• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LABEL RAMAH LINGKUNGAN TERHADAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH LABEL RAMAH LINGKUNGAN TERHADAP"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

KEPERCAYAAN TERHADAP MEREK PRODUK KERTAS

TESIS

N A M A : MUHAMMAD MASHURI ALIF N I M : 122140407

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS TRISAKTI

(2)

KEPERCAYAAN TERHADAP MEREK PRODUK KERTAS

TESIS

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH GELAR

MAGISTER MANAJEMEN KOMUNIKASI

N A M A : MUHAMMAD MASHURI ALIF N I M : 122140407

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS TRISAKTI

(3)

Secara jujur saya menyatakan, bahwa tesis ini adalah penelitian hasil laporan penelitian saya secara mandiri di bawah pengawasan dosen pembimbing.

Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada unsur-unsur plagiat di dalam tesis ini. Semua sumber acuan yang dikutib, saya sebutkan secara tertulis mengikuti ketentuan penulisan tesis.

Jakart, 12 Februari 2017

(4)

TANDA PERSETUJUAN THESIS

NAMA : Muhammad Mashuri Alif

NIM : 122140407

KONSENTRASI : Manajemen komunikasi

JUDUL THESIS : Pengaruh Label Ramah Lingkungan, Persepsi Kualitas dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Merek Dalam Membangun Reputasi Merek Yang Dimediasi Oleh Persepsi Kualitas Merek Dan Kepercayaan Terhadap Merek Produk Kertas.

PANITIA UJIAN

Tanggal. 1 Maret 2017 Ketua : Prof. Dr. Thoby Mutis

Tanggal. 1 Maret 2017 Pembimbing : Dr. Hifni Aliffahmi, M.Si

Tanggal. 1 Maret 2017 Anggota : Elizabeth Goenawan Ananto, Ph. D.

Tanggal. 1 Maret 2017 Anggota : Prof. Dr. Mutiara S. Panggabean, M.E.

Telah di setujui dan di terima untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna memperoleh gelar Magister Manajemen.

Jakarta, 1 Maret 2017 Program Pascasarjana Direktur,

(5)

iii

Puji Syukur saya sampaikan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan kuasaNYA tesis ini

dapat diselesaikan dengan judul “Pengaruh Label Ramah Lingkungan Terhadap Reputasi

Merek yang Dimediasi oleh Persepsi Terhadap Kualitas Merek dan Kepercayaan terhadap Merek Produk Kertas”.

Dalam kesempatan ini penulis ingin sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan maupun dukungan baik moral maupun material dalam proses penyusunan tesis ini. Terutama Kepada Koordinator Konsentrasi Magister Manajemen Komunikasi Elizabeth Goenawan Ananto, Ph.D dan Dosen Pembimbing Dr. Hifni Alifahmi. M.Si. Dan Yang terkasih Istriku Wahyunti dan kedua anakku Yuriansyah Febrian Alif dan Randy Ghani Verdiawan Alif. Tesis ini saya persembahkan untuk kalian. Begitu juga ucapan terima kasih kepada Pejabat dan Staf di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mendukung saya untuk dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan waktu dan penyajian serta kelemahan penulis sendiri. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sangat membangun sangat diharapkan.

Akhirul kalam, semoga tesis ini dapat bermanfaat khususnya bagi pihak-pihak yang membutuhkan demi penelitian selanjutnya yang lebih sempurna.

Jakarta, 12 Februari 2017

(6)

i

Muhammad MashuriAlif, Trisakti University, February 2, 2017

Dr. HifniAlifahmi. M.Si

Keywords

"EffectLabel Eco-Friendly Toward Brand Reputationthe MediatedbyPerceived Towardthe Brand Qualityand Trust Toward Papers Products Brand".

Label Eco-friendly

mediation

ecolabel

ecolabel the quality of the brand

ecolabel trust the brand image the

perceivedbrand quality to trust toward brand image

the quality brand to brand reputation while the trust

towardbrand image to the brand reputation

the Ecolabel and brand reputation

Major Advisor: .

is essentially a procedure that was created by the global community to ensure that consumers and producers are aware of their responsibilities to the preservation of the environment, since the beginning of the production process to the end. The process transformed the society through building a perception of quality and Trust towards brand of paper production which is mediated by the quality of the Trust towards brand in enhancing brand reputation labeled environment.

The background and objective of the research was to examine the relationship of each variable based on the research and literature contained in scientific journals that are used to strengthen tiori about label eco-friendly, brand quality perception,

trust towards the brand and the brand's reputation in paper products.

The data is source used in this study were obtained from 200 respondents consisting of students D3, S1and S2 from universities in Jakarta. This study was developed based on four variables and 5 hypothesis 1 hypothesis directly and indirectly ( ). The entire variable is measured using a Likert scale with a choice of 1 to 7 (Very2Strongly Disagree to Very2Strongly Agree).

The results of the management of the data indicates that the label environmentally friendly ( ) positive effect on each variable, which is shown by the on with the estimate of 1.027 and 14.443,

to of the estimate of 0.651 and 6.782, 0.566 and 8.463 as well as estimate of 0.345 and 5.943,

of the estimate 0.211 and 4.194. While the hypothesis of indirect relationship between

worth 0.614.

: ecolabel, perceivedqualitybrand products, trust toward brand and

(7)

ii

Muhammad MashuriAlif, UniversitasTrisakti, 2 Februari 2017

Dr. HifniAlifahmi. M.Si.

Kata kunci

"Pengaruh Label Ramah Lingkungan Terhadap Reputasi Merek yang Dimediasi oleh Persepsi Terhadap Kualitas Merek dan Kepercayaan Terhadap Merek Produk Kertas”.

likert

ecolabel .

Pembimbing :

Label ramahlingkunganpadahakekatnyaadalahsebuahprosedur yang diciptakanolehmasyarakat global untukmenjaga agar konsumendanprodusensadarakan

tanggung-jawabnyakepadapelestarianlingkunganhidup, sejakawal proses produksisampaiakhir. Proses tersebut di transformasikankemasyarakatmelaluimembangunsebuahpersepsikualitas dan kepercayaan terhadap merek produksi kertas yang dimediasi oleh kualitas merek dalam meningkatkan reputasi merek berlabel lingkungan.

Latar belakang dan tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti hubungan tiap variabel yang didasari oleh penelitian dan literatur yang terdapat dalam jurnal

-jurnal ilmiah yang digunakan untuk memperkuat tiori mengenai Label ramah lingkungan, Persepsi kualitas merek, kepercayaan terhadap merek dan reputasi

merek pada produk kertas.

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 200 responden yang terdiri dari mahasiswa D3, S1 dan S2 dari perguruan tinggi yang ada di Jakarta. Penelitian ini dikembangkan berdasarkan 4 variabel dan 5 hipotesa langsung dan 1

hipotesa tidak langsung

(mediasi).Seluruhvariablediukurdenganmenggunakanskala denganpilihan 1

sampai 7 (SangatSangat tidaksetujusampai Sangat SangatSetuju).

Hasil pengelolaan data menunjukan bahwa label ramah lingkungan ( ) berpengaruh positif pada setiap variabelnya, yang ditunjukan oleh ecolabel terhadap kualitas merek dengan estimasi sebesar 1,027 dan 14,443, ecolabel terhadap kepercayaan citra merek estimasi sebesar 0,651 dan 6,782, kualitas merek terhadap Kepercayaan citra merek 0,566 dan 8,463 begitu pula dengan kualitas merek terhadap reputasi merek estimasi sebesar 0,345 dan 5,943

sedangkan kepercayaan citra merek terhadap reputasi merek sebesar estimasinya 0,211 dan 4,194. Sedangkan hubungan hipotesis tidak langsung antara Ecolabel dan Reputasi merek bernilai 0,614.

(8)

iv

Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...

Manfaat Penelitian ...

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 17

II.1. Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis... 17

II.1.1. Ekolabel (Label Ramah Lingkungan) ... 18

II.1.2. Persepsi Merek Terhadap Kualitas Produk

( ) ... 27

II.1.3. Kepercayaan Terhadap MerekProduk

( 32

II.1.4. Reputasi Merek ( )... 36

II.2. Kerangka Konseptual ... 51

II.3. Perumusan Hipotesis. ... 52

Perceived Brand Towards Quality Product

Trust Towards Brand Product)...

(9)

v

III. METODOLOGI ... 54

III.1. Rancangan Penelitian ... 54

III.2. Sasaran Populasi ... 58

III.3. Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel ... 58

III.4. Definisi Operasional Variabel ... 64

III.5. Instrumentasi dan Pengumpulan Data ... 68

III.6 Metode Analis ... 70

IV. ANALISISDAN PEMBAHASAN ... 75

IV.1. Deksripsi Objek Penelitian ... 76

IV.2. IV.3 IV.4. Analisis deskriptif Statistik ... Analisis Hasil dan Interpretasi ... Pembahasan Hasil Penelitian ... 80 92 101 V. KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN... 106

V.1. Simpulan ... 106

V.2. Implikasi Penelitian. ... 107

V.3. SaranUntuk Penelitian Selanjutnya ... 108

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

.

