• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISLAM DAN DEMOKRASI DALAM PRAKTEK POLITI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ISLAM DAN DEMOKRASI DALAM PRAKTEK POLITI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah Negara demokrasi yang bernafaskan pancasila. Demokrasi adalah pandangan bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat, masyarakat berperan aktif dalam mewujudkan pemerintahan yang adil, serta mengontrol rodanya arus politik. Masyarakat mempunyai hak suara untuk memilih dan dipilih demi kelancaran tata Negara Indonesia yang dijalankan oleh pemerintah. Dengan demokrasi ini pemerintah tidak sewenang-wenang dalam menjalankan amanat yang mereka emban karena mereka hanya sebagai objek yang di percaya oleh seluruh rakyat Indonesia.

Indonesia adalah Negara multikultural dari aspek budaya, agama ras dan etnis sehinnga bersifat prulal. Dengan ini, cocoklah Indonesia berasaskan demokrasi pancasila, tidak memandang sebelah pihak, semua satu tujuan. Tidak salah bahwa maha patih gajah mada memberi semboyan kepada seluruh nusantara Indonesia yaitu Bhineka tunggal ika.

Dari keberagaman itu, satu yang paling pundamental yang tidak bisa dilepaskan di Indonesia yaitu keberagaman agama. Agama menjadi pedoman hidup manusia, namun hanya satu agama yang dapat menuju ridho-Nya yaitu Islam.

(2)

Jadi, Indonesia mempunyai dua aspek yang tidak bisa dipisahkan anatara islam dan demokrasi meskipun diantara keduanya merupakan dua sistem politik yang berbeda. Namun, perlu diketahui bahwa penerapan yang terkandung dalam demokrasi dan pancasila di Indonesia sendiri mempunyai esensi-esensi yang ada interpretasinya makna di dalam Alquran. Jadi, tidak perlulah Negara Indonesia ini dijadikan Negara islam, karena hal keberagaman agama, suku, dan adat di Indonesia harus dijadikan cerminan. Bukan lah islam jikalau islam sendiri tidak memberikan ketenangan. Jika Negara Indonesia dipaksakan menjadi Negara islam, tentu dapat disimpulkan bahwa islam sendiri tidak menginterprestasiakan sifat perdamaian, sedangkan islam sendiri sebagai rahmatan lil alamin.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah demokrasi itu?

2. Bagaimanakah implementasi demokrasi di Indonesia? 3. Bagaimanakah paradigma islam dan demokrasi?

4. Bagaimanakah korelasi antara islam dengan negara politik di Indonesia?

C. Tujuan masalah

1. Untuk mengetahui hakikat dari demokrasi

2. Untuk mengetahui implementasi demokrasi di Indonesia 3. Untuk mengetahui paradigma islam dan demokrasi

4. Untuk mengetahui korelasi antara islam dengan Negara politik di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

(3)

Demokrasi adalah sebuah kata yang sering kita dengar di era globalisasi ini khususnya setelah lahirnya era reformasi. Masyarakat acap kali menggunakan kata demokrasi dalam perbincangannya bahkan digunakan dalam perbuatan kesehariannya. Namun, kadang kala pengertian demokrasi tidak mengena dengan arti demokrasi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, kita seyogyanya kenalilah apa itu demokrasi yang sesungguhnya.

Arti demokrasi dari sudut pandangnya terdiri dari dua, yaitu secara etimologi dan terminologi.

A.1. Secara Etimologi

Demokrasi secara etimologi berasal dari dua kata bahasa yunani yaitu kata demos, yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan cratein dan cratos yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demokrasi adalah keadaan Negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintah rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Kalau menurut Abraham Lincoln, seorang presiden Amerika Serikat menyebutkan bahwa demokrasi yaitu suatu pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

A.2. Secara Terminologi

Sedangkan arti demokrasi secara terminologi yaitu sebagaimana dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:

1. Menurut joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atassuara rakyat.

(4)

kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.

