• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Nomor : PUT /2014/PP/M.XVIA Tahun Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Nomor : PUT /2014/PP/M.XVIA Tahun Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2014"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Putusan Nomor

: PUT-100336.99/2014/PP/M.XVIA Tahun 2018

Jenis Pajak

: Gugatan

Tahun Pajak

: 2014

Pokok Sengketa

: Penerbitan Surat Tergugat Nomor KEP-219/WPJ.08/2016 tanggal 20 Januari 2016 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak;

Menurut Tergugat

bahwa setelah membaca surat gugatan, mempelajari berkas surat menyurat dan dokumen yang ada, dengan ini disampaikan tanggapan terhadap gugatan dari penggugat sebagai berikut:

a. Dasar hukum

1. bahwa Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;

2. bahwa Pasal 1 angka 7, Pasal 40 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

3. bahwa Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;

4. bahwa Pasal 36 ayat (1) huruf c, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009;

5. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Dan Pengurangan Atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak Atau Surat Tagihan Pajak;

b. Tanggapan tergugat

1. bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (4) UU KUP disebutkan Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila : Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak selengkapnya mengisi faktur pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak;

bahwa demikian pula bagi Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi melaporkannya tidak tepat waktu, dikenai sanksi yang sama. Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak ditagih dengan Surat Tagihan Pajak, sedangkan pajak yang terutang ditagih dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13;

2. bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (5) huruf f UU PPN disebutkan Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak;

bahwa dalam penjelasannya disebutkan: Faktur Pajak merupakan buki pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materill. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya;

3. bahwa berdasarkan angka E.4 pada SE-26/PJ/2015 tanggal 2 April 2015 disebutkan bahwa PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenal sanksi, administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sedangkan bagi PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;

4. bahwa berdasarkan data penerbitan STP PPN Barang dan Jasa nomor 00281/107/14/415/15

tanggal 22 Mei 2015 diketahui Penggugat menerbitkan faktur pajak pada tanggal 8-14 Juni 2013 sedangkan surat pemberitahuan nomor faktur pajak nomor S-1821/NSFP/WPJ.08/KP.0703/2013 tanggal 19 Januari 2014 hal ini menunjukkan Penggugat menerbitkan faktur pajak sebelum mendapat jatah nomor faktur pajak dari KPP Madya Tangerang;

5.

SEKRETARIAT

bahwa karena faktur pajak diterbitkan pada tanggal yang tidak benar maka faktur pajak tersebut tidak

PENGADILAN

PAJAK

(2)

sesuai dengan pasal 13 ayat 5 huruf f UU PPN beserta penjelasannya oleh karena itu penerbitan STP PPN Barang dan Jasa nomor 00281/107/14/415/15 telah sesuai dengan pasal 14 ayat 4 UU KUP sebagai berikut:

2% X Rp37.711.567.768,00 = Rp754.231.355,00

6. bahwa berdasarkan Laporan Pelaksanaan Konseling nomor Lap 61/WPJ.08/KP.0708/2015 tanggal 20 April 2015 diketahui Penggugat kehabisan jatah nomor faktur pajak pada bulan Januari 2014 karena kurang teliti dalam menghitung surat jalan yang belum diterbitkan faktur pajak;

7. bahwa dengan demikian berdasarkan penjelasan tersebut di atas, penerbitan STP PPN Barang dan Jasa Nomor 00281/107/14/415/15 tanggal 22 Mei 2015 masa pajak Januari 2014 adalah sudah benar dan telah sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku

bahwa pada saat persidangan Tergugat menyampaikan penjelasan tertulis dengan Surat Nomor S-3147/PJ.07/2016 tanggal 3 Mei 2016 yaitu sebagai berikut:

A. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan stdtd Undang-Undang No.16 Tahun 2009;

Pasal 13 ayat (1)

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak,bagian tahun pajak, atau tahun pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB;

Pasal 14 ayat (1)

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:

d. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat;

e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap sebagaimana dimaksuda pasal 13 ayat (5) Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai dan perubahannya,...;

f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak;

Pasal 14 ayat (4)

Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang,dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Penjualan Atas Barang Mewah sebagimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang No.42 Tahun 2009;

Pasal 13 ayat (5)

Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;

f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(3)

g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;

Penjelasan Pasal 13 ayat (5)

Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta ditandatangani oleh pihak yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya;

Pasal 13 ayat (8)

Ketentuan lebih Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

Pasal 13 ayat (9)

Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material;

Penjelasan Pasal 13 ayat (9)

Faktur Pajak memenuhi persyaratan formai apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak...;

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak

Pasal 9

Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :

a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan ha rga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;

f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;

Pasal 10

(1) Faktur Pajak wajib diisi secara lenqkap,jelas dan benar

(2) Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan;

Pasal 19

Ketentuan lebih lanjut mengenai:

a. bentuk dan ukuran Faktur Pajak,

b. prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak, c. tata cars pembuatan dan pengisian keterangan Faktur Pajak, d. tata cars pembetulan atau penggantian Faktur Pajak,

e. tata cara pembatalan Faktur Pajak, dan

f. tata cara pengajuan permintaan dan pemberian data Faktur Pajak berbentuk

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(4)

elektronik yang rusak atau hilang,

diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak;

Pasal 21

Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:

a. Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;

b. Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dan/atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini;

4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014;

Pasal 1 angka 8

Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;

Pasal 1 angka 9

Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasai 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnva atau sesunqquhnya dan/atau menqisi keteranqan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebaqaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 2 ayat (1)

Faktur Pajak harus dibuat pada:

a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak,

b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;

Pasal 5

Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan:

a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;

f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;

Pasal 6 ayat (1)

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(5)

Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Wajib diisi secara lengkap,jelas dan benar serta ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatangani;

Pasal 6 ayat (2)

Faktur Pajak yang tidak diisi secara lenqkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;

Pasal 12

Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;

Pasal 7 ayat (1)

PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;

Pasal 9 ayat (1)

PKP menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IVD yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan;

Pasal 10 ayat (1)

PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda atau Nomor seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap;

Pasal 12

Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lenqkap;

Pasal 16 ayat (1)

PKP yang menerbitkan faktur pajak setelah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dikenai sanksi administrasi sesuai pasal 14 (4) Undang Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan;

Pasal 17 Ayat (1)

PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lenqkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;

Pasal 19 Ayat (1) huruf a

Pengusaha Kena Pajak yang telah memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 24/PJ12012;

Pasal 19 Ayat (2)

Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b kemudian memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak,maka Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(6)

Nomor PER-24/PJ/2012 sejak tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak;

Pasal 19 Ayat (3)

Terhitung mulai tanggal 1 Juni 2013 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012;

5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 52/PJ.12012 tanggal 22 Nopember 2012 tentang Tata Cara Permohonan Kode Aktivasi dan Password Serta Permintaan,Pengembalian dan Pengawasan Nomor Seri Faktur Pajak;

Lampiran II butir I

1. PKP mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak ke KPP tempat PKP dikukuhkan,

2. Dalam hal PKP telah memenuhi persyaratan, PKP akan menerima Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak;

Lampiran II Butir II

4. Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak diterbitkan pada hari yang sama sejak permintaan diterima secara lengkap;

6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ./2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Serf Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak;

Huruf E angka 1

Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;

Huruf E angka 3

Sesuai dengan Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya, Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelumj tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keteranqan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap;

Huruf E angka 4

PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undanq Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sedangkan bagi PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) clan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;

B. Data dan Fakta

Berdasarkan dokumen, data dan keterangan yang disampaikan Penggugat dalam Surat Gugatan Nomor 002/DIR-ACC/JMR/1/2016 tanggal 28 Januari 2016 dan pembahasan selama proses persidangan dapat diketahui bahwa Penggugat telah menerbitkan faktur pajak sebelum memperoleh Surat Pemberitahuan Nomor Faktur Pajak, sehingga Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap dan dikenai sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP;

C. Penjelasan Tergugat

Tanggapan Tergugat atas pendapat Penggugat dalam Surat Gugatan 002/DIR- ACC/JMR/1/2016 tanggal 28 Januari 2016 dan pembahasan dalam proses persidangan adalah sebagal berikut:

1. Bahwa STP Nomor 00281/107/14/415/15 tanggal 22 Mei 2015 Masa Pajak Januari 2013 diterbitkan karena berdasarkan penelitian Tergugat, Penggugat telah menerbitkan faktur pajak sebelum memperoleh Surat Pemberitahuan Nomor Faktur Pajak sehingga Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Penggugat mencantumkan Nomor

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(7)

Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku sehingga Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap dan dikenai sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP;

2. Bahwa keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang wajib dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN salah satunya adalah kode, nomor seri dan tanggal Pembuatan Faktur;

3. Bahwa dalam penjelasan Pasal 13 ayat (5) dinyatakan Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar jo Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.0312013, dimana tata cara pembuatan dan pengisian keterangan Faktur Pajak diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan a quo;

4. Bahwa berdasarkan Pasal 19 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 24/PJ/2012 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014, terhitung mulai tanggal 1 April 2013 PKP yang telah memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012,sedangkan untuk yang belum memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak masih dapat menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai ketentuan dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan PER-65/PJ/2010 sampai tanggal 31 Mei 2013;

Bahwa PKP yang kemudian memperoleh surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak wajib menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebagimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sejak tanggal surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak;

5. Bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 24/PJ/2012 sebagimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014, Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagimana diatur dalam Perdirjen a quo, yang diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu;

Bahwa untuk mendapatkan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut, PKP menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IV D Perdirjen a quo ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan;

Bahwa terhadap surat permintaan tersebut,Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak pada hari yang sama sejak permintaan diterima secara lengkap sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-52/PJ/2012;

6. Bahwa pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tersebut tidak mengganggu proses bisnis yang dijalankan oleh PKP karena Direktorat Jenderal Pajak memberikan nomor seri tersebut pada hari yang sama dengan hari permintaan nomor seri oleh PKP;

7. Bahwa penggugat telah menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan Tergugat tanggal 19 Januari 2013 untuk Faktur Pajak dengan tanggal 8 s.d. 14 Januari 2014:

Bahwa dengan mencantumkan Nomor Seri Faktur Pajak mendahului tanggal pemberian Nomor Seri Faktur Pajak berarti Penggugat telah mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya;

8. Bahwa berdasarkan Pasal 12 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2014, Faktur Pajak yang diterbitkan Penggugat sebelum diberikan Nomor Seri Faktur Pajak oleh Tergugat merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaiman diatur dalam Dirjen Pajak a quo;

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(8)

9. Bahwa berdasarkan pasal 17 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2014, maka Tergugat menerbitkan STP atas sanksi administrasi berdasarkan Pasal 14 ayat (4) UU KUP karena Penggugat menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap;

10. Bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ./2015 adalah tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak. Sifat penegasan ini tidak bisa dimaknai sebagai suatu aturan yang baru, berdiri sendiri dan akhirnya tidak boleh beriaku surut. SE-26/PJ/2015 adalah bukan aturan baru yang berdiri sendiri akan tetapi merupakan aturan penegasan atas ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan daiam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014;

11. Bahwa aturan dalam Huruf E angka 1, angka 3 dan angka 4 SE-26/PJ/2015 bersifat menegaskan aturan dalam Pasal 1 angka 8, angka 9, Pasai 12 dan Pasal 17 ayat (1) PER-24/PJ/2012 yang menyatakan bahwa Faktur Pajak dengan tanggal mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap sehingga dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU KUP;

12. Bahwa berdasarkan uraian diatas, pengenaan sanksi administrasi berupa denda berdasarkan pasal 14 ayat (4) UU KUP kepada Penggugat dan keputusan pembatalan ketetapan pajak atas STP PPN karena permohonan Wajib Pajak berdasarkan pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP telah sesuai ketentuan yang berlaku;

D. Kesimpulan dan Usul

1. Faktur Pajak yang diterbitkan Penggugat sebelum memperofeh pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dari Tergugat merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap sehingga dikenakan sanksi administrasi berdasarkan Pasal 14 ayat (4) Undang- Undang KUP telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

