PENGALAMAN ORANG TUA DALAM MENGASUH ANAK DENGAN
,
-,
.
/*
0
.
- .
1
./.23
HIPERAKTIF
Parent’s experiences in caring children with Attention Deficit Hyperactive Disorders ( ADHD )
Ahmad Subandi1*, Rusana2
1,2
STIKES Al Irsyad Al Islamiyyah Cilacap Jl. Cerme No. 24 Cilacap; (0282) 532975
*
Alamat Korespondensi: Email: ahmadsubandi19@yahoo.com
ABSTRAK
Attention Deficit Hyperactive Disorders (ADHD)
atau yang juga disebut sebagai hiperaktif
merupakan kondisi gangguan
neurobehavioral
paling umum yang terjadi masa kanak kanak.
Kondisi ini sangat mempengaruhi prestasi akademik, kesejahteraan serta interaksi sosial anak.
Masalah hiperaktif semakin meningkat dan melibatkan peran serta orang tua dalam penanganannya.
Mengasuh anak dengan hiperaktif merupakan hal yang sangat sulit, karena butuh pengawasan lebih.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pengalaman orang tua dalam mengasuh anak
hiperaktif. Penelitian dilakukan dengan desain kualitatif melalui
pendekatan fenomenologi
deskriptif. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling yaitu orang tua yang memiliki
anak dengan hiperaktif, bersekolah di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) tingkat dasar di Cilacap
Utara. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam dan observasi terhadap 6 partisipan. Hasil
yang didapatkan dalam penelitian ini adalah ditemukannya 4 tema yaitu: gangguan pemusatan
perhatian pada anak , hambatan dan tantangan orang tua dalam mengasuh anak, faktor pendukung
dan keberhasilan orang tua dalam mengasuh anak hiperaktif.
Kata Kunci: Pengalaman Orang tua, mengasuh, Hyperactive, ADHD.
ABSTRACT
Attention Deficit Hyperactive Disorders (ADHD) also known as hyperactivity is the most
common neurobehavioral disorder condition that occurs childhood. This condition greatly
influences academic achievement, child welfare and social interaction . The experience of parents
in caring for children with hyperactivity is very difficult because it must be supervised in daily life.
This research used qualitative design fith descriptive phenomenologica. Sampling was purposive
sampling technique. Participants are parents who have children with hyperactivity in Sekolah Luar
Biasa Negeri (SLBN) in North Cilacap . Data were collected by in depth interviews and the
observation of 6 participants. The results of this research was founded 4 themes; concentration
problems in children with hyperactivity , obstacles and challenges parents on caring children with
hyperactivity, supporting and succes factors in caring children with hyperactivity.
PENDAHULUAN
Attention Deficit Hyperactive Disorders
(ADHD) atau yang juga disebut sebagai hiperaktif
merupakan kondisi gangguan neurobehavioral
paling umum yang terjadi masa kanak kanak dan
sangat mempengaruhi prestasi akademik,
kesejahteraan serta interaksi sosial anak (American
Psychiatric Association (APA), 2004 dalam
ParentsMedGuide.Org, 2012). Gejala anak
hiperaktif meliputi gelisah yang berlebihan, kurang
perhatian dan tidak impulsif (APA, 2004 dalam
ParentsMedGuide.Org, 2012). Beberapa faktor yang
menyebabkan anak hiperaktif yaitu faktor
neurologi, terjadinya perkembangan otak yang
lambat, faktor toksik, faktor genetik, faktor
psikososial dan lingkungan serta pola asuh (Unika,
2009; Ismira, 2008).
Prevalensi hiperaktif sekitar 5 10% dan
sekitar 3 7% anak usia sekolah menunjukkan
hiperaktif (Smith, Barkley, & Shapiro, 2007 dalam
Youngstrom, Arnold & Frazier, 2012; APA, 2004
dalam ParentsMedGuide.Org, 2012). Menurut APA
(2012) bahwa sebagian besar anak anak yang
terdiagnosa hiperaktif sebanyak 65% terdiagnosis
sampai usia remaja. Sekitar 80% anak hiperaktif
memiliki pencapaian prestasi akademik yang kurang
dan sekitar sepertiganya memiliki keterbatasan
dalam pembelajaran khusus (Barkley, 2006; DuPaul
& Volpe, 2009; Corkum, Gonnell & Schacar, 2010).
Penelitian Ingram, Hechtman, Morgenstern
tahun 1999 dalam Wolraich, dkk. (2005)
menunjukkan bahwa mayoritas dari anak yang
terdiagnosa ADHD sejak usia sekolah akan terus
memiliki manifestasi yang signifikan sampai usia
remaja dan terus membutuhkan pengobatan.
