kerja. Dari hasil observasi yang dilakukan pada Rumah Sakit Banjarbaru, penerapan K3 petugas dalam pengolahan limbah cair Rumah Sakit Banjarbaru tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/VII/2010 karena APD yang disediakan sesuai dengan SNI yaitu pemakaian masker khusus, sarung tangan dan sepatu safety sedangkan petugas pengolahan limbah cair Rumah Sakit memakai masker biasa, sarung tangan biasa dan sepatu boot saja. Padahal limbah cair rumah sakit sangat berbahaya karena mengandung mikrooganisme, bahan kimia beracun dan darah-darah pasien yang bisa jadi infeksius yang apabila terpapar dapat berbahaya bagi kesehatan. Dalam uji coba lab limbah cair Rumah Sakit Banjarbaru yang diolah IPAL oleh Badan Riset dan Standardisasi Banjarbaru, dapat diketahui hasil inlet limbah rumah sakit adalah pH 7,52, Timbal (Pb) <0,001 Mg/l dan E. Coli 150000 CFU/100ml. Sedangkan hasil outletnya adalah pH 7,94, Timbal (Pb) <0,001 Mg/l dan E. Coli 0 CFU/100ml. Dari hasil lab tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengolahan limbah cair Rumah Sakit Banjarbaru menggunakan IPAL sangat baik karena baik kandungan timbal dan E. Coli berkurang dan dibawah baku mutu yang ditetapkan sehingga aman bagi lingkungan. Walaupun pH naik, hal itu tidak berbahaya karena masih dibawah baku mutu yang ditetapkan pemerintah. 1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kualitas air limbah RSUD Kota Banjarbaru?

2. Bagaimana penerapan K3 dalam pengelolaan limbah RSUD Kota Banjarbaru? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kualitas air limbah RSUD Kota Banjarbaru.

(17)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Hasil dari penelitian ini bisa menjadi evaluasi bagi RSUD Kota Banjarbaru untuk hasil kedepan.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah sakit

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), Rumah Sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan kesehatan paripurna, kuratif dan preventif kepada masyarakat serta pelayanan rawat jalan yang diberikannya guna menjangkau keluarga di rumah. Rumah sakit juga merupakan pusat pendidikan dan latihan tenaga kesehatan serta pusat penelitian bio-medik.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan penderita yang diakukan secara multidisiplin oleh berbagai kelompok profesional terdidik dan terlatih, yang menggunakan prasarana dan sarana fisik. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik (Kepmenkes RI No.983/Meskes/SK/1992).

Beberapa pengertian rumah sakit yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya:

a. Menurut Assosiation of Hospital Care (1947) Rumah sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan.

(19)

c. Wolper dan Pena (1997) berpendapat bahwa Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan.

(Azrul Azwar, 1996).

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan dengan kegiatan inti berupa pelayanan medis. Pelayanan rumah sakit pada hakekatnya merupakan sistem proses yang aktivitasnya saling tergantung satu dengan lainnya. Unsur-unsur yang saling berinteraksi dalam mendukung terciptanya pelayanan prima adalah sumber daya manusia (medis, paramedis dan non medis), sarana dan prasarana, peralatan, obat-obatan, bahan pendukung dan lingkungan. Sedangkan lingkungan rumah sakit meliputi lingkungan dalam gedung (indoor) dan luar gedung (outdoor) yang dibatasi oleh pagar lingkungan. Lingkungan indoor yang harus diperhatikan adalah udara, lantai, dinding, langit-langit, peralatan termasuk mebel air, serta obyek lain yang mempengaruhi kualitas lingkungan seperti air, makanan, air limbah, serangga dan binatang pengganggu, sampah dan sebagainya. Sedangkan lingkungan outdoor meliputi selasar, taman, halaman, parkir terutama terhadap kebersihan dan keserasiannya (Subekti, 2012).

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat diartikan bahwa rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu untuk masyarakat dalam rangka meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat. Selain itu, Rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan yang paling kompleks diantara berbagai fasilitas kesehatan yang ada dengan adanya tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik.

(20)

menyelenggarakan upaya kesehatan disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi melakukan upaya kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan, pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. (Depkes RI, 2004)

2.1.2 Tujuan Rumah Sakit

Rumah sakit adalah tempat di mana orang-orang yang sakit bisa mencari dan menerima perawatan. Pada umumnya pembangunan rumah sakit diatur atau dipengaruhi oleh Undang-undang Negara, peraturan Departemen Kesehatan, Peraturan Daerah dan standar lainnya. Pembangunan rumah sakit juga mencakup fasilitas dan ruangan untuk pelayanan pasien. Contohnya adalah ruangan pasien rawat inap, laboratorium, dan lain-lain.

Selain memberi pelayanan dalam hal perawatan, rumah sakit juga merupakan tempat yang dapat memberikan pendidikan klinis kepada para mahasiswa-mahasiswa yang ingin mempelajari tentang kesehatan. Selain peran pendidikannya, rumah sakit era modern juga bertujuan untuk memimpin studi penyelidikan dan penelitian dalam ilmu pengetahuan kedokteran,baik tentang catatan klinis maupun para pasien, serta penelitian dasar dalam ilmu fisika dan ilmu kimia. (Bastian, 2008).

Pada dasarnya, rumah sakit bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan angka kesehatan masyarakat secara mandiri dan terpadu agar dapat kembali menjalankan aktivitas dan interaksi dengan masyarakat lainnya. Sementara itu dikutip dari berbagai sumber menyatakan bahwa tujuan khusus yang ingin dicapai yaitu :

(21)

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat dengan penggunaan obat secara rasional.

3. Meningkatkan kemampuan dan kemandirian individu, keluarga serta masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan, status gizi, pencegahan dan pemutusan rantai penularan penyakit.

4. Meningkatkan pemakaian sarana sanitasi kesehatan dan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

5. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan petugas dalam membentuk tenaga kesehatan yang profesional.

6. Menjalin kemitraan lintas sektor, LSM/Lembaga Masyarakat maupun Pemda dan lain sebagainya.

(Bastian, 2008)

2.1.3 Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit memiliki 4 fungsi, yakni:

1. Pelayanan Penderita

Pelayanan penderita yang langsung di rumah sakit terdiri atas pelayanan medis, pelayanan farmasi dan pelayanan keperawatan. Di samping itu, untuk mendukung pelayanan medis, rumah sakit juga mengadakan pelayanan berbagai jenis laboratorium. 2. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan fungsi penting dari rumah sakit modern, baik yang berafiliasi atau tidak dengan suatu universitas, artinya rumah sakit dapat dijadikan tempat untuk pendidikan, pengamatan, dan pelatihan bagi orang-orang terkait seperti mahasiswa, dokter praktek, dan lain-lain.

