• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Investigasi Tindak Kriminal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manajemen Investigasi Tindak Kriminal "

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN INVESTIGASI TINDAK KRIMINAL ETIKA DAN PROFESIONALISME SAKSI AHLI

Dosen : dr. Handayani Dwi Utami, Sp.

di susun oleh : Subektiningsih

15197221

MAGISTER TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

(2)

ETIKA DAN PROFESIONALISME SAKSI AHLI I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sebuah permasalahan selalu membutuhkan penyelesaian. Sama halnya dengan sebuah kasus dalam persidangan membutuhkan bukti-bukti untuk menyelesaikannya. Pembuktian ini diharapkan bisa memberikan keputusan kasus yang tepat dan tidak menimbulkan kekeliruan. Dalam sebuah persidangan terdapat berbagai alat bukti yang sah untuk melakukan pembuktian tersebut. Alat bukti yang sah ialah : Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk, dan Keterangan Terdakwa.1 Seorang ahli

ini dapat dipanggil oleh penyidik ketika diperlukan dalam pemeriksaan sebuah perkara. Ahli juga dapat dihadirkan dalam persidangan untuk membantu memperjelas sebuah perkara sehingga membantu Hakim dalam mengambil keputusan. Selain itu, seorang ahli juga dapat berada dalam posisi untuk membantu meringankan tersangka atau terdakwa.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Tahun (KUHAP) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 ini berlaku untuk melaksanakan tatacara peradilan dalam lingkungan peradilan umum pada semua tingkat peradilan.2 Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan tentang alat bukti

yang sah digunakan dalam pengadilan, yang pada khususnya keterangan saksi dan keterangan ahli. Sehingga dapat ditarik pemahaman tentang saksi ahli dan tentang prinsip utama saksi ahli yang meliputi kompetensi serta kemampuan yang harus dimiliki. Supaya saksi ahli dapat membedakan ruang lingkup untuk menyampaikan informasi yang hanya boleh disampaikan di pengadilan atau informasi yang boleh dibagikan kepada masyarakat umum. Dan dapat menjabarkan tentang berbagai sanksi yang bisa diberikan kepada saksi ahli apabila tidak memenuhi kualifikasi sehingga lembaga profesi bisa mengadakan pembinaan untuk mengantisipasi sebuah kesalahan yang dapat ditimbulkan.

(3)

I.2 Tujuan

Tujuan dari pembahasan ini diharapkan bisa menambah pemahaman tentang saksi ahli pada khususnya dan berbagai penjelasan tentang alat bukti yang sah pada umumnya. Memahami etika yang harus dimiliki para saksi ahli sehingga menjadikan para saksi ahli yang profesional dalam bidangnya, khususnya dalam bidang forensik digital. Dan memberikan contoh tentang pemaparan saksi ahli tentang sebuah kasus.

I.3 Ruang Lingkup Materi

Semua tatacara dalam peradilan diatur dalam KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana) Undang-Undang nomor 8 tahun 1981. Dan untuk forensik digital mengacu Undang-Undang ITE Nomor 11 tahun 2008.

II. LANDASAN TEORI

II.1 Alat Bukti yang Sah

Sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief

wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat

dipergunakan untuk pembuktian.3 Hal ini mempunyai arti bahwa sebuah bukti

yang berada di luar ketentuan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah. Alat bukti yang sah sudah dijabarkan di dalam Undang-Undang dan berikut ini penjelasannya :

1. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.4

2. Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. 5

3. Surat dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.6

3 Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, hal. 19

4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Bab XVl Pasal 185 Ayat (1) 5 Ibid. Pasal 186

(4)

4. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.7

5. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.8

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 183 menyebutkan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Sehingga dalam hal ini keberadaan alat bukti sangat penting untuk menentukan penyelesaian sebuah perkara. Dalam hal ini akan difokuskan pembahasan tentang keterangan saksi dan keterangan ahli yang kedudukannya sebagai alat bukti yang sah.

