BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Laba
Dedi sulistiawan, Yeni Januarsi, dan Liza alvia (2011:65) mengatakan
Earnings management atau manajemen laba merupakan suatu fenomena baru
yang telah menambah wacana perkembangan teori akuntansi dan merupakan
salah satu kajian yang menarik dalam riset akuntansi. Istilah manajemen laba
muncul sebagai konsekuensi langsung dari upaya-upaya manajer atau pembuat
laporan keuangan untuk melakukan manajemen informasi akuntansi, khususnya
laba(earnings), demi kepentingan pribadi dan/atau perusahaan. Manajemen laba
itu sendiri tidak dapat diartikan sebagai suatu upaya negatif yang merugikan
karena tidak selamanya manajemen laba berorientasi pada manipulasi laba.
Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manajer atau para
pembuat laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu organisasi
karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan.
Manajemen laba menjadi menarik untuk diteliti karena dapat memberikan
gambaran akan perilaku manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya pada
suatu periode tertentu, yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu
yang mendorong mereka untuk mengatur data keuangan yang dilaporkan. Perlu
dicatat disini bahwa manajemen laba tidak harus dikaitkan dengan upaya untuk
dengan pemilihan metode akuntansi (accounting methods) untuk mengatur
keuntungan yang bisa dilakukan.
Informasi laba sebagai bagian dari laporan keuangan sering menjadi terget
rekayasa melalui tindakan oportunis manajemen untuk memaksimumkan
kepuasannya, tetapi dapat merugikan pemegang saham atau investor. Tindakan
oportunis tersebut dilakukan dengan cara memilih kebijakan akuntansi tertentu,
sehingga laba perusahaan dapat diatur sesuai dengan keinginannya, perilaku
manajemen untuk mengatur laba sesuai dengan keinginannya tersebut dikenal
dengan istilah manajemen laba.
Praktek manajemen laba dapat dipandang dari dua perspektif yang
berbeda, yaitu sebagai tindakan yang salah (negatif) dan tindakan yang
seharusnya dilakukan manajemen (positif). Manajemen laba dikatakan (negatif)
jika dilihat sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan
utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political
cost, sedangkan manajemen laba disebut (positif) jika dilihat dari pespektif
efficient earnings management dimana manajemen laba memberikan manajer
suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam
mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak
yang terlibat dalam kontrak. Manajemen laba sebagai suatu proses mengambil
langkah yang disengaja dalam batas prinsip akuntansi yang berterima umum baik
Menurut Sugiri (1998:1-18) membagi definisi manajemen laba menjadi
dua, yaitu:
1. Definisi Sempit.
Manajemen laba dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai perilaku
manajer untuk bermain dengan komponen discretionary accruals dalam bentuk
besarnya laba.
2. Definisi Luas.
Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan
maupun mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit usaha dimana
manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan maupun
penurunan profitabilitas ekonomi jangka panjang menurut unit tersebut.
Pengertian manajemen laba oleh Merchan (1989) dalam Merchan dan
Rockness (1994) dalam Ma’ruf, 2006:32 didefinisikan sebagai tindakan yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan
yang bisa memberikan informasi mengenai keuntungan ekonomis (economic
advantage) yang sesungguhnya tidak dialami perusahaan, yang dalam jangka
panjang tindakan tersebut bisa merugikan perusahaan.
2.1.1 Sasaran Manajemen Laba
Menurut Ayres (1994:27-29) terdapat unsur-usnsur laporan keuangan yang
dapat dijadikan sasaran untuk dilakukan manajemen laba yaitu:
1) Kebijakan Akuntansi.
Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang wajib
lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat
berlakunya kebijakan tersebut.
2) Pendapatan.
Dengan mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan.
3) Biaya.
Menganggap sebagai ongkos (beban biaya) atau menganggap sebagai
suatu tambahan investasi atas suatu biaya (amortize or capitalize
ofinvestment).