3. Penelitian

(22)

4. Kesehatan masyarakat

Tujuan utama dari fungsi rumah sakit ini adalah membantu komunitas dalam mengurangi timbulnya kesakitan dan meningkatkan kesehatan umum penduduk. Contoh kegiatan kesehatan masyarakat adalah partisipasi dalam program deteksi penyakit, seperti tuber kulosis, diabetes, hipertensi dan kanker.

(KepMenKesRINo. 983/MenKes/SK/XI/1992)

Adapun berdasarkan Permenkes RI No.159b/MenKes/Per/1998, fungsi rumah sakit adalah sebagai berikut :

a. Menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan medik, penunjang medik, rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan.

b. Menyediakan tempat pendidikan dan latihan tenaga medik dan paramedik. c. Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang

kesehatan.

(Permenkes RI No. 159b/MenKes/Per/1998)

2.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1. Klasifikasi berdasarkan kepemilikan, terdiri dari:

a. Rumah sakit pemerintah, terdiri dari:

•Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan

•Rumah sakit pemerintah daerah

•Rumah sakit militer

•Rumah sakit Badan Usaha Milik Negara (BUMN) b. Rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat (swasta) 2. Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanan, terdiri dari 2 jenis:

a. Rumah sakit umum, memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai penyakit.

(23)

3. Klasifikasi berdasarkan Lama tinggal

Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiri atas rumah sakit perawatan jangka pendek yang merawat penderita kurang dari 30 hari dan rumah sakit perawatan jangka panjang yang merawat penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih.

4. Klasifikasi berdasarkan Kapasitas tempat tidur

Rumah sakit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidurnya sesuai pola berikut ; dibawah 50 tempat tidur, 50-99 tempat tidur, 100-199 tempat tidur, 200-299 tempat tidur, 300-399 tempat tidur, 400-499 tempat tidur, 500 tempat tidur atau lebih.

5. Klasifikasi berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri dari 2 jenis:

a. Rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi.

b. Rumah sakit nonpendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan profesi dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas.

6. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah, dibagi menjadi:

a. Rumah Sakit Umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas.

b. Rumah Sakit Umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas.

c. Rumah Sakit Umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

d. Rumah Sakit Umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.

(Siregar dan Lia, 2004). 2.1.5 Tugas Rumah Sakit

(24)

kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan. (KepmenkesRI No.983/Menkes/SK/XI/1992).

2.1.6 Kewajiban Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 dalam hal ini institusi rumah sakit memiliki kewajiban didalam upaya pelaksanaan pengelolaan lingkungan khususnya mengenai pengelolaan limbah merupakan bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Kewajiban rumah sakit diantaranya adalah:

1. Perlu menerapkan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah hasil kegiatan, dimana pengelolaan itu meliputi : menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, dan menggunakan atau membuang.

2. Setiap kegiatan yang menimbulkan dampak besar seperti rumah sakit wajib membuat AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup).

(25)

a. Pasal 5 : setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, berarti rumah sakit tidak boleh mencemari/merusak lingkungan dan menurunkan derajat kesehatan masyarakat sekitarnya.

b. Pasal 6 : setiap orang berkewajiban memiliki kelestarian fungsi lingkungan hidup serat mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, berarti rumah sakit berkewajiban untuk mengelola dampak kegiatan terhadap lingkungan.

c. Pasal 15 : setiap usaha dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki Analisis Megenai Dampak Lingkungan.

d. Pasal 16 : setiap penanggungjawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha atau jasa.

(UU No. 23 Tahun 1997)

2.2 Limbah Rumah Sakit 2.2.1 Definisi Limbah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai “sisa/buangan dari suatu usaha dan/atau kegiatan manusia”.

Limbah (waste) adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak digunakan, tidak disukai atau sesuatu yang tidak dipakai lagi, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Kusnoputranto, 1986)

Menurut Wikipedia, Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Di mana

masyarakat bermukim, di sanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada

sampah, ada (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).

(26)

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat diartikan bahwa limbah merupakan benda sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu usaha atau kegiatan yang sudah tidak digunakan lagi dan tidak terjadi dengan sendirinya. Limbah sendiri dari tempat asalnya bisa beraneka ragam, ada yang limbah dari rumah tangga, limbah dari pabrik-pabrik besar dan ada juga limbah dari suatu kegiatan tertentu. Dalam dunia masyarakat yang semakin maju dan modern, peningkatan akan jumlah limbah semakin meningkat. Logika yang mudah seperti ini; dahulunya manusia hanya menggunakan jeruk nipis untuk mencuci piring, namun sekarang manusia sudah menggunakan sabun untuk mencuci piring sehingga peningkatan akan limbah tak bisa dielakkan lagi.

2.2.2 Definisi Limbah Rumah Sakit

Pengertian limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif (Depkes, 2006).

Secara khusus, limbah rumah sakit adalah hasil kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang rumah sakit lainnya yang berupa sampah dan limbah (Arifin, 2008).

Menurut Permenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004, limbah rumah sakit yaitu semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, gas dan cair (Kepmenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004).

(27)

2.2.3 Macam-macam Limbah Rumah Sakit

Jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan dalam jenis yang komplek, karena secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :

1. Limbah non klinis atau limbah yang berasal dari kantor atau administrasi (berupa limbah kertas), unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan serta sampah dari dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Berbagai macam limbah non klinis ini, meskipun tidak menimbulkan resiko sakit akan tetapi limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan membuangnya.

2. Limbah klinis, yaitu limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk limbah klinis ini bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung didalamnya, limbah klinis dapat dikelompokan sebagai berikut:

a. Limbah benda tajam, yaitu suatu alat yang mempunyai sudut, sisi, atau ujung yang tajam yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena,pipet pasteur, pecahan gelas, serta pisau bedah. Semua benda tajam ini berbahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang telah dibuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi ataupun bahan beracun.