2. Mengusulkan untuk menolak permohonan gugatan terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-219/WPJ.08/2016 tanggal 20 Januari 2016 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas STP PPN karena Permohonan Wajib Pajak berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP;

bahwa pada saat persidangan Tergugat menyampaikan pernyataan-pernyataan sebagai berikut:

bahwa STP yang diterbitkan berdasarkan Pasal 14 ayat (4) UU KUP yang menyatakan bahwa akan dikenakan sanksi 2% dari DPP jika Wajib Pajak tidak menerbitkan faktur tepat waktu, ketepatan waktu ini Tergugat landasi dengan faktur pajak itu sendiri, substansi aturan mengenai faktur pajak ada di Pasal 13 ayat (5) bahwa faktur pajak harus memenuhi ketentuan formal dan material, termasuk bentuk dan waktunya, waktu yang seharusnya adalah setelah ada pemberitahuan dari Tergugat bahwa nomor fakturnya memang telah disiapkan dan dapat diterbitkan, jadi menurut Tergugat saat pembuatan faktur pajak setidak-tidaknya dari pemberitahuan nomor bukan dari saat terutangnya pajak;

bahwa sengketa ini adalah terkait sanksi administrasi STP yaitu Pasal 14 ayat (4) yang menjadi dasar hukum Tergugat dalam mengkoreksi yaitu karena faktur pajak tersebut tidak lengkap dalam pembuatannya sehingga dikenakan sanksi;

bahwa di Pasal 14 ayat (4) tersebut dikemukakan pula bahwa syarat-syarat kelengkapannya tertuju pada Pasal 13 ayat (5) UU PPN yang diantaranya mengungkapkan bahwa prosedur pembuatan faktur pajak diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak, di dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan baik PMK, SE, maupun PER Dirjen dikemukakan bahwa kategori faktur tidak lengkap salah satunya adalah faktur pajak tersebut diterbitkan tidak berdasarkan peraturan atau prosedur peraturan perundang-undangan dalam pembuatan faktur

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(9)

pajak;

bahwa faktanya Penggugat menerbitkan faktur pajak sebelum pemberitahuan nomor faktur pajak tersebut disampaikan oleh PKP itu sendiri, nomor tersebut belum Tergugat sampaikan kepada Penggugat, namun Penggugat berinisiatif untuk menerbitkan faktur pajak sesuai dengan keinginan sendiri, Penggugat tidak menjalani prosedur secara lengkap terkait penerbitan faktur pajak, hal ini termasuk kategori tidak lengkap dalam mengikuti peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga Tergugat mengenakan Pasal 14 ayat (4);

bahwa apabila sistem tidak dapat mencetak nomor faktur, secara peraturan Tergugat tetap mengenakan Pasal 14 ayat (4), namun apabila hal tersebut bukan kesalahan Wajib Pajak maka Wajib Pajak dapat mengajukan Pasal 36 ayat (1) huruf a untuk dapat dihapuskan karena hal tersebut bukan merupakan kesalahan Wajib Pajak;

bahwa bagaimanapun juga Wajib Pajak harus tertib, Tergugat membuat prosedur memang sudah dikemukakan di dalam undang-undang bahwa terkait tata cara penerbitan diatur oleh Direktur Jenderal Pajak, kalaupun Wajib Pajak harus membuat faktur pajak pada saat invoice diterbitkan, oleh karena itu Wajib Pajak harus memperhatikan hal tersebut, sehingga jauh hari sebelumnya Wajib Pajak harus menyampaikan permintaan yang bisa dipakai pada saat itu dan bisa dipakai untuk periode berikutnya;

Menurut Penggugat

bahwa adapun alasan-alasan yang mendasari pengajuan gugatan ini adalah sebagai berikut:

1. bahwa Surat Keputusan Tergugat tersebut di atas adalah berdasarkan hasil perhitungan Peneliti dari Kantor Wilayah DJP Banten atas Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar Nomor 00281/107/14/415/15 tanggal 22 Mei 2015 Jenis Pajak PPN Masa Januari 2014 yang diajukan oleh Penggugat melalui Surat Nomor 003/DIR-TAX/JMR/VII/2015 tanggal 27 Juli 2015;

2. bahwa adapun gugatan yang diajukan atas keputusan yang menolak permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa ini adalah karena Tergugat menganggap Penggugat menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas waktu sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012;

bahwa oleh karenanya kepada Penggugat dikenakan Sanksi Administrasi berupa Denda Pasal 14 Ayat (4) KUP sebesar 2% dengan total nilai Dasar Pengenaan Pajak sejumlah Rp37.711.567.768,00. Sehingga terdapat Jumlah STP PPN Yang Masih Harus Dibayar sejumlah Rp754.231.355.00 (= 2% x Rp37.711.567.768,00);

3. bahwa menurut pendapat Penggugat, Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa tersebut tidak seharusnya diterbitkan, dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1) bahwa Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa yang berisikan Sanksi Administrasi Denda Pasal 14 Ayat (4) KUP sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak untuk beberapa Faktur Pajak, diterbitkan oleh Tergugat berdasarkan kronologis peristiwa sebagai berikut:

1. bahwa Faktur Pajak diterbitkan oleh Penggugat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 17 ayat (1), ayat (2), ayat (3) huruf a dan ayat (5) dari Peraturan Pemerintan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

2. bahwa Penggugat menyampaikan Surat Nomor S-474/WPJ.08/KP.07/2015 tanggal 12 Maret 2015 perihal Klarifikasi Nomor Seri Faktur Pajak kepada Penggugat, yang isinya memintakan klarifikasi dan data-data pendukung kepada

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(10)

Penggugat karena berdasarkan Data Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dan penelitian atas pelaporan SPT Masa PPN diketahui bahwa Penggugat telah menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak untuk transaksi sebelum tanggal Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak diterbitkan oleh Tergugat. Dan bahwa berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 24/PJ/2012 tanggal 22 Nopember 2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;

3. bahwa Penggugat menanggapi Surat Nomor S-474/WPJ.08/KP.07/2015 tanggal 12 Maret 2015 ini, dengan menyampaikan Surat Nomor 002/DIR- TAX/JMR/III/2015 tanggal 30 Maret 2015 ke Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya Tangerang, perihal Tanggapan atas Surat Nomor S- 474/WPJ.08/KP.07/2015 Tanggal 12 Maret 2015;

4. bahwa Tergugat menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 26/PJ/2015 tanggal 02 April 2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak Dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak;