...

...

109

(10)

vi

Tabel Uraian Halaman

1

2

3

4

5

Tabel Validitas dan Rehabilitas

Hasil SEM (Structural Equation Modeling)

Hasil Uji Deskriptif Statistik

Hasil Demografi Responden

Hasil Uji Validitas dan Rehabilitas

119

124

128

130

(11)

vii

Model Strategi Komunikasi Strategi Argeti

Model Komunikasi Manajemen Reputasi Dowling

Proses Manajemen Citra organisasi Russell Abratt

Model Komunikasi Manajemen Reputasi Helen Stuart

Kerangka konseptual

Grafik Usia

Grafik Jenis Kelamin

Grafik Pendidikan

Grafik Merek Produk sejenis (Kertas)

Gambaran tiga merek Produk kertas sejenis.

Beberapa logo ekolabel di dunia, ISO dan SNI

(12)

viii

Lampiran Uraian Halaman

1

2

3

4

5

Kuesioner Penelitian

Gambar kemasan Produk Kertas Tanpa Salut

Simbol di seluruh dunia

Tabel Pengujian Validitas dan Rehabilitas

Daftar Singkatan

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

(13)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Label ramah lingkungan atau yang biasa dikenal dengan ekolabel adalah pernyataan

yang menunjukan aspek lingkungan dalam suatu produk atau jasa. Label ramah lingkungan

ini sendiri sudah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat yang tercantum dalam

Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang-Undang-Undang 18 tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah dan Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 43 ayat (3) huruf g yang menjelaskan tentang

pengembangan sistem Label Ramah Lingkungan yang detail mengenai Undang-Undang

tersebut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 02 tahun 2014.

Aspek lingkungan yang dipengaruhi dari ekolabel adalah Standar Nasional Indonesia

19 dan Standar Internasional (ISO 14001 tahun 2005) atau Sistem Manajemen Lingkungan

(EMS). Yang selanjutnya diumpamakan sebagai label ramah lingkungan.

Ekolabel Indonesia merupakan salah satu perangkat pengelolaan lingkungan hidup

yang bersifat proaktif, sukarela dan diharapkan sebagai perangkat yang efektif untuk

melindungi fungsi lingkungan hidup, kepentingan masyarakat, dan peningkatan efisiensi

produksi serta daya saing. Selain itu, ekolabel juga dimaksudkan untuk mewujudkan sinergi

pengendalian dampak negatif ke lingkungan sepanjang daur hidupnya serta mendorong

supply and demand produk dan jasa ramah lingkungan.

Sebagai perangkat yang berperan dalam kebijakan pola produksi dan konsumsi,

ekolabel dapat dimanfaatkan untuk membangun persepsi konsumen agar memilih

produk-produk yang menimbulkan dampak lingkungan minim atau lebih kecil dibanding produk-produk lain

(14)

yang berwawasan lingkungan. Selain itu ekolabel dapat memberikan citra yang positif bagi

brand” produk maupun reputasi perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkannya

di pasar, yang sekaligus menjadi investasi bagi peningkatan daya saing pasar (KLHK:2015).

Untuk memahami konsep lingkungan yang dapat diadaptasi dalam konsep produksi

dan konsumsi, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu terhadap perbedaan konsep

ekonomi dan ekologi. Salah satu contoh saja pada perbedaan visi yang berkaitan dengan

konsep irreversabilitas (yg tidak dapat kembali keasal) dan divisibilitas (yang habis atau

mudah dibagi). Para ahli ekologi berpendapat bahwa destruksi sumberdaya genetik terhadap

alam adalah kehilangan yang tidak bisa diganti, dan ini lebih lanjut akan mengurangi pilihan

yang mengancam kehidupan masa depan. Sedangkan Ekonom berpendapat bahwa keputusan

untuk mengekploitasi sumber daya berdasarkan perilaku ekonomi rasional sepanjang utilitas (kegunaannya) untuk melakukan itu adalah lebih besar atau sama dengan biaya yang terlibat.

Dalam aspek divisibilitas, ahli ekologi (ekologists) memandang bahwa sumberdaya lebih merupakan bagian dari satu kesatuan ekosistem dan tidak bisa dibagi dalam sudut pandang

ekonomi. Sedangkan ekonom berpendapat bahwa divisibilitas sumber daya adalah penting sebagai prasyarat untuk perputaran sumber daya di pasar, bahkan dalam pasar barang

mengasumsi adanya divisibilitas ini (Addinul Yakin:1997, Velded:1994). Perdebatan inilah

yang kemudian membawa kajian ekonomi sumberdaya dan lingkungan (resource and environmental economics).

Pendapat lainnya yang menjelaskan hubungan ekonomi dan lingkungan dikemukakan

oleh Malthus (Maltusian) tiori ini didasari atas hukum alam, bahwa sumber daya alam adalah

terbatas dan penduduk meningkat berlipat ganda dari waktu ke waktu. Eksploitasi sumber

daya yang meningkat dari waktu ke waktu akan menguras sumberdaya alam yang tersedia

(15)

Alvin Toffler meramalkan lingkungan yang lebih dinamis akan munculnya yang

dinamakan “Abad informasi yang dikendalikan teknologi.” Dia mengatakan perubahan

tersebut akan mencakup “gaya keluarga baru; perubahan cara bekerja, mencintai dan hidup;

ekonomi baru; konflik politik baru; dan perubahan kesadaran.” (Alvin Tofler: 1980)

Kesadaran ekonomi dan lingkungan baru muncul saat lahirnya buku the Tragedy of

Commons oleh Hardin (1963) yang menganalisa dampak ekonomi dan lingkungan dan penggunaan suberdaya bersama (common, public resources). Selanjutnya analisa ekonomi

mulai dipublikasikan tentang polusi lingkungan, polusi udara, polusi air, dan masalah

lingkungan lainnya. Sejak tahun 1950-an hingga sekarang, perhatian para ekonom tentang

masalah lingkungan sudah sangat meluas dan menghasilkan berbagai publikasi, misalnya

Pigou (1952),Meade (1952); Burhanan dan stubblebine (1962); Mishan (1965; 1966; 1967);

Tisdel (1999); Baumol (1972); Meadows, dkk, (1972); selanjutnya Daly (1977) dengan tiori

the steady-state economy dan seterusnya (Addinul Yakin: 1997).

Pada tahun 1968, Badan Sosial dan Ekonomi PBB (ECOSOC) mengeluarkan suatu

seruan yang akhirnya terwujud dalam konfrensi PBB pertama tentang Lingkungan manusia

(UN Conference on the Human Environment) di stockholm, Swedia pada tahun 1972. Inti pertemuan tersebut dibangunnya badan baru dibawah PBB yang mengurusi masalah

lingkungan hidup United Nation Environmental Programme (UNEP) dari sinilah kemudian dikenal istilah Pembangunan Berwawasan Lingkungan. (Sustainable development)

pembangunan yang ingin menyelaraskan antara aktivitas ekonomi dan ketersediaan sumber

daya alam (natural resources). Konsep pembangunan seperti ini tidak hanya memperhatikan kepentingan generasi kini tapi juga generasi yang akan datang (inter-generation approach).

Konsep pembangunan berkelanjutan dikemukakan pada “Brandtland Report”, Our

(16)

memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi masa

mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.

Konsep Ekolabel didunia juga sudah dibahas sejak konfrensi PBB tentang

pembangunan dan lingkungan (UNCED) di Brazil bertepatan dengan ulang tahun ke 20

konference Stockholm dan UNCED ini kemudian dikenal dengan Konferensi Tingkat Tinggi

Bumi pada tahun 1992. Sejak saat itulah banyak kebijakan lingkungan yang berlaku dan

diratifikasi oleh pemerintah Indonesia sejak tanggal 21 Nopember 1994 (OECD/IEA, 1996),

salah satunya yang melahirkan gerakan konsumen hijau (green consumer) seperti ecolebelling, cleaner production, dan eco-efficiency. Ekolabel menjadi sebuah gerakan di setiap negara yang ditujukan pada produksi yang lebih ramah lingkungan dan minim terhadap

dampak lingkungan.

