150 A.Kesimpulan
Uraian akhir dari analisa atas pemikiran Frithjof Schuon tentang makna agama dalam perspektif Filsafat Agama adalah bagian kesimpulan, yang merupakan rangkuman jawaban atas perumusan masalah dalam kajian ini. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:
• Agama adalah pandangan hidup yang menjadi tolok ukur penganutnya
dalam bertindak. Pandangan hidup dalam berkehidupan di dunia sekaligus menjadi harapan untuk kehidupan yang lebih baik lagi setelah kematian. Sejalan dengan cita-cita luhur filsafat sebagai pencarian makna kehidupan karena cinta kebijaksanaan, kajian agama tentu harus didukung dengan konsep dan cara yang tepat. Membincang agama, dimana agama dianggap sebagian besar peganutnya sebagai sesuatu yang sensitif, tentunya membutuhkan langkah-langkah praktis yang bijak
• Kegemilangan pemikiran Frithjof Schuon adalah pada kemampuannya
mensintesiskan pemahaman agama dengan konsep metafisika. Schuon memaparkan kebenaran metafisika (metaphysical truth) yang dapat dipahami yaitu dengan cara penghayatan agama secara mendalam. Agama adalah jalan yang tak dapat diabaikan dalam proses pencarian makna terdalam dari realitas. Proses penggalian hakikat realitas (metafisika) dalam pandangan Schuon berupa penghayatan agama menimbulkan dua corak pemahaman. Pertama adalah eksoterisme, dimensi eksoterisme menunjukkan realitas yang terdiri dari beragam bentuk agama. Kesadaran akan realitas pada ranah yang dipahami
manusiwi/jasmaniyyah, termasuk alasan fungsional historis dari kelahiran masing-masing agama yang betahap (dalam agama samawi secara bertahap diawali oleh Agama Yahudi, kemudian Kristen dan ditutup dengan Islam). Kedua pemahaman tersebut adalah bersifat hirarkis. Pemahaman agama pada fase awal adalah eksoterisme dan kedua adalah esoterisme. Fase pemahaman ini menunjukkan posisi kesadaran seseorang akan realitas. Pada dimensi eksoterisme, pemahaman realitas merupakan fenomena atau yang tampak saja, dan pada pemahaman agama dimensi esoterik adalah pemahaman yang bersifat universal dan hakiki. Akan tetapi, pada kedua dimensi tersebut, terdapat unsur ilahiyyah yang tidak lain adalah diri manusia sendiri. Manusia atau alam semesta secara umum adalah manifestasi Tuhan. Tuhan adalah Wujud Mutlak dan segala yang ada di alam semesta adalah wujud mungkin/nisbi. Keberadaan wujud mungkin mempunyai peran
lain sebagai mahkluk yang melekat dengan segala keterbatasannya. Makhluk adalah wujud mungkin/nisbi yang sejatinya memiliki kesadaran ilahiyyah, dan selalu ingin menuju Yang Ilahi sebagai sumber kesadaran
tersebut dan sumber segala sesuatu di alam semesta. Untuk mengenal sumber segala sesuatu itu, Ia memberikan jalan berupa agama. Dan terdapat berbagai bentuk jalan yang beragam tersebut menurut Schuon, sejatinya memiliki alasan ontologis-fungsional masing-masing. Itulah makna agama dalam pengertian metafisika.
• Konsepsi ketuhanan berupa transendensi dan imanensi dalam pemikiran
Frithjof Schuon dapat menjadi jalan tengah dari kontroversi pemahaman Tuhan yang bernuansa sufistik;wahdat al-wujud, dalam artian Tuhan dan alam semesta adalah kesatuan wujud, kesatuan eksistensi. yang (pernah) berkembang, terkhusus corak yang pernah populer di Nusantara. Pemikiran Schuon dapat menjadi jalan tengah dalam menjawab kontrovesi wahdat al-wujud itu. Konsep wujud mutlak dan wujud mungkin/nisbi yang dibalut atas pengalaman agama merupakan sintesa
antara konsep teologis yang tekstual dengan teologi corak metafisis; wahdat al-wujud. Konsep teologis yang dirasa kaku dengan perbedaan,
• Pemaknaan akan realitas yang bijak akan menghasilkan sikap yang bijak.
