• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Asas Kepastian Pajak Pertambaha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Asas Kepastian Pajak Pertambaha"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis Asas Kepastian Pajak Pertambahan Nilai Atas Batubara Dengan Diterbitkanya Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000

UAS PPN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister

RIJAL RIVALDI 1506814601

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PAJAK

(2)

Abstrak

(3)

Pendahuluan

Pajak pertambahan nilai merupakan salah satu jenis pajak yang diterapkan di Indonesia, dalam sejarahnya pajak pertambahan nilai yang kemudian disingkat menjadi PPN, merupakan pengganti dari pajak penjualan yang dianggap tidak efektif dalam mengadaptasi kemajuan di masyarakat. Sistem Pajak Penjualan tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mancapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak. Dalam rangka itulah dengan dilandasi pertimbangan yang seksama tentang kemampuan rakyat, rasa keadilan dan kebutuhan pembangunan serta untuk mendorong dan meningkatkan daya saing komoditi ekspor non minyak di pasaran luar negeri, dengan dukungan kondisi dan kemampuan aparat perpajakan yang terus berkembang, pajak penjualan dengan sistem pengenaan PPN dan pajak penjualan atas barang mewah

diberlakukan untuk menggantikan pajak penjualan yang berlaku.

Dalam teknis pelaksanaanya PPN dapat dipungut beberapa kali pada berbagai mata rantai jalur perusahaan. Kendatipun dipungut beberapa kali, tetapi karena pengenaannya hanya terhadap pertambahan nilai yang timbul pada setiap penyerahan barang atau jasa pada jalur perusahaan berikutnya, maka beban pajak ini pada akhirnya tidaklah lebih berat. Pertambahan nilai itu sendiri timbul karena dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba termasuk bunga modal, sewa tanah, upah kerja, dan laba pengusaha adalah merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan PPN.

(4)

tambang masih tergolong ke dalam kategori yang dikenai PPN, namun kondisi ini berlaku jika barang tambang tersebut tekah masuk pada masa pengolahan, dari bahan tambang yang lansung diambil dari sumbernya menjadi barang ekonomis yang telah mengalami pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah. Namun untuk hasil tambang yang lansung di ambil dari sumbernya bukan merupakan barang kena pajak, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan PPN mengelompokan barang hasil tambang yang tidak dikenakan atas PPN yaitu Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya. Salah satunya yang terkena dampak atas munculnya peraturan pemerintah ini adalah batubara.

Dalam sejarahnya batubara pada awalnya tergolong sebagai barang kena pajak dan pengusaha batubara di kelompokan sebagai pengusaha kena pajak yang mendapatkan kewajiban

(5)

Sebagai pemegang kewenangan pemajakan pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menjamin bahwa sumber daya mineral memberikan kontribusi terhadap penerimaan publik. Di samping itu pemerintah juga berkewajiban menciptakan iklim investasi yang menarik dan mampu merangsang investor global, ini menjadi penting untuk diperhatikan jika mengacu pada data dari BP Statistical Review of World Energy June 2008 pada Tabel 4.5 menunjukan bahwa Indonesia berada dalam urutan ke delapan sebagai negara terbesar produsen batubara. Produksi batubara Indonesia pada akhir tahun 2007 menurut data tersebut adalah 174,8 juta ton atau 3,4% dari total produksi batubara dunia sebesar 6.395,6 juta ton. Produsen terbesar adalah China sebesar 2.536,7 juta ton atau 39,66% dari total produksi batubara dunia, selanjutnya berturut-turut adalah Amerika Serikat 1.039,2 juta ton atau 16,24%; India sebesar 478,2 juta ton atau 7,48%; Australia sebesar 393,9 juta ton atau 6.16%; Russia sebesar 314,2 juta ton atau 4,91%; Afrika

Selatan 269,4 juta ton atau 4,21%; Jerman sebesar 201,9 juta ton atau 3,16%; Polandia sebesar 145,8 juta ton atau 2,28%; dan Kazakhtan sebesar 94,4 juta ton atau 1,48%.