Penelitian Feqert, Slawik, Wermelsklichen, Nubling
dan Muhlbacher dipublikasikan tahun 2011 tentang
pengkajian pengobatan yang dipilih orang tua untuk
anak usia sekolah dengan ADHD pada 117
responden terdiri dari 101 ibu dan 16 ayah yang
memiliki anak usia sekolah dengan ADHD. Hasil
menunjukkan secara statistik signifikan bahwa hal
yang paling penting dari dampak terhadap
pengobatan yang dipilih orang tua untuk anak
ADHD adalah situasi sosial dan keadaan emosional
anak (Feqert, Slawik, Wermelsklichen, Nubling &
Muhlbacher, 2011).
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti
lakukan dengan dua orang tua yang memiliki anak
hiperaktif di SLBN Cilacap Utara: satu orang
mengatakan sangat sulit mengasuh anak hiperaktif,
tidak bisa diam, jika keinginannya tidak dituruti
maka anak tersebut akan menyakiti dirinya sendiri,
misalnya dengan dia memukul mukul kepalanya
menggunakan tangannya sendiri, menggigit jarinya
dan berteriak teriak. Satu orang lagi mengatakan
bahwa anaknya harus selalu diawasi jika sedang
bermain, karena sangat aktif, suka pergi tanpa pamit,
suka memukul temannya sendiri jika tidak dipinjami
mainan, malu dengan tetangga karena kebisingan
yang dilakukan anaknya yang suka bermain main
memukuli kaleng yang dijadikan genderang.
Hasil observasi yang peneliti lakukan terlihat
bahwa siswa yang bersekolah di SLB Cilacap Utara
selalu diantar dan ditunggu oleh orang tuanya.
Orang tua tidak pernah meninggalkan meskipun
anak sudah di dalam kelas. Orang tua tampak selalu
saatnya pulang langsung digandeng menuju bis
umum atau angkutan kota. Saat anak hiperaktif di
rumah tampak tidak mau diam, selalu bergerak
misalnya lari lari, melompat dan sebagainya. Ketika
anak bermain dengan teman sebayanya tiba tiba
anak meminjam dengan merebut mainan tanpa
permisi. Anak juga terlihat memukul temannya
tanpa ada kejadian sebelumnya. Orang tua langsung
menyeret anaknya untuk diajak pulang dan kadang
sambil memarahi anak tersebut. Ada juga orang tua
yang dengan sabar menggandeng anak sambil diajak
menjauh dari teman yang sedang diajak bermain.
Tanje (2008) dan Hockenbery (2011)
mengatakan bahwa hiperaktif didefinisikan sebagai
anak yang memiliki defisiensi dalam perhatian, tidak
dapat menerima impuls impuls dengan baik, suka
melakukan gerakan gerakan tidak terkontrol, dan
hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan
perkembangan. Dua hal yang perlu diperhatikan
adalah adanya kurang perhatian dan hiperaktivitas.
Penyebab hiperaktif antara lain: faktor genetik,
perkembangan otak yang lambat saat kehamilan,
perkembangan otak saat perinatal, tingkat
kecerdasan (IQ), faktor neurogenik, faktor toksik,
faktor genetik serta faktor psikososial dan
lingkungan (Judarwanto, 2008 & Unika, 2009)
Unika (2009) mengemukakan bahwa tanda
dan gejala hiperaktif antara lain: (1) Inatensi atau
pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari
kegagalan seorang anak dalam memberikan
perhatian secara utuh terhadap sesuatu. (2)
Hiperaktif, yaitu adanya perilaku anak yang tidak
bisa diam. (3) Impulsif, kesulitan anak untuk
menunda respon.
Unika (2009) juga mengemukakan bahwa
problem anak hiperaktif dibedakan menjadi dua,
yaitu masalah disekolah dan masalah di rumah.
Masalah di sekolah meliputi: anak tidak mampu
mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru
dengan baik, konsentrasi yang mudah terganggu,
rentang perhatian yang pendek serta ada
kecenderungan frekuensi berbicara yang tinggi yang
akan mengganggu anak dan teman lain.
Sedangkan masalah di rumah meliputi: lebih
mudah cemas dan mudah mengalami gangguan
psikosomatik, cenderung keras kepala dan mudah
marah bila keinginannya tidak segera dipenuhi.
Hambatan hambatan tersebut membuat anak
menjadi kurang mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Anak dipandang nakal dan tidak
jarang mengalami penolakan baik dari keluarga
maupun teman temannya. Pola asuh orang tua
menjadi faktor yang sangat menentukan.
