STUDI TENTANG MANFAAT KEBERADAAN PERKEBUNAN
DALAM MENINGKATKAN TARAF KEHIDUPAN
MASYARAKAT SEKTOR PERKEBUNAN
Oleh :
Zulkifli Harahap,SE.,M.Si
Chandra Situmeng,SE.,M.Si
ISEED-Community
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kelapangan dan
kemudahan yang ia berikan sehingga proses penyusunan Final Report dapat kami selesaikan tanpa
dihadapkan pada satu kendala yang berarti.
Laporan ini merupakan Final Reportini berisikan hasil survey dan pelaksanaan pengumpulan data
baik primer maupun sekunder. Data-data tersebut akan menjadi masukan dalam menyusun Laporan Akhir
(Final Report). Demikian Final Reportini disusun semoga dapat bermanfaat.
Laporan ini merupakan tahap ke tiga dari 3 (tiga) laporan pekerjaan yang terdiri dari Laporan
Pendahuluan, Draft Laporan Akhir, Laporan Akhir.
Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara kami
ucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1 - 1
1.2. Maksud dan Tujuan 1 - 4
1.2.1. Maksud 1 - 4
1.2.2. Tujuan 1 - 4
1.3. Manfaat 1 - 4
BAB II METODOLOGI
2.1. Alur Berpikir 2 - 1
2.2. Metodologi 2 - 3
2.2.1. Pengumpulan Data 2 - 3
2.2.2. Sistematika Laporan 2 - 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1. PERKEBUNAN 3 - 1
3.1.1. Pengertian Perkebunan 3 - 1
3.1.2. Perkembangan Perkebunan di Indonesia 3 - 2
3.1.3. Sub Sektor Perkebunan 3 - 2
3.1.4. Jenis Jenis Tananaman Perkebunan 3 - 3
3.1.5. Tujuan dan Peranan Perkebunan Bagi Pembangunan
Negara 3 - 4
3.1.6. Prospek Tanaman Perkebunan 3 - 4
3.1.7. Tenaga Kerja 3 - 5
3.1.8. Lahan 3 - 6
3.2. Sejarah Perkebunan Di Sumatera Utara 3 - 7
3.3. Pola Pengembangan Perkebunan 3 - 9
3.3.1. Zaman Kolonial Belanda 3 - 9
3.3.2. Pola UPP (Unit Pelaksanaan Proyek) 3 - 10
3.3.3. Pola PIR ( Perkebunan Inti Rakyat) 3 - 11
3.3.4. Pola Pengembangan Revitalisasi Perkebunan 3 - 12
3.4 Pengembangan Wilayah 3 - 13
3.5. Masyarakat 3 - 16
BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI SUMATERA UTARA
4.1. Kondisi Geografis Daerah 4 - 1
4.1.1. Luas Wilayah 4 - 1
4.1.2. Topografis 4 - 2
4.1.3. Iklim 4 - 2
4.1.4. Batas Administrasi 4 - 2
4.1.5. Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintahan 4 - 3
4.2.1. Jumlah Penduduk 4 - 4
4.2.2. Laju Pertumbuhan Penduduk 4 - 4
4.2.3. Struktur Usia 4 - 4
4.2.4. Distribusi Penduduk berdasarkan Wilayah Pembangunan 4 - 5
4.2.5. Distribusi Penduduk berdasarkan Suku Bangsa dan Agama 4 - 5
4.3. Potensi Unggulan Daerah 4 - 6
4.4. Potensi Perkebunan 4 - 7
4,5 Kondisi Umum Perkebunan di Sumut 4 - 9
4.5.1. Perkembangan Luas Areal Perkebunan 4 - 9
4.5.2. Perkembangan Produksi Perkebunan 4 - 10
BAB V DINAS PERKEBUNAN PROVINSI DAERAH TINGKAT-I SUMATERA UTARA
5.1. Visi Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara 5 - 1
5.2. Misi Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara 5 - 1
5.3. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perkebunan 5 - 1
5.4. Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi 5 - 2
5.5 Rencana Strategis Dinas Perkebunan Sumatera Utara 2009 - 2011 5 - 5
5.5.1. V i s i 5 - 6
5.5.2. M i s i 5 - 7
5.5.3. Strategi 5 - 7
5.5.4. Kebijakan 5 - 8
5.5.5. Tujuan 5 - 8
5.5.6. Sasaran 5 - 8
5.5.7. Program 5 - 9
BAB VI STUDI MANFAAT KEBERADAAN PERKEBUNAN DALAM MENINGKATKAN TARAF KEHIDUPAN MASYARAKAT
6.1. Manfaat Pola Pengembangan Perkebunan 6 - 2
6.1.1. Pola PIR 6 - 2
6.1.2. Pola UPP 6 - 3
6.1.3. Pola Pengembangan Revitalisasi Perkebunan 6 - 4
6.2. Dampak Perkebunan dipandang dari berbagai Aspek 6 - 7
6.2.1 Aspek Ekonomi 6 - 7
6.2.2 Aspek Sosial 6 - 11
6.2.3 Aspek Ekologi 6 - 12
6.3 Dinamika Lingkungan Sosial 6 - 14
6.3,1 Masalah yang berkaitan dengan kepentingan rakyat dan
nasional
6 - 15
6.3.2 Masalah Manajemen Pengelolaan Perkebunan 6 - 16
6.3.3 Masalah Pemasaran dan ekonomi 6 - 16
6.3.4 Masalah SDM 6 - 16
6.3.5 Masalah Kelembagaan 6 - 17
6.4 Manfaat Perkebunan dalam meningkatan Kesejahteraan masyarakat 6 - 18
6.4.1 Kesejahteraan Masyarakat 6 - 18
6.4.2. Pengusahaan Lahan 6 - 18
6.4.3. Pengintegrasian Hulu - Hilir 6 - 19
6.4.4. Kelestarian Lingkungan 6 - 19
6.4.5. Bioteknologi 6 - 19
6.4.6. Sistem dan Usaha Agribisnis Perkebunan 6 - 19
6.4.7. Analisis Kebijakan 6 - 20
6.4.8. Pengembangan Pusat Data dan Informasi Agribisnis Perkebunan
6 - 20
6.5 Peranan Hasil Perkebunan Dalam Membangun Masyarakat Petani di Sumut
6 - 25
6.5.1. Program CSR (Corporate Social Responsibility ) Perusahaan Perkebunan
6 - 29
6.5.2. Bagi Hasil Perkebunan 6 - 35
6.5.3. Peranan PDRB 6 - 37
6.6 Orientasi Pembangunan Daerah : Sudut Pandang Baru 6 - 39
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan 7 - 1
7.2. Saran 7 - 4
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 4.1. Pembagian Wilayah Administrasi Provinsi Sumatera Utara 4 - 3
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara menurut kelompok umur Tahun 2007 4 - 5
Tabel 4.3. Perkembangan luas areal perkebunan Sumatera Utara dari tahun 2006 s/d 2009 4 - 9
Tabel 4.4. Perkembangan produksi perkebunan Sumatera Utara dari tahun 2006 s/d 2009 4 - 10
Tabel 6.1. Penyerapan tenaga kerja selama empat tahun 6 - 7
Tabel 6.2. PDRB Sumatera Utara menurut Lapangan Usaha Tahun 2005 s/d 2009 6 - 38
Tabel 6.3. Peranan Subsektor Pertanian terhadap sektor pertanian Sumut atas dasar harga
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 2.1. Skema Analisis Data dan Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan
B
B
B
A
A
A
B
B
B
1
1
1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pembangunan pada hakekatnya adalah proses perubahan secara terus menerus yang merupakan
kemajuan dan perbaikan kearah tujuan yang ingin dicapai. Salah satu tujuan pembangunan nasional yang
digariskan dalam GBHN adalah mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata material
dan spiritual berdasarkan pancasila.
Berdasarkan tujuan pembangunan nasional bahwa pelaksanaan pembangunan regional harus
dapat menopang keberhasilan pembangunan nasional sebagaimana pelaksanaan pembangunan nasional,
maka pembangunan regional dilakukan dengan menetapkan prioritas pembangunan. Dasar utama untuk
memilih prioritas pembangunan harus memperhatikan spesifikasi daerah yang menyangkut potensi sumber
daya yang dimiliki daerah tersebut. Disamping itu harus memperhatikan pemerataan pendapatan yang
berhubungan dengan kesempatan kerja masyarakat.
Prioritas sektor dalam pembangunan yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dilihat dari
kenaikan per kapita dan penciptaan lapangan kerja. Untuk mempercepat kenaikan pendapatan per kapita
penduduk dan penciptaan lapangan kerja maka dilaksanakan dengan menetapkan sub sektor yang paling
menguntungkan bagi ekonomi daerah.
Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu cara yang memungkinkan untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan. Dengan adanya kegiatan perkebunan ini dapat
mengembangkan dan meningkatkan kegiatan sumber daya manusia dan membuka lapangan kerja.