5. bahwa Account Representative dan Kepala Seksi Pengawasan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak Madya Tangerang mengundang Penggugat untuk melaksanakan konseling yang dilaksanakan di tanggal 17 April 2015. Inti dari konseling yang dilaksanakan bahwa Penggugat dianggap menggunakan Nomor Faktur sebelum Nomor Faktur tersebut diperoleh dari KPP sehingga terdapat potensi STP Pasal 14 ayat (4) KUP sejumlah Rp819.531.672,00;

bahwa Penggugat menyatakan akan meneliti lebih lanjut data tersebut, dan minta dijadwalkan konseling ulang;

6. bahwa dengan itikad baik untuk melaksanakan ketentuan pajak sebaik-baiknya, maka Penggugat melaksanakan tindakan sebagaimana diatur dalam Poin E Nomor 5 dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tanggal 02 April 2015, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) bahwa melakukan pembatalan terhadap Faktur Pajak - Faktur Pajak pada poin 1 di atas, yang telah diterbitkan dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebelum tanggal Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak diberikan/diterbitkan oleh Tergugat;

2) bahwa membuat Faktur Pajak - Faktur Pajak baru dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang sama dengan Faktur Pajak - Faktur Pajak yang telah dibatalkan tersebut;

3) bahwa tanggal Faktur Pajak yang baru dibuat tersebut tidak boleh mendahului (sebelum) tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak yang bersangkutan;

bahwa Penggugat melaksanakan Pembetulan terhadap SPT Masa PPN untuk Masa-Masa Pajak yang berisikan Faktur Pajak - Faktur Pajak yang dibatalkan dan yang dibuat baru tersebut, sebagaimana poin 6.1 s.d. 6.3 di atas;

7. bahwa Tergugat menerbitkan Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa yang berisikan Sanksi Administrasi Denda Pasal 14 Ayat (4) KUP;

2) bahwa tindakan yang dilakukan Penggugat sebagaimana pada poin 1).6. di atas, selain dilaksanakan mengikuti ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ/2015 tanggal 02 April 2015, juga dilakukan berdasarkan himbauan dari Tergugat (c.q. Kantor Pelayanan Pajak Madya Tanggerang) pada saat dilaksanakan konseling terhadap Penggugat di tanggal 17 April 2015;

4. bahwa berdasarkan penjelasan dan alasan Penggugat di atas, Penggugat mohon agar gugatan atas Keputusan Tergugat Nomor KEP-219/WPJ.08/2016 tanggal 20 Januari 2016 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(11)

ayat (1) huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak Masa Pajak Januari 2014 Nomor 00281/107/14/415/15 tanggal 22 Mei 2015 ini dapat diterima dan dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak, sehingga menjadi NIHIL;

bahwa dengan Surat Nomor: 002/DIR-TAX/JMR/IV/2016 tanggal 22 April 2016 Penggugat menyampaikan bantahan sebagai berikut:

bahwa dari uraian yang disampaikan oleh Kantor Wilayah DJP Banten (Tergugat) di dalam Surat Tanggapannya, maka dengan ini Penggugat sampaikan argumentasi bantahan, dengan rincian sebagai berikut:

1. bahwa Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa yang berisikan Sanksi Administrasi Denda Pasal 14 ayat (4) KUP sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak untuk beberapa Faktur Pajak, diterbitkan oleh Tergugat berdasarkan kronologis peristiwa sebagai berikut:

1) Faktur Pajak diterbitkan oleh Penggugat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 17 ayat (1), ayat (2), ayat (3) huruf a dan ayat (5) dari Peraturan Pemerintan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

2) Tergugat (c.q. Kantor Pelayanan Pajak Madya Tangerang) menyampaikan Surat Nomor: S-474/WPJ.08/KP.07/2015 tanggal 12 Maret 2015 perihal Klarifikasi Nomor Seri Faktur Pajak kepada Penggugat, yang isinya memintakan klarifikasi dan data- data pendukung kepada Penggugat karena berdasarkan Data Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak dan penelitian atas pelaporan SPT Masa PPN diketahui bahwa Penggugat telah menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak untuk transaksi sebelum tanggal Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak diterbitkan oleh Tergugat. Dan bahwa berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER- 24/PJ/2012 tanggal 22 Nopember 2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-17/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;

3) Penggugat menanggapi Surat Nomor: S-474/WPJ.08/KP.07/2015 tanggal 12 Maret 2015 ini, dengan menyampaikan Surat Nomor: 002/DIR-TAX/JMR/III/2015 tanggal 30 Maret 2015 ke Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya Tangerang, perihal Tanggapan atas Surat Nomor: S-474/WPJ.08/KP.07/2015 Tanggal 12 Maret 2015;

4) Tergugat (c.q. Direktur Jenderal Pajak) menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-26/PJ/2015 tanggal 02 April 2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak Dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak;

5) Account Representative dan Kepala Seksi Pengawasan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak Madya Tangerang mengundang Penggugat untuk melaksanakan konseling yang dilaksanakan di tanggal 17 April 2015. Inti dari konseling yang dilaksanakan bahwa Wajib Pajak dianggap menggunakan Nomor Faktur sebelum Nomor Faktur tersebut diperoleh dari KPP sehingga terdapat potensi STP Pasal 14 ayat (4) KUP sejumlah Rp819.531.672,00;

Penggugat menyatakan akan meneliti lebih lanjut data tersebut, dan minta dijadwalkan konseling ulang;

6) Dengan itikad baik untuk melaksanakan ketentuan pajak sebaik-baiknya, maka Penggugat melaksanakan tindakan sebagaimana diatur dalam Poin E Nomor 5 dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-26/PJ/2015 tanggal 02 April 2015, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan pembatalan terhadap Faktur Pajak - Faktur Pajak pada poin 1 di atas, yang telah diterbitkan dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak sebelum

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(12)

tanggal Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak diberikan/diterbitkan oleh Tergugat;

2. Membuat Faktur Pajak - Faktur Pajak baru dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang sama dengan Faktur Pajak - Faktur Pajak yang telah dibatalkan tersebut;

3. Tanggal Faktur Pajak yang baru dibuat tersebut tidak boleh mendahului (sebelum) tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak yang bersangkutan;

Penggugat melaksanakan Pembetulan terhadap SPT Masa PPN untuk Masa-Masa Pajak yang berisikan Faktur Pajak - Faktur Pajak yang dibatalkan dan yang dibuat baru tersebut, sebagaimana poin 6.1 s.d. 6.3 di atas;