Prasetya (2003) mengemukakan bahwa pola
asuh orang tua merupakan gambaran tentang sikap
dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi
dan berkomunikasi selama mengadakan tindakan
pengasuhan yang bersifat relatif konsisten dari
waktu ke waktu dan dapat dirasakan oleh anak dari
segi negatif maupun positif. Ditambahkan pula oleh
Mayasari (2008 dalam Atok, 2011) bahwa dalam
kegiatan memberikan pengasuhan ini, orang tua
akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin,
hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap
keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan
orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh
anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau
tidak sadar akan diresapi kemudian menjadi
kebiasaan pula bagi anak anaknya. Pola hidup
keluarga, termasuk pola asuh orang tua merupakan
melatih kebiasaan anak untuk melakukan aktivitas
sehari hari.
Prasetya (2003) mengemukakan bahwa
karakteristik anak dalam kaitannya dengan pola asuh
orang tua antara lain:
1. Pola asuh demokratis akan menghasilkan
karakteristik anak yang mandiri, dapat
mengontrol diri, mempunyai hubungan baik
dengan teman, mampu menghadapi stres,
mempunyai minat terhadap hal hal baru, dan
kooperatif terhadap orang lain.
2. Pola asuh otoriter akan menghasilkan
karakteristik anak yang penakut, pendiam,
tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang,
suka melanggar norma, berkepribadian lemah,
cemas dan menarik diri.
3. Pola asuh permisif akan menghasilkan
karakteristik anak anak yang impulsif, agresif,
tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau
menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang
matang secara sosial.
4. Pola asuh penelantar akan menghasilkan
karakteristik anak anak yang moody, impulsif,
agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau
mengalah, self esteem (harga diri) yang rendah,
sering bolos, dan bermasalah dengan teman.
Sedangkan menurut Istadi (2009)
mengemukakan bahwa pola asuh berdasarkan
tumbuh kembang anak adalah:
1. Pada anak usia 0 7 tahun, pola asuh yang
diterapkan adalah pola asuh dialogis permisif.
Perilaku yang muncul pada anak usia ini yaitu
akan menjadikan anak manja dan terarah.
2. Pada anak usia 7 14 tahun, pola asuh yang
diterapkan adalah pola asuh dialogis koersif.
Perilaku yang muncul pada anak usia ini yaitu
akan menjadikan anak disiplin dan terdidik.
3. Pada anak usia 14 21 tahun, pola asuh yang
diterapkan adalah pola asuh dialogis permisif.
Perilaku yang muncul pada anak usia ini yaitu
akan menjadikan anak mandiri dan
bertanggungjawab.
Abbas (2007) mengemukakan bahwa pola
asuh yang kurang tepat akan memberikan dampak
antara lain: tidak taat aturan, kebiasaan buruk,
penyimpangan perilaku, dan post playing
delay.Berdasarkan fenomena dan teori di atas,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
pengalaman orang tua memberikan pola asuh anak
hiperaktif di SLBN Cilacap Utara tahun 2013.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan
pengalaman orang tua dalam mengasuh anak
hiperaktif berkaitan dengan masalah emosi dan
sosial anak.
METODE
Penelitian ini menggunakan desain penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami subyek penelitian secara holistik
dan dengan cara mendiskripsikan dalam bentuk
kata kata pada konteks alamiah (Moleong, 2006).
Penelitian kualitatif berfungsi menggali persepsi
manusia sebagai fenomena pengalaman hidup
manusia, sehingga penelitian kualitatif sangat
relevan diterapkan pada ilmu keperawatan (Streubert
& Carpenter, 2003).
Penelitian ini meneliti pengalaman orang tua
dalam mengasuh anak dengan hiperaktif/ADHD.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan
bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena
dalam hal ini adalah tentang orang tua dalam
mengasuh anak dengan hiperaktif sebagai
pengalaman hidup, mempunyai keunikan dan
perbedaan dari setiap individu. Melalui pendekatan
fenomenologi ini diharapkan memperoleh gambaran
pemahaman yang mendalam tentang pengalaman
orang tua dalam mengasuh anak dengan hiperaktif.
