KEPERCAYAAN TERHADAP MEREK PRODUK KERTAS
TESIS
N A M A : MUHAMMAD MASHURI ALIF N I M : 122140407
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS TRISAKTI
KEPERCAYAAN TERHADAP MEREK PRODUK KERTAS
TESIS
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR
MAGISTER MANAJEMEN KOMUNIKASI
N A M A : MUHAMMAD MASHURI ALIF N I M : 122140407
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS TRISAKTI
Secara jujur saya menyatakan, bahwa tesis ini adalah penelitian hasil laporan penelitian saya secara mandiri di bawah pengawasan dosen pembimbing.
Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada unsur-unsur plagiat di dalam tesis ini. Semua sumber acuan yang dikutib, saya sebutkan secara tertulis mengikuti ketentuan penulisan tesis.
Jakart, 12 Februari 2017
TANDA PERSETUJUAN THESIS
NAMA : Muhammad Mashuri Alif
NIM : 122140407
KONSENTRASI : Manajemen komunikasi
JUDUL THESIS : Pengaruh Label Ramah Lingkungan, Persepsi Kualitas dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Merek Dalam Membangun Reputasi Merek Yang Dimediasi Oleh Persepsi Kualitas Merek Dan Kepercayaan Terhadap Merek Produk Kertas.
PANITIA UJIAN
Tanggal. 1 Maret 2017 Ketua : Prof. Dr. Thoby Mutis
Tanggal. 1 Maret 2017 Pembimbing : Dr. Hifni Aliffahmi, M.Si
Tanggal. 1 Maret 2017 Anggota : Elizabeth Goenawan Ananto, Ph. D.
Tanggal. 1 Maret 2017 Anggota : Prof. Dr. Mutiara S. Panggabean, M.E.
Telah di setujui dan di terima untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna memperoleh gelar Magister Manajemen.
Jakarta, 1 Maret 2017 Program Pascasarjana Direktur,
iii
Puji Syukur saya sampaikan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan kuasaNYA tesis ini
dapat diselesaikan dengan judul “Pengaruh Label Ramah Lingkungan Terhadap Reputasi
Merek yang Dimediasi oleh Persepsi Terhadap Kualitas Merek dan Kepercayaan terhadap Merek Produk Kertas”.
Dalam kesempatan ini penulis ingin sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan maupun dukungan baik moral maupun material dalam proses penyusunan tesis ini. Terutama Kepada Koordinator Konsentrasi Magister Manajemen Komunikasi Elizabeth Goenawan Ananto, Ph.D dan Dosen Pembimbing Dr. Hifni Alifahmi. M.Si. Dan Yang terkasih Istriku Wahyunti dan kedua anakku Yuriansyah Febrian Alif dan Randy Ghani Verdiawan Alif. Tesis ini saya persembahkan untuk kalian. Begitu juga ucapan terima kasih kepada Pejabat dan Staf di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mendukung saya untuk dapat menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan waktu dan penyajian serta kelemahan penulis sendiri. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sangat membangun sangat diharapkan.
Akhirul kalam, semoga tesis ini dapat bermanfaat khususnya bagi pihak-pihak yang membutuhkan demi penelitian selanjutnya yang lebih sempurna.
Jakarta, 12 Februari 2017
i
Muhammad MashuriAlif, Trisakti University, February 2, 2017
Dr. HifniAlifahmi. M.Si
Keywords
"EffectLabel Eco-Friendly Toward Brand Reputationthe MediatedbyPerceived Towardthe Brand Qualityand Trust Toward Papers Products Brand".
Label Eco-friendly
mediation
ecolabel
ecolabel the quality of the brand
ecolabel trust the brand image the
perceivedbrand quality to trust toward brand image
the quality brand to brand reputation while the trust
towardbrand image to the brand reputation
the Ecolabel and brand reputation
Major Advisor: .
is essentially a procedure that was created by the global community to ensure that consumers and producers are aware of their responsibilities to the preservation of the environment, since the beginning of the production process to the end. The process transformed the society through building a perception of quality and Trust towards brand of paper production which is mediated by the quality of the Trust towards brand in enhancing brand reputation labeled environment.
The background and objective of the research was to examine the relationship of each variable based on the research and literature contained in scientific journals that are used to strengthen tiori about label eco-friendly, brand quality perception,
trust towards the brand and the brand's reputation in paper products.
The data is source used in this study were obtained from 200 respondents consisting of students D3, S1and S2 from universities in Jakarta. This study was developed based on four variables and 5 hypothesis 1 hypothesis directly and indirectly ( ). The entire variable is measured using a Likert scale with a choice of 1 to 7 (Very2Strongly Disagree to Very2Strongly Agree).
The results of the management of the data indicates that the label environmentally friendly ( ) positive effect on each variable, which is shown by the on with the estimate of 1.027 and 14.443,
to of the estimate of 0.651 and 6.782, 0.566 and 8.463 as well as estimate of 0.345 and 5.943,
of the estimate 0.211 and 4.194. While the hypothesis of indirect relationship between
worth 0.614.
: ecolabel, perceivedqualitybrand products, trust toward brand and
ii
Muhammad MashuriAlif, UniversitasTrisakti, 2 Februari 2017
Dr. HifniAlifahmi. M.Si.
Kata kunci
"Pengaruh Label Ramah Lingkungan Terhadap Reputasi Merek yang Dimediasi oleh Persepsi Terhadap Kualitas Merek dan Kepercayaan Terhadap Merek Produk Kertas”.
likert
ecolabel .
Pembimbing :
Label ramahlingkunganpadahakekatnyaadalahsebuahprosedur yang diciptakanolehmasyarakat global untukmenjaga agar konsumendanprodusensadarakan
tanggung-jawabnyakepadapelestarianlingkunganhidup, sejakawal proses produksisampaiakhir. Proses tersebut di transformasikankemasyarakatmelaluimembangunsebuahpersepsikualitas dan kepercayaan terhadap merek produksi kertas yang dimediasi oleh kualitas merek dalam meningkatkan reputasi merek berlabel lingkungan.
Latar belakang dan tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti hubungan tiap variabel yang didasari oleh penelitian dan literatur yang terdapat dalam jurnal
-jurnal ilmiah yang digunakan untuk memperkuat tiori mengenai Label ramah lingkungan, Persepsi kualitas merek, kepercayaan terhadap merek dan reputasi
merek pada produk kertas.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 200 responden yang terdiri dari mahasiswa D3, S1 dan S2 dari perguruan tinggi yang ada di Jakarta. Penelitian ini dikembangkan berdasarkan 4 variabel dan 5 hipotesa langsung dan 1
hipotesa tidak langsung
(mediasi).Seluruhvariablediukurdenganmenggunakanskala denganpilihan 1
sampai 7 (SangatSangat tidaksetujusampai Sangat SangatSetuju).
Hasil pengelolaan data menunjukan bahwa label ramah lingkungan ( ) berpengaruh positif pada setiap variabelnya, yang ditunjukan oleh ecolabel terhadap kualitas merek dengan estimasi sebesar 1,027 dan 14,443, ecolabel terhadap kepercayaan citra merek estimasi sebesar 0,651 dan 6,782, kualitas merek terhadap Kepercayaan citra merek 0,566 dan 8,463 begitu pula dengan kualitas merek terhadap reputasi merek estimasi sebesar 0,345 dan 5,943
sedangkan kepercayaan citra merek terhadap reputasi merek sebesar estimasinya 0,211 dan 4,194. Sedangkan hubungan hipotesis tidak langsung antara Ecolabel dan Reputasi merek bernilai 0,614.
iv
Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...
Manfaat Penelitian ...
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 17
II.1. Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis... 17
II.1.1. Ekolabel (Label Ramah Lingkungan) ... 18
II.1.2. Persepsi Merek Terhadap Kualitas Produk
( ) ... 27
II.1.3. Kepercayaan Terhadap MerekProduk
( 32
II.1.4. Reputasi Merek ( )... 36
II.2. Kerangka Konseptual ... 51
II.3. Perumusan Hipotesis. ... 52
Perceived Brand Towards Quality Product
Trust Towards Brand Product)...
v
III. METODOLOGI ... 54
III.1. Rancangan Penelitian ... 54
III.2. Sasaran Populasi ... 58
III.3. Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel ... 58
III.4. Definisi Operasional Variabel ... 64
III.5. Instrumentasi dan Pengumpulan Data ... 68
III.6 Metode Analis ... 70
IV. ANALISISDAN PEMBAHASAN ... 75
IV.1. Deksripsi Objek Penelitian ... 76
IV.2. IV.3 IV.4. Analisis deskriptif Statistik ... Analisis Hasil dan Interpretasi ... Pembahasan Hasil Penelitian ... 80 92 101 V. KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN... 106
V.1. Simpulan ... 106
V.2. Implikasi Penelitian. ... 107
V.3. SaranUntuk Penelitian Selanjutnya ... 108
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
.