7) Tergugat (c.q. Kantor Pelayanan Pajak Madya Tangerang) menerbitkan Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa yang berisikan Sanksi Administrasi Denda Pasal 14 ayat (4) KUP;

2. bahwa tindakan yang dilakukan Penggugat sebagaimana pada poin 1).6. di atas, selain dilaksanakan mengikuti ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-26/PJ/2015 tanggal 02 April 2015, juga dilakukan berdasarkan himbauan dari Tergugat (c.q. Kantor Pelayanan Pajak Madya Tangerang) pada saat dilaksanakan konseling terhadap Penggugat di tanggal 17 April 2015. Selain itu pula, pada dasarnya berdasarkan prinsip substance over the form, tidak ada kerugian negara yang terjadi dari tindakan yang dilakukan oleh Penggugat ini;

3. bahwa terhadap pengenaan Sanksi Administrasi berupa Denda Pasal 14 ayat (4) KUP sebesar 2 % dari Dasar Pengenaan Pajak karena dianggap menerbitkan Faktur Pajak tidak lengkap, sesungguhnya Tergugat tidak serta merta dapat melakukan pengenaan Sanksi Administrasi ini karena Penggugat telah menerbitkan Faktur Pajak dengan lengkap, dengan mencantumkan/memuat paling sedikit 7 (tujuh) item keterangan di dalam masing-masing Faktur Pajak yang diterbitkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

4. bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak Dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak pada tanggal 02 April 2015, sementara Tergugat (c.q. Kantor Pelayanan Pajak Madya Tangerang) dengan mendasarkan pada SE-26/PJ/2015 ini melakukan penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa yang berisikan Sanksi Administrasi Denda Pasal 14 ayat (4) KUP untuk Masa Pajak Januari 2014;

5. bahwa berdasarkan penjelasan dan alasan kami di atas, kami mohon agar gugatan atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-219/WPJ.08/2016 tanggal 20 Januari 2016 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c Karena Permohonan Wajib Pajak Masa Pajak Januari 2014 Nomor:

00281/107/14/415/15 tanggal 22 Mei 2015 ini dapat diterima dan dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak, sehingga menjadi NIHIL;

bahwa pada saat persidangan Penggugat menyampaikan penjelasan tertulis sebagai berikut:

bahwa atas permintaan Majelis Hakim XVIA Pengadilan Pajak pada persidangan tanggal 26 April 2016, maka dengan ini disampaikan penjelasan tertulis berupa rincian dan dalil, sebagai berikut:

1. bahwa dalam persidangan di Pengadilan Pajak pada tanggal 26 April 2016, Tergugat menyatakan bahwa dasar diterbitkannya Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2014 Nomor: 00281/107/14/415/15 tanggal 22 Mei 2015 adalah karena penerbitan Faktur Paiak oleh Penugat yang tidak tepat waktu (sesuai Pasal 14 ayat (1) huruf d UU KUP). Sehingga kepada Tergugat dikenakan Sanksi Administrasi berupa Denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar 2 % dari Dasar Pengenaan Pajak;

bahwa faktanya bahwa terhadap 187 lembar Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Penggugat dengan total Dasar Pengenaan Pajak sejumlah Rp37.711.567.768,00 (rincian

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(13)

terlampir), dengan tanggal-tanggal penerbitan awal yang sesuai dengan tanggal-tanggal penyerahan barang kena pajak, di tanggal-tanggal sebagai berikut:

a. 02 Januari 2014 (112 lembar Faktur Pajak), b. 03 Januari 2014 (58 lembar Faktur Pajak), c. 04 Januari 2014 (17 lembar Faktur Pajak),

bahwa telah dimintakan oleh Tergugat untuk diubah ke tanggal 06 Januari 2014 (berdasarkan himbauan dari Tergugat (c.q. Kantor Pelayanan Pajak Madya Tangerang) pada saat dilaksanakan konseling terhadap Penggugat di tanggal 17 April 2015, dengan alasan mengikuti ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-26/P1/2015 tanggal 02 April 2015);

bahwa tanggal 06 Januari 2014 adalah tanggal pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak, sesuai dengan Surat dari Tergugat (c.q. Kantor Pelayanan Pajak Madya Tangerang) nomor: S-132/NSFP/WPJ.08/KP.0703/2014 tanggal 06 Januari 2014 perihal Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak (fotocopy terlampir);

Catatan

bahwa dalam hal ini, awalnya penerbitkan Faktur Pajak telah dilakukan oleh Penggugat dengan tanggal-tanggal yang sesual dengan tanggal-tanggal penyerahan barang kena pajak, namun dimintakan untuk diubah menjadi tanggal 06 Januari 2014. Setelah perubahan tanggal-tanggal Faktur Pajak dilakukan, lalu dilaksanakan Pembetulan terhadap SPT Masa PPN bulan Januari 2014 oleh Penggugat;

bahwa sebelum Faktur-Faktur Pajak baru bertanggal 06 Januari 2014 ini dilaporkan dalam Pembetulan SPT Masa PPN bulan Januari 2014 oleh Penggugat (Pembetulan SPT Masa PPN dilaporkan di tanggal 05 Juni 2015), Tergugat justru menerbitkan Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Januari 2014 Nomor: 00281/107/14/415/15 tanggal 22 Mei 2015;

bahwa pada dasarnya, berdasarkan prinsip substance over the form (substansi lebih utama daripada bentuk formal), tidak ada kerugian negara yang terjadi dari tindakan yang dilakukan oleh Penggugat, baik apabila:

a. Faktur-faktur Pajak tersebut tetap dilaporkan dengan tanggal-tanggal penerbitan yang sesuai dengan tanggal-tanggal penyerahan barang kena pajak (tanggal 02 Januari 2014, 03 Januari 2014, 04 Januari 2014); ataupun

b. Faktur-Faktur Pajak tersebut dilaporkan sesuai dengan tanggal pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak (tanggal 06 Januari 2014);

karena atas 187 lembar Faktur Pajak tersebut sama-sama dilaporkan pada SPT Masa PPN bulan Januari 2014;