Penelitian fenomenologi menekankan pada
subyektifitas pengalaman hidup manusia, sebagai
suatu metode yang menggali secara langsung
terhadap pengalaman yang disadari dan
menggambarkan fenomena yang ada tanpa ada
pengaruh teori sebelumnya. Penelitian juga tidak
perlu menguji tentang dugaan atau anggapan
sebelumnya (Steubert & Carpenter, 2003; Burn &
Groove, 2009). Jenis fenomenologi yang digunakan
peneliti adalah deskriptif yaitu mengeksplorasi,
menganalisa dan menjelaskan fenomena dari
pengalaman secara terperinci, luas serta mendalam.
Langkah dalam proses fenomenologi deskritif ada
empat yaitu bracketing, intuiting, analyzing dan
describing (Steubert & Carpenter, 2003).
Bracketing adalah tidak mencampuradukan
asumsi, pikiran atau opini peneliti kedalam
fenomena yang akan diteliti (Polit, Beck & Hungler,
2001; Steubert & Carpenter, 2003). Proses
bracketing pada penelitian ini, peneliti akan
melakukan dengan cara mengidentifikasi dan
mengurung semua asumsi, kepercayaan dan
pemikiran tentang keilmuan keperawatan anak agar
lebih fokus dan terbuka terhadap pandangan calon
partisipan.
Langkah intuiting yaitu peneliti memulai
kontak, memahami fenomena yang akan diteliti
dengan mendengar, melihat, berimajinasi dan peka
terhadap adanya variasi fenomena. Peneliti masuk
secara total pada tahap ini kedalam data atau
peristiwa serta mencoba memahami peristiwa (Polit,
Beck & Hungler, 2001; Steubert & Carpenter,
2003). Peneliti pada tahap ini akan melakukan
pemahaman terhadap fenomena mengasuh anak
dengan hiperaktif/ melalui studi pendahuluan untuk
melihat fenomena di lapangan dan memperlajari
literatur literatur terkait untuk mendapatkan
gambaran sebenarnya.
Tahap selanjutnya adalah analyzing. Peneliti
mengidentifikasi arti dan makna dari fenomena yang
digali dan mengeksplor hubungan serta kaitan antara
fenomena yang diteliti dengan fenomena lain yang
saling berkait (Polit, Beck & Hungler, 2001;
Steubert & Carpenter, 2003). Proses analyzing
dalam penelitian ini yaitu peneliti mempelajari hasil
wawancara dalam bentuk verbatim, kemudian
melakukan telaah secara berulang, setelah itu
mencari kata kunci dari informasi yang diberikan
oleh calon partisipan, selanjutnya
mengkategorisasikan kata kunci tersebut dan
membentuk tema tema dari fenomena mengasuh
anak hiperaktif.
Langkah terakhir adalah describing yang
merupakan upaya mendeskripsikan, mengartikan
dan mengkomunikasikan hasil penelitian (Polit,
Beck & Hungler, 2001). Peneliti melakukan
describing pada penelitian ini dengan cara
menjelaskan dan mendiskripsikan tema tentang
pengalaman orang tua dalam mengasuh anak dengan
hiperaktif/ dalam bentuk laporan hasil penelitian.
HASIL
Partisipan terdiri dari 6 orang tua dengan
rentang usia produktif (35 50 tahun). Semua
partisipan berjenis kelamin perempuan, 5 orang dari
suku Jawa, 1 dari suku sunda.
Gangguan pemusatan perhatian
Gangguan pemusatan perhatian yang terjadi
pada anak hiperaktif meliputi gangguan aktivitas
kognitif, gangguan pengendalian diri dan gangguan
aktivitas. Gangguan aktivitas kognitif yang
disampaikan partisipan antara lain membaca kurang,
tidak fokus, kesulitan belajar atau mengingat.
Berikut beberapa hasil wawancara dari partisipan:
Kata kunci terkait gangguan aktivitas kognitif
(membaca kurang):
“Pada saat suruh membaca itu kurang agak
lambat...” (P1) (P4)
“...disuruh duduk tulis baca juga ga mau..
tangannya cape,..” (P6)
Kata kunci terkait gangguan aktivitas kognitif (tidak
fokus):
“.. dia belumm fokusnyaa masih sulit sekali..” (P4)
“Anaknya ga fokus...” (P2) (P3)
“..pandangan gak fokus, dikasih pelajaran apa juga
gak fokus mbak..”(P5)
Kata kunci terkait gangguan aktivitas kognitif
(kesulitan belajar atau mengingat):
“... yaa kesulitannya yaitu dalam belajar,
mengingat...”(P3)
..”dikasih pelajaran apa juga gak cepet inget..sulit
belajar..” (P4) (P5)
“Anaknya sulit belajar...sulit mengingat ingat...”