3. Menurut Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi merupakan system politik yang menunjukan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.1

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat demokrasi berada di tangan rakyat baik dalam proses sosial atau pun politik. Dengan kata lain setiap Negara yang menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental memberi pengertian bahwa demokrasi pada hakikatnya merupakan asas dimana adanya 3 sistem. Pertama, pemerintah dari rakyat (goverment of the people) yaitu dalam artian bahwa suatu pemerintahan akan berjalan dengan lancar dalam sistem birokrasinya apabila telah mendapat pengakuan dari rakyat. Karena dalam hal ini terdapat sistem pemerintahan yang diakui oleh rakyat (legitimate government) dan yang tidak sah atu yang tidak diakui oleh rakyat (unlegitimate government). Adanya dua aspek ini tidak lain karena adanya sistem pemilihan umum, semua rakyat berhak memilih dan dipilih sebagai bentuk pemberian amanah secara langsung, umum, bebas namun rahasia.

Kedua, pemerintah oleh rakyat (government by the people) yaitu dalam artian bahwa pemerintah menjalankan roda birokrasinya atas nama rakyat dari hasil pemilihan umum. Pemerintah berperan sebagai pengemban amanah dan yang dipercaya oleh rakyat. Pemerintah tidak asal menjalankan apa yang mereka lakukan. Karena orang pemerintahan tidak lepas dari pengawasan rakyat (social control). Cara rakyat mengawasi pemerintah bisa dilakukan secara langsung ataupun tidak, karena rakyat mempunyai wakilnya di parlemen yang

1 Azyumardi Azra, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia,

(5)

berkedudukan sebagai wakil rakyat. Dengan ini, rakyat dapat menyampaikan aspirasinya melalui parlemen agar tidak terjadinya otorisasi dalam pemerintahan.

Ketiga, pemerintah untuk rakyat (government for the people). Dalam hal ini setelah pemerintah dipilih langsung oleh rakyat kemudian pemerintah menjalankan birokrasinya atas nama rakyat. Maka selanjutnya, tidak lain bahwa semuanya kembali demi kepentingan rakyat. Agar rakyat sejahtera maka dengan demokratis inilah Negara mampu menata jalannya pemerintah dengan teratur dan penuh pengawasan langsung dari masyarakat.

Jadi, demokrasi adalah suatu asas yang sangat fundamental bagi suatu Negara, karena pemerintah dalam menjalankan birokrokrasinya berdasarkan aspirasi rakyat yaitu dengan adanya pemilihan umum yang bersifat LUBER ( langsung, umum, bebas dan rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil). Rakyat mempunyai kekuasaan tertinggi yaitu dengan adanya legimate dan unligimate. Rakyat bisa mengontrol rodanya birokrasi bisa secara langsung ataupun melalui parlemen yang sengaja dibuat dengan harapan tidak terjadinya otorisai dalam pemerintahan. Masyarakatpun bisa menyampaikan aspirasinya melalui media pers seperti Koran, radio, dan sebagainya.

A.3. Model Demokrasi

Model demokrasi tidaklah hanya satu di dunia ini. Dikarenakan perbedaannya sosial politik, ekonomi dan sosial budaya yang ada di negaranya. Diantara model-modelnya yaitu:

(6)

2. Demokrasi sosialis, yaitu sistem demokrasi yang biasa ditegakan oleh Negara yang komunis. Seperti China, Rusia, Korea Utara, Vietnam, Myanmar dan sebagainya. Dalam pengaplikasiannya yaitu asas yang menaruh kepeduliannya pada keadilan sosial.

3. Demokrasi terpuimpin, yaitu sistem yang tidak ada pemilihan umum, bahkan menolak akan adanya pemilihan umum, dengan alasan agar tidak adanya yang menyaingi untuk mendapatkan kedudukannya. Dalam hal ini, para pemimpin percaya bahwa semua tindakan mereka dipercayai oleh rakyat.