2. bahwa apabila pengenaan Sanksi Administrasi berupa Denda Pasal 14 ayat (4) KUP sebesar 2 % dari Dasar Pengenaan Pajak dilakukan oleh Tergugat karena menganggap Penggugat menerbitkan Faktur Pajak tidak lengkap (sesuai Pasal 14 ayat (1) huruf e UU KUP), sesungguhnya Tergugat tidak pula dapat mengenakan Sanksi Administrasi ini karena Penggugat telah menerbitkan Faktur Pajak dengan lengkap, dengan mencantumkan/memuat paling sedikit 7 (tujuh) item keterangan di dalam masing-masing Faktur Pajak yang diterbitkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

3. bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-26/PJ/2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak pada tanggal 02 April 2015, sementara Tergugat (c.q. Kantor Pelayanan Pajak Madya Tangerang) dengan mendasarkan pada SE-26/PJ/2015 ini melakukan penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa yang berisikan Sanksi Administrasi Denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP untuk Masa Pajak Januari 2014;

bahwa tanggal atau mulai berlakunya SE-26/PJ/2015 ini tidak dinyatakan dengan jelas

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(14)

dan tegas. Sesuai dengan asas hukum non retroaktif, seharusnya SE-26/PJ/2015 ini mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya (di tanggal 02 April 2015), tidak boleh berlaku surut.

Efek berlakunya SE-26/PJ/2015 ini seharusnya bersifat prospektif ke depan (forward looking), dan tidak retroaktif ke belakang (backward looking);

4. bahwa dalam Surat Tergugat (c.q. Kantor Pelayanan Pajak Madya Tangerang) Nomor: S- 132/NSFP/WPJ.08/KP.0703/2013 tanggal 06 Januari 2014 perihal Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak, sama sekali tidak menyebutkan bahwa Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan (mulai dari 000-14.64112948 s.d. 000-14.64116789) harus digunakan pada tanggal atau setelah tanggal Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak (06 Januari 2014), tetapi Nomor Seri Faktur Pajak tersebut dapat digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak di tahun pajak 2014;

bahwa berbeda halnya dengan saat dimana Tergugat telah menerapkan kewajiban bagi Pengusaha Kena Pajak untuk menerbitkan Faktur. Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur), Tergugat dalam memberikan Nomor Seri Faktur Pajak dengan menerbitkan Elektronik Nomor Seri Faktur Pajak (e-NOFA) yang secara tegas menyatakan tanggal dimulainya penggunaan dari Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan;

bahwa sebagai contoh, terlampir adalah Elektronik Nomor Seri Faktur Pajak (e-NOFA) yang pertama kali diberikan kepada Penggugat, dimaria secara tegas menyatakan:

"NOMOR SERI FAKTUR PAJAK INI DIPERGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN FAKTUR PAJAK DIMULAI DARI TANGGAL 30 Juni 2015 UNTUK TAHUN 2015";

bahwa jadi dalam hal ini, sebelum penerapan kewajiban bagi Pengusaha Kena Pajak untuk menerbitkan Faktur Pajak berbentuk eiektronik (e-Faktur), ada peran kesalahan juga dari Tergugat yang mengakibatkan Pengusaha Kena Pajak dapat menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak mendahului dari tanggal pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak;

bahwa di dalam persidangan Penggugat menyampaikan pernyataan-pernyataan sebagai berikut:

bahwa Penggugat mengajukan gugatan atas Keputusan Tergugat yang berisi penolakan terhadap permohonan pembatalan ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak yang Penggugat anggap tidak benar dan diajukan berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf C;

bahwa STP tersebut diterbitkan oleh Tergugat karena adanya revisi atau pembetulan oleh Penggugat atas beberapa Faktur Pajak yang diterbitkan, awalnya penerbitan Faktur Pajak tersebut dianggap mendahului pemberian nomor seri faktur pajak yang disampaikan Tergugat kepada Penggugat, oleh karena itu terhadap pembetulan faktur pajak yaitu dengan mengubah tanggal penerbitannya tersebut Tergugat kemudian menerbitkan STP kepada Penggugat;

bahwa penerbitan STP sebelumnya didahului dengan konseling dan didahului pula dengan surat permintaan klarifikasi yang sudah Penggugat tanggapi, setelah Penggugat membetulkan SPT PPN Masa Pajak Januari 2014 dan Juni 2013 tersebut Tergugat menerbitkan STP yang mengenakan sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP;

bahwa STP diterbitkan karena Penggugat dianggap menerbitkan Faktur Pajak tidak lengkap, sedangkan menurut Penggugat Faktur Pajak tersebut lengkap;

bahwa dasar penerbitan STP adalah Surat Edaran Nomor SE-26/PJ/2015 tanggal 2 April 2015 namun diimplementasikan terhadap Masa Pajak Januari 2014 dan Januari 2014, SE tersebut intinya adalah penegasan yang menyatakan bahwa penggunaan nomor seri seharusnya paling tidak di tanggal pemberitahuan, namun Tergugat mengimplementasikan SE tersebut secara surut atau berlaku surut;

Menurut Majelis

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas data dalam berkas banding dan penjelasan kedua pihak yang bersengketa dalam persidangan, diketahui Tergugat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Masa Pajak Januari 2014 Nomor 00281/107/14/415/15 tanggal 22 Mei 2015 terhadap Penggugat yang merupakan STP atas sanksi administrasi berupa denda Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP sebesar Rp754.231.355,00;

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(15)

bahwa Tergugat mengenakan sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP karena Penggugat menerbitkan faktur pajak sebelum mendapat jatah nomor faktur pajak dari KPP Madya Tangerang;

1. bahwa selama Masa Pajak Januari 2014 Penggugat menerbitkan 187 faktur pajak dengan tanggal sesuai dengan saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1), ayat (2), ayat (3) huruf a, dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, faktur pajak tersebut sebanyak 112 faktur pajak diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2014, 58 faktur pajak diterbitkan tanggal 3 Januari 2014, dan 17 faktur pajak diterbitkan pada tanggal 4 Januari 2014;

2. bahwa Penggugat dengan Surat Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak Nomor 003/TAX- JMR/VI/2013 tanggal 31 Desember 2013 meminta nomor seri faktur pajak kepada KPP Madya Tangerang;