Kebijakan dan program serta perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan
disusun dengan juga memperhatikan dinamika lingkungan strategis baik domestik maupun internasional
mencakup globalisasi bidang ekonomi dan non ekonomi. Isu-isu pokok yang mendominasi pada bidang
ekonomi adalah bentuk-bentuk kesepakaan perdagangan dan globalisasi investasi. Sedangkan aspek non
ekonomi terutama mencakup isu-isu kelestarian alam dan hak azasi manusia. Sementara itu lingkungan
memperhatikan perencanaan pembangunan nasional dengan dukungan dari kondisi sumber daya alam
(SDA), sumber daya manusia (SDM), sosial budaya serta hasil tahap pembangunan perkebunan yang
sudah dicapai dari pelaksanaan kegiatan pembangunan pada periode sebelumnya.
Luas areal perkebunan di Sumatera Utara + 9,44 % dari seluruh luas areal perkebunan yang
dimiliki Indonesia (17.181.000 Ha), yang penyelenggaranya adalah rakyat, perkebunan besar swasta dan
perkebunan negara. Komoditi utama yang dikembangkan oleh pelaku/ penyelenggara perkebunan tersebut
diatas : karet, kelapa sawit, kakao, kopi dan kelapa.
Selama kurun waktu 2002 – 2006 perkembangan luas areal perkebunan mengalami pertumbuhan
sebesar 0,24 % per tahun, diantaranya perkebunan rakyat mengalami pertumbuhan sebesar 0,14 %
pertahun dengan komoditi utama adalah kelapa sawit, kakao dan kopi. Hal ini didorong oleh animo petani
pekebun mengembangkan komoditi tersebut relatif tinggi karena prospek pasar sangat baik. Khusus untuk
komoditi perkebunan yang spesifik mengalami pertumbuhan yang menggembirakan, antara lain : Aren
sebesar 1,37 % pertahun dan Nilam 0,56 % pertahun. Pertumbuhan produksi perkebunan mengalami
peningkatan rata-rata 0,89 pertahun terutama komoditi karet 3,33 %, kelapa sawit 0,98 %, kopi 0,99 % dan
tebu 0,29 % per tahun.
Pembangunan perkebunan yang dilaksanakan telah menciptakan kesempatan kerja bagi
masyarakat di Propinsi Sumatera Utara, sampai saat tahun 2006 mencapai 4.405.950 KK, yang bekerja
pada budidaya tanaman perkebunan. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja selama lima tahun (2002 –
2006) mengalami peningkatan rata-rata 0,65 % per tahun.
Pembangunan perkebunan di Sumatera Utara diarahkan untuk meningkatkan kontribusi
perkebunan dalam akselerasi pemulihan ekonomi seperti peningkatan pendapatan masyarakat, perluasan
kesempatan kerja serta meningkatkan perannya dalam memperbaiki indikator ekonomi makro. Upaya yang
telah dilakukan, memberikan berbagai manfaat dan kemajuan antara lain dalam sumbangannya terhadap
pendapatan domestik bruto, pengembangan wilayah dan konservasi kelestarian sumber daya alam dan
lingkungan hidup
Peranan sektor pertanian dan sub sektornya dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu
diragukan lagi, demikian pula halnya di Sumatera Utara. Provinsi ini memiliki keanekaragaman sumber daya
alam yang besar. Dengan topografi yang bervariasi dari mulai datar, landai berombak, berbukit hingga
bergunung merupakan tempat yang sesuai untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman, sehingga
merupakan daerah yang memiliki peluang investasi yang cukup menjanjikan.
Adapun prioritas kebijakan kegiatan pengelolaan perkebunan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
Sumatera Utara yaitu dengan:
1. Mengelola perkebunan yang berbasis kepada masyarakat.
2. Melakukan rehabilitasi dan peremajaan perkebunan rakyat.
Misalnya saja karena adanya peralihan fungsi lahan, kemudian bagaimana untuk mendapatkan jenis
tanaman yang cocok dengan kondisi daerah atau kondisi alamnya sekaligus bagaimana prospek
pemasaran tanaman perkebunan tersebut di masa mendatang. Selain itu bagaimana caranya agar sub
sektor perkebunan dapat memanfaatkan dan mengelola berbagai sumber daya pembangunan yang ada,
baik sumber daya alam, sumber daya modal dan juga sumber daya manusia yang merupakan hal yang
menentukan dalam pengembangan sub sektor perkebunan di Sumatera Utara.
PTPN sebagai persero yang bergerak di sekitar pertanian (sub sektor pertanian) telah memberikan
pengaruh yang cukup besar terhadap pertanian secara nasional, maupun masyarakat sekitarnya
memperoleh manfaat secara langsung atau tidak langsung. Dimana terbuka kesempatan kerja mulai dari
pekerja kebun sampai pada pabrik pengolahan hasil pertanian. Misalnya, industri pengolahan kelapa sawit,
itu memberikan manfaat secara langsung dari PTPN dan secara tidak langsung memberikan kemudahan
bagi masyarakat sekitar dalam mendistribusikan hasil pertanian di samping manfaat yang lainnya.
Guna arah pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan kedepan yang fokus pada tujuan
yang hendak ingin dicapai dan terlaksana secara efesien dan efektif serta Manfaat Keberadaan Perkebunan
Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan dengan laju pembangunan yang
tinggi, kiranya diperlukan penyusunankajian, yang pada dasarnya dapat berguna sebagai salah satu acuan
pedoman dalam pelaksanaan tahap pembangunan perkebunan, Kajian studi ini juga dimaksudkan sebagai
alat kendali dan tolok ukur penilaian keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan.
Dari latar belakang diatas dengan semua kondisi saat ini, potensi dan permasalahan yang ada
maka dibutuhkan Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf
Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan.
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN
1.2.1. Maksud
Maksud dari Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf
Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan. adalah untuk memudahkan khususnya pemerintahan untuk
mendesign perencanaan kedepan dalam rangka mengoptimalikan Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam
Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan.
Tujuan dari studi ini adalah :
Mengkaji sejauhmana Keberadaan Perkebunan dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan
Taraf kehidupan Masyarakat sektor perkebunan.
1.3. MANFAAT
Manfaat dari kegiatan Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan
Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan adalah untuk meningkatkan efektivitas pembangunan agar
Keberadaan Perkebunan dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat Sektor
Bab 2 ‐ Metodologi 2 ‐ 1
B
B
B
A
A
A
B
B
B
2
2
2
METODOLOGI
2.1. ALUR BERPIKIR
Alur berpikir Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf
Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan dibagi kedalam empat tahap, yakni :
1. Tahap Identifikasi dan Perumusan Masalah
2. Tahap Studi
a. Studi Pustaka
- Kajian data Sumatera Utara secara umum
- Identifikasi regulasi
- Teori-teori umum pembangunan
- Teori Model Perkebunan
- Teori tentang karakteristik dan pemecahan masalah Perkebunan
- Teori-teori pendukung yang relevan lainnya.
b. Studi Data Sekunder
- Profil Sumatera Utara
- Analisis Kondisi Eksisting Aktifitas-aktifitas Keberadaan Perkebunan.
- Analisis Kondisi Eksisting Aktifitas-aktifitas Pemasaran Produk perkebunan.
- Analisis Prospek Produk perkebunan
3. Analisis Data dan Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf
Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan
4. Kesimpulan dan Rekomendasi
Latar Belakang Kondisi Aktual :
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Yang merupakan data yang
diperoleh dari instansi-instansi/lembaga-lembaga terkait.
Analisis Data
a. Statistik Deskriptif
Beberapa teknik statistik deskriptif yang digunakan dalam kajian ini adalah rata-rata, tabulasi
silang, persentase, dan sebagainya. Selain itu juga digunakan beberapa jenis bagan dan
diagram yang akan menampilkan data yang diperoleh menjadi lebih informatif.
b. Kualitatif
Tekhnik ini digunakan untuk memperkaya analisis hasil kajian selain membantu menjelaskan
hal-hal yang tidak dapat dijelaskan menggunakan angka-angka sehingga lebih memperjelas
substansi hasil kajian.
2.2.2. Sistematika Laporan
Sistematika Penyusunan Kajian Analisis Kajian Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam
Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat adalah :
Bab 1. Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah, rumusan, maksud, tujuan dan target
Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan
Masyarakat Sektor Perkebuna
Bab 2. Metodologi
Bab ini berisi tentang metode dalam menyusun kajian, berupa alur berpikir, pengumpulan data,
amalisis data sampai dengan sistematika pelaporan
Bab 3. Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas tentang teori-teori umum perkebunan, Identifikasi regulasi,Teori tentang
karakteristik dan pemecahan masalah keberadaan perkebunan, Teori-teori Manajemen
perkebunan Teori-teori pendukung yang relevan lainnya,
dan data profil dasar pendukung lainnya yang ada kaitannya dengan Penyusunan Studi Manfaat
Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan.
Bab 5. Profil Dinas Perkebunan Sumatera Utara
Bab ini secara khusus memperlihatkan profil Dinas Perkebunan Sumatera Utara berupa visi dan
misi, tugas pokok dan fungsi, serta rencana strategis Dinas perkebunan Sumatera Utara
Bab 6. Analisis Kajian Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan
Bab ini berisi analisis tentang pengoptimalisasian Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam
Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan.
B
B
B
A
A
A
B
B
B
3
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. PERKEBUNAN
3.1.1. Pengertian Perkebunan
Di dalam UU No 18 Tahun 2004 Pasal 1 disebutkan bahwa Perkebunan adalah segala kegiatan
yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang
sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku
usaha perkebunan dan masyarakat.