Besarnya potensi investasi pada bidang usaha tambang batubara haruslah di dukung oleh iklim bisnis yang nyaman, pasti dan berkeadilan, salah satunya dengan menerapkan sistem pajak yang memenuhi asas kepastian dan keadilan dalam pemungutan, sehingga pengusaha yang akan melakukan investasi pada bidang ini dapat semakin bertambah mengingat besarnya potensi batubara yang kita miliki namun belum di kelola dengan baik. Penerapan sistem pengenaan pajak yang baik juga akan menjamin kesinambungan dari penerimaan pajak itu sendiri, sesuai dengan tujuan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan dari sektor pajak.

Metode Penelitian

(6)

jurnal mengenai pertambangan batubara, Undang-undang pajak penghasilan dan Peraturan pemerintah mengenai barang kena pajak pada hasil tambang serta dokumen pemerintah. Penelitian kualitatif seperti didefinisikan Cresswell sebagai sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial, berdasarkan pada penciptaan gambaran holistik lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun daam sebuah latar alamiah.

Pendekatan kualitatif adalah sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan pada penciptaan gambaran holistik lengkap yang dibentuk dengan kata-kata melaporkan pandangan informan secara terperinci dan disusun dalam sebuah latar alamiah. Penelitian ini memiliki pendekatan kualitatif dimana teori tidak berposisi sebagai panduan bagi peneliti dalam melakukan analisis penelitian, tetapi lebih difokuskan pada data yang ditemukan.

Penelitian ini mencoba membangun deskripsi atas munculnya aturan

pemerintah yang baru, mengenai barang dan jasa yang tidak dikenakan atas pajak pertambahan nilai yang salah satu berpengaruh pada wajib pajak yang bergerak dalam usaha batubara. Penelitian ini akan mengangkat jika kemunculan aturan tersebut yang tidak di ikuti dengan kesiapan pada sumber daya manusianya pada akhirnya membawa dampak pada ketidakpastian hukum atas pengenaan PPN atas hasil tambang batubara yang berakhir pada munculnya restitusi PPN dalam jumlah yang besar.

Pembahasan

(7)

yaitu kepastian, baik itu bagi petugas pajak maupun bagi wajib pajak dan seluruh masayarakat, sebagaimana yang akan diuraikan dalam penelitian ini yang menemukan adanya fenomena jika telah terjadi ketidakpastian dalam perlakuan PPN setelah diterbitkanya Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan PPN.

Asas kepastian sendiri antara lain mencakup kepastian mengenai sisiapa yang harus dikenakan pajak, apa-apa saja yang dijadikan sebagai objek pajak, serta besarnya jumlah pajak yang harus dibayar dan bagaiaman jumlah pajak yang terutang harus dibayar. Artinya, kepastian bukan hanya menyangkut kepastian mengenai subjek paajk maupun objek pajak, dasar pengenaan pajak serta besarnya tariff pajak, tetapi juga menegnai prosedur pemenuhan kewajibanya antara lain prosedur pembayaran dan pelaporan serta pelaksanaan hak-hak perpajakan. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak

Dikenakan PPN yang salah satunya menyinggung mengenai barang tambang khususnya batubara telah menimbulkan suatu kondisi ketidakpastian, karena adanya pertentangan aturan sektoral mengenai pertambangan dan aturan yang berkaitan dengan perpajakan.

Dalam pelaksanaannya pertambangan khususnya pada batubara diatur dalam satu Instrumen Hukum Pertambangan khusus di Indonesia yaitu Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Perjanjian ini dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan kontraktor swasta. Antara lain instrument tersebut mengatur beberapa aturan mengenai pemamfaatan tambang batubara sesuai dengan tahun perjanjiannya antara lain:

(8)

dikenal dengan Undang-Undang Pajak Penjualan (PPn) Tahun 1951. Kewajiban perpajakan yang tercantum pada kontrak karya PKP2B Generasi Pertama terdapat pada pasal 11 (Taxes and Sharing of production). Sesuai pasal 11 Kontraktor akan membayar pajak-pajak kepada Pemerintah antara lain Pajak Penjualan atas jasa-jasa yang diberikan kepada kontraktor di Indonesia sesuai dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia dengan tarif tidak melebihi 5% (lima persen).