Dealam aspek komunikasi, Ekolabel (Ecolabel) merupakan label atau simbol yang

dimasukan dalam komponen strategi komunikasi bersama dengan bingkai pesan, Sematik (ilmu tentang kata2), yang merupakan proses Manajemen dari Publik Relation. Public

Relations (PR) sudah lama melakukan pendekatan ekologis dan ilmu sosial sejak tahun 1952. Ringkasnya PR dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan lingkungannya, PR harus

mampu memonitor opini publik, perubahan sosial, gerakan politik, perubahan kultural,

perubahan teknologi bahkan lingkungan alam. (Scott M. Cutlip, Alen H. Center dan Glen M. Broom : 2011)

Seperti dijelaskan dalam pedoman ekolabel yang dikeluarkan oleh Pusat Standarisasi

Lingkungan dan kehutanan pada tahun 2015 bahwa penggunaan ekolabel pada produk dapat

meningkatkan citra positif pada Brand (merek) dan Reputasi perusahaan. Merek merupakan

elemen kunci strategi perusahaan. Merek adalah janji perusahaan untuk secara konsisten

memberikan features, benefits dan services kepada para pelanggan. Janji inilah yang

(17)

Rizan, dkk :2012, Futrell dan Stanton, 1989; Keagan et al, 1992; Aaker, 1991). Kotler dan Keller (2006) menyatakan sebuah merek pada hakikatnya merupakan janji pemasar untuk

menyerahkan kinerja produk atau jasa yang bisa diramal. Merek yang sudah terkenal dan

memiliki citra positif seringkali menjadi andalan dalam menentukan nilai akhir atau

kesuksesan suatu produk (Mohammad Rizan, dkk, 2012, Kertajaya, 2004).

Label Ramah lingkungan (ekolabel) terhadap kualitas produk yang dikesankan adalah

sebuah persepsi pelanggan terhadap kualitas keseluruhan atau keunggulan suatu produk atau

jasa dibandingkan dengan alternatif dan sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan

(Keller:2013). Penelitian telah mengidentifikasi dimensi umum sebagai berikut: bahan utama dan fitur tambahan; keandalan produk, daya tahan dan kemudahan servis; gaya dan design

(Mohammad Rizan, dkk, 2012.David Garvin: 198; Philip Kotler, 2000).

Menurut sebuah artikel Yu-Shan Chen, dan kawan-kawan (2015). Kualitas produk

dapat dibagi menjadi "kualitas obyektif" dan "persepsi kualitas." Tujuan Kualitas

menjelaskan keunggulan teknologi atau kekuatan produk yang digunakan dapat terukur atau

diharapkan dapat terstandar, persepsi kualitas didasarkan pada keunggulan layanan produk

atau penilaian dari keseluruhan pengguna produk atau service excellence dan biasanya lebih sangat abstrak dari referensi sederhana untuk setiap atribut produk (Yu-Shan Chen :2015,

Zeithaml, V.A:1988).

Alasan utama untuk menghidari disparitas antara persepsi kualitas dan kualitas

obyektif penelitian ini hanya difokuskan pada persepsi kualitas atara lain persepsi kualitas

dipengaruhi oleh kesan konsumen yang sudah ada; persepsi konsumen dimensi kualitas

penting berbeda dengan dimensi pada dimensi persepsi produsen. (Yu-Shan Chen :2015,

(18)

Persepsi kualitas di-definisikan sebagai "penilaian keseluruhan dari produk atau

layanan keunggulan atau superioritas oleh pengguna (Zeithaml, V.A.: 1988.). Ukuran kualitas

yang dirasakan dapat ditentukan oleh lima dimensi: kemudahan penggunaan, fungsionalitas,

kinerja, kemampuan layanan, dan reputasi (Brucks, M.; Zeithaml, V.A.; Naylor, G.; J. Acad. Mark. Sci. : 2000).

Mengenai masalah Kepercayaan lingkungan, dijelaskan dalam sebuah penelitian

(Chen, Y.S. : 2010.), literatur ini mendefinisikan "green trust" sebagai kesediaan tergantung

pada produk, layanan, atau merek berdasarkan pada keyakinan atau harapan yang dihasilkan

dari kredibilitas perusahaan, kebajikan, dan kemampuan terhadap kinerja lingkungannya.

Hasil dari literatur tersebut menunjukan bahwa persepsi kualitas dan kepuasan

terhadap kepercayaan adalah dua mediator parsial pada hubungan negatif antara ramah

lingkungan dan kepercayaan lingkungan. Selain itu, hasil menunjukkan

ramah lingkungan positif dengan kepuasan hijau sedangkan kualitas hijau positif terkait

dengan kepercayaan hijau.

Selanjutnya menjelaskan bahwa ramah lingkungan dari suatu produk berlabel

ekolabel memiliki tiga pendekatan untuk positif mempengaruhi kepercayaan hijau.

Pendekatan pertama adalah bahwa produk berlabel ramah lingkungan dari suatu produk

positif dapat mempengaruhi kepercayaan hijau langsung. Pendekatan kedua adalah bahwa

produk berlabel ramah lingkungan positif dapat mempengaruhi kepercayaan hijau secara

tidak langsung melalui kepuasan produk hijau. Ketiga. Pendekatannya adalah bahwa produk

ramah lingkungan secara positif dapat mempengaruhi kepercayaan hijau tidak langsung

melalui persepsi kualitas hijau yang dirasakan. (Yu-Shan Chen, Ching-Ying Lin and Chia-Sui

(19)

Kepercayaan adalah keyakinan bahwa pihak lain adalah handal dan dapat diandalkan,

dan bahwa pihak lain tidak manipulatif (jujur) dan berkomitmen pada janji-janjinya (Yu-Shan

Chen :2015, Luhmann :1979). Kepercayaan didasarkan pada integritas, kebajikan dan kompetensi. Kepercayaan sering didefinisikan menurut penelitian psikologi sosial, yang

didasarkan pada keandalan (kualitas mutu) dan goodwill dari pihak lain. Keandalan mengacu

pada tingkat kepercayaan terhadap pidato (pesan/ucapan), kata-kata dan perilaku, sedangkan

goodwill mengacu keprihatinan tentang tujuan dan kesejahteraan kedua belah pihak dalam

mengejar kepentingan umum terbesar (Yu-Shan Chen dkk, 2015. Lin, L.-Y.; Wang, J.-F.; Huang, L.-M : 2011).

Sedangkan Reputasi sendiri merupakan penghargaan yang didapat oleh perusahaan

atau merek karena adanya keunggulan–keunggulan yang ada pada merek tersebut, seperti

kemampuan yang dimiliki oleh merek, sehingga perusahaan akan terus dapat

mengembangkan dirinya untuk terus dapat menciptakan hal-hal yang baru,, bagi pemenuhan

kebutuhan konsumen. Untuk menjadi sukses dan menguntungkan, merek harus memiliki

reputasi positif (Køhler Hansen: 2015, Herbig dan Milewicz, 1995). Reputasi adalah persepsi agregat dari pihak luar pada karakteristik perusahaan yang menonjol (Susan V. Scott and Geoff Walsham, 2004. Fombrun dan Rindova, 2000), atau merek. Perusahaan atau merek

dapat membangun berbagai macam reputasi, seperti reputasi kualitas, kepercayaan reputasi,

reputasi terhadap label lingkungan, reputasi terhadap inovasi produk, dan lain sebagainya.

Suatu reputasi merek atau perusahaan akan menurun manakala gagal dalam memenuhi apa

yang disyaratkan pasar atau konsumen (Herbig, Milewicz dan Golden, 1994). Reputasi adalah salah satu kontributor utama untuk kualitas yang dirasakan dari produk yang membawa nama

merek. Konsumen berharap bahwa produk yang diproduksi saat ini memiliki kualitas yang

sama dengan produk yang diproduksi di masa lalu, karena merek menambah kredibilitas

(20)

yang akan menyerahkan kinerja produknya kepada konsumen akan membuat merek lebih

dikenal. Merek yang sudah dikenal dan memiliki citra positif akan membuat merek tersebut

mempunyai reputasi yang positif. Merek yang positif dan interaksi pribadi sangat penting

untuk pembangunan hubungan merek yang sukses (Susan V. Scott and Geoff Walsham, :2004, O'Laughlin et al., 2004).

Karena perubahan reputasi mempengaruhi semua stakeholder, perusahaan memonitor

dan mengelola reputasi secara ketat. Dalam diaknosis Fombrun bahwa reputasi global

didasarkan pada enam faktor atau 'pilar' (Susan V. Scott and Geoff Walsham, 2004, Fombrun, Gardberg dan Sever, 2000): 1. daya tarik emosional (kepercayaan, kekaguman dan rasa hormat); 2. produk dan jasa (kualitas, inovasi, nilai uang dan sebagainya); 3. visi dan

kepemimpinan; 4. kualitas kerja (dikelola dengan baik, menarik tempat kerja; bakat

karyawan); 5. kinerja keuangan; serta 6. tanggung jawab sosial.

Dari tulisan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Label Ramah Lingkungan apakah

berkolerasi dengan meningkatnya Reputasi terhadap Merek Produk. Begitu juga apakah

Persepsi Kualitas Merek Produk, bukan hanya dapat meningkatkan reputasi tetapi juga dapat

meningkatkan kepercayaan terhadap citra merek produk. Apakah Label ramah lingkungan

dalam membangun proses kognitif berupa penyebaran informasi ramah lingkungan pada

persepsi kualitas produk berlogo label lingkungan dan kemudian turut terlibat dalam proses

stategi komunikasi dalam hal membangun reputasi yang baik terhadap merek produk kertas.