(28)

c. Limbah jaringan tubuh, yaitu limbah yang meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.

d. Limbah sitotoksit, yaitu limbah yang berasal dari bahan yang telah terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksit selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksit.

e. Limbah farmasi, yaitu limbah yang berasal dari obat-obatan yang telah kadaluarsa, obat-obatan yang terbuang karena tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang telah terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau masyarakat, obat-obatan yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan serta limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.

f. Limbah kimia, yaitu limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, dari laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

g. Limbah radioaktif, yaitu limbah yang berasal dari bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida .Limbah ini dapat berasal dari tindakan kedokteran nuklir.

(Satmoko Wisaksono, 2000).

Berdasarkan Kepmenkes Republik Indonesia No.1204/Menkes/SK/X/2004, disebutkan bahwa Limbah Rumah Sakit terbagi menjadi 3 macam yakni;

1. Limbah padat

Limbah padat yaitu semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai hasil dari kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan limbah padat non medis.

(29)

Sedangkan limbah padat non medis artinya limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis misalnya limbah yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat non medis ini misalnya kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan tubuh. Pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah medis non padat.

2. Limbah gas

Limbah gas yaitu semua limbah yang berbentuk gas yang dihasilkan dari kegiatan pembakaran seperti di insenerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat sitotoksik

3. Limbah cair

Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikrooganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang apabila terpapar dapat berbahaya bagi kesehatan.

(Kepmenkes Republik Indonesia No.1204/Menkes/SK/X/2004)

Menurut Depkes RI (1997) keterpaparan air limbah dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Keterpaparan kimiawi

(30)

konvensional bahan organik mengalami dekomposisi yang menstabilisasi polutan organik dalam lingkungan alamiahnya.

2. Keterpaparan Fisik

keterpaparan fisik air dapat dilihat dari bau dan warna. Warna dari air limbah keabu-abuan dan mengandung kerosin.

3. Keterpaparan Biologi

keterpaparan secara biologis dapat dilihat dariadanya mikroorganisme patogen yang endemik yang memberi dampak pada kesehatan masyarakat. (Depkes RI ,1997).

2.2.4 Karakteristik Limbah Rumah Sakit

Berdasarkan karakteristiknya, limbah rumah sakit memiliki tiga jenis sifat yang harus diketahui yaitu:

1. Sifat Fisika a. Padatan

Ditemukan adanya zat padat dalam limbah yang secara umum diklasifikasikan kedalam dua kelompok besar yaitu padatan terlarut dan padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel koloid dan partikel biasa. Jenis partikel dapat dibedakan berdasarkan diameternya. Jenis padatan terlarut maupun tersuspensi dapat bersifat organis dan anorganis tergantung dari mana sumber limbah. Disamping kedua jenis padatan ini adalagi padatan terendap karena mempunyai diameter yang lebih besar dan dalam keadaan tenang dalam beberapa waktu akan mengendap sendiri karena beratnya. Zat padat tersuspensi yang mengandung zat-zat organik pada umumnya terdiri dari protein, ganggang dan bakteri.

b. Kekeruhan

(31)

ganggang yang terdapat dalam limbah. Kekeruhan inimerupakan sifat optis larutan. Sifat keruh ini mengurangi nilai estetika.

c. Bau

Sifat bau dari limbah disebabkan karena zat-zat organik yang telah terurai dalam limbah mengeluarkan gas-gas seperti sulfida atau amoniak yang menimbulkan penciuman tidak enak yang disebabkan adanya campuran dari nitrogen, sulfur dan fosfor yang berasal dari pembusukan protein yang dikandung limbah. Timbulnya bau yang diakibatkan limbah merupakan suatu indikator bahwa terjadi proses alamiah.

d. Temperatur

Limbah yang mempunyai temperatur panas akan mengganggu pertumbuhan biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah cair harus merupakan temperatur alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktivitas kimiawi dan biologis. Pada suhu tinggi pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat zat oksidasi lebih besar daripada suhu tiggi dan pembusukan jarang terjadi pada suhu rendah. e. Warna

Warna dalam air disebabkan adanya ion-ion logam besi dan mangan (secara alami), humus, plankton, tanaman air dan buangan. Warna berkaitan dengan kekeruhan dan dengan menghilangkan kekeruhan kelihatan warna nyata. Demikian pula warna dapat disebabkan oleh zat-zat terlarut dan zat tersuspensi. Warna menimbulkan pemandangan yang jelek dalam air limbah meskipun warna tidak menimbulkan racun.

2. Sifat Kimia

Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh Biological Oxygen

Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) dan logam-logam berat

(32)

selama 5 hari. Kalau disesuaikan dengan temperatur alami Indonesia maka seharusya pengukuran dapat dilakukan pada lebih kurang 300 C. Pengukuran dengan COD lebih singkat tetapi tidak mampu mengukur limbah yang dioksidasi secara biologis. Nilai-nilai COD selalu lebih tinggi dari nilai BOD. a. Biological Oxygen Demand (BOD)

Pemeriksaan BOD dalam limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat-zat organis dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat berlangsung karena ada sejumlah bakteri. Diperhitungkan selama dua hari reaksi lebih dari sebagian reaksi telah tercapai. BOD adalah kebutuhan oksigen bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan semua zat-zat organik yang terlarut maupun sebagian tersuspensi dalam air menjadi bahan organik yang lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumlah bahan organik yang dikonsumsi bakteri. Penguraian zat-zat organis ini terjadi secara alami. Dengan habisnya oksigen terkonsumsi membuat biota lainnya yang membutuhkan oksigen menjadi kekurangan dan akibatnya biota yang memerlukan oksigen ini tidak dapat hidup. Semakin tinggi angka BOD semakin sulit bagi makhluk air yang membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup.

b. Chemical Oxygen Demand (COD)

(33)

semakin sedikit bahan anorganik yang dapat dioksidasidengan bahan kima. Pada limbah yang mengandung logam-logam pemeriksaan terhadap BOD tidak memberi manfaat karena tidak ada bahan organik dioksida. Hal ini bisa jadi karena logam merupakan racun bagi bakteri. Pemeriksaan COD lebih cepat dan sesatannya lebih mudah mengantisipasinya. Perbandingan BOD dengan COD pada umumnya bervariasi untuk berbagai jenis limbah. Adapun perbandingan antara BOD dengan COD dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Perbandingan BOD dengan COD