...
...
109
vi
Tabel Uraian Halaman
1
2
3
4
5
Tabel Validitas dan Rehabilitas
Hasil SEM (Structural Equation Modeling)
Hasil Uji Deskriptif Statistik
Hasil Demografi Responden
Hasil Uji Validitas dan Rehabilitas
119
124
128
130
vii
Model Strategi Komunikasi Strategi Argeti
Model Komunikasi Manajemen Reputasi Dowling
Proses Manajemen Citra organisasi Russell Abratt
Model Komunikasi Manajemen Reputasi Helen Stuart
Kerangka konseptual
Grafik Usia
Grafik Jenis Kelamin
Grafik Pendidikan
Grafik Merek Produk sejenis (Kertas)
Gambaran tiga merek Produk kertas sejenis.
Beberapa logo ekolabel di dunia, ISO dan SNI
viii
Lampiran Uraian Halaman
1
2
3
4
5
Kuesioner Penelitian
Gambar kemasan Produk Kertas Tanpa Salut
Simbol di seluruh dunia
Tabel Pengujian Validitas dan Rehabilitas
Daftar Singkatan
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Label ramah lingkungan atau yang biasa dikenal dengan ekolabel adalah pernyataan
yang menunjukan aspek lingkungan dalam suatu produk atau jasa. Label ramah lingkungan
ini sendiri sudah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat yang tercantum dalam
Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang-Undang-Undang 18 tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah dan Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 43 ayat (3) huruf g yang menjelaskan tentang
pengembangan sistem Label Ramah Lingkungan yang detail mengenai Undang-Undang
tersebut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 02 tahun 2014.
Aspek lingkungan yang dipengaruhi dari ekolabel adalah Standar Nasional Indonesia
19 dan Standar Internasional (ISO 14001 tahun 2005) atau Sistem Manajemen Lingkungan
(EMS). Yang selanjutnya diumpamakan sebagai label ramah lingkungan.
Ekolabel Indonesia merupakan salah satu perangkat pengelolaan lingkungan hidup
yang bersifat proaktif, sukarela dan diharapkan sebagai perangkat yang efektif untuk
melindungi fungsi lingkungan hidup, kepentingan masyarakat, dan peningkatan efisiensi
produksi serta daya saing. Selain itu, ekolabel juga dimaksudkan untuk mewujudkan sinergi
pengendalian dampak negatif ke lingkungan sepanjang daur hidupnya serta mendorong
supply and demand produk dan jasa ramah lingkungan.
Sebagai perangkat yang berperan dalam kebijakan pola produksi dan konsumsi,
ekolabel dapat dimanfaatkan untuk membangun persepsi konsumen agar memilih
produk-produk yang menimbulkan dampak lingkungan minim atau lebih kecil dibanding produk-produk lain
yang berwawasan lingkungan. Selain itu ekolabel dapat memberikan citra yang positif bagi
“brand” produk maupun reputasi perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkannya
di pasar, yang sekaligus menjadi investasi bagi peningkatan daya saing pasar (KLHK:2015).
Untuk memahami konsep lingkungan yang dapat diadaptasi dalam konsep produksi
dan konsumsi, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu terhadap perbedaan konsep
ekonomi dan ekologi. Salah satu contoh saja pada perbedaan visi yang berkaitan dengan
konsep irreversabilitas (yg tidak dapat kembali keasal) dan divisibilitas (yang habis atau
mudah dibagi). Para ahli ekologi berpendapat bahwa destruksi sumberdaya genetik terhadap
alam adalah kehilangan yang tidak bisa diganti, dan ini lebih lanjut akan mengurangi pilihan
yang mengancam kehidupan masa depan. Sedangkan Ekonom berpendapat bahwa keputusan
untuk mengekploitasi sumber daya berdasarkan perilaku ekonomi rasional sepanjang utilitas (kegunaannya) untuk melakukan itu adalah lebih besar atau sama dengan biaya yang terlibat.
Dalam aspek divisibilitas, ahli ekologi (ekologists) memandang bahwa sumberdaya lebih merupakan bagian dari satu kesatuan ekosistem dan tidak bisa dibagi dalam sudut pandang
ekonomi. Sedangkan ekonom berpendapat bahwa divisibilitas sumber daya adalah penting sebagai prasyarat untuk perputaran sumber daya di pasar, bahkan dalam pasar barang
mengasumsi adanya divisibilitas ini (Addinul Yakin:1997, Velded:1994). Perdebatan inilah
yang kemudian membawa kajian ekonomi sumberdaya dan lingkungan (resource and environmental economics).
Pendapat lainnya yang menjelaskan hubungan ekonomi dan lingkungan dikemukakan
oleh Malthus (Maltusian) tiori ini didasari atas hukum alam, bahwa sumber daya alam adalah
terbatas dan penduduk meningkat berlipat ganda dari waktu ke waktu. Eksploitasi sumber
daya yang meningkat dari waktu ke waktu akan menguras sumberdaya alam yang tersedia
Alvin Toffler meramalkan lingkungan yang lebih dinamis akan munculnya yang
dinamakan “Abad informasi yang dikendalikan teknologi.” Dia mengatakan perubahan
tersebut akan mencakup “gaya keluarga baru; perubahan cara bekerja, mencintai dan hidup;
ekonomi baru; konflik politik baru; dan perubahan kesadaran.” (Alvin Tofler: 1980)
Kesadaran ekonomi dan lingkungan baru muncul saat lahirnya buku the Tragedy of
Commons oleh Hardin (1963) yang menganalisa dampak ekonomi dan lingkungan dan penggunaan suberdaya bersama (common, public resources). Selanjutnya analisa ekonomi
mulai dipublikasikan tentang polusi lingkungan, polusi udara, polusi air, dan masalah
lingkungan lainnya. Sejak tahun 1950-an hingga sekarang, perhatian para ekonom tentang
masalah lingkungan sudah sangat meluas dan menghasilkan berbagai publikasi, misalnya
Pigou (1952),Meade (1952); Burhanan dan stubblebine (1962); Mishan (1965; 1966; 1967);
Tisdel (1999); Baumol (1972); Meadows, dkk, (1972); selanjutnya Daly (1977) dengan tiori
the steady-state economy dan seterusnya (Addinul Yakin: 1997).
Pada tahun 1968, Badan Sosial dan Ekonomi PBB (ECOSOC) mengeluarkan suatu
seruan yang akhirnya terwujud dalam konfrensi PBB pertama tentang Lingkungan manusia
(UN Conference on the Human Environment) di stockholm, Swedia pada tahun 1972. Inti pertemuan tersebut dibangunnya badan baru dibawah PBB yang mengurusi masalah
lingkungan hidup United Nation Environmental Programme (UNEP) dari sinilah kemudian dikenal istilah Pembangunan Berwawasan Lingkungan. (Sustainable development)
pembangunan yang ingin menyelaraskan antara aktivitas ekonomi dan ketersediaan sumber
daya alam (natural resources). Konsep pembangunan seperti ini tidak hanya memperhatikan kepentingan generasi kini tapi juga generasi yang akan datang (inter-generation approach).
Konsep pembangunan berkelanjutan dikemukakan pada “Brandtland Report”, Our
memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi masa
mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.
Konsep Ekolabel didunia juga sudah dibahas sejak konfrensi PBB tentang
pembangunan dan lingkungan (UNCED) di Brazil bertepatan dengan ulang tahun ke 20
konference Stockholm dan UNCED ini kemudian dikenal dengan Konferensi Tingkat Tinggi
Bumi pada tahun 1992. Sejak saat itulah banyak kebijakan lingkungan yang berlaku dan
diratifikasi oleh pemerintah Indonesia sejak tanggal 21 Nopember 1994 (OECD/IEA, 1996),
salah satunya yang melahirkan gerakan konsumen hijau (green consumer) seperti ecolebelling, cleaner production, dan eco-efficiency. Ekolabel menjadi sebuah gerakan di setiap negara yang ditujukan pada produksi yang lebih ramah lingkungan dan minim terhadap
dampak lingkungan.