Dari alasan diatas itulah saya mengambil tesis ini berjudul “Pengaruh Label Ramah

Lingkungan Terhadap Reputasi Merek yang Dimediasi oleh Persepsi Terhadap Kualitas

(21)

1.2. Perumusan masalah

Dalam hal produk dan jasa (Fombrun, Gardberg dan Sever, 2000) dapat dilihat

dalam Jurnal (Norma Borin dan Douglas C. Cerf R. Krishnan :2011), mengenai kualitas produk lingkungan, pasar saat ini semakin tertarik untuk memasarkan produk hijau (produk

lingkungan). Konsumen menyatakan bahwa mereka bersedia membayar harga premium

untuk produk ini (Veisten, 2007; Vlosky et al. 1999; Wustenhagen, 1998). Dan harga premium tampaknya tak terelakkan karena perusahaan harus memastikan menjadi

menguntungkan. (Prakash, 2002, p.287). tetapi hal ini terbantahkan dengan penelitian Mónica Carmona (2011) ia menyimpulkan tiga hal baru yaitu: 1. Harga bukan merupakan

faktor kunci dalam pembelian produk ekolabel. 2. Tampaknya penampilan ekologi

perusahaan 'merupakan faktor semakin penting. 3. Citra Lingkungan menjadi penting disini.

Studi terbaru menunjukkan bahwa 93 persen segmen besar konsumen, mengatakan

bahwa mereka berpartisipasi dalam upaya untuk mempertahankan lingkungan (Hartmann Group, 2007), dan 37 persen, merasa sangat prihatin dengan dampak lingkungan (California

Green Solusi, 2007).

Menurut Lucy Atkinson. (2014), kredibilitasadalah dimensi penting dari kepercayaan

konsumen (Du, Bhattacharya, dan Sen 2007), dan konseptualisasi ini diambil dari definisi

Ganesan’s (1994) untuk mencerminkan sejauh mana konsumen percaya “ekolabel” memiliki

keahlian yang diperlukan untuk menyampaikan produk atau jasa (service) secara efektif dan

keyakinan bahwa "pernyataan dalam bentuk yang di katakan atau yang tertulis dapat

diandalkan".

Sementara itu dalam melihat atribut produk dapat meliputi kenyamanan, ketersediaan,

harga, kualitas dan kinerja. (Ginsberg & Bloom, 2004, pp.79-80). Menurut Prakash (2002) hal ini tidak hanya dapat membantu untuk memenuhi gap (sikap dan perilaku konsumen)

(22)

adalah salah satu strategi pengungkapan informasi penting. Ia bekerja sebagai alat yang

berguna dalam dua hal sekaligus yaitu untuk pemasaran dan meningkatkan sikap serta

perilaku hijau di beberapa negara.

Sedangkan dalam jurnal Norm Borin and Douglas C. Cerf R. Krishnan (2011) membagi kategori berdasarkan kategori produk dan pesan (informasi Linkungan).

Dalam literatur R. Krishnan (2011) menemukan bahwa pesan positif dipandang lebih

diterima dari pada pesan-pesan negatif. Banyaknya priming mengenai informasi logo

lingkungan, menyebabkan kepercayaan pasar terhadap informasi yang ada dalam logo

lingkungan sendiri menjadi melemah. Kelemahan tersebut bisa terjadi diakibatkan

pemerintah, perusahaan dan pihak ketiga ekolabel pada berbagai macam produk (R. Krishnan

:2011, Bhaskaran et al., 2006). Kebingungan pasar ditambah lagi dengan meningkatnya jumlah perusahaan mengembangkan label milik mereka sendiri untuk membedakan diri

mereka di pasar dengan yang lain.

Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa konsumen bereaksi lebih baik

terhadap pesan atribut positif, relatif terhadap pesan atribut negatif (R. Krishnan :2011, Beach et al., 1996; Buda and Zhang, 2000; Johnson, 1987; Levin and Gaeth, 1988) temuan ini menjelaskan sebagai bagian dari proses konsumen-encoding di mana pesan-pesan positif

membangkitkan kenangan yang menguntungkan, sedangkan pesan-pesan negatif

membangkitkan asosiasi kurang diinginkan. Penjelasan lain adalah konsep priming di mana

pesan bilangan premis subjek positif atau negatif dan evaluasi ini ditransfer ke objek (R.

Krishnan :2011, Levin et al, 1998.) label ramah lingkungan. Hubungan antara kualitas produk lingkungan dan kepercayaan dari analisa diatas dapat disumpulkan dipengaruhi salah-satunya

oleh ketersediaan informasi dan pesan-pesan didalamnya.

Studi terbaru dilakukan oleh Levin (1999), Cason dan Gangadharan (2000), Nimon

(23)

menyatakan kesediaan mereka untuk membeli produk yang ''aman'' bagi lingkungan (R.

Krishnan :2011).

Menurut Heding et al. (2009) persepsi konsumen dan sikap merupakan elemen kunci

untuk memahami dan mengevaluasi pembentukan dari citra merek (brand image) mereka dan reputasi. Sehubungan dengan itu kunci untuk memahami makna subjektif sikap konsumen

terhadap formasi yang dipengaruhi oleh pengaturan sosial budaya dan interpretasi subjektif

mereka tentang simbol ekolabel. Unsur-unsur ini merupakan penentu dari pertukaran

merek-konsumen dan membimbing merek-konsumen dalam konstruksi identitas mereka dan ekspresi diri

(Heding et al., 2009).

Konsep komunikasi perusahaan mencakup semua komunikasi dan praktek pemasaran

perusahaan (Hansen, 2012: 94) dan menurut Van Riel dan Fombrun (2007: 22) tujuannya adalah untuk memiliki satu efisien strategi koordinasi terpusat. Jika perusahaan berhasil

dalam menciptakan koherensi antara kegiatan dan identitas mereka hasilnya akan menjadi

homogen terhadap brand image dan reputasi pemangku kepentingan. Sehingga konsumen

menjadi pencipta makna pesan perusahaan (Hansen, 2012).

Kadang kala dalam memahami masalah Reputasi Merek tergambar pada Citra Produk

yang tergambar dari keputusan berdasarkan Reputasi Merek atau produk karakteristik seperti

warna atau aroma (Keller: 1978). Selain itu Reputasi juga menambah dampak iklan pada penjualan. Perusahaan B2B (business-to-business) industri sering percaya bahwa mereka

dapat mengelola tanpa reputasi merek perusahaan, dan hanya mengandalkan reputasi merek

produk. (Kefferer, 2008) hal yang akan dikaji lebih lanjut dalam tesis ini.

Satu studi menunjukkan bahwa reputasi merek adalah kriteria penyaringan kunci dari

gatekeeper membuat keputusan baru-produk di supermarkets (David B. Montgomery :1978.. Keller:1978, h.436). Untuk hal itu perlu dilakukan pengamatan produk berlebel ekolabel di

(24)

Indonesia. Hal ini juga sesuai dengan daftar dokumen yang dimiliki oleh Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang produk berlogo Ekolabel Indonesia tipe satu pada

produk kertas produsen PT. Pindo Deli Pulp and Paper Mills II Tbk, PT. Indah Kiat Pulp &

Paper, Tbk, April Group’s (PT. Riau Andalas Kertas dan PT. Anugrah Kertas Utama).

Sebagai mana diketahui menurut survey di Amerika (Arun K. Srinivasan, Glenn C.

Blomquist 2009) potensi sumber daya dan konservasi energi telah dicapai sampai batas

tertentu oleh peningkatan persentase pemanfaatan kertas pulih, dari 24,6% pada tahun 1986

ke 48,3% tahun 2001 pada pabrik kertas dan kertas karton Amerika Serikat (American Forest and Paper Products Association 2001). Kertas pulih (kertas cetak tanpa salut) digunakan untuk membuat berbagai produk termasuk kertas fotokopi, kotak bergelombang,

handuk kertas dan serbet, dan mulsa hidrolik. Hampir 4% kertas recovered digunakan dalam pembuatan handuk kertas dan serbet pada tahun 2000 (American Forest and Paper

Association Produk, 2001). Oleh karena itu tesis ini mengambil sempel penelitian serupa di Indonesia pada produk kertas pulin tanpa salut. Karena belum adanya penelitian serupa pada

produk kertas (kertas ketik, tulis atau foto copy) ekolabel type 1 di Indonesia, maka penelitian

ini dikhususnya pada penelitian tersebut.

Gambar. 1, Logo Ekolabel Indonesia (type 1)

Lebih lanjut penelitian ini juga akan menjawab beberapa pertanyaan secara lebih

(25)

1. Apakah Label Ramah Lingkungan (ecolabel) mempengaruhi Persepsi Kualitas Merek (Perceived Brand Quality)?

2. Apakah Label Ramah Lingkungan (ecolabel) mempengaruhi Kepercayaan Terhadap Merek Produk (Trust Towards Product Brand)?