(P1) (P2) (P6)
Gangguan pengendalian diri
Gangguan pengendalian diri yang terjadi pada
anak berdasarkan hasil wawancara dengan
partisipan meliputi marah, mengompol dan merusak
barang. Adapun pernyataan terkait gangguan
pengendalian diri adalah sebagai berikut:
“…kalau lagi susah diturutin maunya marah..” (P2)
“Kalo ga dikasih, njerit njerit marah....” (P4) (P5)
“Masih suka kencing di celana...ngompol
gitu...”(P5) (P6)
“.... anak ini juga sering merusak...”(P3) (P6)
Gangguan aktivitas
Gangguan aktivitas yang terjadi pada anak
dengan berdasarkan hasil wawancara dengan
partisipan meliputi belum bisa mandi dan pakai baju
sendiri, anak tidak bisa diam, tidak bisa sosialisasi
dengan teman sebaya. Pernyataan partisipan adalah
sebagai berikut:
“kalau suruh mandi susah banget” (P2)
“...masalah mandi gitu.. selalu harus dibantu orang
tua...” (P3)
” yaa... paling dia belum bisa mandiri lah.. mandi
masih dimandiin.. pakai baju beluum bisa..” (P1)
(P4) (P5) (P6)
“..tidak bisa diam, maunya bergerak...jalan....”
(P2) (P3) (P4)
“..belum bisa ngomong...sulit berkomunikasi dengan
temennya..”(P5)
“Susah komunikasinya...” (P1) (P2) (P3) (P4)
“.. anak saya belum bisa sosialisasi dengan anak
sebayanya..”(P6)
Hambatan dan tantangan orang tua
Hambatan dan tantangan orang tua
mengasuh anak adalah merasa minder, jadi pikiran,
khawatir, takut, harus selalu dipantau dan diawasi,
“memang saya merasa minder...jadi pikiran...”(P1)
(P5)
“ saya khawatir, takut kenapa napa...takut jika
ditinggal sendiri..” (P2) (P4) (P6)
“kalau keluar dari rumah harus saya pantau selalu
awasi..”(P1)
“kalau sudah di rumah saya gak bisa pergi ke mana
– mana harus selalau ngawasi..(P2)
“saya takut selalu saya awasi jika di luar
rumah...”(P3) (P4) (P6)
Faktor pendukung dalam mengasuh anak
Faktor yang mendukung dalam mengasuh
anak dengan adalah keluarga. Hal tersebut
dinyatakan oleh partisipan sebagai berikut:
“..yang mendukung saya selama ini nomor satu
yaa…keluarga saja mbak…”.(P1) (P5) (P6)
“Ibu saya mbak... ibuku yang pendukungku luar
biasa..” (P2)
“....bapaknya anak...” (P3)
”...ibunya yang mendukung mba...” (P4)
Keberhasilan orang tua yang telah dicapai
Keberhasilan orang tua yang telah dicapai
dalam mengasuh anak hiperaktif dinyatakan oleh
partisipan sebagai berikut:
“..bisa makan sendiri....” (P2) (P4)
”oh berhitung.. dia bisa menulis” (P3)
“kalau dulu khan susah diajak ngomong untuk
komunikasi sekarang sudah agak lumayan...” (P2)
“...kalau ngomong yah sudah jelas...” (P3)
“Sudah banyak perubahan lah mbak…ngomomgnya
sudah jelas..” (P5)
” ... terus kalo ngomong mending sudah bisa..(P6)
Harapan orang tua terhadap anak hiperaktif
Harapan orang tua terhadap anak hiperaktif
adalah dapat melanjutkan sekolah, menjadi anak
pintar, menjadi mandiri, bisa membaca dan menulis
dan sehat yang dinyatakan oleh partisipan sebagai
berikut:
“...pintar dalam hal apa apa maksudnya kalau
disuruh sudah tahu mana yang bener dan mana
yang enggak...” (P2)
“Semoga aja Alloh memberikan kesehatan bisa
sekolah sampai selesai sampai SMA.. “(P1)
”...bisa sembuh dan sehat..” (P6)
“.. bisa mandiri nomer satu.. bisa mandi sendiri,
bisa pakai baju sendiri, bisa ditinggal sendiri.” (P1)
(P3) (P4) (P5)
“bisa membaca..menulis...” (P1) (P4) (P6)
PEMBAHASAN
Pembahasan hasil penelitian akan menjelaskan tiap
tiap tema yang muncul. Adapun lima tema yang
muncul sebagai hasil temuan dalam penelitian ini
akan dibahas secara rinci dan dihubungkan dengan
beberapa hasil penelitian atau teori yang terkait
dengan pengalaman dan gangguan yang muncul
pada anak dengan .