4. Demokrasi partisipasi, yaitu pemerintah dalam menjalankan birokrasinya terjadi sistem timbal balik antara pemerintah dengan rakyat. Semua ikut berpartisipasi demi kesejahteraan suatu Negara. Artinya bahwa penguasa dan yang dikuasai ikut andil.

5. Demokrasi consociational, yaitu yang menekankan proteksi khusus bagi kelompok-kelompok budaya yang menekankan kerja sama yang erat di antara elit politik yang mewakili bagian budaya masyarakat utama.2

B. Implementasi Demokrasi di Indonesia

Indonesia adalah negara yang multikurtural. Banyak keberagaman di Indonesia, baik dari budaya, ras, entik, dan agama. namun agama yang dianut di Indonesia mayoritas adalah islam. Sehingga asas demokrasi yang diterapkan sesuai dengan aspek ekologis dan geografisnya.

Dalam perkembangannya, demokrasi di Indonesia mengalami fluktuasi dari mulai masa setelah kemerdekaan sampai saat ini. Kronologinya yaitu:

a. Periode 1945-1959

(7)

Yaitu yang dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer, yaitu sistem demokrasi yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai. Demokrasi ini

yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen.

Dalam demokrasi parlementer, Presiden menjabat sebagai kepala negara. Dalam hal ini, indonesia untuk mencapai kestabilan dalam bernegara sangatlah susah karena memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik. Sedangkan pada awal kemerdekaan Indonesia, budaya demokrasi yang dimiliki Indonesia masih sangat lemah untuk mempraktekan budaya demokrasi barat ini. Yang terjadi dalam system ini melahirkan kepemerintahan yang tahan lama. Sehingga dalam prakteknya terjadi 7 pergantian kabinet.

b. Periode 1959-1965 (Guided Democracy)

Yaitu yang dikenal dengan sebutan demokrasi terpimpin. Kepemimpinan presiden ini tanpa batas atau seumur hidup. Kalau diibaratkan yaitu bahwa soekarno bagaikan ayah dari bangsa Indonesia. Kekuasaan berada di personal yang kuat yaitu semua di tangan presiden.

Namun dalam hal ini, banyak nilai-nilai yang dilanggar oleh presiden sehingga lahirlah absolutisme. Ciri-cirinya yaitu didominasinya oleh presiden, berkembangnya pengaruh komunisme, dan peranan tentara (ABRI) sebagai unsur dalam panggung politik nasional. Dalam hal ini, Soekarno memperkuat Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi yang penting. Kepemimpinannya pun banyak hal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan UUD 1945. Ini terjadi sejak diberlakukannya dekrit presiden 1959.

(8)

Yaitu dengan masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan Orde Barunya. Ini merupakan demokrasi konstitusional yang yang menonjolkan sistem presidensial. Landasan formalnya yaitu pancasila, UUD 45 dan TAP MPR.

Periode Soeharto ini mempunyai tujuan memperbaiki tatanan Negara ini yaitu adanya 3 komponen perubahan. Yaitu, dalam bidang politik bahwa akan ditegakannya nilai-nilai hukum dan kepastian hukum. Dalam bidang ekonomi yaitu memperbaiki ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga terjadinya pemerataan ekonomi. Dan dalam bidang hokum yaitu dengan adanya perlindungan HAM, sehingga tidak adanya peradilan tanpa adanya pihak-pihak yang dipilih kasihkan.