Demikian pula dalam Pasal 11 Kontraktor harus membayar pajak penjualan atas barang yang dibeli oleh Kontraktor tersebut di Indonesia. Selanjutnya Pasal 11 angka 3 PKP2B menentukan bahwa, dengan pengecualian pajak-pajak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 11 angka 2 di atas dan di mana pun dalam persetujuan ini, batubara akan membayar dan menanggung serta membebaskan kontraktor dari semua pajak, bea, sewa dan royalti yang dipungut oleh pemerintah sekarang maupun di masa mendatang. Dalam

hal kontraktor atau orang lain atas nama kontraktor, apakah untuk tujuan kelancaran atau tujuan lain membayar suatu pajak tersebut di atas yang dibebaskan atas kontraktor berdasarkan persetujuan ini, maka batubara akan membayarnya kembali kepada kontraktor atau orang lain yang melakukan pembayaran itu dalam waktu 60 hari setelah diterimanya faktur yang bersangkutan. Dalam Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1981 tentang ketentuan-Ketentuan Pokok Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Tambang Batubara antara Perusahaan Negara Tambang Batubara dan Kontraktor Swasta, Kontraktor diwajibkan membayar pajak-pajak dan pungutan kepada Pemerintah diantaranya adalah Pajak Penjualan.

(9)

1983 dan aturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985. Dalam PKP2B ini diatur secara khusus mengenai kewajiban-kewajiban pajak perusahaan kontrak karya termasuk PPN. Pada PKP2B Generasi Kedua, kewajiban perpajakan yang tercantum pada kontrak karya PKP2B diatur dalam pasal 11 (Pajak, Bea dan Pungutan Negara).

Ketiga, PKP2B Generasi Ketiga PKP2B Generasi Ketiga yaitu periode 1995 sampai sekarang ditandatangani setelah tahun 1994 (setelah reformasi perpajakan kedua), disebut dengan PKP2B dan mengacu kepada Undang-Undang PPN Nomor 11 Tahun 1994 beserta aturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994. Sesuai Pasal 14 angka 6 PKP2B dengan memperhatikan kewajiban umum yang dimaksud dalam Undang-undang PPN 1994 dan peraturan pelaksanaannya, kontraktor berkewajiban untuk :

a.Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

b.Memungut, menyetor dan melaporkan PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP

dengan tarif 10% (sepuluh persen) atau tarif lain, sesuai dengan Undang-undang PPN No 42 tahun 2009 dan peraturan pelaksanaannya.

c.Memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN dan/atau Pajak Penjualan atas Barang-barang mewah, sebagaimana Pemungut Pajak berdasarkan Undang- undang PPN 1994 dan peraturan pelaksanaannya.

d.Kontraktor dikenakan PPN dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor atau pembelian BKP atau perolehan JKP yang berdasarkan Undang-undang PPN 1994 dan peraturan pelaksanaannya terutang PPN dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

(10)

Masukan tersebut dikompensasikan dengan Pajak Keluaran untuk masa pajak berikutnya kecuali kelebihan pembayaran Pajak Masukan yang disebabkan ekspor dan/atau penyerahan kepada Pemungut PPN dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak.