3. Apakah Label Ramah Lingkungan (ecolabel) mempengaruhi Reputasi Merek (Brand

Reputation)?

4. Apakah Persepsi Kualitas Merek (Perceived Brand Quality) mempengaruhi

Kepercayaan Terhadap Merek Produk (Trust Towards Product Brand)?

5. Apakah Kualitas Merek (Perceived Brand Quality) mempengaruhi Reputasi Merek (Brand Reputation)?

6. Apakah Kepercayaan Terhadap Merek Produk (Trust Towards Product Brand) mempengaruhi Reputasi Merek (Brand Reputation)?

I.3. Pembatasan masalah.

Penelitian ini dibatasi hanya pada perusahaan Kertas di Indonesia. Untuk kertas pada

produk berlogo ekolabel Indonesia tipe I. Untuk infrormasi priming, menampilkan informasi

mengenai logo ekolabel Indonesia.

Untuk kuesioner dilakukan di Universitas dengan respondennya adalah mahasiswa,

Kuesioner dilakukan oleh 200 responden mahasiswa. Mengapa dipakai mahasiswa, karena

mahasiswa yang berhadapan langsung dengan produk kertas terutama mahasiswa pada

(26)

I.4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, penelitian ini berusaha menjawab beberapa

pertanyaan penelitian. Pertanyaan umum yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah

apakah label ramah lingkungan mempengaruhi persepsi konsumen dalam membangun

reputasi merek produk kertas yang berdampak terhadap reputasi merek perusahaan. Variabel

utama yang mempengaruhi Reputasi Merek dengan adanya keterlibatan persepsi terhadap

Merek Kualitas Produk yang dapat membangkitkan kepercayaan terhadap citra merek produk

dan Reputasi merek. Begitu pula bagaimana Kepercayan Terhadap Citra Merek Produk

meningkatkan reputasi terhadap Reputasi merek, baik reputasi merek produk maupun

reputasi merek perusahaan.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh indikator label kualitas lingkungan /

Ekolabel, yang berupa sarana yaitu;

1.1.Sarana untuk mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan di Indonesia

(Brundtlandt-Report 1980 dan Rio-Conference 1992);

1.2. Sarana untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh indikator Ekolabel berupa sarana

komunikasi tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Peningkatan Daya Saing Produk

terhadap Persepsi Merek Kualitas Produk.

3. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh indikator Ekolabel berupa sarana

komunikasi tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Peningkatan Daya Saing Produk

(27)

4. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh indikator Ekolabel berupa sarana komunikasi tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Peningkatan Daya Saing Produk

yang dapat mempengaruhi Reputasi Merek.

5. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Persepsi Merek Kualitas Produk berupa sarana komunikasi tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Peningkatan Daya Saing

Produk yang dapat mempengaruhi Kepercayaan terhadap Merek Produk.

6. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Persepsi Merek Kualitas Produk berupa

sarana komunikasi tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Peningkatan Daya Saing

Produk terhadap Reputasi Merek.

7. Untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh Kepercayaan terhadap Merek Produk

berupa sarana komunikasi tentang Pembangunan Berkelanjutan dan Peningkatan Daya

Saing Produk dalam meningkatkan Reputasi Merek.

I.5. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui dan menganalisa keseluruhan tujuan penelitian tersebut, maka

kegunaan penelitian ini antara lain sebagai berikut:

Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi secara teoritis dan praktis. Secara tioritis

penelitian ini diharapakan dapat memperkaya literatur dan studi empiris mengenai peran lebel

ramah lingkungan (ekolabel) yang dihubungkan dengan perilaku konsumen, khususnya

kepercayaan konsumen terhadap produk-produk berlabel lingkungan.

Secara praktis penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber bagi pembuat

kebijakan/Pemerintah, praktisi / manajer dan akademisi dalam memahami bagaimana

(28)

lingkungan (ekolabel). Sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi

praktisi, manajer dan pemerintah dalam menyusun strategi komunikasi yang dapat langsung

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

II.1. Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis.

Tinjauan Pustaka untuk tesis ini salah satunya diambil dari artikel

(Yu-Shan Chen :2015). Didasari karena meningkatnya

prevalensi permintaan terhadap produk hijau, lebih banyak terhadap pelanggan secara

bertahap menjadi pendukung dari gaya hidup hijau dan bersedia untuk memilih produk hijau

yang berdapak mengurangi kerusakan lingkungan (Chen : 2014, H. 6, 7787–7806). Hal ini

didasari literatur sebelumnya tentang perilaku ramah lingkungan, serta produk hijau dan

teknologi (Kontogianni, E.; Kouthouris, C.:2014, H. 21, 101–110).

Selain itu persepsi kualitas tercermin dalam kepercayaan (Garbarino, E.; Johnson,

M.S.:1999, H. 63, 70–87) pelanggan. Label Ramah Lingkungan-Ekolabel merupakan Citra

dan Identitas sebuah Reputasi yang kokoh (solid reputation) yang terbentuk melalui identitas

(logo/label) organisasi yang khas, proyeksi Citra publik yang konsisten, dan komunikasi

persuasi yang positif pada segenap jenis konstituensi (André A. Hardjana :2008).

Selanjutnya menurut paparan Charles J. Fombrun (1996), dalam buku Reputation:

, dengan reputasi yang kokoh organisasi telah menyebarkan

informasi kepada masyarakat tentang produk apa yang harus dibeli, di perusahaan mana

orang harus bekerja, dan pada saham apa harus berinventasi. Dalam pengertian Fombrun,

reputasi merupakan sumber daya keunggulan bersaing tanpa persaingan keras reputasi tidak

akan jadi masalah. Artinya dengan adanya persaingan reputasi baru dapat diukur.

The Influence of

Environmental Friendliness on “Green Trust: The Mediation Effects of Green Satisfaction

and Green Perceived Quality”

“Realizing

(30)

II.1.1. Ekolabel (Label Ramah Lingkungan)

Ekolabel merupakan salah satu sarana untuk memberikan informasi lebih kepada

konsumen tentang dampak lingkungan dari konsumsi mereka, menghasilkan perubahan pola

konsumsi ke arah yang lebih ramah lingkungan, dan mendorong produsen, pemerintah dan

agen lain untuk meningkatkan standar komponen atau kemasannya terhadap lingkungan dari

produk / jasa (Ibon Galarraga Gallastegui:2002). Fakta mengatakan bahwa label tersebut

adalah sukarela mereka tidak dianggap dapat menghalangi perdagangan, salah satu alasan

mengapa menjadi pilihan program lingkungan (Isolda (1997), Zarrilli (1997) dan Ibon

Galarraga Gallastegui :2002). Pemberian informasi tersebut pada umumnya bertujuan untuk

mendorong permintaan dan penawaran ( ) produk ramah lingkungan di

pasar yang juga mendorong perbaikan lingkungan secara berkelanjutan.

Ekolabel dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang diterapkan pada produk

atau kemasan produk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran,

media internet. Selain itu, informasi yang disampaikan dapat pula lebih lengkap dan

mengandung informasi kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait dengan

produk tersebut. Label lingkungan bertindak sebagai panduan bagi konsumen untuk memilih

produk yang ramah lingkungan. Hal ini sering digunakan oleh perusahaan untuk

membedakan produk mereka, posisi mereka dalam mengkomunikasikan pesan ramah

lingkungan (D'Souza, (2000); Clare D'Souza :2006).

Ekolabel dapat digunakan oleh produsen, importir, distributor, pengusaha ‘ ’atau

pihak manapun yang mungkin memperoleh manfaat dari hal tersebut. Selanjutnya ekolabel

telah dimasukkan ke dalam operasi di seluruh dunia menggunakan skema yang berbeda,

seperti dapat ditemukan dalam karya Morris (1997), Ibon Galarraga Gallastegui, (2002.).

supply and demand

(31)

A.

Ekolabel dapat dimanfaatkan untuk mendorong konsumen agar memilih produk

-produk yang memberikan dampak lingkungan yang lebih kecil dibandingkan -produk lain

yang sejenis. Penerapan ekolabel oleh para pelaku usaha dapat mendorong inovasi industri

yang berwawasan lingkungan. Selain itu, ekolabel dapat memberikan citra yang positif bagi

‘ ’ produk maupun perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkannya di pasar,

yang sekaligus menjadi investasi bagi peningkatan daya saing di pasar.

Ekolabel menyediakan konsumen dengan informasi tentang kualitas lingkungan dari

produk individu, pada titik pembelian, untuk memungkinkan mereka untuk memilih produk

yang dapat diterima dari sudut pandang lingkungan. Ekolabel merupakan cara penting untuk

meningkatkan transparansi dan kepercayaan konsumen dengan klaim lingkungan (John

Thøgersen, Pernille Haugaard and Anja Olesen :2009).