Namun, ke-3 komponen itu hanyalah retorika politik semata, demokrasi yang digembor-gemborkan malah berbanding terbalik dengan realita yang ada.

d. Periode Pasca Orde Baru (Masa Reformasi 1999-Sekarang)

Yaitu era yang erat kaitannya dengan gerakan reformasi rakyat yang menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekuen. Tuntutan ini yaitu dengan ditandai oleh lengsernya presiden Soeharto yang telah menjabat lebih dari tiga puluh tahun lamanya.3

Demokrasi pancasila yang digembor-gemborkan soeharto ini, sekarng berubah menjadi tanpa nama. Namun dalam pengaplikasiannya akan menuju kepada konsep demokrasi itu sendiri yaitu keterbukaan, inklusif dan penuh nuansa HAM, di mana hak rakyat merupakan komponen yang paling dominan. Pada era reformasi ini, yang melahirkan adanya pemilu (pemilihan umum), UUD 45’ diamandemen. Wacana pasca orde baru ini pun erat kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat madani (Civil Sociaty) dan penegakan hukum secara sungguh-sungguh.

3 Hidayat komarudin, Pendidikan Kewargaan Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat

(9)

C. Paradigma Islam dan Demokrasi

Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Islam mempunyai satu sumber kekuasaan yaitu dari Alloh SWT. Islam merupakan agama yang paling sempurna. Islam tidak hanya mengajarkan bagaimana sebagai hambanya diajarkan bagaimana beribadah, namun juga di dalamnya islam mengajarkan bagaimana beretika, bersosial, berekonomi, berbangsa dan berpolitik.

Namun, apabila islam dan demokrasi apabila disatukan menjadi kesatuan yang utuh, maka akan menimbulkan sebuah persoalan yang sangat singkron. Namun, itu pun apabila kita mengartikan demokrasi secara parsial dan berdasarkan pengertian demokrasi yang berkiblat ke Barat.

Salah satu isu yang paling popular sejak dasawarsa abad kedua puluh yang baru lalu adalah isu demokratisasi. Banyak negara yang menganut sistem demokrasi. Namun, lain halnya dengan dunia islam. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Larry Diamond dan Juan J. Linze bahwa islam tidak mempunyai prospek untuk menjadi demokratis serta tidak mempunyai pengalaman yang mendalam tentang demokrasi. Karena demokrasi secara kultur lahir di Barat.

Padahal, apabila demokrasi itu sendiri dilihat dari kaca mata islam, tentu akan menjadi suatu sistem yang indah dan luar biasa. Namun, apabila islam dipraktekan dengan dunia politik maka akan terbelah menjadi 3 madzhab atau tiga kelompok pandangan tentang islam dan demokrasi yang dapat disimpulkan secara umum. Diantaranya:

(10)

muslim seperti Sayyid Qutb dan Thabathabai, Taqiyyudin, Abdul A’la Al-maududi dan dari pemikir Indonesia yaitu Mohammad Natsir, Abdul Qodir Al-jailani, karto suwiryo.

Kedua, madzhab netral. Yaitu yang berpandangan bahwa islam berbeda dengan demokrasi jika demokrasi didefinisikan secara prosedural seperti yang dipraktikan di negara-negara Barat. Kelompok ini menyetujui adanya prinsip-prinsip demokrasi dalam islam. Tetapi mengakui adanya perbedaan antara islam dan demokrasi. 4

Pandangannya bahwa islam dan demokrasi mempunyai identitas tersendiri. Islam adalah agama yang privat, ritual, dan religious. Sedangkan demokrasi merupakan hasil dari pikiran manusia, publik, dan bersifat profane (duniawi).

Diantara tokoh yang berpandangan pada madzhab ini yaitu: Pertama , Jamaluddin Al-afgani. Ia yang melahirkan adanya aliran pan islamisme5. Kedua,

Muhammad Abduh. Ia berpendapat adanya rasionalisme islam, yaitu yang system agamanya rasional dan terbuka, menafsirkan alquran secara ilmuan, dan menolak seluruh ayat alquran yang bersifat manusia (ajaso).

