• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANYUASIN-SUMATERA SELATAN) Muhammad Rizka Maulana Effendi Administrasi Niaga - Politeknik Negeri Sriwijaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANYUASIN-SUMATERA SELATAN) Muhammad Rizka Maulana Effendi Administrasi Niaga - Politeknik Negeri Sriwijaya"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN)

82

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT

(STUDI KASUS DI KABUPATEN BANYUASIN-SUMATERA SELATAN)

Muhammad Rizka Maulana Effendi Administrasi Niaga - Politeknik Negeri Sriwijaya

Abstract

This study aims to evaluate the

demand for labor/employee in the

district Banyuasin. Respondents

are rubber farmers, with the

following

criteria:

basic

livelihood as a farmer and has

rubber-5 ha of rubber plantations

and the farmers who joined the

farmers'

groups.

Respondents

determined by purposive sampling

method.

Qualitative

analysis

techniques and quantitative-descriptive-inductive used for wage assessment

parameters, the value of capital and production values that contribute to the

production value in employment. to increase the production value of rubber

plantation in the district Banyuasin to do repairs on the maintenance and

processing system in accordance with the results of the technical guidance of

rubber cultivation, and marketing systems. This research needs to be evaluated

further in larger scale or by adding another variable.

Key words

:

cover crop hevea brasiliensis, labor/employee, and land clearing

PENDAHULUAN

Selama ini keterkaitan sektor

pertanian dicerminkan oleh

ketergantungannya yang relatif tinggi pada sektor industri. Oleh karena itu,

pembangunan ekonomi dengan

(2)

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN)

83

milyar sampai dengan 5 milyar pertahun). Pembangunan pertanian haruslah memainkan peranan yang sangat penting dalam menentukan kerangka bagi industrialisasi. Misalnya, sektor pertanian harus menyediakan input bagi industri-industri, menyediakan pangan bagi penduduk industrial di perkotaan, dan harus memberikan kontribusi bagi pasar berupa barang-barang industrial jika permintaan akan barang-barang tersebut cukup memadai. Salah satu subsektor pertanian yang cukup memainkan peranan penting dalam menentukan kerangka bagi industrialisasi di Indonesia adalah subsektor perkebunan karet. Di Propinsi Sumatera Selatan, karet atau Hevea Brasiliensis ini masih tetap merupakan komoditi strategis yang utama dalam kehidupan sosial ekonomi yaitu sebagai sumber pendapatan sebagian besar masyarakat/petani, penyedia bahan baku olah industri, penyedia lapangan pekerjaan, sumber pendapatan devisa dan turut membantu kondisi ekologis dan lingkungan hidup karena karet merupakan jenis tanaman berumur panjang (perennial crops).

Sumatera Selatan dikenal

merupakan salah satu propinsi

dimana luas perkebunan karet rakyat dan produksi yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan produksi yang dihasilkan oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perusahaan Inti

Rakyat Perkebunan (PIR-BUN).

Pada tahun 1999 luas areal

perkebunan karet di Propinsi

Sumatera Selatan (termasuk Bangka, Belitung) seluas 867.562 ha dan

meningkat menjadi 893.651 ha pada tahun 2000 atau terjadi peningkatan sebesar 3%. Dimana dari luas tersebut 80% berupa perkebunan rakyat. Sejalan dengan pengembangan areal tersebut maka terjadi peningkatan produksi karet dari 432.128 ton pada tahun 1999 menjadi 455.273 ton pada tahun 2000 atau meningkat 5,4%. Begitu pula halnya dengan volume (kg) dan nilai ekspor (US $) komoditi perkebunan di Propinsi Sumatera Selatan tiap tahunnya masih didominasi oleh karet. Perkembangan ekspor komoditi perkebunanan di Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2001 juga menunjukkan bahwa dari volume ekspor yang mencapai 644.667.666 kg dengan nilai US $ 245.107.210, didominasi oleh karet 0,78%, lada 0,12% dan kopi 0,02% serta sisanya lain-lain sebesar 0,08% (Dinas Perkebunan Prop. Sumsel). Disamping itu jika dilihat dari segi penyerapan tenaga kerja pada subsektor perkebunan rakyat di Propinsi Sumatera Selatan, perkebunan karet rakyat juga mendominasi. Salah satu kabupaten yang turut diperhitungkan sebagai penghasil karet terbesar di Propinsi Sumatera Selatan adalah Kabupaten Banyuasin. Resmi sebagai kabupaten pada tanggal 2 Juli 2002, kabupaten baru yang beribukota di Pangkalan Balai mencakup 11 kecamatan ini terbentuk sebagai hasil pemekaran wilayah dari Kabupaten Musi Banyuasin. Luas wilayah Kabupaten