Perkebunan dapat diartikan berdasarkan fungsi, pengelolaan, jenis tanaman, dan produk yang
dihasilkan. Perkebunan berdasarkan fungsinya dapat diartikan sebagai usaha untuk menciptakan lapangan
pekerjaan, peningkatan pendapatan dan devisa negara, dan pemeliharaan kelestarian sumber daya alam.
Berdasarkan pengelolaannya, perkebunan dapat dibagi menjadi:
a. Perkebunan Rakyat, yaitu suatu usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh rakyat yang
hasilnya sebagian besar untuk dijual, dengan area pengusahaannya dalam skala yang terbatas
luasnya.
b. Perkebunan Besar, yaitu suatu usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) atau swasta yang hasil seluruhnya untuk dijual dengan areal pengusahaannya
sangat luas.
c. Perkebunan Perusahaan Inti Rakyat (PIR), yaitu suatu usaha budidaya tanaman, dimana
perusahaan besar (pemerintah atau swasta) bertindak sebagai inti sedangkan rakyat merupakan
plasma.
d. Perkebunan Unit Pelaksana Proyek (Perkebunan Pola UPP) yaitu perkebunan yang dalam
pembinaanya dilakukan pemerintah, sedangkan pengusahanya tetap dilakukan oleh rakyat.
Sedangkan berdasarkan jenis tanamannya dapat diartikan sebagai usaha budidaya tanaman yang
dengan perkebunan berdasarkan produknya dapat diartikan sebagai usaha budidaya tanaman yang
ditujukan untuk menghasilkan bahan industri (misalnya karet, tembakau, cengkeh, kapas), bahan industri
makanan (misalnya kelapa sawit, dan kakao), dan makanan (misalnya tebu, teh, dan kayu manis)
(Syamsulbahri, 1996).
Perusahaan Perkebunan adalah suatu perusahaan berbentuk badan usaha/badan hukum yang
bergerak dalam kegiatan budidaya tanaman perkebunan diatas lahan yang dikuasai dengan tujuan
ekonomi/komersial dan mendapat izin usaha dari instansi yang berwenang dalam pemberian izin usaha
perusahaan perkebunan yang diusahakan oleh pemerintah (BUMN) disebut Perkebunan Besar Negara
(PBN) dan perusahaan perkebunan yang diusahakan oleh swasta disebut Perkebunan Besar Swasta (PBS).
(Perkebunan Kelapa Sawit, 2008).
3.1.2. Perkembangan Perkebunan di Indonesia
Pada tahun 1938 di Indonesia terdapat 243 perkebunan besar. Pada tahun 1870 dengan keluarnya
undang-undang agrarian, pengaturan perkebunan-perkebunan swasta di Indonesia menjadi lebih tegas dan
jelas. Keluarnya undang-undang agraria mempunyai tujuan utama mengundang pananaman modal swasta
ke Indonesia untuk berusaha mengembangkan produk-produk pertanian yang diperlukan pasaran dunia,
terutama Eropa. Setelah merdeka, Pemerintah Indonesia mengambil alih perkebunan-perkebunan yang
dikelola Belanda, tepatnya sejak tahun 1957. Pada tahun 1957 pula perkebunan-perkebunan yang ada
dipimpin dan dikelola oleh bangsa Indonesia.
Perkembangan perkebunan setelah orde baru dengan program Pembangunan Lima Tahun
(PELITA) tahap demi tahap telah memfokuskan program pembangunannya terutama dalam sektor tanaman
pangan, sedangkan sektor perkebunan memberikan kerangka landasan peningkatan produksi dan
diversifikasi tanaman ekspor. Dan pada tahun 1992 telah berhasil membuat Undang-Undang Nomor 12
tentang budidaya tanaman. Dengan adanya undang-undang tersebut pemerintah telah memberikan
kebebasan kepada petani untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaannya, serta
kewajiban pemerintah dalam menjamin penghasilan petani (Syamsulbahri, 1996).
3.1.3. Sub Sektor Perkebunan
Komoditi yang termasuk sub sektor perkebunan adalah hasil tanaman perkebunan yang
diusahakan oleh rakyat maupun oleh perusahaan perkebunan besar baik milik swasta maupun pemerintah.
Di Provinsi Sumatera Utara komoditi yang termasuk hasil perkebunan adalah karet, kopi, kelapa sawit,
coklat, kelapa, dan cengkeh. Tidak termasuk hasil atau produksi pengolahan sederhana, yang dilakukan
bersamaan dengan kegiatan perkebunannya, seperti karet, remah, gula remah, dan lain sebaginya.
Sedangkan hasil ikutan yang mempunyai nilai ekonomisnya dan produk-produk di atas seperti batang
produksi.
Secara spesifik tujuan pembangunan perkebunan, antara lain: (a) meningkatkan produksi
komoditas perkebunan baik dari segi kuantitas, kualitas, maupun kontinuitas penyediaannya dalam rangka
mendorong peningkatan konsumsi langsung oleh masyarakat, memenuhi bahan baku industri dalam negeri,
dan peningkatan ekspor non migas; (b) meningkatkan produktivitas lahan, tenaga kerja, dan modal; (c)
meningkatkan pendapatan kesejahteraan petani, karyawan, dan pengusaha perkebunan; (d) meningkatkan
nilai tambah komoditas perkebunan; (e) meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha; (f) ikut
membantu program transmigrasi; (g) membantu pengembangan wilayah dan memperkecil ketimpangan
pertumbuhan ekonomi antar wilayah; (h) meningkatkan pemanfaatan sumber daya lahan, iklim, dan sumber
daya manusia serta sekaligus memelihara kelestarian alam dan lingkungannya; (i) ikut memantapkan
Wawasan Nusantara serta meningkatkan ketahanan nasional dan keamanan ketertiban masyarakat.
(Syamsulbahri, 1996).
3.1.4. Jenis Jenis Tananaman Perkebunan
1). Tanaman tahunan adalah tanaman yang pada umumnya berumur lebih dari satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali dan tidak dibongkar sekali panen.
Jenis-jenis tanaman tahunan:
- Karet - Cengkeh - Sereh Wangi
- Kelapa - Kapok - Panili
- Kelapa sawit - Coklat - Agave/Kenaf/Jute
- Kopi - Jambu Mete - Kina
- The - Pala - Aren (Enau)
- Lada - Kayumanis - Pinang
- Gambir - Murbei - Lontar (Siwalan)
- Kemenyan - Kenanga
- Soga - Kemiri
2). Tanaman semusim/berumur pendek adalah tanaman perkebunan yang pada umumnya berumur kurang dari 1 tahun dan pemanenannya dilakukan sekali panen langsung bongkar.
Jenis-jenis tanaman semusim:
- Tebu - Jarak
- Kapas - Rami
- Akar Wangi - Tanaman obat-obatan
- Pandan (seperti kencur, kunyit,
- Nilam Temulawak, lengkuas,
- Rosella Menthol)
3.1.5. Tujuan dan Peranan Perkebunan Bagi Pembangunan Negara
Tujuan dan peranan perkebunan bagi pembangunan negara merupakan apa yang termaktub di
dalam Tri Dharma Perkebunan yang intinya sebagai berikut:
1. Penghasil devisa negara.
2. Menyediakan dan memperluas lapangan kerja serta kesempatan kerja (The Agent of
Development).
3. Memelihara dan mempertahankan kelestarian sumber daya alam.
Dari Tri Dharma Perkebunan dapat dilihat tugas dan tantangan yang diemban Perusahaan
perkebunan yaitu:
a. Bagaimana menghasilkan devisa yang sebesar-besarnya bagi negara agar pembangunan
nasional dapat berlanjut terus menerus.
b. Berupaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menjadi motivator Agent Development (wahana pembangunan) bagi daerah masyarakat
sekitarnya.
3.1.6. Prospek Tanaman Perkebunan
Pengembangan tanaman perkebunan pada masa mendatang mempunyai tantangan dalam hal
untuk mendapatkan jenis tanaman yang cocok dengan kondisi daerah atau kondisi alamnya dan
mempunyai prospek pemasaran yang baik untuk masa mendatang. Tanaman perkebunan yang merupakan
komoditi terutama ditujukan untuk mendukung industri dan sebagai salah satu sumber untuk meningkatkan
devisa negara serta untuk kemakmuran rakyat. Tentulah harapan dalam pengembangan tanaman
perkebunan amatlah penting. Dari berbagai komoditi perkebunan diusahakan baik oleh perkebunan besar
maupun perkebunan rakyat tidak dapat dipungkiri bahwa selalu diarahkan untuk mendapatkan keuntungan
yang sebesar-besarnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara sektor ekonomi dan lingkungan.