Jenis air buangan-0,65 BOD/COD

Air Sungai 0,1

Dari buangan Rumah Tangga 0,4–0,6

Buangan organik 0,5

Buangan anorganik 0,2

Sumber: Perdana Ginting, 2007

c. Metan

Gas metan terbentuk akibat penguraian zat-zat organik dalam kondisi anaerob pada air limbah. Gas ini dihasilkan oleh lumpur yang membusuk pada dasar kolam, tidak berdebu, tidak berwarna dan mudah terbakar. Metan juga dapat ditemukan pada rawa-rawa dan sawah. Suatu kolam limbah yang menghasilkan gas metan akan sedikit sekali menghasilkan lumpur, sebab lumpur telah habis terolah menjadi gas metan dan air serta CO2.

d. Keasaman Air

(34)

seperti ikan. Air yang mempunyai pH rendah membuat air korosif terhadap bahan-bahan konstruksi besidengan kontak air.

e. Alkalinitas

Tinggi rendahnya alkalinitas air ditentukan air senyawa karbonat, garam-garam hidroksida, kalsium, magnesium, dan natrium dalam air. Tingginya 10 kandungan zat-zat tersebut mengakibatkan kesadahan dalam air. Semakin tinggi kesadahan suatu air semakin sulit air berbuih. Untuk menurunkan kesadahan air dilakukan pelunakan air. Pengukuran alkalinitas air adalah pegukuran kandunganion CaCO3, ion Mg bikarbonat dan lain-lain.

f. Lemak dan minyak

Kandungan lemak dan minyak yang terkandung dalam limbah bersumber dari instalasi yang mengolah bahan baku mengandung minyak. Lemak dan minyak merupakan bahan organis bersifat tetap dan sukar diuraikan bakteri. Limbah ini membuat lapisan pada permukaan air sehingga membentuk selaput.

g. Oksigen terlarut

(35)

h. Klorida

Klorida merupakan zat terlarut dan tidak menyerap. Sebagai klor bebas berfungsi desinfektan tetapi dalam bentuk ion yang bersenyawa dengan ionnatrium menyebabkan air menjadi asin dan dapat merusak pipa-pipa instalasi.

i. Phospat

Kandungan phospat yang tinggi menyebabkan suburnya algae danorganisme lainnya yang dikenal dengan eutrofikasi. Ini terdapat pada ketel uap yang berfungsi untuk mencegah kesadahan. Pengukuran kandungan phospat dalam air limbah berfungsi untuk mencegah tingginya kadar phospat sehingga tumbuh-tumbuhan dalam air berkurang jenisnya dan pada gilirannya tidak merangsang pertumbuhan tanaman air. Kesuburan tanaman ini akan menghalangi kelancaran arus air. Pada danau suburnya tumbuh-tumbuhan air akan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut.

3. Sifat Biologi

Mikroorganisme ditemukan dalam jenis yang sangat bervariasi hampir dalam semua bentuk air limbah, biasanya dengan konsentrasi 105-108 organisme/ml. Kebanyakan merupakan sel tunggal yang bebas ataupun berkelompok dan mampu melakukan proses-proses kehidupan (tumbuh, metabolisme, dan reproduksi).Secara tradisional mikroorganisme dibedakan menjadi binatang dan tumbuhan. Namun, keduanya sulit dibedakan. Oleh karena itu, mikroorganisme kemudian dimasukkan kedalam kategori protista, status yang sama dengan\ binatang ataupun tumbuhan. Virus diklasifikasikan secara terpisah. Keberadaan bakteri dalam unit pengolahan air limbah merupakan kunci efisiensi proses biologis. Bakteri juga berperan penting dalam mengevaluasi kualitas air.

a. MPN Coliform

(36)

tabung ganda. Metode ini lebih baik bila dibandingkan dengan metode hitungan cawan karena lebih sensitif dan dapat mendeteksi Coliform dalam jumlah yang sangat rendah.

Prinsip dari metode MPN adalah sifat bakteri yang berkembang baik dalam waktu 24 sampai 72 jam pada suhu tertentu dan dalam suasana yang cocok yaitu tersuspensi dalam kaldu (borth media) yang mengandung gizi untuk pertumbuhannya. Bakteri-bakteri tersebut dapat dideteksi karena jenis bakteri tersebut mampu meragikan (fermentasi) salah satu unsur zat gizi seperti laktosa yng akibat proses peragian tersebut terbentuklah gas, gelembung-gelembung gas ini menunjukkan adanya bakteri tersebut (Basri, Hadi, dkk, 2014)

Parameter MPN Coliform adalah pemeriksaan bakteriologis air bersih yang ditujukan untuk melihat adanya kemungkinan pencemaran oleh kotoran maupun tinja. Bakteri yang termasuk jenis coliform antara lain: Escheria coli, Aerobacter aerogenes, dan Eschericia freundii. Sifat bakteri golongan coliform adalah berbentuk batang, tidak dapat membentuk spora, gram negatif, hidup aerob atau anaerob fakultatif dan dapat meragikan laktosa dengan membentuk gas. Ambang batas MPN Coliform : 10.000 kuman/100ml.

2.2.5 Sumber Limbah Rumah Sakit 1. Limbah cair

Tabel 2.2 Sumber limbah berdasarkan golongan

Golongan Contoh

Golongan tindakan pelayanan Sisa kumur, limbah cair pembersih alat medis Golongan ekskresi manusia Dahak, air seni, tinja, darah

(37)

Sumber limbah cair diatas dapat dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) bagian kegiatan yang ada didalamnya. Jenis kegiatan tersebut memiliki kekhususan masing-masing dan diperlukan perhatian terhadap limbah cair yang berbahaya dan limbah cair yang infeksius.

2. Limbah Padat

Berikut adapula tabel jenis limbah atau sampah menurut sumbernya berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia :

Tabel 2.3. Jenis Limbah/Sampah Menurut Sumbernya

No Sumber/Area Jenis limbah/Sampah

1 Kantor/Administrasi Kertas

2 Unit obstetric dan ruang perawatan

obstretric

Dressing (pembalut/pakaian), placenta, sponge (sepon/penggosok)jarum syringe (alat semprot), masker disposable (masker yang dapat dibuang), dosposable drapes (tirai/kain yang dapat dibuang), sanitary napkin (serbet), blood lancet disposable (pisau bedah)

3 Unit emergency dan bedah termasuk ruang perawatan

(38)

semprot), 4 Unit Laboratorium, ruang mayat, patologi

dan autopsi

Gelas terkontaminasi, termasuk pipet patri dish, wadah specimen (contoh). Slide specimen (kaca/alat sorong), jaringan tubuh, organ, tulang.