Dealam aspek komunikasi, Ekolabel (Ecolabel) merupakan label atau simbol yang
dimasukan dalam komponen strategi komunikasi bersama dengan bingkai pesan, Sematik (ilmu tentang kata2), yang merupakan proses Manajemen dari Publik Relation. Public
Relations (PR) sudah lama melakukan pendekatan ekologis dan ilmu sosial sejak tahun 1952. Ringkasnya PR dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan lingkungannya, PR harus
mampu memonitor opini publik, perubahan sosial, gerakan politik, perubahan kultural,
perubahan teknologi bahkan lingkungan alam. (Scott M. Cutlip, Alen H. Center dan Glen M. Broom : 2011)
Seperti dijelaskan dalam pedoman ekolabel yang dikeluarkan oleh Pusat Standarisasi
Lingkungan dan kehutanan pada tahun 2015 bahwa penggunaan ekolabel pada produk dapat
meningkatkan citra positif pada Brand (merek) dan Reputasi perusahaan. Merek merupakan
elemen kunci strategi perusahaan. Merek adalah janji perusahaan untuk secara konsisten
memberikan features, benefits dan services kepada para pelanggan. Janji inilah yang
Rizan, dkk :2012, Futrell dan Stanton, 1989; Keagan et al, 1992; Aaker, 1991). Kotler dan Keller (2006) menyatakan sebuah merek pada hakikatnya merupakan janji pemasar untuk
menyerahkan kinerja produk atau jasa yang bisa diramal. Merek yang sudah terkenal dan
memiliki citra positif seringkali menjadi andalan dalam menentukan nilai akhir atau
kesuksesan suatu produk (Mohammad Rizan, dkk, 2012, Kertajaya, 2004).
Label Ramah lingkungan (ekolabel) terhadap kualitas produk yang dikesankan adalah
sebuah persepsi pelanggan terhadap kualitas keseluruhan atau keunggulan suatu produk atau
jasa dibandingkan dengan alternatif dan sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan
(Keller:2013). Penelitian telah mengidentifikasi dimensi umum sebagai berikut: bahan utama dan fitur tambahan; keandalan produk, daya tahan dan kemudahan servis; gaya dan design
(Mohammad Rizan, dkk, 2012.David Garvin: 198; Philip Kotler, 2000).
Menurut sebuah artikel Yu-Shan Chen, dan kawan-kawan (2015). Kualitas produk
dapat dibagi menjadi "kualitas obyektif" dan "persepsi kualitas." Tujuan Kualitas
menjelaskan keunggulan teknologi atau kekuatan produk yang digunakan dapat terukur atau
diharapkan dapat terstandar, persepsi kualitas didasarkan pada keunggulan layanan produk
atau penilaian dari keseluruhan pengguna produk atau service excellence dan biasanya lebih sangat abstrak dari referensi sederhana untuk setiap atribut produk (Yu-Shan Chen :2015,
Zeithaml, V.A:1988).
Alasan utama untuk menghidari disparitas antara persepsi kualitas dan kualitas
obyektif penelitian ini hanya difokuskan pada persepsi kualitas atara lain persepsi kualitas
dipengaruhi oleh kesan konsumen yang sudah ada; persepsi konsumen dimensi kualitas
penting berbeda dengan dimensi pada dimensi persepsi produsen. (Yu-Shan Chen :2015,
Persepsi kualitas di-definisikan sebagai "penilaian keseluruhan dari produk atau
layanan keunggulan atau superioritas oleh pengguna (Zeithaml, V.A.: 1988.). Ukuran kualitas
yang dirasakan dapat ditentukan oleh lima dimensi: kemudahan penggunaan, fungsionalitas,
kinerja, kemampuan layanan, dan reputasi (Brucks, M.; Zeithaml, V.A.; Naylor, G.; J. Acad. Mark. Sci. : 2000).
Mengenai masalah Kepercayaan lingkungan, dijelaskan dalam sebuah penelitian
(Chen, Y.S. : 2010.), literatur ini mendefinisikan "green trust" sebagai kesediaan tergantung
pada produk, layanan, atau merek berdasarkan pada keyakinan atau harapan yang dihasilkan
dari kredibilitas perusahaan, kebajikan, dan kemampuan terhadap kinerja lingkungannya.
Hasil dari literatur tersebut menunjukan bahwa persepsi kualitas dan kepuasan
terhadap kepercayaan adalah dua mediator parsial pada hubungan negatif antara ramah
lingkungan dan kepercayaan lingkungan. Selain itu, hasil menunjukkan
ramah lingkungan positif dengan kepuasan hijau sedangkan kualitas hijau positif terkait
dengan kepercayaan hijau.
Selanjutnya menjelaskan bahwa ramah lingkungan dari suatu produk berlabel
ekolabel memiliki tiga pendekatan untuk positif mempengaruhi kepercayaan hijau.
Pendekatan pertama adalah bahwa produk berlabel ramah lingkungan dari suatu produk
positif dapat mempengaruhi kepercayaan hijau langsung. Pendekatan kedua adalah bahwa
produk berlabel ramah lingkungan positif dapat mempengaruhi kepercayaan hijau secara
tidak langsung melalui kepuasan produk hijau. Ketiga. Pendekatannya adalah bahwa produk
ramah lingkungan secara positif dapat mempengaruhi kepercayaan hijau tidak langsung
melalui persepsi kualitas hijau yang dirasakan. (Yu-Shan Chen, Ching-Ying Lin and Chia-Sui
Kepercayaan adalah keyakinan bahwa pihak lain adalah handal dan dapat diandalkan,
dan bahwa pihak lain tidak manipulatif (jujur) dan berkomitmen pada janji-janjinya (Yu-Shan
Chen :2015, Luhmann :1979). Kepercayaan didasarkan pada integritas, kebajikan dan kompetensi. Kepercayaan sering didefinisikan menurut penelitian psikologi sosial, yang
didasarkan pada keandalan (kualitas mutu) dan goodwill dari pihak lain. Keandalan mengacu
pada tingkat kepercayaan terhadap pidato (pesan/ucapan), kata-kata dan perilaku, sedangkan
goodwill mengacu keprihatinan tentang tujuan dan kesejahteraan kedua belah pihak dalam
mengejar kepentingan umum terbesar (Yu-Shan Chen dkk, 2015. Lin, L.-Y.; Wang, J.-F.; Huang, L.-M : 2011).
Sedangkan Reputasi sendiri merupakan penghargaan yang didapat oleh perusahaan
atau merek karena adanya keunggulan–keunggulan yang ada pada merek tersebut, seperti
kemampuan yang dimiliki oleh merek, sehingga perusahaan akan terus dapat
mengembangkan dirinya untuk terus dapat menciptakan hal-hal yang baru,, bagi pemenuhan
kebutuhan konsumen. Untuk menjadi sukses dan menguntungkan, merek harus memiliki
reputasi positif (Køhler Hansen: 2015, Herbig dan Milewicz, 1995). Reputasi adalah persepsi agregat dari pihak luar pada karakteristik perusahaan yang menonjol (Susan V. Scott and Geoff Walsham, 2004. Fombrun dan Rindova, 2000), atau merek. Perusahaan atau merek
dapat membangun berbagai macam reputasi, seperti reputasi kualitas, kepercayaan reputasi,
reputasi terhadap label lingkungan, reputasi terhadap inovasi produk, dan lain sebagainya.
Suatu reputasi merek atau perusahaan akan menurun manakala gagal dalam memenuhi apa
yang disyaratkan pasar atau konsumen (Herbig, Milewicz dan Golden, 1994). Reputasi adalah salah satu kontributor utama untuk kualitas yang dirasakan dari produk yang membawa nama
merek. Konsumen berharap bahwa produk yang diproduksi saat ini memiliki kualitas yang
sama dengan produk yang diproduksi di masa lalu, karena merek menambah kredibilitas
yang akan menyerahkan kinerja produknya kepada konsumen akan membuat merek lebih
dikenal. Merek yang sudah dikenal dan memiliki citra positif akan membuat merek tersebut
mempunyai reputasi yang positif. Merek yang positif dan interaksi pribadi sangat penting
untuk pembangunan hubungan merek yang sukses (Susan V. Scott and Geoff Walsham, :2004, O'Laughlin et al., 2004).
Karena perubahan reputasi mempengaruhi semua stakeholder, perusahaan memonitor
dan mengelola reputasi secara ketat. Dalam diaknosis Fombrun bahwa reputasi global
didasarkan pada enam faktor atau 'pilar' (Susan V. Scott and Geoff Walsham, 2004, Fombrun, Gardberg dan Sever, 2000): 1. daya tarik emosional (kepercayaan, kekaguman dan rasa hormat); 2. produk dan jasa (kualitas, inovasi, nilai uang dan sebagainya); 3. visi dan
kepemimpinan; 4. kualitas kerja (dikelola dengan baik, menarik tempat kerja; bakat
karyawan); 5. kinerja keuangan; serta 6. tanggung jawab sosial.