Gangguan pemusatan perhatian
Anak hiperaktif memiliki suatu pola yang
menetap dari kurangnya perhatian dan atau
hiperaktivitas, yang lebih sering dan lebih berat bila
dibandingkan dengan anak lain pada taraf
perkembangan yang sama. Anak tidak dapat
mencapai hasil yang optimal sesuai dengan
kemampuannya, ataupun mengalami kesulitan
belajar. Akibat lain anak dapat tidak naik kelas dan
cukup besar kemungkinan untuk drop out dari
timbul. Sekitar 80% anak dengan memiliki
pencapaian prestasi akademik yang kurang dan
sekitar sepertiganya memiliki keterbatasan dalam
pembelajaran khusus (Barkley, 2006; DuPaul &
Volpe, 2009; Corkum, Gonnell & Schacar, 2010).
ADHD merupakan suatu gangguan yang
kompleks berkaitan dengan pengendalian diri dalam
berbagai variasi gangguan tingkah laku. Variasi
gangguan secara umum seperti gangguan pemusatan
perhatian berkaitan dengan gangguan tingkah laku
dan aktivitas kognitif, seperti misalnya berpikir,
mengingat, menggambar, merangkum,
mengorganisasikan dan lain lain (Lauer, 1992 dalam
Sugiarmin, 2007). Gangguan seperti aktivitas
kognitif antara lain membaca kurang, tidak fokus,
kesulitan belajar/sulit mengingat juga dialami oleh
anak dalam penelitian ini. Gangguan yang terkait
pengendalian diri yang terjadi pada anak dengan
dalam penelitian ini meliputi marah, mengompol dan
merusak barang. Gangguan yang termasuk dalam
aktivitas yang terjadi pada anak dengan dalam
penelitian ini meliputi belum bisa mandi dan pakai
baju sendiri, anak tidak bisa diam, tidak bisa
sosialisasi dengan teman sebaya.
Gangguan yang terjadi pada anak hiperaktif
berdasarkan pedoman dari APA, yang menerapkan
kriteria untuk menentukan gangguan pemusatan
perhatian dengan mengacu kepada DSM IV (2005).
Kriteria meliputi kurang perhatian, hiperaktivitas
dan impulsifitas dengan prevalensi kejadian
hiperaktif pada anak usia sekolah berkisar antara 3
5%, terlihat dari tahun 2004 (Hiperaktif Terus
Meningkat, 2009). Menurut Sugiarmin ciri utama
individu dengan gangguan pemusatan perhatian
meliputi: gangguan pemusatan perhatian
(inattention), gangguan pengendalian diri
(impulsifitas), dan gangguan dengan aktivitas yang
berlebihan (hiperaktivitas). Ciri tersebut juga
terdapat pada anak dalam penelitian ini.
Hambatan dan tantangan orang tua
ADHD merupakan gangguan perkembangan
pada anak. Gangguan tersebut dapat menjadi
hambatan sehingga dapat menimbulkan dampak
baik bagi dirinya sendiri, orang tua, keluarga,
sekolah dan masyarakat. Hambatan atau pun
tantangan yang dialami orang tua dalam mengasuh
anak juga dialami oleh partisipan dalam penelitian
ini.
Menurut Bohlin dan D’Alonzo (1994; 1996,
dalam Suharmini, 2005) bahwa anak memiliki
problem emosi meledak ledak dan suka marah
dengan tiba tiba, memiliki kemampuan sosialisasi
yang rendah, cenderung tidak disukai namun anak
tidak tahu cara memperbaikinya. Anak selalu
ditolak oleh teman temannya. Hal ini dapat menjadi
munculnya sikap kekhawatiran, ketakutan dan
kecemasan pada orang tua. Menurut Stuart dan
Sundeen (1998) kecemasan merupakan
kekhawatiran berlebihan yang sering terjadi berhari
hari sedikitnya 6 bulan yang cirinya meliputi:
gelisah, tegang, mudah lelah, sulit berkonsentrasi,
iritabilitas dan ketegangan otot serta gangguan tidur.
Hasil penelitian menyatakan bahwa menurut orang
tua situasi sosial dan keadaan emosional anak adalah
hal yang paling penting (Feqert, Slawik,
Wermelsklichen, Nubling & Muhlbacher, 2011).
Hambatan yang dialami oleh orang tua akan
berkaitan dengan pola asuh yang diberikan.