2.1.2 Alasan Dilakukan Manajemen Laba Alasan dilakukan manajemen laba karena:
1) Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham
terhadap manajer. Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat
perolehan laba atau prestasi usaha suatu organisasi, hal ini karena
tingkat keuntungan atau laba dikaitkan dengan prestasi manajemen
dan juga besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer.
2) Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor.
Perusahaan yang terancam default yaitu tidak dapat memenuhi
kewajiban pembayaran hutang pada waktunya, perusahaan berusaha
menghindarinya dengan membuat kebijakan yang dapat
meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan demikian akan
memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negoisasi atau
3) Manajemen laba dapat menarik investor untuk menanamkan
modalnya.
2.1.3 Terjadinya Manajemen Laba
Menurut Ayres (1994:27-29) manajemen laba dapat dilakukan oleh
manajer dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Manajer dapat menentukan kapan waktu akan melakukan manajemen
laba melalui kebijakannya. Hal ini biasanya dikaitkan dengan segala
aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan
yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer.
2) Keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang
wajib diterapkan oleh suatu perusahaan. Yaitu antara menerapkan lebih
awal atau menunda sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.
3) Upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi
tertentu dari sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan
diakui oleh badan akuntansi yang ada (GAAP).
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba
Berdasarkan penelitian sebelumnya (Watts dan Zimmerman 1986) secara
empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh
angka akuntansi. Hal ini memacu agent untuk memikirkan bagaimana angka
akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan
kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah manajemen
Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba
perusahaan yaitu:
1. Hubungan principal dan agent
Hubungan principal dan agent adalah hubungan atau kontrak antara
pemilik (principal) dan manajer (agent). Pemilik disebut principal dan
manajer disebut agent, merupakan dua pihak yang masing-masing
saling memiliki tujuan yang berbeda dalam mengendalikan perusahaan
terutama menyangkut bagaimana memaksimalkan kepuasan dan
kepentingan dari hasil yang dicapai melalui aktivitas usaha
(Zulkarnaini, 2007).
2. Good Corporate Governance
Good corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan
dan meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham
(Herawaty, 2008).
3. Return on assets (ROA) merupakan ukuran penting untuk menilai
sehat atau tidaknya perusahaan, yang mempengaruhi investor untuk
membuat keputusan. Perusahaan yang memiliki ROA yang lebih tinggi
cenderung melakukan manajemen laba dibandingkan dengan
perusahaan yang lebih rendah karena manajemen tahu akan
kemampuan untuk mendapatkan laba pada masa mendatang sehingga
memudahkan dalam menunda atau mempercepat laba (Assih dkk,
4. Net profit margin adalah diukur dari rasio antara laba bersih setelah
pajak dengan total penjualan. NPM ini diduga mempengaruhi dalam
manajemen laba karena secara logis dapat merefleksikan motivasi
manajer dalam meratakan penghasilan (Syahriana:2006).
5. Debt to equity ratio merupakan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian
modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang (Miswanto dan
Widodo:1998).
6. Leverage menunjukkan seberapa efisien perusahaan memanfaatkan
ekuitas pemilik dalam rangka mengantisipasi hutang jangka panjang
dan jangka pendek perusahaan sehingga tidak akan mengganggu
operasi perusahaan secara keseluruhan dalam jangka panjang
(Andhini, 2005). Hutang yang besar berarti rasio leverage yang besar.
Hutang yang besar mengakibatkan risiko semakin meningkat. Rasio
leverage yang besar menyebabkan turunnya minat investor untuk
menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut, sehingga dapat
memicu adanya tindakan manajemen laba.
7. Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi manajemen dalam manajemen laba, karena perusahaan
yang besar cenderung lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga
mereka akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan.
Siregar dan utama (2005) dalam Pujiningsih (2011) menuturkan bahwa
untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan
investasi dalam saham perusahaan tersebut semakin banyak.