Karena kepentingan tersebut, konsumen juga memiliki kesempatan untuk berperan

serta dalam penerapan ekolabel dengan memberikan masukan dalam pemilihan kategori

produk dan kriteria ekolabel. Penyediaan ekolabel bagi konsumen juga akan meningkatkan

kepedulian dan kesadaran konsumen bahwa pengambilan keputusan dalam pemilihan produk

tidak perlu hanya ditentukan oleh harga dan mutu saja, namun juga oleh faktor pertimbangan

lingkungan.

Ukuran keberhasilan ekolabel dapat dilihat dari adanya perbaikan kualitas lingkungan

yang dapat dikaitkan langsung dengan produksi maupun produk yang telah mendapat

ekolabel. Selain itu, tingkat peran serta dari kalangan pelaku usaha dalam menerapkan

ekolabel juga menjadi indikator penting keberhasilan ekolabel. Manfaat Ekolabel.

(32)

B. Prinsip Dasar Ekolabel.

C. Tipe – Tipe Ekolabel yang ada di Indonesia.

Produk yang diberi ekolabel selayaknya adalah produk yang dalam daur hidupnya

mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, pendistribusian, penggunaan, dan

pembuangan setelah penggunaan, memberi dampak lingkungan relatif lebih kecil

dibandingkan produk lain yang sejenis. Ekolabel akan memberikan informasi kepada

konsumen mengenai dampak lingkungan yang ada dalam suatu produk tertentu yang

membedakannya dengan produk lain yang sejenis.

Sesuai dengan skema ISO, terdapat 3 pendekatan pelabelan lingkungan yang hampir

sama di seluruh dunia (OECD, 1997), yaitu:

1. Pelabelan lingkungan tipe I adalah label lingkungan oleh pihak ketiga kepada

produk yang memenuhi seperangkat persyaratan (“multi-criteria”) yang telah

ditentukan pada kategori produk tertentu.

2. Pelabelan lingkungan Tipe II adalah swa-deklarasi.

3. Pelabelan lingkungan Tipe III adalah informasi kuantitatif tentang aspek

lingkungan dalam daur hidup produk yang disampaikan oleh pemasok

berdasarkan verifikasi independen oleh pihak ketiga.

A. Ekolabel Tipe I B. Ekolabel Tipe II

(33)

1. Ekolabel tipe 1

2. Ekolabel tipe 2

Jenis ekolabel yang banyak digunakan di dunia sampai saat ini adalah ekolabel

tipe 1 yang dilaksanakan oleh pihak ketiga yang independen. Kriteria pemberian

ekolabel pada umumnya bersifat multi-kriteria, berdasarkan pertimbangan pada

dampak lingkungan yang terjadi sepanjang daur hidup produk. Setelah melalui proses

evaluasi oleh badan pelaksana ekolabel tipe 1, maka pemohon diberi lisensi untuk

mencantumkan logo ekolabel tertentu pada produk atau kemasan produknya.

Keikutsertaan para pelaku usaha dalam penerapan ekolabel tipe 1 bersifat sukarela

( ).

Secara umum, ekolabel tipe 1 terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:

• Pemilihan kategori produk dan jasa

• Pengembangan dan penetapan kriteria ekolabel

• Penyiapan mekanisme dan sarana sertifikasi, termasuk pengujian, verifikasi

dan evaluasi serta pemberian lisensi penggunaan logo ekolabel

Ekolabel tipe 2 merupakan pernyataan atau klaim lingkungan yang dibuat

sendiri oleh produsen/pelaku usaha yang bersangkutan. Ekolabel tipe 2 dapat berupa

simbol, label atau pernyataan yang dicantumkan pada produk atau kemasan produk,

atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media

internet, dan lain-lain. Contoh pernyataan atau klaim tersebut adalah

, dll.

Keabsahan ekolabel tipe 2 sangat dipengaruhi oleh:

Mandatory

‘recyclable’,

(34)

• Metodologi evaluasi yang jelas, transparan, ilmiah, dan terdokumentasi

• Verifikasi yang memadai

Ekolabel tipe 3 berbasis pada multi-kriteria seperti pada ekolabel tipe 1,

namun informasi rinci mengenai nilai pencapaian pada masing-masing item kriteria

disajikan secara kuantitatif dalam label. Evaluasi pencapaian pada masing-masing

item kriteria tersebut didasarkan pada suatu studi kajian daur hidup produk. Dengan

penyajian informasi tersebut, konsumen diharapkan dapat membandingkan kinerja

lingkungan oleh berbagai produk berdasarkan informasi pada label dan selanjutnya

memilih produk berdasarkan item kriteria yang dirasakan penting oleh masing-masing

konsumen.(OECD, 1997, Ekolabel Indonesia –KLH)

Program ekolabel di Jerman yang dimulai tahun 1977 merupakan program

ekolabel pertama di dunia. Keberhasilan kemudian mengilhami pengembangan

dan penerapan program sejenis (tipe 1) di berbagai negara. Pada saat ini terdapat

sekurang-kurangnya 27 program ekolabel tipe 1 di berbagai negara. Beberapa program diprakarsai dan

dikembangkan oleh pihak pemerintah sementara sebagian yang lain oleh kelompok LSM.

Pada tahun 1995 (GEN) dibentuk untuk menjadi sarana

komunikasi dan kerjasama antar lembaga penyelenggara program ekolabel tipe 1 di seluruh

dunia.

Kategori produk dan kriteria ekolabel yang telah disusun dalam berbagai program

ekolabel tersebut relatif bervariasi, tergantung kepada isu penting dan kondisi masing-masing

negara. Sebagai contoh, Denmark telah menyusun kriteria ekolabel untuk kertas dan tekstil, 3. Ekolabel tipe 3

D. Kapan Ekolabel Ada di Dunia

Blue Angel

Blue Angel

(35)

Perancis menyusun kriteria ekolabel untuk cat, vernis, baterai, dan shampoo. Sementara itu,

Inggris telah menyusun kriteria ekolabel untuk mesin cuci, ‘ .

Di sisi lain, terdapat pula prakarsa dari berbagai produsen untuk menyampaikan

informasi atau membuat pernyataan lingkungan mengenai aspek lingkungan pada produknya,

yang tidak ada kriteria ekolabel untuk tipe 1-nya. Prakarsa ini terkait dengan berkembangnya

pendekatan ‘ dan juga ‘ . Prakarsa inilah yang

kemudian berkembang menjadi ekolabel tipe 2 ( ). Pada saat ini, berbagai

bentuk ekolabel tipe 2 telah mulai umum digunakan oleh produsen di berbagai negara.

Dalam perkembangan terakhir, informasi yang disajikan oleh produsen dapat

berkembang lebih jauh sehingga bersifat komprehensif dan dilengkapi dengan informasi yang

bersifat kuantitatif, yang menggambarkan aspek lingkungan penting dari produk yang

bersangkutan. Penyajian informasi ini berdasarkan pada kajian daur hidup dan memerlukan

kajian yang menyeluruh dari para ahli untuk mendukung keabsahan dan kredibilitas

informasi yang disajikan tersebut. Ekolabel jenis ini kemudian disebut sebagai ekolabel tipe

3. Ekolabel tipe 3 ini baru dikembangkan dan dilaksanakan di beberapa negara maju,

termasuk Korea dan Jepang.(GEN, KLH)

Banyak pihak menyadari bahwa ekolabel berpotensi menjadi

’ apabila tidak ada pedoman yang disepakati secara internasional. Berbagai

organisasi internasional telah membahas isu ini, termasuk UNEP, W TO, UNCTAD, OECD,

UNIDO, dan ISO. Di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah muncul berbagai

permasalahan dalam perdagangan internasional yang dikaitkan dengan ekolabel. Sebagai

contoh: embargo kopi Lampung di Eropa karena isu penanaman kopi di kawasan hutan

lindung, pelarangan impor ikan tuna dari Indonesia oleh Amerika Serikat karena isu

hair spray’, ‘deodorant’

green marketing’ product stewardship’

self declaration

‘non-tariff trade

barriers

(36)

konservasi penyu, persyaratan ‘oekotex 100’ oleh para pembeli di Eropa untuk produk tekstil,

dan terakhir boikot produk kertas di Singapore karena isu kebakaran hutan di sumatera dan

masih banyak lainnya.

Sebagai salah satu upaya untuk menghindari penggunaan ekolabel sebagai hambatan

dalam perdagangan secara tidak bertanggungjawab, ISO mengembangkan satu seri standar

internasional untuk ekolabel, yang menjadi bagian dari standar ISO seri 14000 untuk

Manajemen Lingkungan. Pada saat ini, standar ISO untuk ekolabel meliputi:

• ISO 14020 .

• ISO 14021

.

• ISO 14024

• ISO 14025

.