Kesadaran akan adanya Realitas Mutlak di atas realitas yang ada atau realitas yang nampak, akan menghasilkan kedewasaan dalam menerima perbedaan. Kesadaran tersebut akan menghasilkan sikap beragama yang konstruktif. Kesadaran akan pentingnya adanya perbedaan tidak lain merupakan bagian dari keinginan Tuhan sendiri. Sehingga, akan muncul rasa simpati dan keinginan untuk terus menjaga perbedaan yang ada. Dengan pemaknaan tentang realitas sebagaimana demikian, harapannya akan terciptalah kehidupan (beragama) yang saling menjaga dan interaksi dalam keharmonisan. Dalam Filsafat Agama atau Religio Perennis Frithjof Schuon, tidak dibenarkan makna istilah “spirituality, yes; religion, no”. Spritualitas Menurut Schuon tidak dalam pengertian yang
utuh. Pandangan Schuon ini tentu relevan dalam memetakan realitas atau kondisi keagamaan di Indonesia yang plural. Pluralitas agama yang menjadi identitas sekaligus karakter bangsa yang kuat maka harus terus dijaga.
• Ringkasnya, Filfasat Agama Frithjof Schuon adalah bersifat
ilahiyyah, unsur inilah yang menjadi alasan mengapa manusia selalu
mempunyai kecenderungan kepada hal-hal yang positif, bagaimanapun keadaannya. Dan corak pemikiran Schuon ini tentu relevan dalam mengarahkan kehidupan masyarakat di Indonesia yang nota bene adalah masyarakat yag beragama, agar berkehidupan dalam kerangka pikir yang religius secara dewasa. Lantaran kefanatikan agama adalah sesuatu yang identik dengan pengetahuan agama, maka fanatisme tidak bisa dihilangkan. Pada titik tertentu, agama mempunyai corak khas berupa pengetahuan tanpa rasionalitas, yatu iman. Pada ranah ini, fanatisme
B.Sar an
Setelah menyelesaikan penelitian ini, beberapa saran yang dapat diberikan penulis, yaitu:
1. Pola pengertian agama yang dikemukakakan Schuon sering ditarik dalam diskursus pluralitas, spiritual dan teologi, namun belum banyak yang melakukan pengkajian secara mendalam terkait konsep agama yang dikemukakan, maka kiranya tulisan ini dapat menjadi referensi untuk menjernihkan kerangka pikir tersebut dan melakukan penelitian lebih lanjut, baik mengenai pemikiran Frithjof Schuon, maupun yang berkaitan dengan pengertian agama dan filsafat agama secara umum.
2. Dalam pengembangan dan pendalam konsep yang dikemukakan Schuon, penelitian lebih lanjut hendaknya dikembangkan dengan mencoba mencari hubungan antara konsep agama yang dikemukakan Frithjof Schuon dengan keyakinan masing-masing. Pemikiran Schuon diperdalam dan diverifikasi melalui Refleksi terhadap agama masing-masing. Sehingga, pemikiran agama dapat terus dikembangkan melalui perbaikan-perbaikan, bagian mana dari pemikiran Schuon yang bertentangan dengan keyakinan sendiri ataupun sebaliknya.
dari setting historis saat ia membangun pandangannya. Selain itu, setiap orang mempunyai pemahaman dan pengalaman agama yang masing-masing berbeda. Maka bagaimanapun konsep yang dibangun Schuon, kiranya hanyalah bersifat tambahan perspektif tanpa membatasi pemaknaan personalitas masing-masing.