Dalam beberapa klausulnya instrument hukum yang mengatur mengenai kontrak karya perusahaan tambang batubara ini, menetapkan jika peraturan yang berlaku berkaitan dengan perpajakan adalah peraturan dimana ketika kontrak karya itu ditandatangani. Dan inilah yang menjadi pokok utama dalam timbulnya beberapa kondisi yang tidak ideal dalam pengenaan pajak pertambahan nilai atas batubara. Pengusahan batubara khususnya dalam hal ini pada kelompok generasi pertama tetap mengacu pada peraturann perpajakan ketika aturan ini ditandangani yang masih mengelompokan batubara sebagai barang kena pajak yang dapat dikreditkan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000, maka

batubara sebelum diproses menjadi briket batubara tidak dikenakan PPN. Penetapan batubara sebelum diproses menjadi briket batubara sebagai Barang Tidak Kena Pajak (BTKP), menimbulkan konsekuensi Pajak Masukan atas perolehan BKP dan JKP oleh Kontraktor batubara tidak dapat dikreditkan. Pada masa awal mula Peraturan Pemerintah ini diterbitkan, kontraktor PKP2B Generasi Pertama telah merasakan tambahan beban akibat tidak dapat dikreditkannya Pajak Masukan yang telah dibayar.

(11)

Mahkamah Agung melalui surat Ketua Muda Mahkamah Agung Bidang

ULDILTUN Nomor

2/Td.TUN/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 memberikan pendapat kepada Direktur APBI bahwa walaupun tenggang waktu untuk melakukan uji materiil atas Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan PPN telah lewat, Ketua Muda Mahkamah Agung Bidang ULDILTUN tetap memberikan pertimbangan hukum dan berpendapat bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan PPN sesungguhnya secara substansial memang benar telah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-undang oleh karena itu Peraturan Pemerintah tersebut batal demi hukum sejak dikeluarkan dan tidak dapat diberlakukan secara umum.

Menanggapi surat Ketua Muda Mahkamah Agung tersebut, Direktur Jenderal Pajak melalui Surat Edaran Nomor SE-03/PJ.51/2004 menegaskan bahwa Surat Ketua Muda Mahkamah

Agung Bidang ULDILTUN Nomor : 2/Td. TUN/III/2004 tanggal 23 Maret 2004 hal Permohonan Pertimbangan Hukum yang ditujukan kepada

Direktur APBI merupakan

pertimbangan hukum (legal opinion) dan bukan merupakan Putusan Mahkamah Agung yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dengan demikian, Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan PPN masih tetap berlaku sebagaimana mestinya. Apabila terdapat Wajib Pajak Kontraktor PKP2B yang melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN dengan cara antara lain melakukan pengkreditan Pajak Masukan dan kemudian meminta pengembalian (restitusi) sebagai kelanjutan dari terbitnya Surat Ketua Muda Mahkamah Agung Bidang

ULDILTUN tersebut, maka

(12)

Batubara PKP2B Generasi Pertama menahan sebagian Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) sebagai kompensasi atas tidak dikembalikannya kelebihan pembayaran pajak.

Dasar hukum tindakan Kontraktor ini adalah pasal 1425, 1426, 1427 dan 1429 KUH Perdata mengenai ketentuan perjumpaan utang piutang/kompensasi. Kontraktor pertambangan batubara beralasan mereka mempunyai piutang kepada negara berupa PPN, sebagai suatu jenis pajak baru yang tidak disebut secara jelas dalam Kontrak PKP2B, yang dibayar atas perolehan BKP dan / atau JKP yang harus dikembalikan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 11. PKP2B Generasi Pertama. Di sisi lain, Departemen Keuangan menilai, restitusi PPN tidak bisa dijadikan alasan untuk menahan royalti kepada negara. Terlebih lagi, pemerintah tidak memiliki utang pembayaran restitusi PPN batubara kepada perusahaan PKP2B generasi pertama, sebagaimana dikatakan Darmin Nasution, Direktur