Semua standar ISO tersebut di atas berisi pedoman yang bersifat sukarela dan tidak

bersifat mengikat. Walaupun demikian, beberapa program/pelaksana ekolabel telah mulai

upaya harmonisasi dengan pedoman dalam standar ISO tersebut, walaupun pada umumnya

belum sepenuhnya tercapai. (ISO, SNI, KLH)

Pengembangan ekolabel di Indonesia mempunyai dua dimensi, Prakash (2002, h

.292-293). sebagai berikut:

1. Sarana untuk mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan di

Indonesia, dalam bentuk salah satunya meningkatkan sikap serta perilaku

Environmental Label and declarations - general Principles

Environmental Label and declarations – Self declared environmental

claims - Type II environmental labelling

Environmental label and declaration – Type I environmental labelling

– Principles and procedures.

Environmental labels and declarations – Type III environmental

declarations – Principles and procedures

(37)

hijau(Prakash).Devinisipembangunan berkelanjutan 1980

dan 1991 adalah a. Memperhatikan sumber daya alam dan

lingkungan terhadap pola pembangunan dan konsumsi. Dan b. Memperhatikan

pada kesejahteraan ( ) generasi mendatang. Yang dihubungkan

dengan konsep (TBL)” yaitu (ekonomi),

(Sosial) dan (Lingkungan)

. (John Elkington :1997).

2. Sarana Pedagangan (Prakash :2002, pp.292-293) dan untuk meningkatkan

daya saing produk Indonesia di pasar global.Yang dimaksud daya saing ini

meliputi Lokasi (Frans. 2003), Harga (Sunarto:2006), Pelayanan/Service,

Mutu atau kualitas dan promosi. Pesaing menurut Kotler adalah; Persaingan

Merek, Persaingan Industri, Persaingan Bentuk dan Persaingan Generik.

Kegiatan pengembangan ekolabel telah mulai dikoordinasikan oleh Badan

Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) sejak tahun 1994, dengan melibatkan

instansi/institusi yang terkait, antara lain Depperindag, Dephut, Depkes, Deptan, Bappenas,

BPPT, BSN, KADIN, LEI, YLKI, dunia usaha/industri. Pengembangan ekolabel tersebut

terus beradaptasi dengan perkembangan di dunia internasional dan nasional, dengan berfokus

pada kepentingan Indonesia.

Sebagai kelanjutan upaya tersebut di atas, mulai tahun 2002 Kementerian Lingkungan

Hidup melanjutkan upaya Bapedal dalam penyusunan beberapa kriteria ekolabel nasional

untuk produk prioritas, antara lain, kertas tisu dan kertas kemasan, tekstil dan produk tekstil,

kulit, dan sepatu. Di sisi lain, pemerintah bekerjasama dengan wakil berbagai pihak juga telah

menyiapkan adopsi standar ISO 14020 Prinsip Umum Ekolabel menjadi Standar Nasional

Indonesia (SNI).

Brundtlandt-Report

Rio-Conference

well-being

Triple Bottom Line Profit People

Planet annibals with fork triple botton line of 21st

century business

(38)

Untuk memfasilitasi dan membina penerapan ekolabel tipe 2, KLH telah mulai

menyusun panduan ekolabel tipe 2 berbasis pada ISO 14021 dan UU No. 8/1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

Khusus untuk menghadapi isu persyaratan perdagangan yang dikaitkan dengan aspek

lingkungan pada produk, Pemerintahberinisiatif untuk memfasilitasi peningkatan koordinasi

dan kerjasama antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam menyediakan sarana yang

kompeten dan memadai di Indonesia bagi pengujian, evaluasi, dan/atau verifikasi yang

diperlukan untuk mendukung informasi/pernyataan/klaim yang diberikan oleh pelaku usaha

Indonesia kepada pihak rekanan di Luar Negeri yang memerlukan/meminta informasi

tersebut. Koordinasi dan kerjasama tersebut sangat penting dalam melindungi kepentingan

nasional Indonesia dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia sekaligus

meningkatkan daya saing produk Indonesiadi pasar global.

Untuk itu Pemerintah Indonesia dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 43 ayat (3) huruf g,

mengamanatkan sistem label ramah lingkungan sebagai perangkat instrumen ekonomi yang

bersifat proaktif sukarela. Perangkat ekolabel yang dikembangkan oleh Kementerian

Lingkungan Hidup adalah salah satu upaya memperbaiki kualitas lingkungan dari sisi

konsumsi dan produksi suatu produk.

Untuk mengakomodir inisiatif tersebut, dan dalam rangka pengembangan dan

penerapan ekolabel diperlukan suatu pengaturan mengenai mekanisme dan tatacara

pencantuman logo ekolabel ramah lingkungan ( ), dan logo ekolabel

swadeklarasi. Pengaturan Pencantuman Logo Ekolabel Indonesia dan Logo ekolabel

Swadeklarasi Indonesia diatur melalu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.02 Tahun

2014. Sedangkan pada tahun 2015 di keluarkan Pedoman dan Verivikasi Ekolabel dan

(39)

pedoman Klaim Lingkungan Swadeklarasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan (KLHK) bersamaan dengan bergabungnya dua Kementerian tersebut hal ini

menandakan komitmen pemerintah dan dunia usaha akan keberpihakannya tehadap produksi

ramah lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.

Sedangkan untuk penelitian tesis ini kriteria ekolabel yang dipakai adalah kriteria

ekolabel tipe I pada produk kertas tanpa salut, pada produk Bola dunia, Sinar dunia, Paper

One No. SNI: 19-7188.1.3-2006. Distandarisasi oleh Lembaga Standarisasi PaPICS Balai

Besar Pulp dan Kertas, dan produk-produk sejenis lainnya. (Sumber: Vol.2

. S.K. Agarwal :2002, H. 143,

Ibon Galarraga Gallastegui , 2002, KLHK, BSN)

II.1.2.

Menurut Lucy Atkinson dalam

tahun 2010

dikatakan bahwa di dalam informasi lingkungan yang asimetris, di mana satu sisi memegang

informasi lebih lanjut atau lebih baik dari yang lain, konsumen mengandalkan isyarat atau

sinyal sebagai sarana mengevaluasi kualitas produk (Darby dan Karni 1973; Kirmani 1997;

Kirmani dan Akshay 2000; Nelson 1970, 1974 ).

Sebuah sinyal merupakan isyarat yang mudah dalam mendapatkan informasi dalam

mengkontrol/mengendalikan pasar, (sinyal) ekstrinsik untuk produk itu sendiri, konsumen

itu mengunakannya untuk membentuk kesimpulan tentang kualitas atau nilai produk(Bloom

dan Reve 1990, hal. 59).

Eco Informatics

Green management The Use Eco-Labels: A Review of

literature.

Jurnal Signaling the Green Sell: The Influence of

Eco-Label Source, Argument Specificity, and Product Involvement on Consumer Trust

(40)

Selanjutnya dalam artikel yang sama menurut Cason dan Gangadharan (2002) telah

menunjukkan eksperimen bahwa sertifikasi produk dapat meningkat permintaan. Hasilnya

menunjukkan bahwa orang bersedia membayar lebih untuk produk yang datang dengan segel

kualitas, walaupun mereka akan memperoleh kualitas produk dengan sinyal kurang

ketat.Maka kemudian pilihannya jatuh pada persepsi kualitas sebagai salah satu komponen

penting dalam menganalisis label kualitas ramah lingkungan ekolabel.

Selanjutnya dalam artikel

(Yu-Shan

Chen, Ching-Ying Lin and Chia-Sui Weng T - 2015). Kualitas produk dapat dibagi menjadi

"kualitas obyektif" dan "persepsi kualitas." Tujuan Kualitas untuk menjelaskan keunggulan

teknologi atau kekuatan produk yang digunakan terukur atau diharapkan terstandar, persepsi

kualitas didasarkan pada produk atau layanan penilaian pengguna keseluruhan dari produk

atau atau keunggulan, dan biasanya lebih sangat abstrak dari referensi

sederhana untuk atribut produk (Chen. 2015; Zeithaml,-J. Mark. 1988, H.52, 2–22.).

Persepsi kualitas di-definisikan sebagai "penilaian keseluruhan dari produk atau

keunggulan layanan atau superioritas oleh pengguna” (Chen. 2015; Zeithaml, - J. Mark.

1988, H.52, 2–22). Ukuran kualitas (obyektif) yang dirasakan dapat ditentukan oleh lima

dimensi: kemudahan penggunaan, fungsionalitas, kinerja, kemampuan layanan, dan reputasi

(Chen. 2015; Brucks, M.; Zeithaml, V.A.; Naylor, G.-J Mark. 2000, H. 28, 359–374).