5 Unit Isolasi Bahan-bahan kertas yang mengandung buangan nasal (hidung) dan sputum (dahak/air liur), dressing (pembalut/pakaian) dan bandages (perban), masker disposable (masker yang dapat dibuang), sisa makanan, perlengkapan makan.

6 Unit Perawatan Ampul, jarum disposable dan syringe (alat semprot), kertas dan lain-lain. 7 Unit Pelayanan Karton< kertas bungkus, kaleng, botol,

sampah dari ruang umum dan pasien, sisa makanan buangan

8 Unit gizi/dapur Sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan sayuran dan lain-lain

9 Halaman Rumah Sakit Sisa pembungkus, daun ranting, debu. Sumber : Depkes RI (1995)

Limbah padat yaitu semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai hasil dari kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan limbah padat non medis.

2.2.5 Peraturan dan Baku Mutu Limbah Rumah Sakit

(39)

baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit baku mutu limbah cair rumah sakit adalah batas maksimal limbah cair yang diperbolehkan dibuang kelingkungan dari suatu kegiatan rumah sakit. Baku mutu limbah cair rumah sakit dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Baku mutu limbah cair rumah sakit

(40)

131

Baku mutu tersebut ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun oleh penanggung jawab atau pengelola rumah sakit. (KepmenLH RI No.58/MENLH/12/1995).

Setiap penanggung jawab atau pengelola rumah sakit wajib:

a. Melakukan pengelolaan limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan sehingga mutu limbah cair yang dibuang kelingkungan tidak melampaui baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan

b. Membuat saluran pembuangan limbah cair tertutup dan kedap air sehingga tidak terjadi perembesan ketanah serta terpisah dengan saluran limpahan air hujan

c. Memasang alat ukur debit laju alir limbah cair dan melakukan pencatatan debit harian limbah cair tersebut

d. Memeriksakan kadar parameter baku mutu limbah cair kepada laboratorium yang berwenang sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan

e. Menyampaikan laporan tentang catatan debit harian dan kadar parameter baku mutu limbah cair sekurang-kurangnya tiga bulan sekali kepada gubernur dengan tembusan Menteri, Kepala Bapedal, atau instansi teknis yang membidangai rumah sakit dan dianggap perlu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (KepmenLH RI No.58/MENLH/12/1995).

(41)

20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (pasal 17) yang bunyinya “Setiap

orang atau badan yang membuang limbah cair wajib menaati baku mutu limbah

cair sebagaimana ditentukan dalam izin pembuangan limbah cair yang ditetapkan

baginya.” Peraturan lain yang berkaitan dengan pengelolaan air limbah rumah sakit

ialah Undang-undang Republik Indonesia No. 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No.173/Menkes/Per/VIII/1997, tentang Pengawasan Pencemaran Air dari Badan Air untuk Berbagai Kegunaan yang Berhubungan dengan Kesehatan, Keputusan Direktur Jenderal PPM dan PLP No. HK.00.06.6.44 tentang Persyaratan & Petunjuk Teknis Tatacara Penyehatan Lingkungan. Undang-undang dan peraturan lainnya yang mewajibkan rumah sakit memiliki IPAL adalah UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, Permenkes No. 147 tahun 2010 tentang Perizinan Rumah Sakit dan Kepmenkes No. 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

2.2.8 Pengelolaan Air Limbah Rumah Sakit

Pengelolaan air limbah rumah sakit merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya penyehatan lingkungan rumah sakit. Pengelolaan limbah ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan. Air limbah yang tidak ditangani secara benar akan mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan maupun kesehatan. Maka dari itu, diperlukan pengelolaan yang baik agar apabila limbah tersebut dibuang ke suatu areal tertentu (badan air) tidak menimbulkan pencemaran. Pengelolaan limbah cair ini dikelola dengan bantuan Instalasi Pengolahan Air limbah (IPAL) yang dimiliki oleh rumah sakit.

(42)

Pengolahan limbah rumah sakit dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia dan biologi atau gabungan dari ketiga sistem pengolahan tersebut. Pengolahan limbah secara biologis dapat digolongkan menjadi dua pengolahan, yaitu pengolahansecara aerob (menggunakan oksigen) dan pengolahan secara anaerob (tidak menggunakan oksigen). Berdasarkan sistem unit operasinya teknologi pengolahan limbah dibagi menjadi unit operasi fisika, unit operasi kimia dan unit operasi biologi. Sedangkan bila dilihat dari tigkat perlakuanpengolahan maka sistem perlakuan limbah diklasifikasikan menjadi: pretreatment system, primary treatment

system, secondarytreatment system dan tertiary treatment system (Perdana Ginting,

2007).

2.2.9 Teknik Pengolahan Limbah Medis

Ada beberapa cara yg dilakukan dalam pengolahan limbah medis diantaranya adalah :

• Chemical decontamination

• Steam autoclaving

• Inceneration

• Landfilling (Sulaiman, 2001)

(43)

menentukan kost operasional. Oleh karena itu akan sangat tepat apabila dipilih bahan bakar gas karena bila produksi metan dari kompos sudah berjalan dan sebagai bahan bakar cadangan dari gasifikasi batubara. Apabila dipilih sejak awal untuk pembakaran pada incinerator menggunakan bahan bakar gas maka tidak ada perubahan pada burner sehingga akan menghemat biaya beli burner (Sulaiman, 2001).

Teknologi incinerator adalah salah satu alat pemusnah sampah yang dilakukan pembakaran pada suhu tinggi, dan secara terpadu dapat aman bagi lingkungan sehingga pengoperasiannya pun mudah dan aman, karena keluaran emisi yang dihasilkan berwawasan lingkungan dan dapat memenuhi persyaratan dari Kementerian Lingkungan Hidup sesuai dengan Kep.Men LH No.13/ MENLH/3/1995. Insinerator mengurangi volume sampah hingga 95-96%, tergantung komposisi dan derajat recovery sampah. Ini berarti insinerasi tidak sepenuhnya mengganti penggunaan lahan sebagai area pembuangan akhir, tetapi insinerasi mengurangi volume sampah yang dibuang dalam jumlah yang signifikan. Incinerator dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang dalam waktu relatif singkat mampu membakar habis semua sampah tersebut hingga menjadi abu. Pembakaran sampah ini digunakan dengan sistim pembakaran bertingkat (double chamber ), sehingga emisi yang keluar melalui cerobong tidak berasap dan tidak berbau, dan menggunakan sitem cyclon yang pada akhirnya hasil pembakaran tidak memberikan pengaruh polusi pada lingkungan. Selain itu incinerator dilengkapi dengan 2 sistem pembakaran yang dikendalikan secara otomatis.