Prasetya (2003) mengemukakan bahwa pola asuh
orang tua merupakan gambaran tentang sikap dan
berkomunikasi selama mengadakan tindakan
pengasuhan yang bersifat relatif konsisten dari
waktu ke waktu dan dapat dirasakan oleh anak dari
segi negatif maupun positif. Ditambahkan pula oleh
Mayasari (2008 dalam Atok, 2011) bahwa dalam
kegiatan memberikan pengasuhan ini, orang tua
akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin,
hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap
keinginan anaknya.
Faktor pendukung dalam mengasuh anak
Keluarga adalah pendukung utama orang tua
dalam mengasuh anak hiperaktif. Keluarga
merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama,
dimana anak mendapat pengaruh dari anggota
anggota dalam keluarganya (Hasan, 1997 dalam
Eko, 2012). Keluarga merupakan tempat menimba
ilmu bagi anak dan juga memiliki peranan penting
sebagai peletak dasar pola pembentukan kepribadian
anak (Khoiri, 2008 dan Sujanto, 2006).
Istadi (2009) mengemukakan bahwa pola asuh
berdasarkan tumbuh kembang anak sesuai dengan
kelompok usianya. Pola asuh yang tidak sesuai
dengan tahapan usia anak dapat mengakibatkan
dampak negatif pada anak. Abbas (2007)
mengemukakan bahwa pola asuh yang kurang tepat
akan memberikan dampak antara lain: tidak taat
aturan, kebiasaan buruk, penyimpangan perilaku,
post playing delay.
Pentingnya peran keluarga dalam mengasuh
anak hiperaktif adalah adanya dorongan untuk
memberikan motivasi dan mencoba berusaha secara
terus menerus melakukan hal terbaik untuk anak.
Salah satu tindakan keluarga adalah dengan
menyekolahkan anak di SLBN dan selalu
memberikan support secara mental terhadap orang
tua (partisipan) dalam penelitian ini.
Keberhasilan orang tua yang telah dicapai
Tugas utama mendidik anak adalah tanggung
jawab orang tua. Anak memiliki hak untuk dirawat,
dijaga, dididik oleh kedua orang tuanya pada jalan
yang benar, dibekali ilmu pengetahuan, perilaku
yang baik serta berbudi. Orang tua dapat menjadikan
anak tampil mandiri, tangguh dan penuh tanggung
jawab diluar kehidupan keluarga merupakan
kewajiban dari orang tuanya. Kesadaran akan tugas
dan tanggung jawab tersebut akan memberikan
pengaruh positif bagi perkembangan anak. Orang tua
(ayah dan ibu) memegang peranan yang penting dan
sangat berpengaruh atas pendidikan anak anaknya.
Dampak positif atas usaha yang telah dilakukan oleh
orang tua dalam penelitian ini adalah meningkatnya
kemampuan anak baik dari aspek kognitif, emosi,
sosial maupun perilaku anak . Orang tua merasakan
kemandirian anak meningkat.
Harapan orang tua terhadap anak
Harapan diidentifikasi sebagai bagian dari
kelas konsep yang meliputi koping, keyakinan,
ketahanan dan kekuatan (Javne, 1992 dalam Ritchie,
2001). Harapan yang dikenal sebagai sebuah nilai
yang dapat mempengaruhi kemampuan individu
untuk berespon terhadap keadaan.
Hasil temuan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa seluruh orang tua/ partisipan
memiliki harapan yang besar agar anak mereka,
dengan keterbatasannya dapat mencapai
keberhasilan dan dapat mandiri dari beberapa aspek.
Orang tua berharap anaknya menjadi orang pintar,
dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan sehari hari.
Adapun harapan harapan tersebut membuat orang
tua berupaya mewujudkan harapan melalui beberapa
tindakan. Upaya yang mereka lakukan adalah tetap
berusaha menyekolahkan anak, sabar dalam
menghadapi anak, berusaha memenuhi keinginan
anak serta menjaga dengan sepenuh hati saat anak di
dalam maupun di luar rumah.
KESIMPULAN
1. Gambaran pengalaman orang tua dalam
mengasuh anak hiperaktif dan gangguan yang
muncul pada anak dalam penelitian ini tampak
pada tema tema yang muncul sebagai temuan
dari penelitian. Adapun tema tema tersebut
adalah: gangguan pemusatan perhatian pada
anak, hambatan dan tantangan orang tua dalam
mengasuh anak, faktor pendukung, harapan orang
tua terhadap anak dan keberhasilan yang telah
dicapai.
2. Gangguan pemusatan perhatian dialami oleh
partisipan yang dimunculkan dalam berbagai
respon pada anak yaitu gangguan aktivitas
kognitif antara lain membaca kurang, tidak fokus,
kesulitan belajar/ sulit mengingat. Gangguan
pengendalian diri yang terjadi pada anak meliputi
marah, mengompol dan merusak barang.