Kemajuan abad informasi akibat dari globalisasi akan sangat mempengaruhi prospek
pengembangan tanaman perkebunan. Perubahan-perubahan pasar luar negeri dan peluang-peluang untuk
mendukung industri dalam negeri merupakan hal yang harus mendapatkan perhatian bagi prospek
pengembangan tanaman perkebunan di Indonesia. Melihat akan potensi yang memungkinkan bagi
pengembangan tanaman perkebunan seperti ketersediaan lahan, tenaga kerja yang cukup, teknologi yang
berbeda, dan potensi pasar dalam dan luar negeri maka arah pengembangan tanaman perkebunan tidak
Strategi pengembangan peningkatan produksi perkebunan tidak lagi diletakkan pada intensifikasi
saja sebagai titik berat, tetapi secara simultan berwawasan diversifikasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi
serta rehabilitasi. Prospek pengembangan tanaman perkebuanan mengacu pada penggunaan lahan, upaya
meningkatkan produktivitas lahan tidak berbasis pada satu macam komoditi, tetapi disesuaikan dengan
potensi sumber daya alam pada setiap wilayah. Di samping itu pula untuk menghindari kerugian yang fatal
apabila terjadi kegagalan panen maupun harga jual dari suatu komoditi tertentu, dan dengan penanaman
aneka komoditi tanaman perkebunan beresiko kerugian akan dapat ditekan. Oleh sebab itu potensi suatu
wilayah akan menentukan jenis tanaman perkebunan yang akan dibudidayakan. Kenyataan ini akan
memberikan peluang pasar yang dinamik, karena akan menghindari peledakan hasil komoditi tertentu yang
pada akhirnya ekonomi pasar dalam negeri akan bergairah.
Secara keseluruhan volume dan nilai ekspor komoditas perkebunan mempunyai peluang besar
yang menggembirakan terutama bagi komoditas perkebunan yang mempunyai prospek pasar yang
bersaing.
3.1.7. Tenaga Kerja
Sumber daya manusia (human resources) mempunyai dua pengertian yaitu sebagai usaha kerja
atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini sumber daya manusia mencerminkan
kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa.
SDM juga menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut.
Mampu bekerja artinya mampu melakukan kegiatan yang memiliki kegiatan ekonomi, yaitu bahwa kegiatan
tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kedua pengertian di atas
mengandung aspek kuantitas dalam jumlah arti jumlah penduduk yang mampu bekerja dan aspek kualitas
dalam arti jasa kerja yang tersedia dan diberikan untuk produksi. Kemampuan bekerja tersebut diukur
dengan usia. Penduduk yang berada dalam usia tersebut disebut tenaga kerja (man power).
Oleh karena tenaga kerja merupakan penduduk dalam usia kerja maka pengertian tenaga kerja
tidak sama untuk semua negara. Perbedaan itu timbul karena batas umur yang digunakan berbeda,
misalnya India menggunakan batas umur 14-16 tahun. Di Amerika Serikat, yang dimaksud tenaga kerja
adalah penduduk yang berumur 16 tahun tanpa batas umur maksimum.
Di Indonesia, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang
bekerja, yang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lainnya seperti bersekolah dan mengurus
rumah tangga. Batas umur minimum tenaga kerja adalah 10 tahun tanpa batas umur maksimum. (Payaman,
1995).
Dengan demikian perkataan lain tenaga kerja tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Tenaga
Kerja = Angkatan Kerja + Bukan Angkatan Kerja
kerja lebih penting dari pada sarana produksi yang lain seperti bahan mentah, tanah, air, dan sebagainya.
Karena manusialah yang menggerakkan semua sumber-sumber tersebut untuk menghasilkan barang dan
jasa.
Penyediaan tenaga kerja juga sifatnya terbatas karena tidak semua penduduk merupakan tenaga
kerja. Hanya penduduk yang telah mencapai umur minimum tertentu yang dapat dianggap sebagai tenaga
kerja potensial atau Angkatan Kerja. Jumlah angkatan kerja dalam suatu negara atau daerah pada suatu
waktu tertentu tergantung dari jumlah penduduk usia kerja. Perbandingan antara angkatan kerja dan
penduduk usia kerja ini disebut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Semakin besar jumlah penduduk
dan TPAK nya maka semakin besar pula jumlah angkatan kerja.
Masalah produktivitas tenaga kerja juga turut serta mempengaruhi perluasan tenaga kerja.
Sedangkan masalah produktivitas itu sendiri sangat erat kaitannya dengan tujuan pendidikan dan
keterampilan tenaga kerja. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan dan ketrampilan tenaga kerja
semakin tinggi pula tingkat produktivitas dan akhirnya akan semakin luas pula kesempatan kerja mereka
untuk memperoleh lapangan kerja atau kesempatan kerja.
3.1.8. Lahan
Lahan adalah tanah yang digunakan untuk usaha pertanian. Penggunaan lahan sangat tergantung
kepada keadaan dan lingkungan lahan berada. Masing-masing keadaan akan menyebabkan cara
penggunaan yang berbeda yang harus disesuaikan dengan keadaan tersebut.
Tanah sebagai salah satu faktor produksi adalah merupakan pabrik-pabrik hasil pertanian, yaitu
tempat dimana proses produksi berjalan dan dari mana hasil-hasil produksi keluar. (Mubyarto, 1989).
Pentingnya faktor produksi tanah dapat dilihat dalam luas atau sempitnya lahan. Luas lahan pertanian akan
mempengaruhi skala usaha, yang akhirnya mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian.
(Soekartawi, 1995)
Lahan adalah salah satu dari faktor produksi yang jumlahnya terbatas. Untuk perkebunan banyak
diusahakan di Sumatera (bahkan di tiga provinsi: Sumatera Utara, Riau, Jambi mempunyai lahan seluas 1
juta ha lebih untuk perkebunan). Dengan luas lahan yang terbatas yang telah tersedia, maka para petani
pemilik perkebunan akan menyeleksi tanaman perkebunan apa yang cocok dengan lingkungan lahan
mereka dengan keuntungan yang paling baik dan resiko yang paling sedikit. Analisis yang dilakukan hanya
pendeteksian prospek pasar saja karena hasilnya telah cukup untuk mengetahui tanaman yang berprospek
cerah. (Indriani, 1996).
Pembangunan lahan secara fisik dimaksudkan untuk meningkatkan pemanfaatan, mutu, dan
penggunaan lahan untuk kepentingan penempatan suatu atau beberapa kegiatan fungsional sehingga dapat
memenuhi kebutuhan kehidupan dan kegiatan usaha secara optimal ditinjau dari segi sosial, ekonomi,
Secara ekonomis, perubahan penggunaan lahan disebabkan oleh naiknya nilai lahan yang sering
mengakibatkan terjadinya pemindahan pemilikan lahan dan perubahan penggunaan lahan. Perubahan nilai
lahan di suatu daerah juga banyak dipengaruhi oleh adanya kebijaksanaan pembangunan di daerah
tersebut. Dengan kata lain, faktor kebijaksanaan pembangunan dianggap memberikan pengaruh terhadap
perubahan nilai lahan, dapat menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan. Dalam menganalisis perkembangan
wilayah sering dihadapkan pada faktor-faktor yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan
dengan penggunaan lahan.
3.2. SEJARAH PERKEBUNAN DI SUMATERA UTARA
Sumatera Utara merupakan sentra perkebunan sejak jaman Belanda, dulu dikenal sebagai
Sumatera Timur (sebenarnya hanya merujuk pada tanah Melayu : Kab. Deli Serang, Langkat dan Asahan).
Wilayah ini begitu terkenalnya karena menghasilkan tembakau Deli kelas I yang banyak diburu di pasar
internasional. Seiring berkembangnya jaman hampir seluruh wilayah Sumatera Utara tersentuh oleh
perkebunan dari Kab. Langkat di Utara sampai Tapanuli Selatan yang berbatasan dengan Sumatera Barat.
Perkembangan perkebunan di Sumatera Utara tidak terlepas dari peran kuli kontrak dari Pulau
Jawa pada masa penjajahan Belanda, karena eksodus besar-besaran kuli kontrak dari Jawa, saat ini
populasi suku Jawa di Sumatera Utara tidak kurang dari 20% populasi total. Di sinilah kelebihannya,
Sumatera Utara adalah salah satu provinsi paling beragam dan paling toleran. Mereka hidup saling
berdampingan. Yang paling menonjol adalah, di mana ada perkebunan biasanya ada perkampungan Jawa
di sekitarnya.
Tanah di Sumatera Utara sangat sesuai dengan perkebunan terutama di bagian pesisir
tanahnya lempung berpasir. Tapi sebenarnya yang paling mendukung adalah iklimnya. Di Sumatera
Utara, musim kemarau dan musim hujan kadang tidak jelas karena hujan cenderung merata, tidak ada
kemarau yang berkepanjangan seperti di Jawa. Kondisi ini sangat mendukung bagi pertumbuhan tanaman.
Tidak berlebihan sepertinya jika Sumatera Utara disebut Ibukota Perkebunan Indonesia. Banyak
perkebunan besar dan mempunyai sejarah panjang di Sumatera Utara seperti : London Sumatera dan
Socfindo, perusahaan besar lainnya juga melebarkan sayapnya di Sumatera Utara seperti Asian Agri, Sifef
group, Smart tbk dll. Kondisi ini sangat didukung oleh pusat penelitian nasional yang ada di Sumatera
Utara. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan Pusat Penelitian Karet (PPK) berkantor pusat di Sumatera
Utara, perlu digarisbawahi bahwa kedua komoditi ini adalah andalah sektor perkebunan Indonesia.
Pusat-pusat penelitian tersebut berperan besar pada introduksi teknologi baru dan tempat menemukan solusi
masalah budidaya tanaman.
Perkebunan yang tersebar di Deli Serdang merupakan suatu kebanggaan bagi daerah tersebut.