(44)

incinerator dan mencegah kerusakan pada dinding pembakar, maka gelas dan logam tidak ikut dibakar. Volume sampah yang berlebihan diatas mungkin tercecer (tumpah keluar) sehingga menurunkan efesiensi pemilihan. Oleh karenanya pada lokasi pembakaran perlu disediakan tempat, dan bila diperlukan diadakan pengaturan pemulung yang akan menangani pemilahan sampah dengan limbah botol dan gelas (Sulaiman, 2001)

2.2.10 Penggunaan Incinerator dalam Limbah Rumah Sakit

Penggunaan incinerator dalam limbah rumah sakit menghasilkan berbagai macam jenis sampah yang berbentuk limbah padat, cair, dan gas atau uap. Limbah cair berupa larutan kimia seperti detergen, pembersih, oli, minyak pelumas, dan air panas. Limbah yang berbentuk gas atau uap yaitu gas kimia, bau dan uap panas. Limbah padat terdiri dari limbah yang dapat membusuk atau bahan organik (sampah, bagian tubuh manusia). Limbah yang berbahaya (granul atau gas yang dapat meledak , korosif, zat yang cepat bereaksi dengan zat lainnya), dan yang mudah terbakar, semua zat-zat kimia dalam laboratorium (fenol, formaldehid dan Hg), dan limbah infeksiosa seperti kuman, bakteri, jamur dan bahkan virus (Sulaiman, 2001).

(45)

senyawa sederhana seperti CO2 dan H2O. Insenarator efektif terutama untuk buangan organik dalam bentuk padat, cair, gas, lumpur cair (slurries) dan lumpur padat (sludge). Proses ini tidak biasa digunakan limbah organik seperti lumpur logam berat (heavymetal sludge) dan asam anorganik. Zat karsinogenik patogenik dapat dihilangkan dengan sempurna bila insinerator dioperasikan dengan benar. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan dalam membakar limbah padat B3 adalah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueouswaste injection, dan starved air unit (Sulaiman, 2001).

(46)

2.2.11 Fungsi Incinerator

Incinerator bahkan sudah menjadi sarana standar untuk menangani limbah medis yang dihasilkan dari berbagai kegiatan medis di rumah sakit. Fungsi atau kegunaan incinerator selain dapat mengurangi massa dan volumenya yg lebih utama dan penting adalah mendestruksi materi-materi yg berbahaya seperti mikroorganisme pathogen dan meminimalisir pencemaran udara yg dihasilkan dari proses pembakaran sehingga gas buang yg keluar dari cerobong menjadi lebih terkontrol dan ramah lingkungan (Sabayang, 1996).

(47)

2.2.12 Prinsip Kerja Insinerator

Proses insenerasi akan berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu:

a. Tahapan pertama adalah membuat air dalam sampah menjadi uap air, hasilnya limbah menjadi kering dan siap terbakar.

b. Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak sempurna, dimana temperatur belum terlalu tinggi.

c. Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna. Ruang bakar pertama digunakan sebagai pembakar limbah, suhu dikendalikan antara 400°C -600°C. Ruang bakar kedua digunakan sebagai pembakar asap dan bau dengan suhu antara antara 600 °C - 1200 °C. Suplay oksigen dari udara luar ditambahkan agar terjadi oksidasi sehingga materi-materi limbah akan teroksidasi dan menjadi mudah terbakar, dengan terjadi proses pembakaran yang sempurna, asap yang keluar dari cerobong menjadi transparan (Sabayang, 1996)

2.2.13 Keuntungan Menggunakan Incinerator

Keuntungan menggunakan incinerator tentunya dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasiannya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah (Sabayang, 1996).

2.2.14 Kelemahan menggunakan incinerator

(48)

2.2.15 Dampak Penggunaan Incinerator pada Limbah Rumah Sakit

Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri. Insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300°C –

1500°C atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi untuk melayani insinerasi limbah rumah sakit yang berasal dari rumah sakit lain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai. Insinerasi memiliki banyak manfaat untuk mengolah berbagai jenis sampah seperti sampah medis dan beberapa jenis sampah berbahaya di mana patogen dan racun kimia bisa hancur dengan temperatur tinggi. Limbah padat yang berasal industri yang berupa sludge, atau dari pemukiman yang berupa sampah domestik, maupun limbah padat medis dari rumah sakit dapat dimusnahkan dengan sempurna menggunakan teknik insinerasi.

Proses pembakaran dengan insinerator berlangsung pada suhu tinggi (600°C -800°C), pada suhu tersebut limbah padat organik sudah dapat hancur terbakar dan abu yang dihasilkan akan dalam keadaaan bersih /steril. Gas hasil pembakaran limbah tersebut dibakar juga pada suhu yang lebih tinggi yaitu antara 800°C -1000°C, gas buangnya yang bersih dan emisinya terkendali berada dibawah ambang batas ( Untuk keuntungan jika menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi nontoksik, infektius menjadi non infektius), lahan yang dibutuhkan relative tidak luas, pengoperasiannya tidak tergantung pada iklim dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Selain itu insinerator pada rumah sakit bermanfaat untuk mengurangi emisi partikel (0,01 –0,03 gr/ft3), mengurangi gas asam (HCL), mengurangi sifat patogen mencegah racun terbebas di udara.

(49)

dioksin dan logam berat sepertiAs, Cd, Cr, Pb, Mn, Hg dan dapat menimbulkan asap dengan kandungan debu (ash) juga particulate matter dengan berbagai ukuran. Agar hal tersebut tidak terjadi maka sebaiknya incinerator dilengkapi dengan pollution control berupa cyclone (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu).

Hasil pembakaran berupa residu serta abu yang dikeluarkan dari insinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/partikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai. Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, bukan berarti tanpa cacat. Teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh (Depkes RI, 2004).

Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang Pokok-pokok Kesehatan, bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan yang berupa pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat (Depkes RI, 2004).

2.2.16 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Rumah Sakit 2.2.16.1 Definisi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

IPAL atau Instalasi Pengolahan Air Limbah adalah seperangkat peralatan beserta perlengkapannya yang memproses/mengolah limbah cair sisa proses kegiatan dari pabrik/industri, domestik, dan rumah sakit, sehingga limbah tersebut layak di buang ke lingkungan ( Anonim1, 2011).