II.2 Keterangan Saksi

KUHAP Pasal 185 Ayat (1) sudah menjelaskan tentang keterangan saksi. Sebuah kesaksian yang diperoleh dari pihak ketiga (testimonium de auditu) tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti karena kesaksian yang hanya didengar dari orang lain tidak terjamin kebenarannya. Namun kesaksian de auditu ini perlu didengar oleh hakim untuk memperkuat keyakinan hakim yang bersumber pada alat bukti lain.9

II.3 Keterangan Ahli

Penjelasan tentang keterangan ahli tidak ditegaskan dalam HIR (Herzien Inlandsch Reglement), karena keterangan ahli tergabung dengan keterangan saksi. Padahal kedua alat bukti tersebut merupakan dua hal yang berbeda. Keterangan saksi merupakan keterangan yang diberikan oleh seseorang yang mengalami, melihat, dan mendengar suatu peristiwa tindak

(5)

pidana. Sedangkan keterangan ahli merupakan sebuah keterangan yang diberikan oleh seorang yang mempunyai pengetahuan khusus yang dapat membantu dalam penyelesaian sebuah tindak pidana.

Hal ini juga disebutkan di dalam Undang-Undang ITE tahun 2008 Pasal 43 Ayat (5) huruf h, yaitu “meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;”. Selanjutnya pengertian ahli dijelaskan lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan “ahli” adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang Teknologi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis mengenai pengetahuannya tersebut.10 Ketika keterangan ahli

berada pada tingkat penyidikan, maka sebelum memberikan keterangan tersebut, ahli harus mengucapkan sumpah atau janji terlebih dahulu.

Melihat uraian KUHAP Pasal 186 tersebut tidak penegaskan secara lengkap dan jelas tentang keahlian apa yang seharusnya dimiliki seorang ahli supaya bisa memberikan keterangan ahli yang dapat disampaikan dalam pengadilan. Sehingga melihat dalam Pasal 343 Ned. SV (Werboek Van Strafvording Belanda) menyatakan bahwa,

“Keterangan ahli adalah pendapat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang telah dipelajarinya, tentang sesuatu apa yang dimintai pertimbangannya.”11

Pendapat seorang ahli yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari tentang sesuatu apa yang diminta pertimbangannya, oleh karena itu sebagai saksi ahli seseorang dapat didengar keterangannya mengenai persoalan tertentu yang menurut pertimbangan hakim orang itu mengetahui bidang tersebut secara khusus.12 Dalam HIR disebutkan

kriminalistik termasuk ilmu pengetahuan. Sehingga Van Bemmelen menyatakan bahwa ilmu tulisan, ilmu senjata, ilmu pengetahuan tentang sidik jari dan sebagainya termasuk dalam pengertian ilmu pengetahuan.

10 Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik No. 11 Tahun 2008 11 Andi Hamzah. 2009: 13

(6)

II.4 Saksi Ahli

Istilah saksi ahli tidak disebutkan dalam KUHAP, seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa dalam KUHAP disebutkan alat bukti yang sah diantaranya; keterangan saksi dan keterangan ahli. Antara “saksi” dan “ahli” berdiri sendiri-sendiri. Secara sederhana saksi memberikan keterangan melalui apa yang dialami, dilihat, atau didengar secara langsung. Sedangkan ahli memberikan keterangan berdasarkan kompetensi yang dimilikinya, sehingga seorang ahli bisa menganalisa dan menjabarkan keterangan yang diperlukan. Namun, dalam prakteknya istilah saksi ahli digunakan untuk penyebutan seseorang yang mempunyai keahlian dalam bidang khusus yang memberikan keterangan terkait yang disampaikan dalam peradilan.

dr. Handoko Tjondroputranto memberikan pernyataan bahwa ahli terbagi menjadi dua, yaitu antara “ahli” dan “saksi ahli”. Ahli adalah orang yang dimintakan keterangan itu hanya mengemukakan pendapatnya saja tanpa melakukan pemeriksaan di persidangan. Sedangkan saksi ahli adalah orang yang memberikan keterangan di hadapan hakim dengan disumpah baik sebelum atau sesudah memberikan keterangannya.13