Ketiga, madzhab positif. Yaitu yang berpandangan bahwa islam dan demokrasi merupakan dua sistem yang compatible apabila dikorelasikan. Tidak

4Azyumardi, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): 52

5 Yaitu pemersatuan umat islam. Pan-Islamisme sering dikaitkan dengan usaha modernisasi Islam

(11)

adanya pertentangan untuk mengatur negara dalam tatanan masyarakat. Karena, islam sendiri mempunyai esensi politik kekuasaan yang bermoral dan beretika, yaitu dengan adanya nafas syariah dalam islam yang menerapkan system almusawa6, dalam artian tidak adanya diskriminasi sosial. Dan muraqabah7. Serta

adanya kontrol tuhan. Berbeda dengan Kristen yang hanya menjunjung hak, islami namun tidak muslim.

Oleh kiarena itu, perlu diketahui bahwa agama akan dilihat sebagai musuh demokratisasi apabila agama itu sendiri dijadikan landasan satu-satunya bagi pembentukan masyarakat dan pemecahan krisis kemanusiaan secara umum. Sangat salah pula apabila agama dijadikan musuh demokratisasi apabila itu terjadi di Indonesia, sedangkan Indonesia sendiri merupakan Negara yang multikultural.8

Dalam madzhab ini, islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik demokrasi seperti yang diterapkan di Negara-negara maju. Islam di dalam dirinya demokratis tidak hanya karena prinsip syura (musyawarah) tetapi juga karena adanya konsep ijtihad dan ijma (konsensus). Diantara tokoh muslim yang mendukung pandangan ini adalah Fahmi Huwaidi, M. Husain Haikal, Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-afgani. Sedangkan di Indonesia diwakili oleh Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid, Amin Rais, dan Ahmad Syafi’I Ma’arif.9

D. Korelasi Antara Islam Dengan Negara Politik Di Indonesia

6 Persamaan.

7 kontrol ceck and balance.

8 Haqqul yaqin, Agama dan Kekerasan dalam Transisi Demokrasi di Indonesia (Yogyakarta:

(12)

Salah satu yang menjadi permasalahan yang mendunia yaitu perdebatannya antara islam dan Negara yang berangkat dari dominan islam sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh (syumuli), yang mengatur semua kehidupan manusia, termasuk persoalan politik.10

Pada dasarnya islam tidak memisahkan terkait konsep agama dan politik. Karena pada zaman Rosululloh sendiri, beliau menjabat dua kekuasaan yaitu sebagai utusan Allah dan sebagai kepala Negara. Adanya hal ini, Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa pemerintah itu hanyalah sebagai alat untuk menyampaikan agama, dan kekuasaan bukanlah kekuasaan itu sendiri. Dengan ungkapan lain bahwa pilitik dalam islam adalah sebagai alat untuk mengatur Negara tetapi bukan eksistensi dari agama islam sendiri.

Oleh karena itu, dalam mendirikan negara merupakan suatu kewajiban agama demi terjaganya dan terlaksananya prinsip-prinsip syari’ah. Negara adalah penjaga syari’ah agar tidak mengalami penyelewengan. Dalam hal ini, negara sebagian institusi paling penting untuk mengimplementasikan syari’ah, dan implementasi syari’ah berarti juga ibadah kepada Allah. Pandangan merupakan implikasi pada suatu pemahaman bahwa sejauh mekanisme penyelenggaraan suatu negara menjaga pelaksanaan syari’ah, sejauh itu pula mekanismenya dipandang sebagai suatu ibadah, dan pandangan itu pun menunjuk pada pentingnya meraih kekuasan dalam rangka implementasi syari’ah.

Kemudian, hubungannya dengan politik, terutama berkenaan dengan paradigma hubungan politik antara Islam dan negara, tidak bergerak dalam kerangka legal-formalistik, melainkan lebih cenderung bersifat substansialistik. Selama penyelenggaraan suatu negara didasarkan pada realisasi prinsip-prinsip fundamental : keadilan, musyawarah, persamaan, persaudarana, kebebasan, dan pertanggungjawaban penguasa di hadapan rakyat, atau tetap terjaminnya tegaknya keyakinan agama dan terpenuhinya kepentingan rakyat, maka selama itu pula mekanismenya dipandang sebagai yang Islami.