Banyuasin adalah 11.832,99 km2 dengan jumlah penduduk 790.148 jiwa dengan

kepadatan penduduk rata-rata 67 juta jiwa per km2. Tanaman perkebunan telah menjadi

primadona sejak lama di kabupaten ini. Adapun tanaman perkebunan yang terbukti potensial dikembangkan antara lain karet dan kelapa sawit (di lahan kering), kelapa, kopi, kakao, lada, cengkeh (varietas tertentu) dan kelapa sawit (di lahan pasang surut) (Bappeda Pemkab.Banyuasin, 2002).

(3)

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN)

84

perkebunan swasta nasional (PMDN) seluas 3.283,20 ha dengan produksi 18.057 ton, sedangkan areal perkebunan karet swasta asing (PMA) seluas 2.350 ha dengan produksi 2.389 ton. Perkebunan rakyat yang ada sebagian besar telah dibina oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Oleh karena perkebunan karet rakyat diusahakan oleh petani rakyat maka tenaga kerja pada perkebunan ini sebagian besar terdiri dari tenaga kerja anggota keluarga. Penggunaan tenaga kerja keluarga merupakan penghematan biaya usahatani karena tidak dinilai dengan uang, sehingga semakin besar jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh petani akan menentukan luas usahatani yang diusahakan. Perkebunan karet rakyatpun juga menyerap tenaga kerja di luar anggota keluarga. Oleh karena pengusahaan tanaman karet terdiri dari kegiatan-kegiatan yang relatif banyak melibatkan tenaga kerja seperti: Land Clearing/pembersihan lahan (tebas, tebang dan bakar),

memancang/ngajir dan membuat lubang, penanaman bibit, penanaman cover crop,

pembuatan parit/teras dan sarana jalan, penyulaman, pemupukan, penyiangan gulma di jalur tanaman karet, peyemprotan alang-alang dan penyadapan. Upah tenaga kerja untuk setiap kegiatan tersebut bervariasi bahkan terkadang ditemui juga untuk kegiatan yang sama upah tenaga kerja di desa yang satu berbeda dengan desa yang lain. Jadi jika dihubungkan dengan penciptaan kesempatan kerja, maka perkebunan karet rakyat cukup dapat diandalkan. Namun, masalah upah tenaga kerja masih kurang diperhatikan. Disamping itu, petani rakyat sebagian besar tidak bisa

menentukan besarnya

pengeluaran, padahal karet memerlukan penanganan yang

sebaik-baiknya agar

menguntungkan. Penanganan yang baik bisa menaikkan produksi yang sekaligus bisa menaikkan pendapatan petani.

Peningkatan produksi

membutuhkan beberapa faktor lain disamping tenaga kerja, antara lain adalah modal, keahlian, luas lahan. Oleh karena tanaman karet merupakan tanaman yang berumur panjang maka tidak sedikit modal yang dibutuhkan. Menurut Sigit (1981) modal adalah sejumlah atau bagian dari kekayaan atau yang dikorbankan dalam usahatani untuk memperoleh keuntungan atau laba. Soegiarto et al., (2000) mengemukakan bahwa modal atau biaya produksi yang sering disebut input produksi dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Selanjutnya dikemukakan oleh Nurmalinda et al., (1994) biaya yang dikeluarkan dalam usahatani terdiri dari biaya langsung berhubungan dengan biaya proses produksi seperti biaya bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan walaupun tidak dilakukan proses produksi seperti biaya sewa lahan, biaya peralatan dan pajak tanah. Oleh karena itu dalam usahatani perlu diperhitungkan biaya atau modal yang dikeluarkan guna berproduksi secara cermat dan teliti (Soetiarso, 1994).