8. Current ratio yaitu perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan
hutang lancar. Rasio ini sangat berguna untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya,
dimana dapat diketahui sampai seberapa jauh sebenarnya jumlah
aktiva lancar perusahaan dapat menjamin hutang lancarnya. Rasio ini
juga digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva
lancar yang dimiliki, oleh karena itu rasio berpengaruh bagi manajer
untuk melakukan manajemen laba.
2.1.5 Teknik Manajemen Laba
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk melakukan manajemen laba
pada laporan keuangan Scott (2000) dalam gumanti (2000), yaitu:
1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara ini merupakan cara manajer untuk mempengaruhi laba melalui
judgement terhadap estimasi akuntansi antara lain: estimasi tingkat
piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau
amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
2) Mengubah metode akuntansi
Perubahan metoda akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu
transaksi, contoh: mengubah metoda depresiasi aktiva tetap, dari
3) Menggeser perioda biaya atau pendapatan, beberapa orang
menyebutkan rekayasa jenis ini sebagai manipulasi keputusan
operasional (Fischer dan Rozenzweig, 1995; Bruns dan Merchant,
1990). Contoh: rekayasa perioda biaya atau pendapatan antara lain:
mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian sampai
perioda akuntansi berikutnya (Daley dan Vigeland, 1993),
mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai perioda
akuntansi berikutnya, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah
tidak dipakai, dan lain-lain.
2.1.6 Model-model Manajemen Laba
Scott (2000) menyatakan ada beberapa bentuk manajemen laba yaitu:
1) Taking a Bath
dalam bentuk ini jika manajemen harus melaporkan kerugian, maka
manajemen akan melaporkan dalam jumlah besar. Dengan tindakan ini
manajemen berharap dapat meningkatkan laba yang akan datang dan
kesalahan kerugian piutang perusahaan dapat dilimpahkan ke manajemen
lama, jika terjadi pergantian manajer.
2) Income Minimization (menurunkan laba), dalam bentuk ini manajer akan
menurunkan laba untuk tujuan tertentu, misalnya: untuk tujuan
penghematan kewajiban pajak yang harus dibayar perusahaan kepada
pemerintah. Karena semakin rendah laba yang dilaporkan perusahaan
3) Income Maximization (meningkatkan laba)
dalam bentuk ini manajer akan berusaha menaikkan laba untuk tujuan
tertentu, misalnya: menjelang IPO manajer akan meningkatkan laba
dengan harapan mendapatkan reaksi yang positif dari pasar.
4) Income Smoothing (Perataan Laba)
Income Smoothing dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan,
dengan tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor, karena
umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil.
2.1.7Rumus Manajemen Laba
Manajemen laba dapat diukur dengan discreationary accrual yang dalam penelitian ini
menggunakan model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al, 1995) yang dinyatakan dengan
persamaan berikut:
TAC it = NI it – CA it
TA it
TAC it = Total akrual perusahaan i pada periode perusahaan t
NI it = Laba bersih perusahaan i pada tahun t
CA it = Arus kas operasional perusahaan i pada tahun t
TA it = Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t
2.2 Total Aktiva
Total aktiva merupakan penjumlahan dari aktiva lancar dan aktiva tetap
2.2.1 Pengertian Aktiva
Aktiva merupakan bentuk dari penanaman modal perusahaan yang bentuknya
dapat berupa hak atas kekayaan atau jasa yang dimiliki perusahaan yang
bersangkutan. Harta kekayaan tersebut harus dinyatakan secara jelas, diukur
dalam satuan uang dan diurutkan berdasarkan lamanya waktu atau kecepatannya
berubah kembali menjadi uang kas.
Menurut (Ikatan Akuntan Indonesia 2004:2) dalam kerangka dasar
penyusunan dan penyajian laporan keuangan: “Aktiva adalah sumber daya yang
dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana
manfaat ekonomi masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan.”