Dari tulisan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Label Ramah Lingkungan apakah
berkolerasi dengan meningkatnya Reputasi terhadap Merek Produk. Begitu juga apakah
Persepsi Kualitas Merek Produk, bukan hanya dapat meningkatkan reputasi tetapi juga dapat
meningkatkan kepercayaan terhadap citra merek produk. Apakah Label ramah lingkungan
dalam membangun proses kognitif berupa penyebaran informasi ramah lingkungan pada
persepsi kualitas produk berlogo label lingkungan dan kemudian turut terlibat dalam proses
stategi komunikasi dalam hal membangun reputasi yang baik terhadap merek produk kertas.
Dari alasan diatas itulah saya mengambil tesis ini berjudul “Pengaruh Label Ramah
Lingkungan Terhadap Reputasi Merek yang Dimediasi oleh Persepsi Terhadap Kualitas
1.2. Perumusan masalah
Dalam hal produk dan jasa (Fombrun, Gardberg dan Sever, 2000) dapat dilihat
dalam Jurnal (Norma Borin dan Douglas C. Cerf R. Krishnan :2011), mengenai kualitas produk lingkungan, pasar saat ini semakin tertarik untuk memasarkan produk hijau (produk
lingkungan). Konsumen menyatakan bahwa mereka bersedia membayar harga premium
untuk produk ini (Veisten, 2007; Vlosky et al. 1999; Wustenhagen, 1998). Dan harga premium tampaknya tak terelakkan karena perusahaan harus memastikan menjadi
menguntungkan. (Prakash, 2002, p.287). tetapi hal ini terbantahkan dengan penelitian Mónica Carmona (2011) ia menyimpulkan tiga hal baru yaitu: 1. Harga bukan merupakan
faktor kunci dalam pembelian produk ekolabel. 2. Tampaknya penampilan ekologi
perusahaan 'merupakan faktor semakin penting. 3. Citra Lingkungan menjadi penting disini.
Studi terbaru menunjukkan bahwa 93 persen segmen besar konsumen, mengatakan
bahwa mereka berpartisipasi dalam upaya untuk mempertahankan lingkungan (Hartmann Group, 2007), dan 37 persen, merasa sangat prihatin dengan dampak lingkungan (California
Green Solusi, 2007).
Menurut Lucy Atkinson. (2014), kredibilitasadalah dimensi penting dari kepercayaan
konsumen (Du, Bhattacharya, dan Sen 2007), dan konseptualisasi ini diambil dari definisi
Ganesan’s (1994) untuk mencerminkan sejauh mana konsumen percaya “ekolabel” memiliki
keahlian yang diperlukan untuk menyampaikan produk atau jasa (service) secara efektif dan
keyakinan bahwa "pernyataan dalam bentuk yang di katakan atau yang tertulis dapat
diandalkan".
Sementara itu dalam melihat atribut produk dapat meliputi kenyamanan, ketersediaan,
harga, kualitas dan kinerja. (Ginsberg & Bloom, 2004, pp.79-80). Menurut Prakash (2002) hal ini tidak hanya dapat membantu untuk memenuhi gap (sikap dan perilaku konsumen)
adalah salah satu strategi pengungkapan informasi penting. Ia bekerja sebagai alat yang
berguna dalam dua hal sekaligus yaitu untuk pemasaran dan meningkatkan sikap serta
perilaku hijau di beberapa negara.
Sedangkan dalam jurnal Norm Borin and Douglas C. Cerf R. Krishnan (2011) membagi kategori berdasarkan kategori produk dan pesan (informasi Linkungan).
Dalam literatur R. Krishnan (2011) menemukan bahwa pesan positif dipandang lebih
diterima dari pada pesan-pesan negatif. Banyaknya priming mengenai informasi logo
lingkungan, menyebabkan kepercayaan pasar terhadap informasi yang ada dalam logo
lingkungan sendiri menjadi melemah. Kelemahan tersebut bisa terjadi diakibatkan
pemerintah, perusahaan dan pihak ketiga ekolabel pada berbagai macam produk (R. Krishnan
:2011, Bhaskaran et al., 2006). Kebingungan pasar ditambah lagi dengan meningkatnya jumlah perusahaan mengembangkan label milik mereka sendiri untuk membedakan diri
mereka di pasar dengan yang lain.
Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa konsumen bereaksi lebih baik
terhadap pesan atribut positif, relatif terhadap pesan atribut negatif (R. Krishnan :2011, Beach et al., 1996; Buda and Zhang, 2000; Johnson, 1987; Levin and Gaeth, 1988) temuan ini menjelaskan sebagai bagian dari proses konsumen-encoding di mana pesan-pesan positif
membangkitkan kenangan yang menguntungkan, sedangkan pesan-pesan negatif
membangkitkan asosiasi kurang diinginkan. Penjelasan lain adalah konsep priming di mana
pesan bilangan premis subjek positif atau negatif dan evaluasi ini ditransfer ke objek (R.
Krishnan :2011, Levin et al, 1998.) label ramah lingkungan. Hubungan antara kualitas produk lingkungan dan kepercayaan dari analisa diatas dapat disumpulkan dipengaruhi salah-satunya
oleh ketersediaan informasi dan pesan-pesan didalamnya.
Studi terbaru dilakukan oleh Levin (1999), Cason dan Gangadharan (2000), Nimon
menyatakan kesediaan mereka untuk membeli produk yang ''aman'' bagi lingkungan (R.
Krishnan :2011).
Menurut Heding et al. (2009) persepsi konsumen dan sikap merupakan elemen kunci
untuk memahami dan mengevaluasi pembentukan dari citra merek (brand image) mereka dan reputasi. Sehubungan dengan itu kunci untuk memahami makna subjektif sikap konsumen
terhadap formasi yang dipengaruhi oleh pengaturan sosial budaya dan interpretasi subjektif
mereka tentang simbol ekolabel. Unsur-unsur ini merupakan penentu dari pertukaran
merek-konsumen dan membimbing merek-konsumen dalam konstruksi identitas mereka dan ekspresi diri
(Heding et al., 2009).
Konsep komunikasi perusahaan mencakup semua komunikasi dan praktek pemasaran
perusahaan (Hansen, 2012: 94) dan menurut Van Riel dan Fombrun (2007: 22) tujuannya adalah untuk memiliki satu efisien strategi koordinasi terpusat. Jika perusahaan berhasil
dalam menciptakan koherensi antara kegiatan dan identitas mereka hasilnya akan menjadi
homogen terhadap brand image dan reputasi pemangku kepentingan. Sehingga konsumen
menjadi pencipta makna pesan perusahaan (Hansen, 2012).
Kadang kala dalam memahami masalah Reputasi Merek tergambar pada Citra Produk
yang tergambar dari keputusan berdasarkan Reputasi Merek atau produk karakteristik seperti
warna atau aroma (Keller: 1978). Selain itu Reputasi juga menambah dampak iklan pada penjualan. Perusahaan B2B (business-to-business) industri sering percaya bahwa mereka
dapat mengelola tanpa reputasi merek perusahaan, dan hanya mengandalkan reputasi merek
produk. (Kefferer, 2008) hal yang akan dikaji lebih lanjut dalam tesis ini.
Satu studi menunjukkan bahwa reputasi merek adalah kriteria penyaringan kunci dari
gatekeeper membuat keputusan baru-produk di supermarkets (David B. Montgomery :1978.. Keller:1978, h.436). Untuk hal itu perlu dilakukan pengamatan produk berlebel ekolabel di
Indonesia. Hal ini juga sesuai dengan daftar dokumen yang dimiliki oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang produk berlogo Ekolabel Indonesia tipe satu pada
produk kertas produsen PT. Pindo Deli Pulp and Paper Mills II Tbk, PT. Indah Kiat Pulp &
Paper, Tbk, April Group’s (PT. Riau Andalas Kertas dan PT. Anugrah Kertas Utama).
Sebagai mana diketahui menurut survey di Amerika (Arun K. Srinivasan, Glenn C.
Blomquist 2009) potensi sumber daya dan konservasi energi telah dicapai sampai batas
tertentu oleh peningkatan persentase pemanfaatan kertas pulih, dari 24,6% pada tahun 1986
ke 48,3% tahun 2001 pada pabrik kertas dan kertas karton Amerika Serikat (American Forest and Paper Products Association 2001). Kertas pulih (kertas cetak tanpa salut) digunakan untuk membuat berbagai produk termasuk kertas fotokopi, kotak bergelombang,
handuk kertas dan serbet, dan mulsa hidrolik. Hampir 4% kertas recovered digunakan dalam pembuatan handuk kertas dan serbet pada tahun 2000 (American Forest and Paper
Association Produk, 2001). Oleh karena itu tesis ini mengambil sempel penelitian serupa di Indonesia pada produk kertas pulin tanpa salut. Karena belum adanya penelitian serupa pada
produk kertas (kertas ketik, tulis atau foto copy) ekolabel type 1 di Indonesia, maka penelitian
ini dikhususnya pada penelitian tersebut.