(50)

2.2.16.2 Peraturan Tentang Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 986 / MENKES / PER / XI / 1992 tanggal 14 November 1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dan Keputusan Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman No. HK.00.06.44 tanggal 18 Februari 1993 tentang Persyaratan dan Petunjuk Teknis Tata Cara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit mempersyaratkan fasilitas pembuangan limbah sebagai berikut : 1. Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup, kedap

air, dan limbah harus mengalir dengan lancar.

2. Rumah Sakit harus memiliki unit pengolahan limbah sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan. 3. Kualitas air limbah rumah sakit yang akan dibuang ke lingkungan harus

memenuhi persyaratan baku mutu sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk melindungi lingkungan dari kegiatan rumah sakit, buangan air limbah dari rumah sakit diatur oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. Dalam keputusan ini, manajemen rumah sakit harus memeriksakan standar kualitas air limbahnya pada laboratorium yang kompeten minimal sebulan sekali dan melaporkan hasilnya kepada pemerintah setidaknya tiga bulan sekali (Permenkes RI, 1992).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1204 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit maka limbah Cair harus meengikuti ketentuan sebagai berikut:

(51)

3. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan.

4. Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui debit harian limbah yang dihasilkan.

5. Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan saluran air limbah harus dilengkapi/ditutup dengan gril.

6. Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), bila tidak mempunyai IPAL harus dikelola sesuai kebutuhan yang berlaku melalui kerjasam dengan pihak lain atau pihak yang berwenang.

7. Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent) dilakukan setiap bulan sekali untuk swapantau dan minimal 3 bulan sekali uji petik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

8. Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung atau terkena zat radioaktif, pengelolaannya dilakukan sesuai ketentuan BATAN (Permenkes RI, 2004).

2.2.16.3 Tujuan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Berdasarkan pengertian dari IPAL itu sendiri, dapat diketahui tujuan dari Instalasi Pengolahan Air Limbah khususnya untuk Rumah Sakit. Adapun, tujuan dari IPAL Rumah Sakit adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengolah air limbah/limbah cair rumah sakit,

(52)

4. Mengurangi resiko penyakit yang mungkin timbul akibat limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit.

2.2.16.4 Manfaat dan Fungsi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit memiliki beberapa manfaat bagi lingkungan, masyarakat dan bagi rumah sakit itu sendiri. Berdasarkan pengertian, peraturan perundang-undangan mengenai pentingnya IPAL rumah sakit maka dapat diketahui manfaat dan fungsi IPAL rumah sakit, yaitu:

1. Mempermudah manusia dalam mengolah limbah cair rumah sakit,

2. Mengolah air limbah rumah sakit sehingga aman jika dibuang ke lingkungan, dan 3. Dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan (air dan tanah) akibat limbah cair tersebut.

2.2.16.4 Klasifikasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Berbagai teknik pengolahan air limbah untuk mengurangi/mengilangkan bahan polutan telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air limbah yang telah dikembangkan tersebut secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu pengolahan air limbah menurut tingkatannya (pre treatment, primary treatment, secondary treatment, dan tersier treatment) dan pengolahan air limbah menurut karakteristiknya (pengolahan secara fisika, pengolahan secara kimia, dan pengolahan secara biologi) (Suharto,2010).

2.2.16.5 Petugas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

(53)

menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijakan dan program kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan.

Sistem pendukung pengelolaan lingkungan tersebut harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkompeten sebagai operator pengolahan limbah. Dimana operator tersebut akan memegang peran penting dalam pengoperasionalan sistem IPAL dalam hal ini di rumah sakit dan mencegah kemungkinan terjadinya kesalahan prosedur dalam mengoperasikan IPAL. Oleh karena itu, bagi operator IPAL wajib untuk memahami bakuan kompetensi tata keseimbangan yang menyeluruh dari pengetahuan, keterampilan, kearifan, pengalaman, dan tatalaku yang perlu diketahui serta dikuasi oleh seorang Operator IPAL.Untuk mewujudkan operator-operator yang paham dan profesional, maka diperlukan pelatihan khusus mengenai cara pengoperasian IPAL, penanganan bila ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, dan lain sebagainya.

2.2.17 Pengolahan Air Limbah Menurut Tingkatannya

Tingkatan dalam pengolahan limbah tergantung dari jenis dan kondisi limbahnya. Secara umum, pengolahan limbah menurut tingkatannya dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Pengolahan Pendahuluan

Dalam pengolahan pendahuluan ini air limbah akan dipisahkan dari padatan kasar, minyak atau lemak dna proses penyetaraan fluktuasi aliran bak penampung. Adapun unit-unit yang terdpaat dalam pengolahan pendahuluan ini adalah:

a. Saringan (bar screen/bar racks) b. Pencacah (comminutor)

c. Bak penangkap pasir (grit chamber)

(54)

2. Pengolahan Tahap Pertama (Primery treatment )

Pengolahan tahap pertama (Primery treatment) bertujuan untuk mengurangi kandungan padatan tersuspensi melalui proses pengendapan (sedimentation). Pada proses pengendapan, partikel padat dibiarkan mengendap ke dasar tangki. Dalam penetralisasian dan untuk meningkatkan kemampuan pengurangan padatan tersuspensi amka perlu ditambahkan bahan kimia. Dalam unit ini hasil yang dpaat dicapai adalah pengurangan terhadap BOD dapat mencapai 35% sedangkan padatan tersuspensi berkurang sampai 60%. Pengurangan BOD dan padatan pada tahap pertama ini selanjutnya akan membantu mengurangi beban pengolahan di tahap kedua.

3. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary treatment)

Pengolahan di tahap kedua ini umumnya mencakup proses biologis yang bertujuan untuk mengurangi bahan-bahan organik dengan bantuan mikroorganisme. Proses tahap kedua ini dapat terjadi secara aerobik maupun anaerobik. Proses aerobik terjadi karena adanya diffuser yang mengalirkan udara dari bawah bak. Pada unit ini hasil yang dapat dicapai adalah pengurangan kandungan BOD dalam rentang 35-95% tergantung pada kapasitas unit pengolahannya. Reaktor pengolah lumpur aktif dan saringan penjernih biasanya dipergunakan dalam tahap ini.