Gangguan aktivitas meliputi belum bisa mandi
dan pakai baju sendiri, anak tidak bisa diam,
tidak bisa sosialisasi dengan teman sebaya.
3. Hambatan dan tantangan orang tua mengasuh
anak adalah merasa minder, jadi pikiran,
khawatir, takut, harus selalu dipantau dan
diawasi. Faktor yang mendukung dalam
mengasuh anak dengan adalah keluarga.
Keberhasilan orang tua yang telah dicapai adalah
bisa makan sendiri, berkomunikasi/ bicara, bisa
baca, tulis dan berhitung. Adapun harapan orang
tua yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah
anak dapat melanjutkan sekolah, menjadi anak
pintar, menjadi mandiri, bisa membaca dan
menulis serta sehat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada
Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Dikti yang telah mendanai penelitian ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada pihak
STIKES Al Irsyad Al Islamiyyah Cilacap terutama
UPT Penelitian dan Pengabdian Masyarakat yang
telah memfasilitasi jalannya penelitian ini sehingga
dapat selesai tepat pada waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas (2007) “Hubungan Pola Asuh dengan Perkembangan Emosi dan Penyimpangan Perilaku.
www.uliansyah.or.id/search/intelegensi/feed/r ss2/
Atok, S. 2011. Pengaruh Motivasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri
Sekecamatan Bantul
http://www.academia.edu/4647559/PROPOS AL_PENELITIAN_
Corkum, P., Gonnell & Schacar, (2010). Factors affecting academic achievement in children with . Mei 30, 2012. www.ccl
cca.ca/pdfs/JARL/Jarl Vol3Article9. Journal of Applied Research on
Learning.Vol. 3, Article 9, 2010. Cresswel, J. W (1998). Qualitative inquiry and
research design: choosing among five tradition. London: SAGE Publications.
Eko, S. 2012. Bab II Kerangka teori: keluarga.
http://eprints.uny.ac.id/8578/3/BAB%202
%20 %2008413241010.pdf
Assessment of parent’s perferences for the treatment of school age children with : a discrete choice experiment. Mei 27, 2012.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/216716 92. Pubmed.Gov. Jun; 11(3). 245 52.
Hasan, Y.M. 1997. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: AKAFA PRES.
Hocknberry, M. E. (2009). Pediatric nursing. Lippincot.
Istadi, I. (2009). Tipe Anak dalam Pergaulan. Mei 30, 2012. http://www.geocities.com.
Khoiri, I. 2008. Kembali Ke Rumah. Majalah Bakti No. 192. Bulan Juni 2007. Yogyakarta: Depag Kanwil Prop DIY.
Moleong, J.L. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Parents Medication Guide. Org. (2012). Mei 28, 2012.
http://www.parentsmedguide.org/ParentGuide _English.pdf
Polit, D.F & Beck, C.T. (2012). Essentials of nursing research methods, appraisal, and utilization. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins.
Pollit, P.F., Beck, C.T. and Hungler, B.P. (2001). Essensial or nursing research: Methode apprasial and utilization. St. Louis; Mosby Inc.
Prasetya. 2003. Pola Asuh.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345
6789/40378/4/Chapter%20II.pdf
Stuart dan Sundeen’s. 1998. Principles and practice psychiatric nursing. By Mosby Year Book.Inc
Stuebert, H.J. and Carpenter D.R. (2003). Qualitative research in nursing: advancing the statistic imperative. Philadelpia: Lippincott.
Sugiarmin, M. 2007. Bahan Ajar Anak dengan ADHD . Oktober, 20 2013
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND. _LUAR_BIASA/195405271987031
MOHAMAD_SUGIARMIN/.pdf
S u h a r m i n i , T . 2 0 0 5 .
Penanganan Anak Hi
peraktif
.
Ja k a rt a : De p a r t e m en
Pe n d id i k a n Nasional Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi
Sujanto, A. 2006. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara
Tanje, S. (2008). Mengenal Anak Hiperaktif di Sekolah. Mei 29, 2012.
http://officesoft.wordpress.com.
Unika. (2009). Mengenal dan Membimbing Anak Hiperaktif. Mei 30 2012,
http://www.sehatgroup.web.id.
Wolraich, M.L., dkk. Attention Deficit/Hyperactivity Disorder Among Adolescents: A Review of the Diagnosis, Treatment, and Clinical Implications. Mei 28, 2012.