Gambar. 1, Logo Ekolabel Indonesia (type 1)
Lebih lanjut penelitian ini juga akan menjawab beberapa pertanyaan secara lebih
1. Apakah Label Ramah Lingkungan (ecolabel) mempengaruhi Persepsi Kualitas Merek (Perceived Brand Quality)?
2. Apakah Label Ramah Lingkungan (ecolabel) mempengaruhi Kepercayaan Terhadap Merek Produk (Trust Towards Product Brand)?
3. Apakah Label Ramah Lingkungan (ecolabel) mempengaruhi Reputasi Merek (Brand
Reputation)?
4. Apakah Persepsi Kualitas Merek (Perceived Brand Quality) mempengaruhi
Kepercayaan Terhadap Merek Produk (Trust Towards Product Brand)?
5. Apakah Kualitas Merek (Perceived Brand Quality) mempengaruhi Reputasi Merek (Brand Reputation)?
6. Apakah Kepercayaan Terhadap Merek Produk (Trust Towards Product Brand) mempengaruhi Reputasi Merek (Brand Reputation)?
I.3. Pembatasan masalah.
Penelitian ini dibatasi hanya pada perusahaan Kertas di Indonesia. Untuk kertas pada
produk berlogo ekolabel Indonesia tipe I. Untuk infrormasi priming, menampilkan informasi
mengenai logo ekolabel Indonesia.
Untuk kuesioner dilakukan di Universitas dengan respondennya adalah mahasiswa,
Kuesioner dilakukan oleh 200 responden mahasiswa. Mengapa dipakai mahasiswa, karena
mahasiswa yang berhadapan langsung dengan produk kertas terutama mahasiswa pada
I.4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, penelitian ini berusaha menjawab beberapa
pertanyaan penelitian. Pertanyaan umum yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah
apakah label ramah lingkungan mempengaruhi persepsi konsumen dalam membangun
reputasi merek produk kertas yang berdampak terhadap reputasi merek perusahaan. Variabel
utama yang mempengaruhi Reputasi Merek dengan adanya keterlibatan persepsi terhadap
Merek Kualitas Produk yang dapat membangkitkan kepercayaan terhadap citra merek produk
dan Reputasi merek. Begitu pula bagaimana Kepercayan Terhadap Citra Merek Produk
meningkatkan reputasi terhadap Reputasi merek, baik reputasi merek produk maupun
reputasi merek perusahaan.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh indikator label kualitas lingkungan /
Ekolabel, yang berupa sarana yaitu;
1.1.Sarana untuk mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan di Indonesia
(Brundtlandt-Report 1980 dan Rio-Conference 1992);
1.2. Sarana untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh indikator Ekolabel berupa sarana
komunikasi tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Peningkatan Daya Saing Produk
terhadap Persepsi Merek Kualitas Produk.
3. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh indikator Ekolabel berupa sarana
komunikasi tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Peningkatan Daya Saing Produk
4. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh indikator Ekolabel berupa sarana komunikasi tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Peningkatan Daya Saing Produk
yang dapat mempengaruhi Reputasi Merek.
5. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Persepsi Merek Kualitas Produk berupa sarana komunikasi tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Peningkatan Daya Saing
Produk yang dapat mempengaruhi Kepercayaan terhadap Merek Produk.
6. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Persepsi Merek Kualitas Produk berupa
sarana komunikasi tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Peningkatan Daya Saing
Produk terhadap Reputasi Merek.
7. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Kepercayaan terhadap Merek Produk
berupa sarana komunikasi tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Peningkatan Daya
Saing Produk dalam meningkatkan Reputasi Merek.
I.5. Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui dan menganalisa keseluruhan tujuan penelitian tersebut, maka
kegunaan penelitian ini antara lain sebagai berikut:
Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi secara teoritis dan praktis. Secara tioritis
penelitian ini diharapakan dapat memperkaya literatur dan studi empiris mengenai peran lebel
ramah lingkungan (ekolabel) yang dihubungkan dengan perilaku konsumen, khususnya
kepercayaan konsumen terhadap produk-produk berlabel lingkungan.
Secara praktis penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber bagi pembuat
kebijakan/Pemerintah, praktisi / manajer dan akademisi dalam memahami bagaimana
lingkungan (ekolabel). Sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi
praktisi, manajer dan pemerintah dalam menyusun strategi komunikasi yang dapat langsung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
II.1. Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis.
Tinjauan Pustaka untuk tesis ini salah satunya diambil dari artikel
(Yu-Shan Chen :2015). Didasari karena meningkatnya
prevalensi permintaan terhadap produk hijau, lebih banyak terhadap pelanggan secara
bertahap menjadi pendukung dari gaya hidup hijau dan bersedia untuk memilih produk hijau
yang berdapak mengurangi kerusakan lingkungan (Chen : 2014, H. 6, 7787–7806). Hal ini
didasari literatur sebelumnya tentang perilaku ramah lingkungan, serta produk hijau dan
teknologi (Kontogianni, E.; Kouthouris, C.:2014, H. 21, 101–110).
Selain itu persepsi kualitas tercermin dalam kepercayaan (Garbarino, E.; Johnson,
M.S.:1999, H. 63, 70–87) pelanggan. Label Ramah Lingkungan-Ekolabel merupakan Citra
dan Identitas sebuah Reputasi yang kokoh (solid reputation) yang terbentuk melalui identitas
(logo/label) organisasi yang khas, proyeksi Citra publik yang konsisten, dan komunikasi
persuasi yang positif pada segenap jenis konstituensi (André A. Hardjana :2008).
Selanjutnya menurut paparan Charles J. Fombrun (1996), dalam buku Reputation:
, dengan reputasi yang kokoh organisasi telah menyebarkan
informasi kepada masyarakat tentang produk apa yang harus dibeli, di perusahaan mana
orang harus bekerja, dan pada saham apa harus berinventasi. Dalam pengertian Fombrun,
reputasi merupakan sumber daya keunggulan bersaing tanpa persaingan keras reputasi tidak
akan jadi masalah. Artinya dengan adanya persaingan reputasi baru dapat diukur.
The Influence of
Environmental Friendliness on “Green Trust: The Mediation Effects of Green Satisfaction
and Green Perceived Quality”
“Realizing
II.1.1. Ekolabel (Label Ramah Lingkungan)
Ekolabel merupakan salah satu sarana untuk memberikan informasi lebih kepada
konsumen tentang dampak lingkungan dari konsumsi mereka, menghasilkan perubahan pola
konsumsi ke arah yang lebih ramah lingkungan, dan mendorong produsen, pemerintah dan
agen lain untuk meningkatkan standar komponen atau kemasannya terhadap lingkungan dari
produk / jasa (Ibon Galarraga Gallastegui:2002). Fakta mengatakan bahwa label tersebut
adalah sukarela mereka tidak dianggap dapat menghalangi perdagangan, salah satu alasan
mengapa menjadi pilihan program lingkungan (Isolda (1997), Zarrilli (1997) dan Ibon
Galarraga Gallastegui :2002). Pemberian informasi tersebut pada umumnya bertujuan untuk
mendorong permintaan dan penawaran ( ) produk ramah lingkungan di
pasar yang juga mendorong perbaikan lingkungan secara berkelanjutan.
Ekolabel dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang diterapkan pada produk
atau kemasan produk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran,
media internet. Selain itu, informasi yang disampaikan dapat pula lebih lengkap dan
mengandung informasi kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait dengan
produk tersebut. Label lingkungan bertindak sebagai panduan bagi konsumen untuk memilih
produk yang ramah lingkungan. Hal ini sering digunakan oleh perusahaan untuk
membedakan produk mereka, posisi mereka dalam mengkomunikasikan pesan ramah
lingkungan (D'Souza, (2000); Clare D'Souza :2006).
Ekolabel dapat digunakan oleh produsen, importir, distributor, pengusaha ‘ ’atau
pihak manapun yang mungkin memperoleh manfaat dari hal tersebut. Selanjutnya ekolabel
telah dimasukkan ke dalam operasi di seluruh dunia menggunakan skema yang berbeda,
seperti dapat ditemukan dalam karya Morris (1997), Ibon Galarraga Gallastegui, (2002.).
supply and demand
A.