Perkebunan menjadi salah satu faktor pendorong perkembangan perekonomian di Deli Serdang baik
yang sangat strategis dan mempunyai tanah yang subur serta memiliki iklim yang sesuai, sangat
mendorong bagi perkembangan pertanian dan perkebunan yang diakibatkan karena wilayah Sumatera
terletak di antara deretan bukit barisan.
Sejarah perkebunan Deli dimulai oleh Jacobus Niensuys dan para pionir, pengusaha perkebunan
yang pertama kali menggarap atau membuka wilayah perkebunan di Sumatera Utara. Sejak awal
dimulainya perkebunan ini menunjukkan kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat dilihat dari hasil
perkebunan tersebut yang pada saat itu menghasilkan tanaman tembakau.
Pada saat itu tembakau yang dihasilkan merupakan produk yang sangat menguntungkan di pasar
perdagangan di Eropa yang kemudian menjadikan Deli penghasil termashyur di dunia kawasan produksi
daun pembungkus cerutu. Usaha Jacobus Niensuys terus berkembang mulai pada saat hasil perkebunan
yang dibukanya sudah mulai menampakkan hasil dan tidak banyak telah masuk ke pasaran perdagangan
Eropa yang dibuktikan sejak pada tahun 1869. Jacobus Niensuys mendirikan perusahaan-perusahaan Deli
Maatschappij yaitu suatu perseroan terbatas yang beroperasi di Hindia Belanda. Fungsi perkebunan
menurut UU Perkebunan mencakup tiga hal, pertama, fungsi secara ekonomi yaitu peningkatan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional. Kedua,
fungsi ekologi yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen dan
penyangga kawasan lindung. Ketiga, fungsi sosial budidaya yaitu sebagai pemersatu kesatuan bangsa.
3.3. POLA PENGEMBANGAN PERKEBUNAN
3.3.1. Zaman Kolonial Belanda
Untuk sampai pada titik pijak saat ini, bangsa Indonesia telah meniti sebuah sejarah panjang. Tak
pelak lagi perkebunan dengan seluruh dimensinya yang mencakup komunitas, perdagangan, industri dan
areal perkebunan itu sendiri telah menorehkan sejarah dengan warna tersendiri dalam sejarah Indonesia.
Semenjak rempah-rempah menjadi barang mewah kerajaan-kerajaan di dunia beberapa abad sebelum
Masehi, serta ditunjang oleh keahlian orang Indonesia mengarungi lautan dan mampu berlayar lintas
negara, gugusan kepulauan Nusantara dari Barat hingga ke Timur menjadi layaknya harta karun
perkebunan yang sangat kaya.
Kemewahan rempah-rempah menjadi incaran Belanda untuk memonopoli perdagangan di Jawa,
Makasar dan Maluku. Tak dapat dipungkiri bahwa rempah-rempah yang bernilai ekonomi tinggi pada saat
itu, telah menarik perhatian dan menjadi motivasi utama bangsa-bangsa Eropa datang ke Nusantara. Salah
satu bangsa Eropa yang berhasil menapakkan kakinya di nusantara adalah bangsa Belanda. Kemenangan
Belanda ditandai oleh metode penundukan baru berupa monopoli perdagangan.
Pada akhir abad ke 18 Belanda mengalihkan fokus perdagangan kepada tanaman pertanian lain
kelapa sawit. Kiranya kekalahan persaingan perdagangan antara Belanda dan Inggris menjadi pemicunya.
Tanaman-tanaman perkebunan terakhir itu baru menguntungkan manakala dikerjakan oleh buruh berupah
rendah bahkan tak berupah dan lahan berharga murah. Dengan pengelolaan seperti ini, keuntungannya
yang diperoleh begitu besar, bahkan mampu mengangkat Negeri Belanda lepas landas.
Inilah alasan utama yang membuat Belanda mengubah strategi pengelolaan dan penguasaan
tanaman komersial dari yang semula hanya melakukan perdagangan dengan rakyat yang bertindak sebagai
produsen, menjadi pengelolaan yang berbasis korporasi. Pemerintah Hindia Belanda dan
pengusaha-pengusaha Belanda secara ambisius membangun secara besar-besaran korporasi yang memproduksi dan
memperdagangkan tanaman komersial.
Penguasaan Belanda atas komoditas perkebunan, khususnya yang di kelola oleh korporasi,
berakhir ketika terjadi pengambil alihan seluruh korporasi Belanda oleh pemerintah Indonesia. Proklamasi
kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 menjadi jembatan emas untuk mengurai kabut penjajahan, yang
secara ekonomis lebih berupa penguasaan perkebunan.
Untuk memastikan manfaat bagi bangsa Indonesia, nasionalisasi atau pengambilalihan
kepemilikan perkebunan besar dari negara asing kepada pemerintah Indonesia dilakukan berkali-kali.
Pertama, sebagai konsekuensi dari kemenangan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949.
Kedua, sebagai perwujudan deklarasi ekonomi untuk kemandirian bangsa pada tanggal 10 Desember 1957.
Ketiga, dalam rangka konfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1964. Perkebunan-perkebunan besar milik
Belanda dinasionalisasi menjadi milik pemerintah Republik Indonesia. Dalam proses nasionalisasi
perkebunan, terlihat nyata jiwa patriorisme dan nasionalisme yang kuat yang menginginkan kedaulatan
ekonomi harus berada di tangan bangsa sendiri. Inilah sebuah tonggak sejarah yang menunjukkan
kemampuan bangsa ini untuk mengelola perusahaan perkebunan tanpa tergantung pada keahlian bangsa
Belanda.
Seiring dengan kemampuan pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi perkebunan besar
milik Belanda, perkebunan rakyat yang dikelola para pekebun atau petani kecil terus melakukan ekspansi,
relatif tanpa bantuan pemerintah. Bahkan dapat dikatakan tak terjadi kerjasama antara perkebunan besar
dan perkebunan rakyat. Masing-masing berjalan sendiri sesuai dengan kepentingan dan kemampuan
masing-masing. Nasionalisasi perkebunan segera diikuti oleh konsolidasi manajemen perkebunan negara
dan pengembangan perkebunan rakyat yang diatur pada satu kesatuan struktur dalam pemerintahan.
3.3.2. Pola UPP (Unit Pelaksanaan Proyek)
Pola UPP adalah Pola pengembangan dengan pendekatan terkonsentrasi pada lokasi tertentu,
yang menangani keseluruhan rangkaian proses agribisnis. Untuk menunjang kenaikan tanaman industri
dibutuhkan unit-unit pelayanan pengembangan (UPP). Unit ini memberikan bantuan teknik agronomi,
Pola Unit Pelaksanaan Proyek (Pola UPP) merupakan pengembangan perkebunan yang
dilaksanakan di wilayah usahatani karet rakyat yang telah ada (existing) tetapi petani tidak mempunyai
modal untuk membangun kebun. Pola UPP PRPTE (Proyek Rehabilitasi dan Peremajaan Tanaman Ekspor
)dilaksanakan dengan prinsip petani mengelola sendiri sedangkan pihak UPP melaksanakan kegiatan
penyuluhan dan pembinaan. Kurang berjalannya UPP PRPTE disebabkan masih rendahnya minat dan
pengetahuan petani akan bibit unggul, sarana transportasi terlantar dan pendanaan kurang
berkesinambungan. Pola UPP SRDP (Smallholder Rubber Development Project) dilaksanakan dengan
prinsip petani mengelola sendiri mulai dari pembangunan kebun sedangkan pihak UPP memberikan
bimbingan dan penyuluhan secara berkelompok dengan hamparan 20 ha dan paket kredit saprodi termasuk
upah tenaga kerja. Pola Sector Crops Develompment Project (SCDP) dilaksanakan dengan prinsip yang
tidak berbeda dengan SRDP, hanya lokasinya diarahkan di daerah transmigrasi umum yang potensial karet.
Selanjutnya pengembangan karet dibiayai dari proyek Tree Crops Smallholder Develompment Project
(TCSDP) dalam mengembangkan kebun karet rakyat dilakukan merger konsentrasi yang dibiayai oleh Bank
Dunia yaitu penggabungan mana-jemen yang berkaitan dengan teknologi, proses produksi dan pemasaran.
3.3.3. Pola PIR ( Perkebunan Inti Rakyat)
Lahirnya pemerintahan orde baru disertai dengan dilansirnya program pembangunan yang dikenal
dengan sebutan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), membuat perkebunan kembali dilirik
sebagai salah satu sektor paling berpotensi untuk menghasilkan devisa negara. Langkah pertama dimulai
dengan tambahan modal dan peningkatan kemampuan Perkebunan Besar Negara (PN). Setelah itu,
dimulailah langkah yang juga merupakan tonggak baru pengelolaan perusahaan perkebunan di Indonesia
yaitu menggabungkan kekuatan Perkebunan Besar Negara dengan Perkebunan Rakyat. Penerapan pola
pikir baru ini dilakukan pada pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) sejak awal 1980-an. Sejak saat itu pola PIR
sangat mewarnai pembangunan perkebunan di Indonesia. Langkah selanjutnya di akhir dekade 1980-an
ialah menggunakan kesuksesan ini sebagai pemantik modal swasta untuk mendirikan Perkebunan Besar
Swasta (PBS) baik dengan pembangunan yang memanfaatkan Hak Guna Usaha (HGU) maupun melalui
pola yang berdampingan dengan rakyat di wilayah-wilayah transmigrasi yang terpencil dan di pesisir.