10 Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Civic Education (Surabaya: IAIN Sunan

(13)

Islam adalah faktor penting dalam bangunan kebangsaan Indonesia. Sumber daya budaya, sosial dan politik serta ekonomi negara ini secara potensial berada dan melekat dalam tubuh warganya yang mayoritas muslim. Kolaborasi Islam dan budaya lokal selama berabad-abad hingga cucuran keringat, air mata dan darah para syuhada’ telah memperkokoh bangunan ke-Indonesia-an modern. Sejarah Indonesia juga mencatat penolakan dan penentangan umat Islam terhadap penindasan kolonialisme. Agenda ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan keagamaan yang digerakkan oleh SI, Muhammadiyah dan NU terbukti mengusung cita-cita luhur memperjuangkan terwujudnya kemerdekaan dan pemerintahan sendiri oleh rakyat Indonesia.

Demikian halnya para tokoh pergerakan nasional dari kalangan muslim, meskipun mereka kelihatan berbeda-beda penekanan dan perspektifnya tentang nasionalisme Indonesia, tak diragukan lagi kecintaan dan komitmen mereka pada perjuangan terwujudnya negara bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Fakta-fakta tersebut cukup menjelaskan bahwa Islam tidak merintangi nasionalisme, justru dari rahim Islamlah, nasionalisme Indonesia dapat tumbuh subur. Pergerakan-pergerakan Islam sudah lama mempunyai ikatan kebangsaan lebih kuat jika dibandingkan dengan organisasi lokal yang masih berbasis etnik, termasuk Budi Utomo yang berbasis kepentingan priyayi Jawa.

Jika kehidupan bernegara ditujukan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, maka tentulah berkenaan dengan umat Islam Indonesia. Maka umat Islam juga harus mengambil peran strategis dan kreatif memajukan Indonesia menuju negara plural yang kuat. Penolakan terhadap nation-state dalam sisi tertentu menunjukkan kekhawatiran berlebihan terhadap subordinasi Islam oleh negara, juga merupakan ekspresi dari ketidakberdayaan mengambil peran-peran kreatif dan strategis dalam merealisasikan ke Islaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

(14)

tengah-tengah masyarakat dapat dilakukan melalui gerakan-gerakan kultural dan struktural melalui sarana politik, sebagai bentuk dari pengamalan syuro. Dalam konteks ini maka pilihannya bukan negara Islam atau juga sistem khilafah yang menerapkan syariah atau negara sekuler yang menolak syariah, tapi negara Indonesia yang merealisasikan nilai-nilai universal ajaran agama (Islam) dalam bingkai Ukhuwwah Basyariyyah, Ukhuwwah Islamiyyah, dan Ukhuwwah Wathaniyyah.11

Islam dan Nasionalisme Indonesia adalah dua sisi mata uang yang saling memberikan makna. Keduanya tidak bisa diposisikan secara diametral. Nasionalisme selalu meletakkan keberagaman atau pluralitas sebagai konteks utama yang darinya dapat melahirkan ikatan dasar yang menyatukan sebuah negara bangsa. Idealnya umat Islam tidak perlu merasa khawatir kehilangan identitasnya karena persenyawaannya dalam negara bangsa. Perjuangan yang ditekankan untuk menonjolkan identitas atau simbol-simbol ke Islaman dalam kerangka perjuangan politik kebangsaan hanya merupakan cerminan kelemahan umat Islam sendiri.