4. Pengolahan Tahap Ketiga (Tersier treatment) atau Pengolahan lanjutan

(55)

2.2.18 Pengolahan Air Limbah Menurut Karakteristiknya

Berdasarkan karakteristiknya, air limbah dapat diolah menggunakan 3 metode, yaitu:

1. Pengolahan secara Fisika (Physical treatment)

Modifikasi dari prinsip dalam metode ini adalah dengan menggunakan radiasi ultra violet untuk mensterilkan effluent. Radiasi ultra violet mampu merusak asam nuklear di sel-sel bakteri, virus dan juga organisme. Radiasi ultra violet itu sendiri bisa di dapatkan dari sinar matahari. Dalam pengolahan secara fisika ini, sinar matahari lah yang merupakan desinfektannya. Sinar matahari ini mampu mengurangi konsentrasi bakteri patogen. Namun, dalam pengoperasiannya sering ditemui kendala terutama untuk memperoleh penyinaran maksimum pada air limbah.

Sinar matahari memiliki kemampuan dalam membunug patogen dan menon-aktifkan kuman maupun vitus. Radiasi matahari di negara tropis sangatlah menguntungkan karena cukup untuk membunuh semua fecal coliform (coliform tinja) dengan syarat air harus encer, tidak keruh dan dapat ditembus oleh sinar matahari. Pengolahan air limbah secara fisika ini merupakan tahap awal (Pre

treatment) dalam rangkaian proses pengolahan air limbah. Secara umum yang

termasuk ke dalam pengolahan fisika air limbah adalah:

(56)

fisik yang digunakan untuk menentukan tingkat kekeruhan air limbah. Rasa, merupakan sifat fisik yang mungkin tidak dapat dirasakan secara langsung oleh panca indera. Air bersih tidaklah berasa, tidak berbau, tidak berwarna dan memiliki suhu 25°C.

Air limbah sebagian besar kandungannya adalah partikel-partikel yang tidak dapat larut (Suspended solid). Oleh karena itu diperlukan pengolahan fisika yang pada umumnya betujuan untuk mengurangi/meghilangkan zat padat kasar (berukuran besar), zat padat terlarut, pasir, dna zat padat terapung. Adapun unit-unit pengolahan air limbah secara fisika ini meliputi:

1. Screening 2. Mixing

3. Sedimentasi/Pengendapan 4. Vacum Filtration

5. Pengeringan 6. Grit Chamber 7. Comunitor

(Met Celf & Eddy, 2003)

(57)

Kemudian dilanjutkan dengan proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse

osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel

tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.

Langkah berikutnya yaitu proses flotasi. Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara keatas (air

flotation).

Di akhir tahap pengolahan, dilakukan Proses adsorbsi. Pada proses ini biasanya digunakan karbon aktif untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut. Apabila air limbah memungkinkan untuk dapat diolah dan digunakan kembali maka dapat menggunakan teknologi membran (reverse osmosis).Biasanya teknologi ini diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal (Dephut RI).

2. Pengolahan secara Kimia (Chemical treatment)

Pengolahan air limbah secara kimia bertjuan untuk memisahkan partikel-partikel koloid dalam air limbah dengan menambahkan bahan kimia. Pemisahan partikel koloid ini dilakukan dengan cara menon-stabilkan partikel koloid, menyatukan partikel-partikel koloid yang akhirnya membentuk flok-flok, dan mengendapkan flok-flok tersebut.

(58)

Mengenai sifat kimia pada air limbah yang dapat dijadikan parameter penentu kualitas air limbah adalah zat organik seperti C, H, O, N, S, P, zat organik logam beracun seperti Hg, Cd, Pb, dan lain-lain. Oleh karena itu diperlukan pengolahan kimia dalam mengurangi bahkan menghilangkan kandungan kimia berbahaya pada air limbah. Berikut ini adalah unit-unit pengolahan kimia yang meliputi:

1. Chemical Precipitation 2. Desinfeksi

(MJ. Hammer, 1986).

Pengolahan air limbah secara kimia dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun. Pengolahan tersebut dilakukan dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

(59)

Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida. Pada dasarnya hasil yang didapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia (Dephut RI). 3. Pengolahan secara Biologi (Biological treatment)

Pengolahan biologi dilakukan dengan tujuan untuk menyisihkan/memisahkan zat organik yang terkandung dalam air limbah dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut akan melakukan perombahakan zat organik yang dibantu oleh algae dan proses fotosintesis. Pengolahan secara biologi ini dapat berlangsung secara aerob (memerlukan oksigen) maupun anaerob (tidak memerlukan oksigen) (Mara D, 1976)

Adapun sifat biologi yang menunjukkan kandungan biologi dalam air limbah adalah banyaknya mikroorganisme air seperti: bakteri, fungi, protozoa, algae dan hewan air kecil lainnya. Mengenai karakteristik biologi untuk menentukan kualitas air adalah kadar BOD, COD, TSS dan TDS. Berikut ini adalah unit-unit pengolahan secara biologi:

1. anaerobik 2. aerobik 3. fakultatif 4. maturasi

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan yang termasuk ke dalam pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan BOD dengan COD
Tabel 2.3. Jenis Limbah/Sampah Menurut Sumbernya
Tabel 2.4 Baku mutu limbah cair rumah sakit
Gambar 2.1 proses pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif
+7

Referensi

Dokumen terkait

9 Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu semua pasien yang menggunakan ventilator lebih dari 48 jam di ICU dan CVCU RSUD Arifin Achmad, data rekam medik pasien

Prototipe pengaman pintu otomatis menggunakan mikrokontroller AT89S52 merupakan ide yang timbul untuk mememenuhi sistem keamanan yang diaplikasikan pada pintu rumah,

1) Dua garis tersebut akan berpotongan, maka himpunan penyelesaiaanya tunggal. 2) Dua garis tersebut akan saling berimpit, maka himpunan penyelesaiannya tak hingga. 3) Dua

Proses pengolahan POME dengan menggunakan sistem kolam diatas membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 90-100 hari dimana diperlukan waktu sebanyak 20

Pengembangan Model Intuition Based Learning (IBL) dengan Scientific Approach Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Sragen Tahun Pelajaran

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menemukan konstruksi Islamisasi pengetahuan tentang filsafat dari Ismail Raji’ Al-Faruqi, (2) Menemukan konstruksi

Mata kuliah ini memberikan kemam*uan ke*ada mahasisa untuk  melaksanakan asuhankebidanan *ada masa nifas dengan *endekatan mana+emen kebidanan di dasari konse* sika* dan

Penelitian ini dilaksanakan pada Workshop Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Gowa dengan langkah-langkah sebagai berikut ; Membuat gambar desain mekanis