Jenderal Pajak di Kantor Pusat Ditjen Pajak Jakarta1. Penetapan

Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 yang mengelompokan batubara sebelum diproses menjadi briket batubara merupakan penyerahan yang tergolong BTKP menimbulkan ketidakpastian dalam sistem perpajakan Indonesia. Padahal dalam pemungutan pajak terdapat asas kepastian sehingga memudahkan dalam pelaksanaan administrasi perpajakan. Kepastian ini meliputi kejelasan dan ketegasan dalam stabilitas makroekonomi dengan adanya arus penerimaan pajak yang stabil dan dapat diprediksi dan kesempatan untuk mendapatkan bagian penghasilan yang lebih besar apabila perusahaan mendapatkan laba yang tinggi. Di sisi lain perusahaan

(13)

yang berinvestasi memerlukan kebijakan pemerintah yang dapat diprediksi, stabil dan didasari pada aturan hukum yang pasti sehingga keputusan yang diambil didasari oleh alasan yang tepat. Perusahaan juga menghendaki kebijakan pemerintah yang dapat menimimalisir distorsi ekonomi. PPN merupakan pajak atas konsumsi dan bukan pajak transaksi antar perusahaan karena pajak yang diperoleh pada saat pembelian barang dapat dikreditkan oleh perusahaan tersebut. Mekanisme ini membuat PPN tidak mendistorsi harga pembelian dan penjualan barang. Suatu pengenaan PPN dikatakan komprehensif apabila pengenaannya meliputi seluruh aktivitas ekonomi, mulai dari tahap paling awal yaitu pertanian dan hak penambangan sampai dengan tahap pedagang eceran. Sebagai Pajak tidak langsung atas konsumsi, tax base PPN diterapkan seluas mungkin, kecuali hanya yang menjadi kebutuhan pokok, yaitu produk pertanian yang belum diolah.

Negara yang menerapkan PPN (VAT) biasanya mengenakannya kepada

seluruh pembelian baik barang modal maupun jasa. Agar dapat berkompetisi secara global maka hampir semua negara pengekspor mineral memilih untuk meniadakan pajak pada ekspor mineral. Cara untuk meniadakan pajak ini bervariasi dan melibatkan administrasi perpajakan yang kompleks. Cara paling sederhana untuk menghilangkan pengaruh pajak ini adalah dengan mengecualikan produk tersebut.

(14)

jadi hingga menjadi bahan jadi yang selanjutnya siap dijual dengan tingkat laba yang diharapkan.

Barang hasil pertambangan termasuk batubara sesungguhnya memiliki nilai tambah, karena setelah barang tersebut diambil langsung dari sumbernya, barang hasil pertambangan tersebut menjadi mempunyai nilai ekonomis. Apabila barang hasil pertambangan yang masih berwujud mentah tersebut diolah menjadi barang jadi yang siap digunakan dan atas penyerahannya menjadi terutang pajak, maka pembebasan pengenaan PPN tersebut sifatnya hanya sementara, yaitu hanya pada saat barang hasil tambang tersebut masih mentah. Pada saat barang tersebut telah jadi, maka nilai tambah atau nilai ekonomis yang telah dimiliki pada saat barang tersebut masih mentah juga ikut terkena PPN.

Namun ternyata untuk keperluan pengamanan penerimaan, Pemerintah menetapkan status batubara dari semula BKP menjadi BTKP sehingga Wajib Pajak pertambangan batubara tidak dapat merestitusi Pajak Masukan atas Pajak Keluaran. Menurut otoritas

perpajakan, konsepsi nilai tambah (added value) atas bahan mentah tambang batubara belum memenuhi hingga batubara tersebut siap untuk dikonsumsi yaitu dalam bentuk briket batubara karena hal ini sesuai dengan konsepsi PPN sebagai pajak konsumsi yaitu pajak yang dikenakan pada saat barang atau jasa dikonsumsi.

Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) menilai, jika batubara dikategorikan barang bukan kena pajak maka akan terjadi penarikan pajak berganda atas barang dan jasa yang sama. Ketua APBI Jeffrey Mulyono, sekarang Ketua Forum Reklamasi Lahan Bekas Tambang, mengatakan sebagaimana ditulis dalam www.kontan.co.id, jika batubara dinyatakan sebagai BKP maka Pajak Masukan yang ditarik dari vendor atau kontraktor, sub kontraktor, dan supplier, dapat dikompensasikan dengan PPN keluaran. Selain itu, proses pertambangan batubara tidak termasuk barang yang diambil langsung dari sumbernya. Supriatna Suhala

(15)

penambangan batubara terdapat biaya pembelian peralatan atau sewa alat untuk menambang, bahan bakar, biaya crushing dan washing atau biaya sub-kontraktor. Biaya-biaya ini menjadikan batubara sebelum diproses menjadi briket batubara sebagai BKP masih menentukan suatu barang-barang lain yang berdasarkan pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya, tidak dikenakan PPN2.

Dari paparan atas beberapa kondisi dalam kasus perubahan status batubara dari barang kena pajak menjadi barang tidak kena pajak yang ditujukan untuk

2 nasional.kontan.co.id “asosiasi-batubara-minta-batubara-terkena-ppn” diakses pada selasa 20 desember 2016 pukul 10.00 wib.

(16)

bisnis batubara dengan memberikan aturan yang baik, bahkan bisa menimbulkan kerugian pada pemerintah karena pada akhirnya harus membayarkan restitusi PPN terhadap pengusaha batubara atas kondisi yang tidak pasti ketika diawal munculnya peraturan pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan PPN, yang bahkan belum terselesaikan sampai saat ini.

Kesimpulan

Asas Kepastian dalah syarat mutlak dalam mendukung kemudahan dalam administrasi perpajakan. Memunculkan aturan yang akan mengarah pada kecenderungan ketidakpastian seharusnya tidak pernah dijadikan pilihan pemerintah dalam mengatur tata laksana perpajakannya, karena dampaknya akan sangat destruktif dari tujuan pemungutan pajak itu sendiri. Seperti halnya dengan munculnya peraturan pemerintah Nomor 144 Tahun 2000

(17)

Refrensi

Rosdiana, Haula dan Edi Slamet I. 2012.Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan implementasi di Indonesia.PT Raja grafindo Persada. Jakarta.

Nugraha. 2009. Tesis Analisa Perlakuan Pajak pertambahan nilai Bagi Kontraktor Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara Khususnya Generasi Pertama. Jakarta.

Sukardji, Untung. 2015. Pajak Pertambahan Niali Edisi Revisi 2015. Rajawali Pers. Jakarta.

Undang-undang republik indonesia nomor 42 tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.

www.hukumonline.com. Peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 144 tahun 2000 tentang jenis-barang yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai. 20

Referensi

Dokumen terkait

PERKIRAAN BIAYA (Rp,-) PELAKSANAAN PEMILIHAN PENYEDIA PELAKSANAAN PEKERJAAN.

videoscribe dosen dan mahasiswa dapat merancang video animasi sendiri sesuai kreatifitas dan teknik serta metode yang sesuai dengan materi yang akan

Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai soyghurt bubuk hasil rehidrasi memiliki viskositas semakin menurun seiring dengan semakin tingginya konsentrasi maltodekstrin yang

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terbukti ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan, komunikasi dan motivasi terhadap kinerja pegawai di Biro Administrasi

Ketua jurusan yang telah login ke dalam sistem, dapat melihat daftar mahasiswa beserta judul, proposal yang telah mahasiswa unggah sebelumnya, dan hasil rekomendasi calon

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kelangkaan jenis tumbuhan berdasarkan laporan IUCN (1994) dan selanjutnya ditetapkan langkah pelestarian jenis tumbuhan tersebut di

Ekonomi pasar efektif dalam menyeimbangkan permintaan dan penawaran pasar untuk masing-masing produk, tapi perekonomian pasar kurang bisa diharapkan dalam menciptakan

Bagi BUMN; diharapkan bahwa hasil penelitian ini akan dapat memberikan tambahan informasi mengenai pengaruh CGPI terhadap nilai perusahaan dan dengan dimediasi