(4)

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN)

85

diperlukan biaya yang tidak sedikit. Akan tetapi di dalam pengelolaan lahan selama ini, boleh dibilang pengelolaan yang dilakukan hanya seadanya. Setelah ditanam, karet dibiarkan tumbuh begitu saja, perawatannya kurang diperhatikan. Tanaman karet tua jarang yang diremajakan dengan varietas (bibit karet unggul) baru. Bahkan, varietas baru yang mampu menghasilkan produksi lebih baik jarang mereka kenal. Peralatan yang dimiliki serta teknologi pengolahan diketahui masih sangat rendah. Itulah sebabnya produktivitas perkebunan karet rakyat masih sangat rendah, yang lebih memprihatinkan lagi adalah mutu karet olahan yang dihasilkan. Mutu karet yang memenuhi standar dan memiliki harga jual yang tinggi serta mampu memenuhi keinginan pasar rata-rata dihasilkan oleh perkebunan besar milik pemerintah dan swasta (Dinas Perkebunan Prop. Sumsel). Oleh karena itu, pemerintah melalui Dinas Perkebunan dan Balai Penelitian Karet semakin meningkatkan fungsinya untuk memperbaiki teknologi dan manajemen pengusahaan tanaman karet rakyat.

TUJUAN DAN MANFAAT

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui pengaruh variabel upah tenaga kerja terhadap permintaan tenaga kerja pada perkebunan karet rakyat di Kabupaten Banyuasin. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam menganalisis permintaan tenaga kerja di sektor pertanian pada perkebunan karet rakyat.

PERUMUSAN MASALAH

Sejalan dengan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Apakah variabel upah tenaga kerja pada

perkebunan karet rakyat mempunyai pengaruh terhadap permintaan tenaga kerja ?”

HIPOTESIS

H0 =Variabel upah tenaga kerja berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga

kerja

H1 = Variabel upah tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap permintaan tenaga

kerja

LANDASAN TEORI

Teori Permintaan Tenaga Kerja

Permintaan adalah suatu hubungan antara harga dan kuantitas (Bellante dan Jackson, 1990). Jika dihubungkan dengan tenaga kerja, maka permintaan merupakan hubungan antara tingkat upah dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh pengusaha untuk dipekerjakan. Oleh seorang pengusaha, tingkat upah tersebut adalah merupakan harga dari tenaga kerja yang dipekerjakannya. Permintaan terhadap tenaga kerja menggambarkan jumlah maksimum tenaga kerja yang seorang pengusaha bersedia untuk mempekerjakannya pada setiap kemungkinan tingkat upah dalam jangka waktu tertentu. Dalam aktivitasnya berproduksi, pengusaha menghadapi kendala biaya dan harga input. Menghadapi kendala demikian pengusaha berusaha mengoptimumkan penggunaan input untuk mendapatkan tingkat produksi yang maksimal. Prinsip yang digunakan adalah bahwa produk pisik marginal per-rupiah dari setiap input adalah sama (Wijaya, 1990).

v

MPP

w

MPP

L

K

(5)

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN)

86

Produk Pisik Marginal (MPPi) adalah besarnya produk tambahan yang dihasilkan

dari penambahan satu unit input i. Secara matematis merupakan derivasi pertama dari fungsi produksi, yaitu:

K Q MPP

dan L Q

MPPL K

   

 

Prinsip persamaan di atas selain memenuhi syarat produk yang maksimal juga

memenuhi syarat kombinasi input dengan biaya yang minimal (Least CostCombination).

Hal ini karena sifat dual produksi dan biaya (Bilas, 1971). Sebelumnya telah dijelaskan bahwa tujuan rasional pengusaha adalah mendapatkan keuntungan maksimum. Keuntungan merupakan selisih daripada pendapatan dengan biaya produksi. Pendapatan adalah hasil kali produk dengan harganya, sedangkan biaya produksi ialah seluruh biaya input yang dikeluarkan untuk memproduksi output. Secara matematis dapat dinyatakan

sebagai berikut : π = P.Q –(vK + wL), dimana : π adalah keuntungan, P adalah harga produk, Q adalah jumlah output, K adalah jumlah input modal, L adalah jumlah input tenaga kerja, v adalah harga input modal dan w adalah harga input tenaga kerja. Syarat untuk mendapatkan keuntungan maksimum adalah jika hasil penjualan tambahan yang diperoleh dari produksi tambahan yang diciptakan oleh faktor produksi tersebut adalah sama dengan biaya produksi tambahan yang dibayarkan kepada faktor produksi tersebut (Sukirno, 1982). Hasil penjualan dari tambahan produk yang dihasilkan oleh penambahan satu unit input adalah nilai produk marginal yang merupakan hasil kali dari produk pisik marginal dengan harga produk. Sedangkan biaya produksi tambahan karena penambahan satu unit input adalah sama dengan harga dari input itu sendiri. Bagi input modal adalah harga modal (v) dan bagi input tenaga kerja adalah harga tenaga kerja atau sama dengan upah tenaga kerja (w).

P . MPPL = w

P . MPPK = v atau

MR = MC

Fungsi permintaan tenaga kerja di atas didasarkan kepada teori produksi Neoklasik yaitu teori Produktivitas Marginal tentang Permintaan Tenaga Kerja dalam Pasar Kompetisi (Simanjuntak, 1985). Dalam pasar kompetisi, setiap perusahaan diasumsikan tidak dapat mempengaruhi terhadap harga output yang dijual maupun terhadap harga input yang diperlukan dalam proses produksi (Price Taker) dimana porsi perusahaan baik dalam pasar input maupun pasar output sangat kecil. Bagi industri dalam keseimbangan jangka panjang, tingkat harga adalah sama dengan rata-rata minimum biaya total untuk setiap perusahaan (Fleisher dan Kniesner, 1984).

(a) perusahaan (b) industri

(6)

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN)

87

Panel (b) pada Gambar 1. di depan terlihat keseimbangan tingkat harga (Po) dan

output industri (Qo) dipengaruhi oleh penawaran (Sp) dan permintaan industri (Dp).

Sedang bagi suatu perusahaan dengan tingkat harga tersebut akan menetapkan tingkat outputnya untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal melalui teknik produksi dengan biaya produksi yang minimal.

Ada dua aspek yang dilakukan oleh perusahaan berkenaan dengan penggunaan input dalam jangka panjang (Fleisher dan Kneisner, 1984). Pertama, perusahaan harus menentukan kemungkinan kombinasi input tenaga kerja dan modal dengan biaya yang minimal untuk setiap tingkat produksi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Pendekatan maksimisasi biaya dimaksudkan bahwa dengan suatu output tertentu diusahakan melalui suatu kombinasi penggunaan input dengan biaya minimal. Untuk melihatnya digunakan konsep isoquant dan isocost. Garis isocost adalah titik-titik berbagai kemungkinan kombinasi input dengan biaya yang sama.

Gambar: Metode Produksi dengan Biaya Terendah

Secara teknikal, perusahaan dapat memproduksi Q dengan kombinasi La dan Ka

pada titik A. Perusahaan yang kompetitif tidak akan memilih pada titik A karena dengan tingkat produksi Q masih dapat diusahakan pengurangan biaya produksi. Perusahaan kompetitif akan mensubstitusikan input K dengan input L sampai pada titik B yang merupakan titik singgung antara garis isocost I dengan isoquant yang merupakan titik optimal bagi tingkat produksi Q dengan biaya minimal.

Dari Gambar 2. digambarkan pada titik singgung isoquant sama dengan garis

isocost yang berarti bahwa slop isoquant sama dengan slop garis isocost.

(7)

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN)

88

Hanya ada satu kombinasi input tenaga kerja dan modal untuk memproduksi suatu tingkat output dengan biaya minimal. Pada Gambar 3. terdapat tiga tingkat output q1, q2, dan q3 yang diproduksi dengan biaya minimal melalui kombinasi input (L1,K1);

(L2,K2); dan (L3;K3). Titik-titik kombinasi input tenaga kerja dan modal dengan biaya

minimal tersebut merupakan jalur ekspansi perusahaan yang berupa garis lurus dari titik origin ke kanan atas (OA). Slop garis lurus jalur ekspansi yang positif berarti kenaikan tingkat output membutuhkan kenaikan pula pada penggunaan input tenaga kerja maupun modal.

Semua faktor produksi

berubah dalam jangka panjang. Teori produksi menyebutkan bahwa pengaruh substitusi dan pengaruh

pendapatan disebut sebagai

substitution effect dan output effect. Penjumlahan dari kedua pengaruh tersebut disebut pengaruh total yang merupakan akibat dari perubahan tingkat upah atau harga tenaga

kerja. Ada dua hal yang

mempengaruhi perusahaan apabila terjadi perubahan tingkat upah. Pertama, perubahan tingkat upah

akan mempengaruhi biaya produksi. Dengan asumsi harga produk yang konstan, maka perubahan biaya produksi ini akan mempengaruhi pula terhadap tingkat output yang memaksimalkan keuntungan. Gejala demikian disebut sebagai efek output dari perubahan tingkat upah. Gejala ini biasanya terjadi dalam jangka pendek dimana perusahaan melakukan penyesuaian jumlah penggunaan input tenaga kerja atas tingkat output yang ditetapkan untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Perusahaan bergerak disepanjang jalur ekspansi ke tingkat output yang mensyaratkan biaya produksi yang sama dengan semula (Solberg, 1982). Kedua, dengan berubahnya tingkat upah berarti pula harga relatif tenaga kerja w/v berubah pula. Hal demikian berarti garis isocost

(8)

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN)

89

merupakan upah sehari-hari ditambah biaya per hari bagi setiap batas keuntungan ditunjukkan pada Gambar 4. berikut ini:

Gambar: Kombinasi Modal Dan Tenaga Kerja dalam Jangka Panjang

Gambar tersebut menunjukkan bahwa kombinasi tenaga kerja dan modal yang memberikan biaya paling rendah. Kombinasi yang dipilih oleh pengusaha adalah titik X dan bukan titik Y, karena titik tersebut merupakan kombinasi paling murah untuk menghasilkan tenaga kerja sebanyak OL1 dan modal sebesar OK1. Garis Isocost (IC1,

IC2, dan IC3) menunjukkan bahwa semakin jauh letaknya dari posisi semula, semakin

mahal biaya kombinasi tenaga kerja dan modal yang diberikan oleh garis tersebut.

Gambar: Kurva Permintaan Tenaga Kerja dalam Jangka Pendek dan Panjang

Gambar 5. berikut ini akan menjelaskan mengenai kurva permintaan tenaga kerja jangka pendek dan jangka panjang akibat naiknya tingkat upah. Pengusaha berada pada posisi keseimbangan dengan tingkat upah w1 dan jumlah tenaga kerja L1 dalam jangka

pendek. Kemudian tingkat upah naik menjadi w2. Pada posisi tersebut pengusaha

mengalami kenaikan akan biaya produksinya, sehingga pengusaha tersebut mengurangi

jumlah tenaga kerja sampai L2 (sepanjang kurva VMPL). Namun, dalam jangka panjang

(9)

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN)

90

titik L. Berdasarkan uraian di atas ada dua hal penting yang perlu diperhatikan, antara lain (Bellante dan Jackson, 1990) :

1. Karena fleksibilitas yang ditambahkan oleh pengusaha tersebut dalam jangka

panjang, maka permintaan tenaga kerjanya akan bersifat lebih responsif terhadap perubahan suatu tingkat upah dibandingkan dengan permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek.

2. Pengusaha yang berada pada keseimbangan jangka panjang haruslah juga berada

pada keseimbangan jangka pendek. Hal ini disebabkan kurva permintaan tenaga kerja dalam jangka panjang menunjukkan jumlah tenaga kerja yang digunakan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja antara lain jumlah tenaga kerja yang tersedia, harga jual produk yang dihasilkan oleh tenaga kerja tersebut, biaya pemeliharaan, dan teknologi. Adapun kesimpulan dari permintaan tenaga kerja baik itu jangka pendek maupun jangka panjang adalah jumlah tenaga kerja yang diminta mempunyai hubungan negatif dengan tingkat upah.

Elastisitas Permintaan Tenaga Kerja

Elastisitas adalah suatu pengertian yang menggambarkan derajat kepekaan. Elastisitas permintaan menggambarkan derajat kepekaan fungsi permintaan terhadap perubahan yang terjadi pada variabel-variabel yang mempengaruhinya (Sudarsono, 1989). Adapun elastisitas permintaan tenaga kerja merupakan persentase perubahan permintaan akan tenaga kerja sehubungan dengan perubahan satu persen pada tingkat upah (Simanjuntak, 1985). Secara umum dituliskan dalam persamaan:

w adalah besarnya perubahan tingkat upah dan w adalah tingkat upah yang sedang berlaku. Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk:

atau

Jika tingkat upah naik, jumlah orang yang dipekerjakan (permintaan tenaga kerja) menurun begitu juga sebaliknya apabila tingkat upah turun maka permintaan tenaga kerja akan meningkat. Hal ini mengakibatkan persamaan di atas negatif, sehingga elastisitas permintaan tenaga kerja juga negatif. Selain daripada itu elastisitas permintaan tenaga kerja juga dapat dilihat dari sudut tingkat produksi yaitu elastisitas permintaan tenaga kerja terhadap perubahan tingkat produksi merupakan persentase permintaan tenaga kerja sehubungan dengan perubahan pada satu persen perubahan tingkat produksi.

L

Q

dQ

dL

e

tk.q

.

dimana:etk.q = elastisitas permintaan tenaga kerja terhadap perubahan tingkat produksi

L = jumlah tenaga kerja Q = tingkat produksi

(10)

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN)

91

dalam menganalisa pengaruh pertumbuhan produktivitas terhadap permintaan tenaga kerja dan alokasi tenaga kerja di berbagai industri (Bellante dan Jackson, 1990). Besar kecilnya elastisitas permintaan tenaga kerja tergantung pada 4 kriteria berikut (Simanjuntak, 1985):

1. Kemungkinan substitusi tenaga kerja dengan faktor yang lain, misal modal.

2. Elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan.

3. Proporsi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi.

4. Elastisitas persediaan dan faktor produksi pelengkap lainnya.

Penjelasan pertama, semakin kecil

kemungkinan mensubstitusikan modal

terhadap tenaga kerja, semakin kecil elastisitas permintaan tenaga kerja. Jika suatu teknik produksi menggunakan modal dan tenaga kerja dalam perbandingan yang tetap, maka perubahan tingkat upah tidak akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja (dalam jangka pendek). Elastisitas

semakin kecil jika keahlian atau

keterampilan golongan tenaga kerja

semakin tinggi dan semakin khusus.

Penjelasan kedua, kenaikan harga jual barang akan menurunkan jumlah

permintaan masyarakat akan hasil produksi. Penurunan tersebut akan menimbulkan penurunan pula dalam jumlah permintaan tenaga kerja. Semakin besar elastisitas permintaan tenaga kerja terhadap hasil produksi, semakin besar elastisitas permintaan tenaga kerja. Penjelasan ketiga, elastisitas permintaan tenaga kerja relatif tinggi bila proporsi biaya pekerja (labor cost) terhadap biaya produksi keseluruhan (total cost) juga besar. Penjelasan keempat, elastisitas permintaan tenaga kerja tergantung pada elastisitas penyediaan dari bahan-bahan pelengkap dalam produksi seperti modal, transportasi (kendaraan pengangkut), penyediaan pupuk, obat pembasmi hama, dan lain-lain untuk perkebunan karet. Semakin besar elastisitas penyediaan faktor pelengkap dalam produksi, semakin besar elastisitas permintaan tenaga kerja.

(11)

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN)

92

Elastisitas Substitusi

Suatu gejala umum yang sering terjadi pada negara-negara berkembang adalah pertumbuhan kesempatan kerja lebih kecil daripada pertumbuhan outputnya. Tingkat investasi berkembang dengan pesat, sedangkan penyerapan tenaga kerja tidak boleh konstan. Kenyataan ini dapat dilihat melalui kecenderungan rasio kapital-tenaga kerja yang meningkat. Kenaikan tingkat upah dapat memperkecil pertumbuhan kesempatan kerja, akan tetapi tergantung pada perubahan relatif tingkat upah terhadap modal serta nilai elastisitas substitusi. Pengertian elastisitas substitusi adalah (

) sebuah ukuran yang

bertujuan untuk memperlihatkan pengaruh relatif dari perubahan marginal rate of

technicalsubstitution (MRTS) terhadap perubahan rasio modal (K) terhadap tenaga kerja (L), (Syahruddin,). Secara matematis ditulis sebagai berikut:

MRTS akan menyebabkan K/L berubah sebesar 1% pula. Tinggi atau rendahnya nilai elastisitas substitusi ini bertujuan untuk menjelaskan kemungkinan pertukaran K dan L dalam proses produksi dan perubahan penerimaan relatif faktor masing-masing, jika terjadi kenaikan atau penurunan tingkat upah (Syahruddin, 1991). Selain itu, besar kecilnya nilai elastisitas substitusi merefleksikan kepekaan untuk bersubstitusi dan mengestimasikan sumbangan upah terhadap nilai tambah. Fungsi Cobb-Douglas menyatakan bahwa elastisitas substitusinya adalah satu (unity) berarti perubahan atau sumbangan tingkat upah terhadap nilai tambah selalu konstan. Hal ini terjadi karena w / v (tingkat upah terhadap biaya modal) akan berubah dengan proporsi yang sama dengan perubahan K/L berarti sumbangan relatif modal dan tenaga kerja (vK/wL) tetap konstan.

(12)

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN)

93

ANALISIS

Tabel: Hasil Estimasi Model Permintaan Tenaga Kerja

Variabel Koefisien

Estimasi

T – Hitung P-Value Signifikansi

Konstanta Upah TK

-5.8821

-0.21312 -4.149 0.000 S

R2 = 0.7671 S = Signifikan

R2 Adjusted = 0.7618 F stat = 123.303*

D-W stat = 1.3233* n = 135

Sumber: Data Diolah (Keterangan: *Tingkat signifikansi  = 1%)

Hasil pendugaan model dengan koefisien determinasi R2 yaitu 0.7671. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi variasi variabel terikat sebesar 76,71%, sedangkan sisanya sebesar 23,29% dijelaskan oleh variabel di luar model. Dengan kata lain model dapat digunakan untuk memprediksi garis taksiran. Hasil analisis regresi meyatakan bahwa Fstatistik (Fhitung) pada model 123.303 lebih besar daripada nilai Ftabel, dimana pada tingkat

signifikansi 1% Ftabel dengan derajat bebassebesar3,95 yang berarti Fhitung > Ftabel sehingga

H0 ditolak dan menerima hipotesis H1. Diterimanya H1 menunjukkan bahwa variabel

bebas yaitu upah tenaga kerja berpengaruh terhadap variabel terikat pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai P-value sebesar 0.000. Dengan

menggunakan tingkat kepercayaan 99% maka didapat ttabel 2,617 dan setelah

dibandingkan dengan tstatistik maka didapat kesimpulan bahwa variabel upah tenaga kerja

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel permintaan tenaga kerja.

KESIMPULAN

Karena elastisitas upah dari permintaan tenaga kerja adalah negative, maka hal ini menunjukkan bahwa sifat perkebunan karet rakyat relatif cukup sensitif terhadap adanya perubahan tingkat upah dalam struktur biaya produksinya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perkebunan karet rakyat cenderung padat karya. Dimana nilai penerimaan yang relatif tinggi yang mendukung peningkatan permintaan tenaga kerja ini disebabkan karena dari beberapa sampel telah melaksanakan budidaya tanaman karet sesuai dengan petunjuk teknis sehingga memungkinkan kalau hasil produksinya dalam jumlah yang banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Pemkab. Banyuasin. 2002. Kabupaten Banyuasin: Membangun dan Melestarikan Banyuasin untuk Kesejahteraan Rakyat.

Bellante, Don dan Mark Jackson. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan, Jakarta: LPFEUI. Biro Pusat Statistik. 1998. Sumatera Selatan Dalam Angka 1998. Sumsel: Biro Pusat

Statistik.

(13)

PENGARUH UPAH BURUH TERHADAP PERMINTAAN TENAGA KERJA DI SEKTOR PERKEBUNAN KARET RAKYAT (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN)

94

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin. 2003. Perkebunan dalam

Angka/Data Statistik, beberapa edisi. Palembang: Dinas Kehutanan & Perkebunan.

Fleisher, Belton M and Thomas J Kneisner. 1984. Labor Economics, Theory, Evidence and Policy, New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Haidy, N. A. Pasay dan Salman Taufik. 1990. Produktivitas Pekerja di Industri Pengolahan. Dalam Arsyad Anwar dan Iwan Jaya Aziz (ed). Prospek Ekonomi Indonesia Tahun 1990-1991 dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: LPFE UI.

J., Payaman Simajuntak. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta: LPFE UI.

Nicholson, Walter. 1978. Microeconomic Theory, Basic Principles and Extensions, 2nd Edt, Illionis: The Dryden Press.

Solberg, Eric J. 1982. Intermediate Microeconomics, Texas: Bisnis Publication Inc. Sugiarto, S. Kelana, Teddy H., R. Sudjana, dan Bastoro. 2000. Ekonomi Mikro Suatu

Pendekatan Praktis. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Sukirno, Sadono. 1985. Pengantar Teori Ekonomi Mikro, Jakarta: LPFE UI. Syahruddin. 1991. Dasar-dasar Teori Ekonomi Mikro, Jakarta: LPFE UI.

Gambar

Gambar:   Kombinasi Modal Dan Tenaga Kerja dalam Jangka Panjang
Tabel: Hasil Estimasi Model Permintaan Tenaga Kerja

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tegangan yang dihasilkan oleh putaran kubah masjid menggunakan generator magnet permanen mampu mencapai 14,21 V pada kecepatan angin 3,8

Berkat rahmat dan kasih sayang yang diberikan Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Upacara

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan fasilitas pengampunan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak

PDXSXQ VHFDUD VXEMHNWLI \DQJ PHQXQMXN SDGD SHQJDNXDQ VHOI UHIHUHQWLDO %HUGDVDUNDQ NHWHQWXDQ LQL WHPXDQ NDMLDQ PHQXQMXNNDQ EDKZD VHODPD SHULRGH NRORQLDOLVPH IHQRPHQD

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Peren- canaan sertifikasi jalur portofolio tidak berjalan dengan baik, dari aspek sosialisasi prosedur tidak tuntas dan data tidak

Pada penelitian selanjutnya, pendekatan yang diusulkan akan dievaluasi kembali dengan menerapkannya pada studi kasus untuk mengetahui persentase peningkatan kualitas yang

yang shalihah terhadap perbaikan bangsa adalah wanita yang shalihah lebih berpotensi untuk memberikan keturunan-keturunan generasi bangsa yang berakhlak mulia

Hubungan baik Indonesia dengan negara-negara berkembang yang telah ada sejak KAA, pada masa Presiden SBY dijadikan dasar untuk melanjutkan prioritas kerjasama teknis