Selain itu, meskipun terbuka peluangnya di alam demokrasi ini, penekanan berlebihan dalam hal itu akan potensial menjadi penyulut disintegrasi, dan ini tidak sejalan dengan nasionalisme itu sendiri. Idealnya, perjuangan politik umat Islam menekankan pada penguatan nasionalisme Indonesia dengan memperkokoh faktor-faktor perekat kebangsaan yang secara substantif. Nilai-nilai dimaksud merupakan nilai-nilai universal Islam yang menyentuh kesadaran pragmatis warga negara, seperti keadilan, kesejahteraan, kepercayaan, dan sebagainya.

Jadi, islam menganut prinsip kesatuan antara perkara agama dengan perkara dunia. Artinya, keduanya harus berjalan seiring karena keduanya berasal dari Pencipta yang sama. Agama Islam dirumuskan oleh Allah, urusan dunia juga tak lepas dari taqdir Allah. Bila agama menggunakan peraturan Allah, dan urusan dunia menggunakan pikiran manusia, niscaya keduanya tidak bertemu.

11Nurcholish madjid, Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam

(15)

BAB III

(16)

A. Kesimpulan

1. Demokrasi adalah adalah keadaan Negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintah rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Kalau menurut Abraham Lincoln, seorang presiden Amerika Serikat menyebutkan bahwa demokrasi yaitu suatu pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

2. Dalam pengimplementasian demokrasi, di Indonesia sendiri mempunyai beberapa tahapan, yaitu:

2.1 Periode 1945-1959

2.2 Periode 1959-1965 (Guided Democracy) 2.3 Periode 1965-1998,

2.4 Periode Pasca Orde Baru (Masa Reformasi 1999-Sekarang) 3. Ada tiga butir terkait paradigma islam dan demokrasi, yaitu

madzhab negatif, netral, dan positif .

4. Korelasi antara islam dengan Negara politik Indonesia yaitu bahwa islam merupakan agama yang menjadi penataan sebuah Negara. Agama (Islam) dalam bingkai Ukhuwwah Basyariyyah, Ukhuwwah Islamiyyah, dan Ukhuwwah Wathaniyyah sehingga perpolitikan menjadi terarah dan dinamis.

B. Saran

(17)

banyak yang bertentangan dengan Indonesia dan agama mayorotas sendiri apabila selalu menitik beratkan dari segi kekurangannya, maka tidak akan terciptanya Negara yang dinamis multikultural. Jadi, keduanya sebagai miniature Negara.

(18)

Azra, Azyumardi. Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani . Jakarta: Prenada Media, 2000

Komarudin, Hidayat. Pendidikan Kewargaan Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia. Jakarta: Paramadina, 2003.

Tim penyusun. Civic Education. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012. Yaqin, Haqqul. Agama dan Kekerasan dalam Transisi Demokrasi di

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diperoleh kemajuan pada anak autisme yang menjalani terapi perilaku, terapi wicara dan terapi okupasi dengan diet CFGF dan tanpa diet CFGF

Oleh karena itu, diperlukan pengaturan baru dengan undang-undang baru yang mengatur kekarantinaan kesehatan di pintu masuk dan keluar baik di pelabuhan, bandar udara,

Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kreteria antara lain : keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy, memenuhi semua kreteria antara lain : keluarga penderita tidak

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Airlangga Hak Bebas Royalti Noneksklusif Non-exclusive Royalty- Free Right atas karya ilmiah saya

Berdasarkan sifatnya sistem dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem dinamik dan sistem statis (Djojomartono dan Pramudya 1983 dalam Kholil 2005). Sistem dinamik memiliki sifat

Terdapat banyak variabel yang menentukan besarnya nilai total combined stress range yaitu: modulus penampang yang berbeda ditiap kondisi struktur, vertical stress,

Untuk Angkatan Kerja memiliki nilai Coeficient 0.87299 bernilai positif dengan nilai probability 0.0032 ini menjelaskan terdapat hubungan positif dan signifikan

Definisi operasional itu memuat istilah-istilah yang dimaksud pada judul penelitian ini. Dengan adanya definisi operasional itu guna mempertegas maksud dari