Ekolabel dapat dimanfaatkan untuk mendorong konsumen agar memilih produk
-produk yang memberikan dampak lingkungan yang lebih kecil dibandingkan -produk lain
yang sejenis. Penerapan ekolabel oleh para pelaku usaha dapat mendorong inovasi industri
yang berwawasan lingkungan. Selain itu, ekolabel dapat memberikan citra yang positif bagi
‘ ’ produk maupun perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkannya di pasar,
yang sekaligus menjadi investasi bagi peningkatan daya saing di pasar.
Ekolabel menyediakan konsumen dengan informasi tentang kualitas lingkungan dari
produk individu, pada titik pembelian, untuk memungkinkan mereka untuk memilih produk
yang dapat diterima dari sudut pandang lingkungan. Ekolabel merupakan cara penting untuk
meningkatkan transparansi dan kepercayaan konsumen dengan klaim lingkungan (John
Thøgersen, Pernille Haugaard and Anja Olesen :2009).
Karena kepentingan tersebut, konsumen juga memiliki kesempatan untuk berperan
serta dalam penerapan ekolabel dengan memberikan masukan dalam pemilihan kategori
produk dan kriteria ekolabel. Penyediaan ekolabel bagi konsumen juga akan meningkatkan
kepedulian dan kesadaran konsumen bahwa pengambilan keputusan dalam pemilihan produk
tidak perlu hanya ditentukan oleh harga dan mutu saja, namun juga oleh faktor pertimbangan
lingkungan.
Ukuran keberhasilan ekolabel dapat dilihat dari adanya perbaikan kualitas lingkungan
yang dapat dikaitkan langsung dengan produksi maupun produk yang telah mendapat
ekolabel. Selain itu, tingkat peran serta dari kalangan pelaku usaha dalam menerapkan
ekolabel juga menjadi indikator penting keberhasilan ekolabel. Manfaat Ekolabel.
B. Prinsip Dasar Ekolabel.
C. Tipe – Tipe Ekolabel yang ada di Indonesia.
Produk yang diberi ekolabel selayaknya adalah produk yang dalam daur hidupnya
mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, pendistribusian, penggunaan, dan
pembuangan setelah penggunaan, memberi dampak lingkungan relatif lebih kecil
dibandingkan produk lain yang sejenis. Ekolabel akan memberikan informasi kepada
konsumen mengenai dampak lingkungan yang ada dalam suatu produk tertentu yang
membedakannya dengan produk lain yang sejenis.
Sesuai dengan skema ISO, terdapat 3 pendekatan pelabelan lingkungan yang hampir
sama di seluruh dunia (OECD, 1997), yaitu:
1. Pelabelan lingkungan tipe I adalah label lingkungan oleh pihak ketiga kepada
produk yang memenuhi seperangkat persyaratan (“multi-criteria”) yang telah
ditentukan pada kategori produk tertentu.
2. Pelabelan lingkungan Tipe II adalah swa-deklarasi.
3. Pelabelan lingkungan Tipe III adalah informasi kuantitatif tentang aspek
lingkungan dalam daur hidup produk yang disampaikan oleh pemasok
berdasarkan verifikasi independen oleh pihak ketiga.
A. Ekolabel Tipe I B. Ekolabel Tipe II
1. Ekolabel tipe 1
2. Ekolabel tipe 2
Jenis ekolabel yang banyak digunakan di dunia sampai saat ini adalah ekolabel
tipe 1 yang dilaksanakan oleh pihak ketiga yang independen. Kriteria pemberian
ekolabel pada umumnya bersifat multi-kriteria, berdasarkan pertimbangan pada
dampak lingkungan yang terjadi sepanjang daur hidup produk. Setelah melalui proses
evaluasi oleh badan pelaksana ekolabel tipe 1, maka pemohon diberi lisensi untuk
mencantumkan logo ekolabel tertentu pada produk atau kemasan produknya.
Keikutsertaan para pelaku usaha dalam penerapan ekolabel tipe 1 bersifat sukarela
( ).
Secara umum, ekolabel tipe 1 terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:
• Pemilihan kategori produk dan jasa
• Pengembangan dan penetapan kriteria ekolabel
• Penyiapan mekanisme dan sarana sertifikasi, termasuk pengujian, verifikasi
dan evaluasi serta pemberian lisensi penggunaan logo ekolabel
Ekolabel tipe 2 merupakan pernyataan atau klaim lingkungan yang dibuat
sendiri oleh produsen/pelaku usaha yang bersangkutan. Ekolabel tipe 2 dapat berupa
simbol, label atau pernyataan yang dicantumkan pada produk atau kemasan produk,
atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media
internet, dan lain-lain. Contoh pernyataan atau klaim tersebut adalah
, dll.
Keabsahan ekolabel tipe 2 sangat dipengaruhi oleh:
Mandatory
‘recyclable’,
• Metodologi evaluasi yang jelas, transparan, ilmiah, dan terdokumentasi
• Verifikasi yang memadai
Ekolabel tipe 3 berbasis pada multi-kriteria seperti pada ekolabel tipe 1,
namun informasi rinci mengenai nilai pencapaian pada masing-masing item kriteria
disajikan secara kuantitatif dalam label. Evaluasi pencapaian pada masing-masing
item kriteria tersebut didasarkan pada suatu studi kajian daur hidup produk. Dengan
penyajian informasi tersebut, konsumen diharapkan dapat membandingkan kinerja
lingkungan oleh berbagai produk berdasarkan informasi pada label dan selanjutnya
memilih produk berdasarkan item kriteria yang dirasakan penting oleh masing-masing
konsumen.(OECD, 1997, Ekolabel Indonesia –KLH)
Program ekolabel di Jerman yang dimulai tahun 1977 merupakan program
ekolabel pertama di dunia. Keberhasilan kemudian mengilhami pengembangan
dan penerapan program sejenis (tipe 1) di berbagai negara. Pada saat ini terdapat
sekurang-kurangnya 27 program ekolabel tipe 1 di berbagai negara. Beberapa program diprakarsai dan
dikembangkan oleh pihak pemerintah sementara sebagian yang lain oleh kelompok LSM.
Pada tahun 1995 (GEN) dibentuk untuk menjadi sarana
komunikasi dan kerjasama antar lembaga penyelenggara program ekolabel tipe 1 di seluruh
dunia.
Kategori produk dan kriteria ekolabel yang telah disusun dalam berbagai program
ekolabel tersebut relatif bervariasi, tergantung kepada isu penting dan kondisi masing-masing
negara. Sebagai contoh, Denmark telah menyusun kriteria ekolabel untuk kertas dan tekstil, 3. Ekolabel tipe 3
D. Kapan Ekolabel Ada di Dunia
Blue Angel
Blue Angel
Perancis menyusun kriteria ekolabel untuk cat, vernis, baterai, dan shampoo. Sementara itu,
Inggris telah menyusun kriteria ekolabel untuk mesin cuci, ‘ .
Di sisi lain, terdapat pula prakarsa dari berbagai produsen untuk menyampaikan
informasi atau membuat pernyataan lingkungan mengenai aspek lingkungan pada produknya,
yang tidak ada kriteria ekolabel untuk tipe 1-nya. Prakarsa ini terkait dengan berkembangnya
pendekatan ‘ dan juga ‘ . Prakarsa inilah yang
kemudian berkembang menjadi ekolabel tipe 2 ( ). Pada saat ini, berbagai
bentuk ekolabel tipe 2 telah mulai umum digunakan oleh produsen di berbagai negara.
Dalam perkembangan terakhir, informasi yang disajikan oleh produsen dapat
berkembang lebih jauh sehingga bersifat komprehensif dan dilengkapi dengan informasi yang
bersifat kuantitatif, yang menggambarkan aspek lingkungan penting dari produk yang
bersangkutan. Penyajian informasi ini berdasarkan pada kajian daur hidup dan memerlukan
kajian yang menyeluruh dari para ahli untuk mendukung keabsahan dan kredibilitas
informasi yang disajikan tersebut. Ekolabel jenis ini kemudian disebut sebagai ekolabel tipe
3. Ekolabel tipe 3 ini baru dikembangkan dan dilaksanakan di beberapa negara maju,
termasuk Korea dan Jepang.(GEN, KLH)
Banyak pihak menyadari bahwa ekolabel berpotensi menjadi
’ apabila tidak ada pedoman yang disepakati secara internasional. Berbagai
organisasi internasional telah membahas isu ini, termasuk UNEP, W TO, UNCTAD, OECD,
UNIDO, dan ISO. Di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah muncul berbagai
permasalahan dalam perdagangan internasional yang dikaitkan dengan ekolabel. Sebagai
contoh: embargo kopi Lampung di Eropa karena isu penanaman kopi di kawasan hutan
lindung, pelarangan impor ikan tuna dari Indonesia oleh Amerika Serikat karena isu
hair spray’, ‘deodorant’
green marketing’ product stewardship’
self declaration
‘non-tariff trade
barriers
konservasi penyu, persyaratan ‘oekotex 100’ oleh para pembeli di Eropa untuk produk tekstil,
dan terakhir boikot produk kertas di Singapore karena isu kebakaran hutan di sumatera dan
masih banyak lainnya.