Pola Perusahaan Inti Rakyat (Pola PIR) merupakan pengembangan perkebunan melalui
pemanfaatan kelebihan kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan besar untuk membantu
pengembangan perkebunan rakyat di sekitarnya. Perusahaan besar ber-tindak sebagai inti dan perkebunan
rakyat sebagai plasma. Selanjutnya setelah kebun plasma menghasilkan perusahaan inti turut mengolah
dan memasarkan hasilnya. PIR berusaha menciptakan petani mandiri di wilayah bukaan baru dan ditujukan
untuk kelompok masyarakat lokal maupun pendatang yang berminat menjadi petani . Seluruh biaya
pembangunan kebun merupakan komponen kredit petani, sebelum tanaman produktif petani sebagai
3.3.4. Pola Pengembangan Revitalisasi Perkebunan
Program Revitalisasi Perkebunan adalah upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat
melalui perluasan, peremajaan, dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit investasi
perbankan dan subsidi bunga oleh pemerintah. Untuk membantu kebutuhan modal para petani, program ini
dibiayai melalui skim kredit baru yang disebut dengan kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi
Perkebunan (KPEN-RP ). Skim kredit ini dimaksudkan juga untuk mengungkit sektor riil agar tumbuh
positif sehingga mampu mengentaskan kemiskinan dan menyerap tenaga kerja baru di daerah.
Komoditi yang dikembangkan adalah komoditi yang mempunyai peran sangat strategis sebagai
sumber pendapatan masyarakat sehingga harus memiliki prospek pasar, baik pasar dalam maupun luar
negeri. Disamping itu program ini bisa turut berperan dalam melestarikan fungsi lingkungan hidup.
Pelaksanaan pengembangan perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan ditujukan
untuk membangun perkebunan rakyat, dengan pendekatan pengembangan sebagai berikut:
a) Pengembangan perkebunan rakyat yang dilakukan adalah melalui kemitraan,baik pola PIR
(Perusahaan Inti Rakyat) maupun kemitraan lainnya. Untuk wilayah yang tidak tersedia
mitranya, dimungkinkan pengembangan dilakukan langsung oleh pekebun atau melalui
Koperasi dengan pembinaan oleh jajaran Departemen Pertanian dan Dinas yang membidangi
Perkebunan Provinsi dan Kabupaten;
b) Setiap lokasi pengembangan diarahkan untuk terwujudnya hamparan yang kompak serta
memenuhi skala ekonomi;
c) Luas lahan maksimum untuk masing-masing petani peserta yang ikut dalam Program
Revitalisasi Perkebunan adalah 4 ha per KK, kecuali untuk wilayah khusus yang
pengaturannya ditetapkan oleh Menteri Pertanian;
d) Untuk memberikan jaminan kepastian dan keberlanjutan usaha, pengembangan perkebunan
yang melibatkan mitra usaha dapat dilakukan melalui pengelolaan kebun dalam satu
manajemen minimal 1 (satu) siklus tanaman;
e) Bunga kredit yang diberikan kepada petani peserta sebesar 10%, dengan subsidi bunga
menjadi beban pemerintah sebesar selisih antara bunga pasar yang berlaku untuk kredit
sejenis dengan bunga yang dibayar petani peserta. Subsidi bunga diberikan selama masa
pembangunan yaitu sampai dengan tanaman menghasilkan (maksimal 5 tahun untuk kelapa
sawit dan kakao, dan 7 tahun untuk karet). Besarnya suku bunga yang dibayar pekebun
setelah masa tenggang adalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bank (tanpa subsidi
f) Untuk meningkatkan dan memperkuat kesinambungan kemitraan usaha, setiap unit
pengembangan diarahkan terintegrasi dengan unit pengolahan, dan secara bertahap petani
peserta/koperasi petani dimungkinkan memiliki saham perusahaan mitra.
g) Petani peserta yang belum memiliki mitra usaha, secara bertahap akan didorong melakukan
kemitraan dengan perusahaan yang memiliki industri pengolahan dibidang perkebunan;
h) Untuk mengawal pelaksanaan program ini akan memanfaatkan tenaga sarjana pertanian
(sistem kontrak) dan diutamakan dari perguruan tinggi setempat sebagai petugas
pendamping.
3.4. PENGEMBANGAN WILAYAH
Pengertian pembangunan tidak sama dengan pengembangan. Pembangunan merupakan suatu
usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana yang dilaksanakan secara sadar
oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah. Perbedaan antara pembangunan dengan pengembangan yaitu
pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengukur sesuatu yang belum ada, sedangkan
pengembangan merupakan perbaikan atau peningkatan sesuatu yang telah ada. Namun kedua istilah ini
sekarang sering dipakai untuk maksud yang sama.
Pengembangan wilayah dapat didefinisikan sebagai upaya menata ruang dan memanfaatkan
sumber daya yang ada secara lebih optimal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
(Sugiharto, 2007)
Pengertian pengembangan wilayah dalam pembangunan adalah berbagai jenis kegiatan, baik yang
tercakup dalam sektor pemerintahan maupun masyarakat, dilaksanakan dan diatur dalam rangka usaha
memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Usaha-usaha sedemikian pada dasarnya bersifat
meningkatkan pemanfaatan sumber daya serta meningkatkan pemenuhan berbagai kebutuhan-kebutuhan.
Tujuan pengembangan wilayah ialah pembangunan wilayah itu sendiri dalam arti bahwa kondisi
wilayah menjadi lebih baik di segala sektor yang meliputi sektor jasa. Industri dan pertanian di segi yang
paling sentral, atau paling tidak pengelolaan hasil pertanian di segi penerimaan masyarakatnya atau di segi
pengeluaran konsumsi, investasi, serta ekspor-impornya.
Disamping itu, tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang berkaitan. Di sisi sosial
ekonomis, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat,
misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik,
dan sebagainya. Di sisi lain, secara ekologis pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga
keseimbangan lingkungan sebagai akibat sebagai campur tangan manusia terhadap lingkungan.
Mengembangkan dan membangun suatu wilayah tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri
berdasarkan kewenangan suatu daerah tetapi harus meliputi berbagai daerah peringgan karena cara seperti
ekonomi yang kuat untuk wilayah tersebut. Inilah salah satu sebab mengapa aktivitas pengembangan yang
terjadi pada banyak daerah berjalan kurang mempengaruhi pengembangan selanjutnya dan kurang
menyentuh pada kepentingan stakeholders secara menyeluruh. Aktivitas pengembangan pada suatu
wilayah berjalan terpilah-pilah dan kurang menyentuh satu sama lain sehingga proses pengembangan
berjalan secara singkat. Dengan demikian penciptaan lapangan kerja dan pendapatan juga menjadi
terbatas.
Hendaknya pengembangan wilayah tidak dijadikan sebagai sebuah proyek yang dilakukan
tergesa-gesa berdasarkan suatu pemikiran sesaat dan berjangka pendek. Berbagai upaya yang dilaksanakan dalam
rangka pengembangan suatu wilayah harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Hal ini dapat berupa
berbagai program yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat setempat. Dalam pengembangan
wilayah terdapat dua pendekatan yang dilakukan, yakni pendekatan sektoral atau fungsional (yang
dilaksanakan melalui departemen atau instansi sektoral), dan pendekatan regional atau teritorial yang
dilakukan oleh daerah atau masyarakat setempat.
Teori-teori pengembangan wilayah menganut berbagai azas atau dasar dari tujuan penerapan
masing-masing teori:
Salah satu teori pengembangan wilayah adalah pertumbuhan tak berimbang (unbalanced growth)
yang dikembangkan oleh Hirscham dan Myrdal. Pengembangan wilayah adalah proses perumusan dan
pengimplementasian tujuan-tujuan pembangunan dalam skala supra-urban. Pengembangan wilayah pada
dasarnya dilakukan dengan menggunakan sumber daya alam secara optimal melalui pengembangan
ekonomi lokal, yaitu berdasarkan kepada kegiatan ekonomi dasar yang terjadi pada suatu wilayah.
(Sugiharto, 2007).
Sedangkan teori pertumbuhan tak berimbang memandang bahwa suatu wilayah tidak dapat
berkembang bila ada keseimbangan, sehingga harus terjadi ketidakseimbangan. Penanaman investasi tidak
mungkin dilakukan pada setiap sektor di suatu wilayah secara merata, tetapi harus dilakukan pada
sektor-sektor unggulan yang diharapkan dapat menarik kemajuan sektor-sektor lainnya. Sektor yang diunggulkan tersebut
dinamakan sebagai leading sector.
Sektor unggulan yaitu sektor yang dapat menarik perkembangan sektor lainnya. Apabila
perkembangan antara sektor unggulan dan non-unggulan terjadi secara bersama-sama, maka akan terjadi
intensitas kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah pada suatu wilayah. Seiring
dengan peningkatan pendapatan daerah ini pada akhirnya dapat mengembangkan suatu wilayah.