2.2.2 Unsur-Unsur Aktiva.
Aktiva dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, lancar dan tidak lancar.
a. Aktiva Lancar
Menurut (Wild, dkk 2004:186): “Aktiva Lancar adalah kas dan aktiva lain
yang secara wajar dapat direalisasi sebagai kas dan dijual serta digunakan
selama satu tahun (atau dalam siklus normal perusahaan jika lebih dari
satu tahun).” Akun neraca biasanya memasukkan efek-efek yang telah
jatuh tempo dalam satu tahun fiskal kedepan, kas, piutang, persediaan dan
beban di bayar dimuka sebagai aktiva lancar.
b. Aktiva Tidak Lancar
Menurut Wild, dkk (2004: 257), Aktiva tidak lancar merupakan sumber
daya atau klaim atas sumber daya yang diharapkan dapat memberikan manfaat
meliputi: investasi jangka panjang, aktiva tetap, aktiva tidak berwujud, beban
biaya yang ditangguhkan dan aktiva tidak lancar lainnya.
1) Investasi jangka panjang
Investasi jangka panjang dapat berupa saham dan obligasi dari dan
pinjaman kepada perusahaan lain; harta kekayaan yang tidak digunakan dalam
operasi rutin perusahaan seperti gedung yang disewakan kepada pihak lain; dana
yang diperuntukkan untuk tujuan khusus selain pembayaran utang jangka pendek
dan pinjaman kepada anak perusahaan.
2) Aktiva Tetap
Menurut (Djarwanto 2004:27) mengatakan bahwa Aktiva tetap (Fixed
cost) merupakan harta kekayaan yang berwujud, yang bersifat relatif permanen,
digunakan dalam operasi reguler lebih dari satu tahun, dibeli dengan tujuan untuk
tidak dijual kembali. Yang termasuk dalam aktiva tetap adalah : Tanah (Land),
Bangunan atau gedung (Building), Mesin-mesin (Machinery), Perabot dan
peralatan kantor (Office furniture and fixtures), Perabot dan peralatan toko (Store
furniture and fixtures), Alat pengangkutan (Delivery Equipment), dan
Sumber-sumber alam (Natural resources).
3) Aktiva tidak berwujud
Aktiva tidak berwujud berupa hak-hak yang dimiliki perusahaan. Hak-hak
ini diberikan kepada penemunya, penciptanya, atau penerimanya. Pemilikan hak
ini dapat karena menemukan sendiri atau diperoleh dengan jalan membeli dari
penemunya, misalnya hak cipta, leashold, franchises, hak patent, good will,
4) Beban biaya yang ditangguhkan
Biaya yang ditangguhkan adalah pengeluaran-pengeluaran atau biaya
yang mempunyai manfaat jangka panjang dimana pembebanannya sebagai biaya
usaha berlangsung untuk beberapa tahun atau periode misalnya biaya pemasaran,
biaya penelitian.
5) Aktiva tidak lancar lainnya
Misalnya uang kas pada bank tertutup atau dinegara asing, investasi
lainlain yang tidak termauk investasi jangka panjang atau jangka pendek.
Total Aktiva (Total Assets Turnover) merupakan rasio aktivitas yang
digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar efektivitas perusahaan dalam
menggunakan sumber dayanya yang berupa asset. Semakin tinggi efisien
penggunaan asset maka semakin cepat pengembalian dana dalam bentuk kas
(Abdul Halim, 2007). Total Assets Turnover sendiri merupakan rasio antara
penjualan dengan total aktiva yang mengukur efisiensi penggunaan aktiva secara
keseluruhan. Apabila rasio rendah itu merupakan indikasi bahwa perusahaan
beroperasi pada volume yang memadai bagi kapsitas investasinya. Sedangkan
menurut (Weston dan Brigham, 1989), TATO merupakan rasio pengelolaan
aktiva terakhir, mengukur perputaran atau pemanfaatan dari semua aktiva
perusahaan. Apabila perusahaan tidak menghasilkan volume usaha yang cukup
untuk ukuran investasi sebesar total aktivanya, penjualan harus ditingkatkan.
2.3 Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang digunakan untuk
Menurut Bastian dan Suhardjono (2006), Net Profit Margin adalah perbandingan
antara laba bersih dengan penjualan. Rasio ini sangat penting bagi manajer operasi
karena mencerminkan strategi penetapan harga penjualan yang diterapkan
perusahaan dan kemampuannya untuk mengendalikan beban usaha. Menurut
Weston dan Copeland (1998), semakin besar Net Profit Margin berarti semakin
efisien perusahaan tersebut dalam mengeluarkan biaya-biaya sehubungan dengan
kegiatan operasinya.
Semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif,
sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya
pada perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba
bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka
dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang
tinggi. Hubungan antara laba bersih dan penjualan bersih menunjukkan
kemampuan manajemen dalam menjalankan perusahaan secara cukup berhasil
untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik
yang telah menyediakan modalnya untuk suatu risiko. Para investor pasar modal
perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dengan
mengetahui hal tersebut investor dapat menilai apakah perusahaan itu profitable
atau tidak. Menurut Sulistyanto (tanpa tahun: 7) angka NPM dapat dikatakan baik
apabila > 5 %.
Rumus untuk menghitung NPM adalah sebagai berikut :
2.4Operating Profit Margin (OPM)
Operating profit margin adalah rasio keuangan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Operating profit
margin merupakan rasio keuangan yang mencerminkan tingkat efesiansi
perusahaan, sehingga rasio yang tinggi menunjukan keadaan yang kurang baik
karena berarti bahwa setiap rupiah penjualan yang terserap dalam biaya juga
tinggi, dan yang tersedia untuk laba kecil. Tetapi rasio yang tinggi mungkin tidak
hanya disebabkan oleh faktor intern yang dapat dikendalikan oleh manajemen,
tetapi juga faktor ekstern misalnya faktor harga yang sulit dikendalikan oleh
manajemen.
𝑂𝑂𝑁𝑁𝑁𝑁= 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑆𝑆𝑂𝑂𝐿𝐿𝑂𝑂𝑂𝑂 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑆𝑆𝐿𝐿𝑆𝑆 𝑁𝑁𝑆𝑆𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐿𝐿𝑆𝑆𝐿𝐿𝑃𝑃
2.5 Return on Assets(ROA)
Return on Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas. Dalam
analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering disoroti, karena mampu
menunjukkan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. ROA mampu
mengukur kemampuan perusahaan manghasilkan keuntungan pada masa lampau
untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. Assets atau aktiva yang
dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri
maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva
perusahaan yang digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan. Menurut
Brigham dan Houston (2001:90), “Rasio laba bersih terhadap total aktiva
Menurut Brigham dan Houston (2001), pengembalian atas total aktiva (ROA)
dihitung dengan cara membandingkan laba bersih yang tersedia untuk pemegang
saham biasa dengan total aktiva.
𝑅𝑅𝑂𝑂𝑅𝑅= 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝐵𝐵𝑆𝑆𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂𝑂ℎ 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑆𝑆𝐿𝐿𝑆𝑆 𝑅𝑅𝑃𝑃𝑆𝑆𝑂𝑂𝐴𝐴𝐿𝐿
Semakin besar nilai ROA, menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin
baik pula, karena tingkat pengembalian investasi semakin besar. “Nilai ini
mencerminkan pengembalian perusahaan dari seluruh 10 aktiva (atau pendanaan)
yang diberikan pada perusahaan” (Wild, Subramanyam, dan Halsey, 2005:65).
2.5.1 Faktor yang Mempengaruhi Return on Assets
Profitabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan laba. Return on Assets (ROA) termasuk salah satu rasio
profitabilitas. Menurut kutipan dari Brigham dan Houston (2001:89), rasio
profitabilitas (profitability ratio) menunjukkan pengaruh gabungan dari likuiditas,
manajemen aktiva, dan utang terhadap hasil operasi.
a. Rasio Likuiditas
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya, yang dihitung dengan membandingkan aktiva lancar
perusahaan dengan kewajiban lancar. Rasio likuiditas terdiri dari:
1) Current Ratio, mengetahui kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban
jangka pendeknya dengan membandingkan semua aktiva likuid yang
2) Acid Test, mengukur kemampuan peusahaan memenuhi kewajiban jangka
pendek dengan menggunakan aktiva lancar yang lebih likuid yaitu tanpa
memasukkan unsur persediaan dibagi dengan kewajiban lancar. Aktiva
likuid menurut Brigham dan Houston (2001:79) adalah aktiva yang dapat
dikonversi menjadi kas dengan cepat tanpa harus mengurangi harga aktiva
tersebut terlalu banyak.
b. Rasio Manajemen Aktiva
“Rasio manajemen aktiva (asset management ratio), mengukur 12 seberapa efektif perusahaan mengelola aktivanya” (Brigham dan Houston,
2001:81). Rasio manajemen aktiva terdiri dari: 1) Inventory Turnover, mampu
mengetahui frekuensi pergantian persediaan yang masuk ke dalam perusahaan,
mulai dari bahan baku kemudian diolah dan dikeluarkan dalam bentuk produk jadi
melalui penjualan dalam satu periode.
1) Days Sales Outstanding, mengetahui jangka waktu rata-rata penagihan
piutang menjadi kas yang berasal dari penjualan kredit perusahaan.
2) Fixed Assets Turnover, mengetahui keefektivan perusahaan menggunakan
aktiva tetapnya dengan membandingkan penjualan terhadap aktiva tetap
bersih.
3) Total Assets Turnover, mengetahui keefektivan perusahaan menggunakan
c. Rasio Manajemen Utang
Rasio manajemen aktiva mengetahui sejauh mana kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban jangka panjang (utang) perusahaan yang digunakan untuk
membiayai seluruh aktivitas perusahaan.
Manajemen utang terdiri dari:
1) Debts Ratio, mengetahui persentase dana yang disediakan oleh kreditur.
2) Times Interest Earned (TIE), mengukur seberapa besar laba operasi dapat
menurun sampai perusahaan tidak dapat memenuhi beban bunga tahunan.
3) Fixed Charge Coverage Ratio, hampir serupa dengan rasio TIE, namun
mengakui bahwa banyak aktiva perusahaan yang dilease dan harus
melakukan pembayaran dana pelunasan. Berdasarkan uraian di atas, maka
Inventory Turnover dan Days SalesOutstanding termasuk rasio
manajemen aktiva dan Debts Ratio termasuk manajemen utang. ROA
termasuk rasio profitabilitas, oleh karena itu ROA juga dipengaruhi
faktor-faktor tersebut.
2.6 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang dapat ditelaah adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Dari hasil analisis data yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan
No Peneliti perusahaan
Bahwa pada tahun penelitian tidak terjadi manajemen laba yang disebabkan
antara lain: 1. Tidak sesuai dengan hipotesis, bahwa jumlah dewan direksi tidak
berpengaruh
terhadap manajemen laba, Jadi manajemen laba terjadi tidak dipengaruhi oleh jumlah dewan direksi tetapi karena
perbedaan informasi tentang informasi perusahaan antara dewan direksi dengan manajer perusahaan. 2. Sesuai dengan hipotesis, bahwa reputasi auditor berpengaruh terhadap manajemen laba. Jadi auditor independen
3. Tidak sesuai dengan hipotesis, Leverage tidak berpengaruh terhadap
Manajemen laba
karena perbedaan
No Peneliti
yang terdaftar
pada Bursa
Current ratio, debt to equity ratio, ukuran
Variabel debt toequity ratio dan return on
asset memiliki
pengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba. Current ratio, debt to equity ratio, ukuran perusahaan dan return on asset berpengaruh secara bersama-sama terhadap manajemen laba. Secara parsial variabel current ratio dan
Hasil Penelitian
ukuranperusahaan
No Peneliti laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dalam tahunpenelitian.Secara manajemen laba pada perusahaan manajemen laba pada perusahaan
2.7 Kerangka konseptual
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independennya adalah total
aktiva, net profitmargin, operating profit margin, return on asset, sedangkan
variabel dependen atau variabel terikatnya adalah manajemen laba.
Laba yang dilaporkan merupakan signalmengenai laba di masa yang akan
datang. Oleh karena itu pengguna laporan keuangan dapat membuat prediksi atas
laba perusahaan untuk masa yang akan datang berdasarkan signal yang disediakan
oleh manajemen melalui laba yang dilaporkan. Selain itu manajemen laba adalah
suatu signaling technique yang dimaksudkan untuk menyediakan signal bagi
pembuatan prediksi lebih akurat.
Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan pustaka dan hasil penelitian
terdahulu, return on asset mempunyai pengaruh yang positif terhadap manajemen
laba, semakin tinggi return on asset maka semakin baik produktivitas assets dalam
memperoleh keuntungan bersih, hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik
perusahaan kepada investor karena tingkat pengembalian semakin besar, sehingga
mempermudah perusahaan dalam melakukan manajemen laba. Net profit margin
memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap manajemen laba, penyebabnya
adalah karena net profit margin merupakan ukuran dilematis, perusahaan akan
dihadapkan dengan dilema pilihan antara kepentingan investor dan kepentingan
lain seperti pajak. Maka kecendrungan adanya keterikatan perusahaan dengan
pihak investor, sehingga jika perusahaan menstrukturisasi transaksi-transaksi
untuk mengubah laporan keuangan untuk menyimpangkan beberapa pihak-pihak
ekonomis perusahaan untuk menurunkan net profit margin maka akan disatu sisi
berdampak baik pada pajak perusahaan tapi disisi lain berdampak buruk terhadap
kinerja perusahaan. Total aktiva dan operating profit margin merupakan variabel
yang berbeda dan pengembangan dari penelitian terdahulu. Total aktiva
merupakan penjumlahan dari aktiva lancar dan aktiva tetap yang merupakan harta
perusahaan secara keseluruhan. Total aktiva menunjukkan kemampuan dari dana
yang ditanamkan untuk menghasilkan pendapatan dalam periode tertentu.
Semakin tinggi total aktiva menunjukkan semakin efisien dana yang tertanam
diperusahaan. Operating profit margin selisih antara net margin rasio (rasio laba
bersih dengan penjualan) dengan 100 % menunjukkan persentase yang tersisa
untuk menutup harga pokok penjualan dan biaya operasi. Operating profit margin
menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan sehingga rasio yang tinggi
menunjukkan keadaan yang kurang baik, karena berarti bahwa setiap rupiah
penjualan yang terserap dalam biaya juga tinggi yang tersedia untuk laba kecil.
Tetapi rasio yang tinggi mungkin tidak hanya disebabkan oleh faktor intern yang
dapat dikendalikan oleh manajemen, tetapi juga faktor ekstern misalnya faktor
Berdasarkan hipotesis tersebut maka penulis membuat kerangka konseptual
sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.8 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Total aktiva, net profit margin, operating profit margin dan return on
asset berpengaruh secara bersama-sama terhadap manajemen laba.
2. Total aktiva berpengaruh secara parsial terhadap manajemen laba.
3. Net profit margin berpengaruh secara parsial terhadap manajemen
laba.
Total aktiva
(X1)
Net profit margin
(X2)
Operating profit margin (X3)
Return on asset
(X4)
Manajemen laba
4. Operating profit margin berpengaruh secara parsial terhadap
manajemen laba.