Persepsi kualitas Lingkungan berbeda dari kualitas obyektif berdasarkan evaluasi

keseluruhan keunggulan konsumen atau keunggulan suatu produk atau jasa (Chen. 2015;

Zeithaml, V.A. - J. Mark. 1988, H.52, 2–22). Pelajaran ini mengacu pada Chen dan Chang

(Chen. 2015; 2013, H. 48, 1753–1768, H.51.63–82, H.51, 63–82) mendefinisikan kualitas

hijau dirasakan sebagai (sebuah persepsi) "penghakiman pelanggan tentang keunggulan

The Influence of Environmental Friendliness on Green

Trust: The Mediation Effects of Green Satisfaction and Green Perceived Quality

(41)

lingkungan secara keseluruhan merek atau superioritas." Pengukuran (persepsi) kualitas yang

dirasakan hijau meliputi lima item : (1) Kualitas produk ini dianggap sebagai patokan terbaik

sehubungan dengan kepedulian lingkungan; (2) Kualitas produk ini dapat diandalkan

sehubungan dengan pertimbangan lingkungan; (3) Kualitas produk ini tahan lama

sehubungan dengan kinerja lingkungan; (4) Kualitas produk ini sangat baik sehubungan

dengan gambaran lingkungan ( ); (5) Kualitas produk ini adalah

profesional sehubungan dengan reputasi lingkungan.

Sedangkan Dalam jurnal

(Richard Chinomona, nov 2013.

Dalam literatur dikatakan konsumen untuk membuat kesimpulan tentang atribut produk yang

tidak teramati seperti daya tahan produk atau kualitas layanan, yang memandunya untuk

menentukan pilihan adalah melalui persepsi kualitas produk (Iyengar & Lepper, 2000;

Schwartz, 2000; Roest & Rindfleisch 2010).

Sebuah studi oleh Richard Chinomona (2012) mengungkapkan bahwa kualitas produk

yang nyata dapat ditentukan oleh karakteristik teknis dan aspek kinerja nya. Namun, beberapa

penelitian seperti yang dilakukan Sweeney, Soutar, dan Johnson (1999) mengidentifikasi

kemudahan penggunaan dan kesesuaian fitur produk dengan kebutuhan individu sebagai

kontributor penting untuk kualitas produk. Sebagai tambahan untuk itu, aspek-aspek seperti

produk, daya tahan, penampilan dan kekhasan adalah di antara beberapa atribut

terkait dengan kualitas produk (Grewal, 1997; Miyazaki et al, 2005;. Roest & Rindfleisch

2010; Bao, Bao & Sheng 2011). Dalam penelitian Toivonen, kualitas produk diidefinisikan

sebagai penilaian konsumen tentang produk keseluruhan keunggulan atau superioritas (Bei &

Chiao, 2001).

environmental image

“The Impact of Product Quality on Perceived Value, Trust

and Students’ Intention to Purchase Electronic Gadgets

(42)

Secara definisi, Kualitas atau Mutu adalah tingkat baik atau buruknya suatu produk

yang dihasilkan apakah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan ataupun

kesesuaiannya terhadap kebutuhan. Sedangkan penilaian tentang baik atau buruknya kualitas

suatu produk dapat ditentukan dalam 8 (delapan) dimensi kualitas yang diperkenalkan oleh

seorang ahli pengendalian kualitas yang bernama David A. Garvin pada tahun 1987.

Sedangkan untuk mengetahui dimensi kualitas yang menjadi rujukanDavid A. Garvin

ini kemudian dikenal dengan istilah 8 Dimensi Kualitas Garvin.Kedelapan Dimensi Kualitas

tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :

1. (Kinerja)

Performance atau Kinerja merupakan dimensi kualitas yang berkaitan dengan

karakteristik utama suatu produk.

2. (Fitur)

atau Fitur merupakan karakteristik pendukung atau pelengkap dari

karakteristik utama suatu produk.

3. (Kehandalan)

atau Kehandalan adalah dimensi kualitas yang berhubungan dengan

kemungkinan sebuah produk dapat bekerja secara memuaskan pada waktu dan kondisi

tertentu.

4. (Kesesuaian)

adalah kesesuaian kinerja dan kualitas produk dengan standar yang

diinginkan. Pada dasarnya, setiap produk memiliki standar ataupun spesifikasi yang telah

ditentukan.

Performance

Features

Features

Reliability

Reliability

Conformance

(43)

5. (Ketahanan)

Durability ini berkaitan dengan ketahanan suatu produk hingga harus diganti.

Durability ini biasanya diukur dengan umur atau waktu daya tahan suatu produk.

6

adalah kemudahan layanan atau perbaikan jika dibutuhkan.

7. (Estetika/keindahan)

Aesthetics adalah Dimensi kualitas yang berkaitan dengan tampilan, bunyi, rasa

maupun bau suatu produk.

8. Quality (Kesan Kualitas)

adalah Kesan Kualitas suatu produk yang dirasakan oleh

konsumen. Dimensi Kualitas ini berkaitan dengan persepsi Konsumen terhadap kualitas

sebuah produk ataupun merek.

Sedangkan menurut Keller, ( . H.187.:2013) kualitas

yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas keseluruhan atau keunggulan

suatu produk atau jasa dibandingkan dengan alternatif dan sehubungan dengan tujuan yang

telah ditetapkan. Maka tujuan ini harus disesuaikan dengan jurnal dan artikel yang merunut

pada judul dalam tesis ini mengenai Label Ramah Lingkungan atau Ekolabel.

Durability

. Serviceability

Serviceability

Aesthetics

Perceived

Perceived Quality

(44)

II.1.3. Kepercayaan Terhadap Merek Produk (

A. Citra Merek ( )

Citra...

Trust Towards Product Brand).

Brand Image

Dalam Jurnal yang di terbitkan di 2013

berjudul

, Richard Chinomona mengemukakan di antara beberapa hasil

perilaku kepercayaan diidentifikasi dalam literatur ritel terutama kepercayaan merek adalah

merekloyalitas, lampiran merek, niat pembelian dan pembelian impulsif (Hong & Cho, 2011;

Chinomona, 2013).

Menurut Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) |Vol. 3, No. 1, 2012

dikatakan mengutip pendapat Keller (dalam Putro, 2009: 3), bahwa citra merek adalah

anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan

konsumen. Sedangkan menurut Kotler (2006: 266), citra merek adalah penglihatan dan

kepercayaan yang terpendam di benak konsumen, sebagai cerminan asosiasi yang tertahan di

ingatan konsumen. Kemudian Aaker (dalam Ritonga, 2011) mengatakan bahwa citra merek

merupakan sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan melekat di benak konsumen. Dari

definisi-definisi citra merek di atas, dapat disimpulkan bahwa citra merek merupakan

kumpulan kesan yang ada di benak konsumen mengenai suatu merek yang dirangkai dari

ingatan-ingatan konsumen terhadap merek tersebut. Menurut Grunig (1993) citra positif,

tidak hanya sebatas mengandalkan simbol-simbol, sebagai apa yang organisasi pikirkan

tentang dirinya. Tetapi harus dipikirkan tentang komunikasi perilaku dari tindakan organisasi

dalam menggunakan berbagai media untuk membangun

hubungan-hubungan dengan publik mereka. Dengan demikian dapat dibangun.

Menurut Shimp (2003: 592), ada tiga bagian yang terdapat dalam pengukuran citra

merek. Bagian pertama adalah atribut. Atribut adalah ciri-ciri atau berbagai aspek dari merek

Mediterranean Journal of Social Sciences

The Impact of Product Quality on Perceived Value, Trust and Students’ Intention to

Purchase Electronic Gadgets

Gambar

Gambar. 1, Logo Ekolabel Indonesia (type 1)
Gambar. A dan B. Logo Ekolabel
Gambar 3. Komunikasi Proses Manajemen Citra OrganisasiMenurut Model Russell
Gambar 4. Komunikasi Manajemen Reputasi Organisasi MenurutModel Helen Stuart
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Persepsi tentang Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Reputasi Perusahaan yang dimediasi Oleh Citra Merek Penelitian. yang dilakukan Julfitri

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PRODUK DAN KEPERCAYAAN MEREK TERHADAP MINAT BELI ULANG YANG DIMEDIASI OLEH KEPUASAN KONSUMEN PADA SAMSUNG SMARTPHONE (Studi Kasus Pada

(5) Pengaruh produk ramah lingkungan, atribut merek hijau, iklan peduli lingkungan dan persepsi harga premium terhadap keputusan pembelian produk AMDK.. Penelitian ini termasuk

Dengan adanya permasalahan terkait kepercayaan serta persepsi konsumen terhadap karakteristik s-commerce yang terdiri dari reputasi, kualitas informasi, keamanan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kesadaran merek, kepercayaan merek, citra merek dan nilai yang dirasakan terhadap keputusan pembelian produk

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh persepsi nilai konsumen yang terdiri dari keterlibatan, loyalitas merek, persepsi harga, persepsi kualitas, pengenalan,

Pada dasarnya, untuk dapat menciptakan loyalitas terhadap merek bagi konsumen dibutuhkan sesuatu yang berbeda baik dari segi kepercayaan merek, persepsi kualitas,

Dalam hal tersebut, perusahaan perlu meningkatkan pengenalan pada benak konsumen akan citra merek hijau ( green brand image ), label hijau (eco-label ), dan kualitas yang