Sesungguhnya teori pembangunan terkait erat dengan strategi pembangunan, yakni perubahan
stuktur ekonomi dan pranata sosial yang diupayakan untuk menemukan solusi yang konsisten dan langgeng
bagi persoalan yang dihadapi para pembuat keputusan dalam suatu masyarakat. Dalam perkembangan
selanjutnya, muncul berbagai pendekatan menyangkut terma-terma kajian tentang pembangunan. Satu
diantaranya adalah mengenai isu pembangunan wilayah. Secara luas, pembangunan wilayah diartikan
program pembangunan yang didalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan
aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan (Sugiharto,
2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wilayah antara lain
dipengaruhi oleh aspek-aspek keputusan lokasional, terbentuknya sistem perkotaan, dan mekanisme
aglomerasi. Istilah pertumbuhan wilayah dan perkembangan wilayah sesungguhnya tidak bermakna sama.
Pertumbuhan dan perkembangan wilayah merupakan sutu proses kontinu sebagai hasil dari berbagai
pengambilan keputusan di dalam ataupun yang mempengaruhi suatu wilayah.
Perkembangan wilayah senantiasa disertai oleh adanya perubahan struktural. Wilayah tumbuh dan
berkembang dapat didekati melalui teori sektor (sector theory) dan teori tahapan perkembangan
(development stages theory). Teori sektor diadopsi dari Fisher dan Clark yang mengemukakan bahwa
berkembangnya wilayah atau perekonomian nasional, dihubungkan dengan transformasi struktur ekonomi
dalam tiga sektor utama, yakni primer (pertanian, kehutanan, perikanan), dan tertier (perdagangan,
transportasi, keuangan, dan jasa). Perkembangan ini ditandai oleh penggunaan sumber daya dan
manfaatnya, yang menurun di sektor primer, menningkat di sektor tertier, dan meningkat hingga pada suatu
tingkat tertentu di sektor sekunder.
Pada masa orde baru, segala kekuasaan atas pemerintahan dan pengelolaan sumber daya
dikuasai oleh pemerintah pusat. Sejak bergulirnya era reformasi dan demokrasi di Indonesia pada tahun
1998, sistem pemerintahan berubah secara drastis. Kekuasaan pemerintahan dan pengelolaan sumber
daya alam diserahkan kepada masing-masing daerah, yang lebih dikenal dengan sistem desentralisasi.
Dengan adanya perubahan sistem tersebut, konteks pengembangan ekonomi lokal juga mengalami
perubahan secara dramatis.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pola perkembangan ekonomi nasional tidak terfokus
sehingga hal ini juga mengimbas pada pengembangan ekonomi daerah yang tidak terfokus pula. Ini bisa
dimengerti karena persoalan yang menjadi beban pemerintah sangat besar dan beragam yang
masing-masing menuntut penyelesaian segera. Padahal kapasitas fiskal negara sangat terbatas untuk
mengakomodasi semua kepentingan (persoalan) yang ada.
Dalam proses pengembangan ekonomi lokal, harus diperhatikan pula komponen-komponen
pendukung, baik dari internal maupun eksternal yang bisa mempengaruhi kelancaran proses
pengembangan ekonomi lokal yang diharapkan. Beberapa faktor tersebut ialah infrastruktur dan kondisi
lingkungan. Investasi di bidang infrastruktur sangat berperan besar dalam mendukung pengembangan
ekonomi lokal. Akan tetapi, hati-hati dalam proses penentuan jenis infrastruktur yang akan disiapkan untuk
suatu daerah, karena harus sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah yang bersangkutan.
Sedangkan kondisi lingkungan dalam hal ini ialah penciptaan tools yang memudahkan proses
pengembangan ekonomi lokal, seperti penciptaan peraturan dan payung hukum, prosedur administratif,
perekonomian masyarakat desa yang menjadi ciri khasnya. Masyarakat pedesaan juga dihadapkan pada
pengaruh sistem yang berlaku dalam masyarakat tersebut, misalnya ciri kebudayaan setempat, institusi
lokal setempat, dan sistem pemasaran yang digunakan. Untuk itu dalam proses perekonomian masyarakat
ada keterikatan antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya, sehingga terjadi iklim pasar yang
kekeluargaan dan saling mengisi antara yang satu dengan yang lain, sehingga ciri ini dapat menjadi titik
balik bagi peningkatan ekonomi masyarakat, agar tidak terjadi kesenjangan antara yang satu dengan yang
lain, inilah yang mejadi karakteristik munculnya sistem ekonomi masyarakat yang merakyat. Kearifan lokal
juga menjadi suatu indikasi yang baik dalam rangka menciptakan suatu sistem yang koordinatif dan dapat
terpercaya.
Hal ini akan dapat mengindikasikan adanya kekuatan budaya masyarakat setempat yang
partisipatif, selanjutnya dalam rangka menjaga kekuatan ekonominya agar tetap terjaga pada masyarakat
ekonomi pedesaan, biasanya ada sistem "memberi dan menghasilkan" konsep ini dapat diartikan sebagai
salah satu sistem ekonomi yang memberikan keuntungan pada kedua belah pihak. Pihak pertama adalah
pemilik barang atau pemilik modal yang ingin barangnya dijual dan pihak kedua adalah orang yang menjual
dengan sistem yang lebih menarik pasar, artinya pihak kedua melakukan suatu kegiatan yang dapat
memberikan inovasi pada produk yang telah dibuat dan dapat memanfaatkan aktivitas tersebut untuk
mendapatkan keuntungan.
3.5. MASYARAKAT
a. Pengertian masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang tinggal menetap secara bersama dalam waktu yang
cukup lama. Ralp Linton menyatakan bahwa masyarakat adalah “setiap kelompok manusia, yang
telah lama hidup dan bekerja sama hingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir
tentang dirinya sendiri sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu”(dalam Ahmad
Syukri 1994: 98). Menurut Koentjaraningrat (1981: 146)“kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu
identitas bersama”.
Bertitik tolak dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah kesatuan
hidup atau kelompok manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang
bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu identitas bersama serta menghasilkan kebudayaan.
b. Tujuan dibentuknya masyarakat
Masyarakat dibentuk dengan tujuan untuk memberi rasa aman, tertib dan sentosa bagi kesatuan
hidup manusia dan komunitas yang selaras, serasi dan seimbang serta terwujudnya kesejahteraan
bagi anggotanya (Kuswardoyo 1994). Tujuan dibentuknya masyarakat antara meliputi:
2). Memberikan jaminan kepada warga masyarakat atas hak hidup, hak atas harta benda,
kehormatan.
3). Untuk mewujudkan cita-cita anggota masyarakat sesuai dengan pandangan hidup yang
diyakininya.
4). Untuk membina masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. (Affandi 1997: 10).
Bertitik tolak dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dibentuknya masyarakat
adalah: menciptakan keadaan agar warga mendapatkan jaminan atas hak hidup, hak atas harta
benda, kehormatan, rasa aman, tertib dan sentosa serta untuk mewujudkan masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera bagi anggotanya.
c. Macam-macam masyarakat
Masyarakat terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1). Masyarakat sederhana (primitif), Masyarakat sederhana atau primitif (tradisional) yaitu
masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat, tradisi leluhur. Masyarakat
(tradisional) ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Hubungan keluarga dan masyarakat sekitar sangat kuat.
b) Organisasi sosial pada pokoknya didasarkan atas adat istiadat yang terbentuk melalui
tradisi.
c) Kepercayaan kuat terhadap kekuataan gaib yang mempengaruhi kehidupan manusia
akan tetapi dapat dikuasai olehnya.
d) Ekonominya sebagian besar meliputi produksi untuk keperluan keluarga sendiri atau
untuk pasaran kecil setempat, sedangkan uang sebagai alat penukar dan alat pengukur
harga berperan terbatas sekali.
e) Belum terdapat pembagian kerja ( Sitorus 1999:142).
2). Masyarakat sederhana (Gemeinschaft) memiliki ciri sebagai berikut:
a) Besarnya peranan yang dimainkan oleh norma-norma sosial yang lazim disebut adat
istiadat.
b) Sebagian besar adat istiadat ini berhubungan erat dengan kekeluargaan.
c) Memegang teguh sifat kegotong royongan yang kuat.
d) Mata pencaharian bersifat agraris, homogen, tingkat pendidikan, dan teknologi rendah,
serta kehidupan sederhana (Darmono 1994:78).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat sederhana atau
tradisional (Gemeinschaft) adalah masyarakat yang masih memegang teguh kekeluargaan, hidup
terpencil, tingkat pendidikan dan kebudayaan masih rendah, sifat gotong royong yang kuat,
kegiatannya bersifat homogen, serta belum ada pembagian yang jelas sesuai dengan profesinya.
Masyarakat maju (modern) yaitu masyarakat yang perkembangan kebudayaan sudah maju
pesat dan kurang memperhatikan adat istiadat atau tradisi. Masyarakat maju atau modern
mempunyai ciri-ciri sebagi berikut:
a) Merupakan masyarakat yang sudah kompleks.
b) Hubungan antar manusia terutama didasarkan atas kepentingan-kepentingan pribadi.
c) Sifat kegotong-royongan mengalami luntur.
d) Sifat individualis.
e) Kegiatan masyarakat bersifat heterogen.
f) Dinamika perkembangan masyarakat bersifat dinamis.
g) Tingkat pendidikan, kebudayaan sudah maju (Darmono 1994:78).
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat maju atau modern
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Merupakan masyarakat yang sudah kompleks, unsur
kekeluargaan sudah mulai luntur, sifat individualis, sifat kegotong-royongan mengalami luntur,
sudah ada pembagian kerja yang jelas berdasarkan profesinya, kegiatan masyarakat bersifat
heterogen, dinamika pembangunan masyarakat bersifat dinamis dan tingkat teknologi, pendidikan
dan kebudayaan sudah maju.
d. Pembangunan kehidupan sosial ekonomi masyarakat
1). Pembangunan
a). Pengertian pembangunan
Pembangunan dapat diartikan secara sempit dan luas. Secara sempit usaha atau
kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan sesuatu yang baru atau memperbaiki yang
sudah ada agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pembangunan secara sempit dapat
dimaksudkan pembangunan dari segi material/ fisik dan spiritual. Pembangunan fisik
misalnya: pembangunan pasar, jalan, gedung, waduk, dan lain-lain. Sedangkan
pembangunan spiritual misalnya: pembangunan keagamaan dan pendidikan
(Koentjaraningrat 2000: 17).
Pembangunan dalam arti luas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia menyangkut semua kehidupan dilakukan secara berencana, bertahap, dan
berkesinambungan dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kemakmuran rakyat.
Dengan demikian pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan adalah
pembangunan yang utuh menyeluruh. Jadi pembangunan yang utuh menyeluruh
menghendaki lahirnya manusia-manusia Indonesia yang berbudi luhur, memiliki iman
yang teguh, kepribadian yang kuat, bermental baja, dan giat bekerja.
a. Asas Swadaya Masyarakat, artinya pelaksanaan pembangunan berdasarakan atas
kekuatan sendiri, tanpa harus menggantungkan bantuan dari pihak lain.
b. Asas Kekeluargaan dan kegotongroyongan yaitu pembangunan yang didasarkan
kepada keputusan bersama dan dilaksanakan bersama-sama dengan suasana
semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.
c. Asas berorientasi pada kepentingan rakyat banyak, artinya pembangunan
dilaksanakan oleh rakyat untuk memenuhi kebutuhan rakyat pula. Istilah lain
pembangunan berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
d. Asas Massal dan Integral, artinya pembangunan dilaksanakan bersama seluruh
lapisan masyarakat harus senantiasa memperhatikan dan mencerminkan cita-cita
kesatuan dan persatuan bangsa.
e. Asas Satu Pola Nasional bahwa pelaksanaan pembangunan harus merupakan
perwujudan dari pola umum pembangunan nasional.
f. Asas Keseimbangan Ekonomi dan Sosial artinya pembangunan yang senantiasa
memperhatikan aspek sosial ekonomi dan lain-lain sehingga terjadi keseimbangan
dan keselarasan dari berbagai aspek kehidupan (GBHN 1999:46).
c). Sasaran Pembangunan
Sasaran pembangunan adalah terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat
Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tenteram dan sejahtera baik lahir
maupun batin, dalam tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang berdasarkan
Pancasila, dalam suasana kehidupan bangsa Indonesia yang serba berkesinambungan
selaras dalam hubungan antara sesama manusia, manusia dengan masyarakat,
manusia dengan lingkungannya, manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (BP-7 1994:
64).
Adapun sasaran yang diupayakan untuk mencapai adalah bidang ekonomi,
kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan, bidang dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, dalam bidang pengetahuan dan teknologi, bidang hukum, politik,
aparatur Negara, penerangan komunikasi, dan media massa serta bidang pertahanan
dan keagamanaan (BP-7 1994: 65).
d). Pembangunan di Bidang Sosial Masyarakat
Upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat agar makin adil dan merata terus
ditingkatkan. Pertumbuhan ekonomi sebagai hasil pembangunan harus dapat dirasakan
masyarakat melalui upaya pemerataan yang nyata dalam bentuk perbaikan pendapatan
dan peningkatan daya beli masyarakat. Keberhasilan dalam pembangunan yang
dirasakan sebagai perbaikan taraf hidup segenap golongan masyarakat akan
motivasi rakyat makin tergugah untuk berperan aktif dalam pembangunan (BP-7 1993:
101). Hasil pembangunan harus dapat dirasakan oleh segenap rakyat secara makin adil
dan merata. Pemberian pelayanan sosial kepada masyarakat rentan sebagai tanggung
jawab negara dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial, perlu ditingkatkan
sehingga dapat dirasakan makin adil dan makin merata di seluruh tanah air. Peran aktif
golongan masyarakat yang mampu dalam penyelenggaraan pelayanan sosial perlu
digalakkan dan dibudidayakan tidak hanya sebagi perwujudan dari kesetiakawanan
sosial, tetapi juga sebagai upaya memperkecil kesenjangan sosial di masyarakat (BP-7
B
B
B
A
A
A
B
B
B
4
4
4
GAMBARAN UMUM PROVINSI SUMATERA UTARA
4.1. KONDISI GEOGRAFIS DAERAH
4.1.1. Luas Wilayah
Provinsi Sumatera Utara terletak diantara 10-40
Lintang Utara dan 980-1000 Bujur Timur. Luas
wilayah Provinsi Sumatera Utara mencapai 71.680,68
km2 atau 3,72% dari luas Wilayah Republik
Indonesia, dengan posisi geografis antara 10 -40 LU
dan 980 - 1000 BT. Provinsi Sumatera Utara memiliki
162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156
pulau di Pantai Barat.
Batas wilayah Provinsi Sumatera Utara meliputi
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam di sebelah
Utara, Provinsi Riau dan Sumatera Barat di sebelah
Selatan, Samudera Hindia di sebelah Barat, serta
Selat Malaka di sebelah Timur.Letak geografis
Provinsi Sumatera Utara berada pada jalur strategis
pelayaran Internasional Selat Malaka yang dekat
dengan Singapura, Malaysia dan Thailand.
Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi serta
pegunungan Bukit Barisan yang membujur ditengah-tengah dari Utara ke Selatan. Kemiringan tanah antara
0 - 12 % seluas 65,51% seluas 8,64 % dan diatas 40 % seluas 24,28 %, sedangkan luas Wilayah Danau
Toba 112.920 Ha atau 1,57 %.
Berdasarkan Topografi Daerah Sumatera Utara dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu bagian Timur
dengan keadaan relatif datar, bagian tengah bergelombang sampai berbukit dan bagian Barat merupakan
dataran bergelombang.Wilayah Pantai Timur yang merupakan dataran rendah seluas 24.921,99 Km2 atau
34,77 persen dari luas wilayah Sumatera Utara adalah Daerah yang subur, kelembaban tinggi dengan curah
hujan relatif tinggi pula. Wilayah ini memiliki potensi ekonomi yang tinggi sehingga cenderung semakin
padat karena arus migrasi dari wilayah Pantai Barat dan dataran tinggi. Banjir juga sering melanda wilayah
tersebut akibat berkurangnya pelestarian hutan, erosi dan pendangkalan sungai. Pada musim kemarau
terjadi pula kekurangan persediaan air disebabkan kondisi hutan yang kritis.
Wilayah dataran tinggi dan wilayah Pantai Barat seluas 46.758,69 Km2 atau 65,23 persen dari luas
wilayah Sumatera Utara, yang sebagian besar merupakan pegunungan, memiliki variasi dalam tingkat
kesuburan tanah, iklim, topografi dan kontur serta daerah yang struktur tanahnya labil. Beberapa danau,
sungai, air terjun dan gunung berapi dijumpai di wilayah ini serta sebagian wilayahnya tercatat sebagai
daerah gempa tektonik dan vulkanik.
4.1.3. Iklim
Iklim di Sumatera Utara termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin Passat dan angin
Muson. Kelembaban udara rata-rata 78%-91%, Curah hujan (800-4000) mm / Tahun dan penyinaran
matahari 43%.
4.1.4. Batas Administrasi
Wilayah Sumatera Utara berada pada jalur perdagangan Internasional, dekat dengan dua Negara
Asean, yaitu Malaysia dan Singapura serta diapit oleh 3 (tiga) Provinsi, dengan batas sebagai berikut:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
• Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka.
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat.
• Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia
4.1.5. Pembagian wilayah Administrasi Pemerintahan
Seiring dengan laju perkembangan pemekaran wilayah Kabupaten / Kota di wilayah Sumatera
bertambah jumlahnya menjadi 28 Kabupaten / Kota yang terdiri dari 21 Kabupaten dan 7 Kota, 383
Kecamatan, Desa Kelurahan 5736 dengan Ibukota Provinsinya di kota Medan dengan luas 265 Km2 dan
jumlah penduduk 2.083.156 jiwa.
Tabel 4.1.
Pembagian Wilayah Administrasi Provinsi Sumatera Utara
No. Kabupaten/Kota Jumlah
Kecamatan Desa / Kelurahan
1 2 3 4
1. Nias 32 443
2. Mandailing Natal 22 376
3. Tapanuli Selatan 11 511
4. Tapanuli Tengah 19 172
5. Tapanuli Utara 15 243
6. Toba Samosir 14 192
7. Labuhan Batu 22 24