Sebagai salah satu upaya untuk menghindari penggunaan ekolabel sebagai hambatan
dalam perdagangan secara tidak bertanggungjawab, ISO mengembangkan satu seri standar
internasional untuk ekolabel, yang menjadi bagian dari standar ISO seri 14000 untuk
Manajemen Lingkungan. Pada saat ini, standar ISO untuk ekolabel meliputi:
• ISO 14020 .
• ISO 14021
.
• ISO 14024
• ISO 14025
.
Semua standar ISO tersebut di atas berisi pedoman yang bersifat sukarela dan tidak
bersifat mengikat. Walaupun demikian, beberapa program/pelaksana ekolabel telah mulai
upaya harmonisasi dengan pedoman dalam standar ISO tersebut, walaupun pada umumnya
belum sepenuhnya tercapai. (ISO, SNI, KLH)
Pengembangan ekolabel di Indonesia mempunyai dua dimensi, Prakash (2002, h
.292-293). sebagai berikut:
1. Sarana untuk mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan di
Indonesia, dalam bentuk salah satunya meningkatkan sikap serta perilaku
Environmental Label and declarations - general Principles
Environmental Label and declarations – Self declared environmental
claims - Type II environmental labelling
Environmental label and declaration – Type I environmental labelling
– Principles and procedures.
Environmental labels and declarations – Type III environmental
declarations – Principles and procedures
hijau(Prakash).Devinisipembangunan berkelanjutan 1980
dan 1991 adalah a. Memperhatikan sumber daya alam dan
lingkungan terhadap pola pembangunan dan konsumsi. Dan b. Memperhatikan
pada kesejahteraan ( ) generasi mendatang. Yang dihubungkan
dengan konsep (TBL)” yaitu (ekonomi),
(Sosial) dan (Lingkungan)
. (John Elkington :1997).
2. Sarana Pedagangan (Prakash :2002, pp.292-293) dan untuk meningkatkan
daya saing produk Indonesia di pasar global.Yang dimaksud daya saing ini
meliputi Lokasi (Frans. 2003), Harga (Sunarto:2006), Pelayanan/Service,
Mutu atau kualitas dan promosi. Pesaing menurut Kotler adalah; Persaingan
Merek, Persaingan Industri, Persaingan Bentuk dan Persaingan Generik.
Kegiatan pengembangan ekolabel telah mulai dikoordinasikan oleh Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) sejak tahun 1994, dengan melibatkan
instansi/institusi yang terkait, antara lain Depperindag, Dephut, Depkes, Deptan, Bappenas,
BPPT, BSN, KADIN, LEI, YLKI, dunia usaha/industri. Pengembangan ekolabel tersebut
terus beradaptasi dengan perkembangan di dunia internasional dan nasional, dengan berfokus
pada kepentingan Indonesia.
Sebagai kelanjutan upaya tersebut di atas, mulai tahun 2002 Kementerian Lingkungan
Hidup melanjutkan upaya Bapedal dalam penyusunan beberapa kriteria ekolabel nasional
untuk produk prioritas, antara lain, kertas tisu dan kertas kemasan, tekstil dan produk tekstil,
kulit, dan sepatu. Di sisi lain, pemerintah bekerjasama dengan wakil berbagai pihak juga telah
menyiapkan adopsi standar ISO 14020 Prinsip Umum Ekolabel menjadi Standar Nasional
Indonesia (SNI).
Brundtlandt-Report
Rio-Conference
well-being
Triple Bottom Line Profit People
Planet annibals with fork triple botton line of 21st
century business
Untuk memfasilitasi dan membina penerapan ekolabel tipe 2, KLH telah mulai
menyusun panduan ekolabel tipe 2 berbasis pada ISO 14021 dan UU No. 8/1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Khusus untuk menghadapi isu persyaratan perdagangan yang dikaitkan dengan aspek
lingkungan pada produk, Pemerintahberinisiatif untuk memfasilitasi peningkatan koordinasi
dan kerjasama antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam menyediakan sarana yang
kompeten dan memadai di Indonesia bagi pengujian, evaluasi, dan/atau verifikasi yang
diperlukan untuk mendukung informasi/pernyataan/klaim yang diberikan oleh pelaku usaha
Indonesia kepada pihak rekanan di Luar Negeri yang memerlukan/meminta informasi
tersebut. Koordinasi dan kerjasama tersebut sangat penting dalam melindungi kepentingan
nasional Indonesia dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia sekaligus
meningkatkan daya saing produk Indonesiadi pasar global.
Untuk itu Pemerintah Indonesia dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 43 ayat (3) huruf g,
mengamanatkan sistem label ramah lingkungan sebagai perangkat instrumen ekonomi yang
bersifat proaktif sukarela. Perangkat ekolabel yang dikembangkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup adalah salah satu upaya memperbaiki kualitas lingkungan dari sisi
konsumsi dan produksi suatu produk.
Untuk mengakomodir inisiatif tersebut, dan dalam rangka pengembangan dan
penerapan ekolabel diperlukan suatu pengaturan mengenai mekanisme dan tatacara
pencantuman logo ekolabel ramah lingkungan ( ), dan logo ekolabel
swadeklarasi. Pengaturan Pencantuman Logo Ekolabel Indonesia dan Logo ekolabel
Swadeklarasi Indonesia diatur melalu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.02 Tahun
2014. Sedangkan pada tahun 2015 di keluarkan Pedoman dan Verivikasi Ekolabel dan
pedoman Klaim Lingkungan Swadeklarasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) bersamaan dengan bergabungnya dua Kementerian tersebut hal ini
menandakan komitmen pemerintah dan dunia usaha akan keberpihakannya tehadap produksi
ramah lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Sedangkan untuk penelitian tesis ini kriteria ekolabel yang dipakai adalah kriteria
ekolabel tipe I pada produk kertas tanpa salut, pada produk Bola dunia, Sinar dunia, Paper
One No. SNI: 19-7188.1.3-2006. Distandarisasi oleh Lembaga Standarisasi PaPICS Balai
Besar Pulp dan Kertas, dan produk-produk sejenis lainnya. (Sumber: Vol.2
. S.K. Agarwal :2002, H. 143,
Ibon Galarraga Gallastegui , 2002, KLHK, BSN)
II.1.2.
Menurut Lucy Atkinson dalam
tahun 2010
dikatakan bahwa di dalam informasi lingkungan yang asimetris, di mana satu sisi memegang
informasi lebih lanjut atau lebih baik dari yang lain, konsumen mengandalkan isyarat atau
sinyal sebagai sarana mengevaluasi kualitas produk (Darby dan Karni 1973; Kirmani 1997;
Kirmani dan Akshay 2000; Nelson 1970, 1974 ).
Sebuah sinyal merupakan isyarat yang mudah dalam mendapatkan informasi dalam
mengkontrol/mengendalikan pasar, (sinyal) ekstrinsik untuk produk itu sendiri, konsumen
itu mengunakannya untuk membentuk kesimpulan tentang kualitas atau nilai produk(Bloom
dan Reve 1990, hal. 59).
Eco Informatics
Green management The Use Eco-Labels: A Review of
literature.
Jurnal Signaling the Green Sell: The Influence of
Eco-Label Source, Argument Specificity, and Product Involvement on Consumer Trust
Selanjutnya dalam artikel yang sama menurut Cason dan Gangadharan (2002) telah
menunjukkan eksperimen bahwa sertifikasi produk dapat meningkat permintaan. Hasilnya
menunjukkan bahwa orang bersedia membayar lebih untuk produk yang datang dengan segel
kualitas, walaupun mereka akan memperoleh kualitas produk dengan sinyal kurang
ketat.Maka kemudian pilihannya jatuh pada persepsi kualitas sebagai salah satu komponen
penting dalam menganalisis label kualitas ramah lingkungan ekolabel.