3. bahwa atas permintaan nomor seri faktur pajak Penggugat tersebut, KPP Madya Tangerang dengan Surat Nomor S-132/NSFP/WPJ.08/KP.0703/2014 tanggal 6 Januari 2014 perihal Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak menyampaikan bahwa nomor seri yang dapat digunakan oleh Penggugat adalah mulai dari 000-14.64112948 sampai dengan 000- 14.64116789;

4. bahwa Tergugat menyampaikan Surat Nomor S-474/WPJ.08/KP.07/2015 tanggal 12 Maret 2015 perihal Klarifikasi Nomor Seri Faktur Pajak kepada Penggugat yang pada pokoknya menyampaikan bahwa Penggugat telah membuat Faktur Pajak yang tanggalnya mendahului Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak berdasarkan Surat Nomor S- 132/NSFP/WPJ.08/KP.0703/2014 tanggal 6 Januari 2014;

5. bahwa atas surat klarifikasi Tergugat tersebut Penggugat menanggapi dengan Surat Nomor 002/DIR-TAX/JMR/III/2015 tanggal 30 Maret 2015 kepada Kepala KPP Madya Tangerang;

6. bahwa Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-26/PJ/2015 tanggal 2 April 2015 tentang Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak;

7. bahwa Account Representative dan Kepala Seksi Pengawasan Konsultasi KPP Madya Tangerang mengundang Penggugat untuk melaksanakan konseling yang dilaksanakan pada tanggal 17 April 2015, menurut keterangan Penggugat diketahui bahwa pada konseling tersebut pihak Penggugat dihimbau untuk mengubah tanggal 187 Faktur Pajak yang diterbitkan pada Masa Pajak Januari 2014 menjadi 6 Januari 2014 sesuai dengan Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak S-132/NSFP/WPJ.08/KP.0703/2014 tanggal 6 Januari 2014;

bahwa pada konseling tersebut juga diberitahukan bahwa Penggugat telah menerbitkan Faktur Pajak dengan tanggal yang mendahului pemberitahun nomor seri faktur pajak sehingga berpotensi dikenakan sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP;

8. bahwa dengan itikad baik untuk melaksanakan ketentuan perpajakan sesuai SE- 26/PJ/2015 tanggal 2 April 2015, Penggugat kemudian melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. melakukan pembatalan Faktur Pajak yang diterbitkan pada Masa Pajak Januari 2014;

b. membuat Faktur Pajak baru dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang sama dengan Faktur Pajak yang dibatalkan, dengan tanggal Faktur Pajak yang tidak mendahului Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak Nomor S- 132/NSFP/WPJ.08/KP.0703/2014 tanggal 6 Januari 2014;

9. bahwa sebelum perubahan tersebut dilaporkan dalam Pembetulan SPT PPN Masa Pajak Januari 2014, Tergugat menerbitkan STP PPN Masa Pajak Januari 2014 Nomor 00281/107/14/415/15 tanggal 22 Mei 2015;

bahwa berdasarkan hasil penelitian atas data yang terdapat dalam berkas gugatan, keterangan, fakta-fakta, dan dokumen-dokumen yang disampaikan Tergugat dan Penggugat dalam persidangan, Majelis berpendapat sebagai berikut:

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(16)

bahwa menurut Majelis, dalam persidangan diperoleh bukti bahwa Penggugat telah menerbitkan 187 (seratus delapan puluh tujuh) Faktur Pajak dengan total nilai DPP sebesar

Rp37.711.567.768,00 yang menurut Tergugat tidak memenuhi ketentuan pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014 yaitu Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Penggugat pada tanggal 2 sampai dengan 4 Januari 2014 mendahului tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak dari Tergugat, yaitu tanggal 6 Januari 2014;

bahwa Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 42 tahun 2009 (Undang-undang PPN), berbunyi sebagai berikut:

Pasal 13

(1) Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:

a. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf f dan/atau Pasal 16D;

b. penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c;

c. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; dan/atau

d. ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h;

(1a) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:

a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;

b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;

c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau

d. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

(5) Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

(9) Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material.

bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (8) Undang-undang PPN ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 tanggal 6 Juni 2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak berbunyi sebagai

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(17)

berikut : Pasal 8

(1) Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :

a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

f. kode, nomor seri, dan pembuatan Faktur Pajak; dan

g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;

(4) Dalam hal Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pasal 9

(1) Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap, jelas, dan benar;

(2) Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan;

Pasal 11

Faktur penjualan yang mencantumkan keterangan sesuai dengan keterangan yang dicantumkan data Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dan pengisiannya dilakukan sesuai dengan tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, termasuk dalam pengertian Faktur Pajak;

Pasal 13

Ketentuan lebih lanjut mengenai:

a. bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak

b. tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak;

c. prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak;

d. tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak; dan e. tata cara pembatalan Faktur Pajak;

diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak;

bahwa sesuai Pasal 16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 berlaku sejak tanggal 6 Juni 2012;

bahwa berdasarkan Pasal 11, dan Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 telah diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak:

1. Nomor PER-24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, yang menurut Pasal 22 berlaku sejak tanggal 1 April 2013;

2. dan perubahannya yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(18)

24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, yang menurut Pasal II berlaku sejak tanggal 1 Juli 2014;

bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5

Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan :

a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

f. kode, nomor seri, dan pembuatan Faktur Pajak; dan

g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;

Pasal 7

(1) PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;

(2) Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 16 (enam belas) digit, yaitu :

a. 2 (dua) digit Kode Transaksi;

b. 1 (satu) digit Kode Status; dan

c. 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak;

bahwa menurut Majelis, dari hasil penelitian Tergugat ditemukan bukti bahwa Penggugat menerbitkan 187 (seratus delapan puluh tujuh) Faktur Pajak dengan total nilai DPP sebesar

Rp37.711.567.768,00 yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014 dimana tanggal Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Penggugat pada tanggal 2 s.d. 4 Januari 2014 mendahului tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak dari Tergugat, yaitu tanggal 6 Januari 2014;

bahwa menurut Majelis, penjelasan Pasal 13 ayat (9) Undang-undang PPN berbunyi:

“Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material”;

bahwa sejak Undang-undang PPN diberlakukan pada Tahun 1984, ketentuan peraturan perundang-undangan mengamanatkan penomoran Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) sendiri, yaitu dimulai Nomor 001 pada awal tahun kemudian berurut sampai dengan nomor terakhir pada akhir tahun, akan tetapi sejak tanggal 1 April 2013 Tergugat melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014 mengubah ketentuan tersebut, sehingga penomoran Faktur Pajak harus meminta Nomor Urut kepada KPP dimana PKP terdaftar, setelah memohon Nomor Seri Faktur Pajak KPP;

bahwa menurut Majelis, proses penerbitan Nomor Seri Faktur Pajak oleh Tergugat adalah perpindahan administrasi dari yang semula diberi Nomor Seri oleh PKP sendiri dialihkan

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(19)

menjadi diberikan oleh oleh KPP, dengan demikian menurut Majelis tidak dapat dimaknai bahwa Nomor Seri Faktur Pajak baru dapat diterbitkan dan digunakan setelah tanggal penerbitan Nomor Seri Faktur Pajak oleh KPP mengingat kebutuhan Faktur Pajak dalam kegiatan menjalankan usaha dalam beberapa kesempatan tidak dapat diprediksikan dengan tepat;

bahwa menurut Majelis, lampiran 3 angka 3 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014 mengatur bahwa “Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam tahun yang sama“, dan tidak mengatur bahwa Nomor Seri Faktur Pajak tidak boleh digunakan sebelum Nomor Seri Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh KPP;

bahwa menurut Majelis, berdasarkan Pasal 13 Undang-undang PPN, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 tidak ada mengatur pendelegasian wewenang kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan Peraturan atau Surat Edaran untuk mengatur bahwa penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak yang mendahului tanggal penerbitan tanggal Nomor Seri Faktur Pajak, hanya dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang PPN Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak;

bahwa menurut Majelis, dalam ketentuan Undang-undang PPN tidak mengatur bahwa penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak harus dikaitkan dengan tanggal surat penerbitan Nomor Seri Faktur Pajak dari KPP, sehingga menyebabkan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (1a), dan ayat (5) Undang-undang PPN, Pasal 8 ayat (1), dan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012, dan Pasal 5, dan Pasal 7 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014;

bahwa menurut Majelis, penggunaan tanggal dan Nomor Seri Faktur Pajak sebelum tanggal dan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh KPP menurut Majelis secara substansi memenuhi persyaratan formal dan material sebagaimana dimaksud dalam ketentuan dalam Pasal 13 ayat (9) Undang-Undang PPN dan penjelasannya;

bahwa dengan demikian, Majelis berpendapat bahwa 187 (seratus delapan puluh tujuh) Faktur Pajak yang disengketakan dan yang diterbitkan oleh Penggugat telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1a), ayat (5), dan Pasal (9) Undang-undang PPN, Pasal 8 ayat (1), dan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012, dan Pasal 5, dan Pasal 7 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 17/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014, sehingga Surat Tagihan Pajak PPN Masa Pajak Januari 2014 Nomor 00281/107/14/415/15 tanggal 22 Mei 2015 harus dibatalkan;

bahwa berdasarkan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang disebutkan:

“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;

bahwa pada memori penjelasan Pasal 78 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak disebutkan sebagai berikut :

“Keyakinan Hakim di dasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan”;

bahwa dari uraian tersebut diatas Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat dan membatalkan Surat Tagihan Pajak PPN Masa Pajak Januari 2014 Nomor 00281/107/14/415/15 tanggal 22 Mei 2015;

Menimbang

bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan Penggugat atas sengketa pajak terhadap Keputusan

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(20)

Tergugat Nomor KEP-219/WPJ.08/2016 tanggal 20 Januari 2016 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak atas Surat Tagihan Pajak Masa Pajak Januari 2014 Nomor 00281/107/14/415/15 tanggal 22 Mei 2015;

Mengingat

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini;

Memutuskan

Mengabulkan seluruhnya gugatan Penggugat terhadap Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-219/WPJ.08/2016 tanggal 20 Januari 2016 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf C Karena Permohonan Wajib Pajak atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Nomor 00281/107/14/415/15 tanggal 22 Mei 2015 Masa Pajak Januari 2014, atas nama: PT JR , sehingga jumlah pajak yang masih harus dibayar adalah Nihil.

Demikian diputus di Jakarta pada hari Selasa, tanggal 24 Mei 2016 berdasarkan musyawarah Hakim Majelis XVI.A Pengadilan Pajak, dengan susunan Hakim Majelis XVI.A dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Drs. I Putu Setiawan, M.M. sebagai Hakim Ketua, Drs. Binsar Siregar, Ak. sebagai Hakim Anggota, Dr. Triyono Martanto, Ak., M.M., M.Hum sebagai Hakim Anggota, dengan dibantu oleh:

Drs. Subandi, Ak., M.M. sebagai Panitera Pengganti,

Putusan Nomor: PUT-100336.99/2014/PP/M.XVIA Tahun 2018 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Selasa, tanggal 30 Oktober 2018, dengan susunan Hakim Majelis XVIA dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Drs. Djoko Joewono Hariadi, M.Si. sebagai Hakim Ketua, Dr. Triyono Martanto, Ak., M.M., M.Hum sebagai Hakim Anggota, Anwar Syahdat, S.H., M.E. sebagai Hakim Anggota, dengan dibantu oleh:

Mohammad Irwan, S.E., M.M. sebagai Panitera Pengganti,

dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, tidak dihadiri oleh Penggugat dan Tergugat.

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

Referensi

Dokumen terkait

bahwa pokok sengketa koreksi atas Pajak Masukan, menurut Terbanding bahwa Pajak Masukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 24 UU PPN dan Pasal 13 ayat (9) Undang-Undang PPN

bahwa sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana

Yang pertama, yaitu Isi Faktur Pajak tersebut mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sesuai dalam Pasal 13 ayat (5)

bahwa Peraturan Menteri Keuangan tersebut bukan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU Kepabeanan, melainkan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat

bahwa menurut Terbanding, berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan

bahwa menurut Pemohon Banding kaolin adalah jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 4A ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 8 Tahun

bahwa pokok sengketa koreksi atas Pajak Masukan, menurut Terbanding bahwa Pajak Masukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 24 UU PPN dan Pasal 13 ayat (9) Undang-Undang PPN

bahwa terkait dengan acuan Penggugat yang mendasarkan pada ketentuan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun