BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ortodonti merupakan salah satu cabang ilmu dan seni dalam kedokteran gigi
yang dapat mempelajari pertumbuhan dan perkembangan serta anomali posisi gigi
dan rahang yang dapat mempengaruhi kesehatan oral, fisik, estetik dan mental
seseorang.1 Perawatan ortodonti sangat berhubungan erat dengan estetika dental dan
wajah. Oleh karena itu, dalam prosedur diagnosis dan penyusunan rencana perawatan
harus diketahui adanya asimetri pada dental dan wajah sehingga diperoleh hasil
perawatan yang simetris dalam mencapai estetika, fungsi dan stabilitas sebagai tujuan perawatan ortodonti.2,3
Simetri berasal dari bahasa Yunani ‘Symmetria’ yang berarti kesesuaian
dalam hal ukuran, bentuk, dan susunan dari bagian-bagian sisi yang berlawanan pada
suatu bidang, garis atau titik. Kamus kedokteran Stedman mendefinisikan simetri
sebagai persamaan atau kesesuaian dalam bentuk bagian yang disalurkan di sekitar
pusat suatu aksis, pada kutub atau dua sisi yang berlawanan dari tubuh.2,3
Asimetri wajah merupakan fenomena alamiah umum yang pertama kali
diamati oleh seniman patung Yunani.l Wajah yang simetri sempurna jarang
ditemukan pada makhluk hidup manapun. Asimetri pada daerah kraniofasial dapat
dikenali sebagai perbedaan dalam ukuran atau relasi dari dua sisi wajah. Pada
dasarnya, wajah manusia tidak ada yang benar-benar simetris. Namun, hal ini tidak
begitu mencolok sehingga menimbulkan kesan yang simetri. Akibatnya banyak orang
yang tidak menyadari asimetri pada dirinya.2,4,5 Hasil penelitian Scanavini
melaporkan bahwa tingkat asimetri lengkung gigi pada individu dengan maloklusi
Klas II lebih besar daripada individu dengan oklusi normal.4
Prevalensi penyakit karies gigi di Indonesia cenderung meningkat setiap
tahunnya. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
8 dari 10 anak) mengalami gigi berlubang. Sedangkan SKRT tahun 2004 yang
dilakukan oleh Depkes menyebutkan bahwa prevalensi karies gigi di Indonesia
berkisar antara 85%-99%. Angka kesakitan gigi (rata-rata DMF-T) juga cenderung
meningkat pada setiap dasawarsa. Dengan banyaknya gigi berlubang dapat
menyebabkan asimetri pada dental dan wajah. Ini disebabkan karena gigi yang
berlubang tidak digunakan untuk mengunyah sehingga sering ditemukan kebiasaan
mengunyah sebelah sisi pada masyarakat yang dapat menimbulkan asimetri.6
Berdasarkan struktur yang terlibat, asimetri dapat diklasifikasikan atas
asimetri dental, skeletal, jaringan lunak dan fungsional. Asimetri dental dapat
disebabkan karena faktor lokal seperti kehilangan dini gigi desidui, kehilangan gigi
secara kongenital, dan kebiasaan seperti menghisap ibu jari. Ekspresi genetik dapat
mempengaruhi gigi pada sisi kiri dan kanan yang menyebabkan asimetri dalam
diameter mahkota gigi. Gambaran asimetri dental dapat berupa ketidakseimbangan
antara jumlah gigi dan lengkung gigi, ketidakseimbangan antara jumlah gigi di sisi
yang berlawanan pada lengkung maksila dan mandibula, ketidakseimbangan antara
lengkung maksila dan mandibula secara keseluruhan atau pada segmennya.2,5Asimetri
skeletal dapat mencakup satu rahang maksila dan/ atau mandibula. Selain itu, dapat
mencakup sejumlah struktur skeletal dan jaringan lunak pada satu sisi wajah,
contohnya pada hemifasial mikrosomia. Asimetri jaringan lunak dapat
mengakibatkan disproporsi wajah dan diskrepansi midline, yang kemungkinan dapat
terjadi pada atrofi hemifasial atau serebral palsi. Sedangkan asimetri fungsional
disebabkan karena deviasi mandibula ke lateral atau anteroposterior yang disebabkan
gangguan oklusal menghalangi interkuspal yang tepat pada saat relasi sentrik.7
Morfologi lengkung gigi penting untuk dipertimbangkan dalam perawatan
ortodonti pada kelainan dentokraniofasial. Penelitian epidemiologi mengenai
morfologi lengkung gigi ini sudah umum dilakukan dengan tujuan memperoleh
informasi mengenai posisi gigi, estetis, fungsi dan stabilitas jangka panjang.8
Pemeriksaan secara keseluruhan bentuk lengkung maksila dan mandibula dari
pandangan oklusal dapat melihat kesimetrisan sebagai salah satu prosedur dalam
utama untuk perencanaan perawatan ortodonti.8 Tuntutan perawatan ortodonti
didukung oleh perhatian dan keinginan untuk memperbaiki penampilan yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti budaya, orang tua, teman, dan persepsi diri
sendiri mengenai estetis dental. Penilaian tentang estetika dental bersifat kompleks,
subjektif, dan sangat bervariasi pada masing-masing individu.9-10
Asimetris lengkung gigi bisa disebabkan faktor genetik dan lingkungan
seperti kebiasaan buruk menghisap ibu jari, kebiasaan mengunyah sebelah sisi,
kehilangan kontak karena adanya karies, kehilangan dini gigi desidui, agenesis,
pencabutan gigi atau trauma.2,8 Asimetri lengkung gigi dapat berakibat pada asimetri
skeletal, dental, dan fungsional. Pada anak-anak bisa terjadi asimetri lengkung gigi,
namun pada individu yang lebih tua lebih banyak berkaitan dengan faktor
lingkungan, kebiasaan mengunyah sebelah sisi, kehilangan kontak oklusi karena
adanya kavitas, pencabutan gigi serta trauma.4,11
Penelitian Lundstrom mengenai asimetri pada lengkung gigi dan wajah,
melaporkan bahwa asimetri dapat bersifat genetik atau nongenetik (faktor
lingkungan), antara lain kebiasaan menghisap ibu jari, kebiasaan mengunyah satu sisi,
pencabutan gigi dan trauma. Pada umumnya asimetri dapat disebabkan kombinasi
dari kedua faktor tersebut. Lundstrom juga menjelaskan asimetri secara kuantitatif
dan kualitatif. Asimetri kuantitatif mencakup perbedaan jumlah gigi setiap sisi, dan
kelainan celah bibir dan palatum. Sedangkan asimetri kualitatif mencakup perbedaan
ukuran gigi, lokasi atau posisi gigi dalam lengkung rahang, atau posisi rahang di
bagian kepala.2
Penelitian Zubair mengenai asimetri lengkung gigi pada populasi usia
18-25 tahun di Yemeni menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
antara jarak insisal-kaninus, kaninus-molar, dan insisal-molar pada sisi kiri dan kanan
kedua lengkung gigi pria dan wanita. Dari hasil pengamatan, perbedaan terbesar
(0,3 mm) yaitu jarak antara kaninus-molar sisi kanan dan kiri lengkung gigi maksila
pada laki-laki. Perbedaan terkecil (0,04 mm) yaitu jarak antara kaninus-molar sisi
kanan dan kiri lengkung gigi mandibula pada perempuan. Ukuran lengkung gigi pada
lengkung gigi pada laki-laki mengalami pertumbuhan lebih besar dalam waktu yang
lebih lama daripada perempuan selama masa pertumbuhan. Penelitian lain juga
dilakukan untuk menggambarkan asimetri lengkung gigi pada individu dengan oklusi
normal pada remaja dan dewasa. Dalam penelitian tersebut juga dijelaskan
kesimetrisan lengkung gigi maksila dan mandibula, regio kiri dan kanan tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan ketika dilihat dari nilai perbandingan jarak
insisal-kaninus, kaninus-molar, dan insisal-molar.8
Penelitian Carlos dkk., tentang kebutuhan perawatan ortodonti pada populasi
dewasa muda di Spanyol menyatakan bahwa perempuan lebih menyadari dirinya
membutuhkan perawatan ortodonti (23,9%) dibandingkan laki-laki (14,4%).12 Willar
dkk., juga melakukan penelitian tentang kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan
Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) pada siswa SMP N 1 Tareran. Hasil
penelitian melaporkan bahwa siswa yang tidak atau hanya membutuhkan perawatan
ortodonti ringan pada perempuan sebesar 40,98%, sedangkan pada siswa laki-laki
32,78%.13 Selain itu pada penelitian Hedayati dkk., tentang Index of Orthodontic
Treatment (IOTN) pada populasi di Iran juga melaporkan bahwa perempuan (3,12%)
lebih banyak menjalani perawatan ortodonti dibandingkan laki-laki (0,83%). Dapat
disimpulkan bahwa laki-laki kurang memperhatikan kondisi asimetri
dentokraniofasial yang terjadi pada dirinya.14
Ghasemianpour melakukan penelitian asimetri dentokraniofasial pada rentang
usia 14-17 tahun, dengan mengambil sampel 820 siswa SMA di Timur Laut Provinsi
Tehran, yakni 400 perempuan dan 420 laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan 44,6%
perempuan dan 46,4% laki-laki menunjukkan setidaknya salah satu asimetri.
Sedangkan prevalensi untuk asimetri skeletal, dental dan fungsional pada perempuan
adalah masing-masing 20%, 21% dan 10%, sedangkan pada laki-laki adalah 23,6%,
20,9% dan 7,6%.15 Maurice dkk., juga melakukan penelitian mengenai asimetri
lengkung gigi maksila dan mandibula pada 52 anak Ras Kaukasoid dengan rentang
usia 7 sampai 11 tahun dan belum pernah menerima perawatan ortodonti. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan sejumlah kecil asimetri transversal dan
periode gigi bercampur. Sebanyak 25% dari sampel penelitiannya menunjukkan
asimetri lebih besar dari 2 mm.7
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai gambaran kesimetrisan lengkung gigi pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara berdasarkan jenis kelamin.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah prevalensi asimetri lengkung gigi pada mahasiswa laki-laki
FKG USU.
2. Berapakah prevalensi asimetri lengkung gigi pada mahasiswa perempuan
FKG USU.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui prevalensi asimetri lengkung gigi pada mahasiswa
laki-laki FKG USU.
2. Untuk mengetahui prevalensi asimetri lengkung gigi pada mahasiswa
perempuan FKG USU.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui prevalensi asimetri lengkung gigi sisi kiri dan kanan
pada mahasiswa laki-laki dan perempuan FKG USU.
2. Untuk mengetahui prevalensi asimetri lengkung gigi maksila dan
mandibula pada mahasiswa laki-laki dan perempuan FKG USU.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai penunjang dalam menentukan diagnosis dan rencana perawatan,
2. Memberikan informasi bagi mahasiswa FKG USU mengenai pentingnya
perawatan ortodonti interseptif.