Selanjutnya dalam artikel
(Yu-Shan
Chen, Ching-Ying Lin and Chia-Sui Weng T - 2015). Kualitas produk dapat dibagi menjadi
"kualitas obyektif" dan "persepsi kualitas." Tujuan Kualitas untuk menjelaskan keunggulan
teknologi atau kekuatan produk yang digunakan terukur atau diharapkan terstandar, persepsi
kualitas didasarkan pada produk atau layanan penilaian pengguna keseluruhan dari produk
atau atau keunggulan, dan biasanya lebih sangat abstrak dari referensi
sederhana untuk atribut produk (Chen. 2015; Zeithaml,-J. Mark. 1988, H.52, 2–22.).
Persepsi kualitas di-definisikan sebagai "penilaian keseluruhan dari produk atau
keunggulan layanan atau superioritas oleh pengguna” (Chen. 2015; Zeithaml, - J. Mark.
1988, H.52, 2–22). Ukuran kualitas (obyektif) yang dirasakan dapat ditentukan oleh lima
dimensi: kemudahan penggunaan, fungsionalitas, kinerja, kemampuan layanan, dan reputasi
(Chen. 2015; Brucks, M.; Zeithaml, V.A.; Naylor, G.-J Mark. 2000, H. 28, 359–374).
Persepsi kualitas Lingkungan berbeda dari kualitas obyektif berdasarkan evaluasi
keseluruhan keunggulan konsumen atau keunggulan suatu produk atau jasa (Chen. 2015;
Zeithaml, V.A. - J. Mark. 1988, H.52, 2–22). Pelajaran ini mengacu pada Chen dan Chang
(Chen. 2015; 2013, H. 48, 1753–1768, H.51.63–82, H.51, 63–82) mendefinisikan kualitas
hijau dirasakan sebagai (sebuah persepsi) "penghakiman pelanggan tentang keunggulan
The Influence of Environmental Friendliness on Green
Trust: The Mediation Effects of Green Satisfaction and Green Perceived Quality
lingkungan secara keseluruhan merek atau superioritas." Pengukuran (persepsi) kualitas yang
dirasakan hijau meliputi lima item : (1) Kualitas produk ini dianggap sebagai patokan terbaik
sehubungan dengan kepedulian lingkungan; (2) Kualitas produk ini dapat diandalkan
sehubungan dengan pertimbangan lingkungan; (3) Kualitas produk ini tahan lama
sehubungan dengan kinerja lingkungan; (4) Kualitas produk ini sangat baik sehubungan
dengan gambaran lingkungan ( ); (5) Kualitas produk ini adalah
profesional sehubungan dengan reputasi lingkungan.
Sedangkan Dalam jurnal
(Richard Chinomona, nov 2013.
Dalam literatur dikatakan konsumen untuk membuat kesimpulan tentang atribut produk yang
tidak teramati seperti daya tahan produk atau kualitas layanan, yang memandunya untuk
menentukan pilihan adalah melalui persepsi kualitas produk (Iyengar & Lepper, 2000;
Schwartz, 2000; Roest & Rindfleisch 2010).
Sebuah studi oleh Richard Chinomona (2012) mengungkapkan bahwa kualitas produk
yang nyata dapat ditentukan oleh karakteristik teknis dan aspek kinerja nya. Namun, beberapa
penelitian seperti yang dilakukan Sweeney, Soutar, dan Johnson (1999) mengidentifikasi
kemudahan penggunaan dan kesesuaian fitur produk dengan kebutuhan individu sebagai
kontributor penting untuk kualitas produk. Sebagai tambahan untuk itu, aspek-aspek seperti
produk, daya tahan, penampilan dan kekhasan adalah di antara beberapa atribut
terkait dengan kualitas produk (Grewal, 1997; Miyazaki et al, 2005;. Roest & Rindfleisch
2010; Bao, Bao & Sheng 2011). Dalam penelitian Toivonen, kualitas produk diidefinisikan
sebagai penilaian konsumen tentang produk keseluruhan keunggulan atau superioritas (Bei &
Chiao, 2001).
environmental image
“The Impact of Product Quality on Perceived Value, Trust
and Students’ Intention to Purchase Electronic Gadgets
Secara definisi, Kualitas atau Mutu adalah tingkat baik atau buruknya suatu produk
yang dihasilkan apakah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan ataupun
kesesuaiannya terhadap kebutuhan. Sedangkan penilaian tentang baik atau buruknya kualitas
suatu produk dapat ditentukan dalam 8 (delapan) dimensi kualitas yang diperkenalkan oleh
seorang ahli pengendalian kualitas yang bernama David A. Garvin pada tahun 1987.
Sedangkan untuk mengetahui dimensi kualitas yang menjadi rujukanDavid A. Garvin
ini kemudian dikenal dengan istilah 8 Dimensi Kualitas Garvin.Kedelapan Dimensi Kualitas
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. (Kinerja)
Performance atau Kinerja merupakan dimensi kualitas yang berkaitan dengan
karakteristik utama suatu produk.
2. (Fitur)
atau Fitur merupakan karakteristik pendukung atau pelengkap dari
karakteristik utama suatu produk.
3. (Kehandalan)
atau Kehandalan adalah dimensi kualitas yang berhubungan dengan
kemungkinan sebuah produk dapat bekerja secara memuaskan pada waktu dan kondisi
tertentu.
4. (Kesesuaian)
adalah kesesuaian kinerja dan kualitas produk dengan standar yang
diinginkan. Pada dasarnya, setiap produk memiliki standar ataupun spesifikasi yang telah
ditentukan.
Performance
Features
Features
Reliability
Reliability
Conformance
5. (Ketahanan)
Durability ini berkaitan dengan ketahanan suatu produk hingga harus diganti.
Durability ini biasanya diukur dengan umur atau waktu daya tahan suatu produk.
6
adalah kemudahan layanan atau perbaikan jika dibutuhkan.
7. (Estetika/keindahan)
Aesthetics adalah Dimensi kualitas yang berkaitan dengan tampilan, bunyi, rasa
maupun bau suatu produk.
8. Quality (Kesan Kualitas)
adalah Kesan Kualitas suatu produk yang dirasakan oleh
konsumen. Dimensi Kualitas ini berkaitan dengan persepsi Konsumen terhadap kualitas
sebuah produk ataupun merek.
Sedangkan menurut Keller, ( . H.187.:2013) kualitas
yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas keseluruhan atau keunggulan
suatu produk atau jasa dibandingkan dengan alternatif dan sehubungan dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Maka tujuan ini harus disesuaikan dengan jurnal dan artikel yang merunut
pada judul dalam tesis ini mengenai Label Ramah Lingkungan atau Ekolabel.
Durability
. Serviceability
Serviceability
Aesthetics
Perceived
Perceived Quality
II.1.3. Kepercayaan Terhadap Merek Produk (
A. Citra Merek ( )
Citra...
Trust Towards Product Brand).
Brand Image
Dalam Jurnal yang di terbitkan di 2013
berjudul
, Richard Chinomona mengemukakan di antara beberapa hasil
perilaku kepercayaan diidentifikasi dalam literatur ritel terutama kepercayaan merek adalah
merekloyalitas, lampiran merek, niat pembelian dan pembelian impulsif (Hong & Cho, 2011;
Chinomona, 2013).
Menurut Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) |Vol. 3, No. 1, 2012
dikatakan mengutip pendapat Keller (dalam Putro, 2009: 3), bahwa citra merek adalah
anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan
konsumen. Sedangkan menurut Kotler (2006: 266), citra merek adalah penglihatan dan
kepercayaan yang terpendam di benak konsumen, sebagai cerminan asosiasi yang tertahan di
ingatan konsumen. Kemudian Aaker (dalam Ritonga, 2011) mengatakan bahwa citra merek
merupakan sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan melekat di benak konsumen. Dari
definisi-definisi citra merek di atas, dapat disimpulkan bahwa citra merek merupakan
kumpulan kesan yang ada di benak konsumen mengenai suatu merek yang dirangkai dari
ingatan-ingatan konsumen terhadap merek tersebut. Menurut Grunig (1993) citra positif,
tidak hanya sebatas mengandalkan simbol-simbol, sebagai apa yang organisasi pikirkan
tentang dirinya. Tetapi harus dipikirkan tentang komunikasi perilaku dari tindakan organisasi
dalam menggunakan berbagai media untuk membangun
hubungan-hubungan dengan publik mereka. Dengan demikian dapat dibangun.
Menurut Shimp (2003: 592), ada tiga bagian yang terdapat dalam pengukuran citra
merek. Bagian pertama adalah atribut. Atribut adalah ciri-ciri atau berbagai aspek dari merek
Mediterranean Journal of Social Sciences
The Impact of Product Quality on Perceived Value, Trust and Students’ Intention to
Purchase Electronic Gadgets