Pencatatan dalam Kamus Hukum menyatakan bahwa saksi ahli adalah orang yang mengetahui dengan jelas mengenai sesuatu karena melihat sendiri atau karena pengetahuannya. Dalam memberikan keterangan di muka pengadilan, seorang saksi harus disumpah menurut agamanya agar supaya apa yang diterangkannya itu mempunyai kekuatan sebagai alat bukti.14

Penuturan lain disampaikan oleh Sudarsono bahwa saksi ahli adalah orang yang tidak terlibat suatu perkara yang sedang disidangkan akan tetapi dijadikan saksi karena keahliannya.15 Hal ini mempunyai kaitan erat dengan

KUHAP Pasal 180 ayat (1) dan (2).

13 dr. Handoko Tjondroputranto, Pokok-Pokok Ilmu Kedokteran Forensik 14 J.C.T. Simorangkir. Kamus Hukum. 2002:151

(7)

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan penjelasan tentang saksi ahli adalah orang yang dijadikan saksi karena keahliannya, bukan terlibat dengan suatu perkara yang sedang disidangkan.16

Menurut Federal Rules of Evidence, Amerika Serikat, saksi ahli itu adalah “An expert witness, professional witness or judicial expert is a witness, who by virtue of education, training, skill, or experience, is believed to have expertise and specialised knowledge in a particular subject beyond that of the average person, sufficient that others may officially and legally rely upon the witness's specialised (scientific, technical or other) opinion about an evidence or fact issue within the scope of his expertise, referred to as the expert opinion, as an assistance to the fact finder.”17

Artinya :

“Seorang saksi ahli, saksi profesional atau ahli peradilan yang bertindak sebagai saksi, adalah mereka yang mempunyai pendidikan, pelatihan, keterampilan, ataupun pengalaman, yang diyakini mempunyai keahlian dan pengetahuan khusus di bidang tertentu yang tidak semua orang bisa, sudah bisa dikatakan sah dan pendapat saksi yang mempunyai spesialisasi (sains, teknik, atau lainnya) tentang barang bukti dalam lingkup keahliannya tersebut dapat dipercayai dan legal dalam segi hukum. Dan pendapat mereka tersebut dikatakan sebagai pendapat ahli dalam membantu menemukan fakta yang sebenarnya”.

Saksi harus memberikan keterangan secara lisan. Apabila saksi ini menyampaikan keterangan secara tertulis, maka keterangan saksi yang ditulis tersebut dikategorikan menjadi alat bukti tertulis (surat) bukan termasuk ke dalam alat bukti keterangan saksi. Asas unus testis nullus testis (seorang saksi bukanlah saksi) merupakan keterangan saksi tanpa barang bukti tidak bisa membuktikan sebuah perkara. Sehingga keterangan saksi tersebut harus dilengkapi dengan barang bukti yang tepat. Namun, berbeda dengan keterangan ahli. Seorang ahli dapat menyampaikan keterangan secara lisan

16 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1994:864

(8)

maupun tertulis. Dan keterangan ahli dalam bentuk tulisan tersebut tetap merupakan kategori alat bukti keterangan ahli. Pada keterangan ahli, asas

unus testis nullus testis tidak berlaku. Sehingga dengan keterangan ahli saja dapat meyakinkan hakim dengan dilengkapi alat bukti yang lain.18 Selain

digunakan dalam persidangan, keterangan dari saksi ahli juga bsa digunakan dalam penyidikan, atau pun penuntutan.

III.PEMBAHASAN

Pembahasan ini memaparkan tentang prinsip utama dari seorang saksi ahli. Bagaimana seharusnya saksi ahli menjaga etika dan profesionalisme dalam memberikan keterangan yang dimilikinya. Dan penjelasan tentang sanksi serta pembinaan dari lembaga profesi bagi yang tidak memenuhi kualifikasi. Terakhir akan disajikan contoh sebuah kasus.

III.1 Prinsip Saksi Ahli

Saksi ahli merupakan salah satu tugas dari seorang yang sudah ahli dalam forensik digital. Forensik merupakan suatu bidang ilmu yang diterapkan untuk membantu proses pengungkapan kejahatan sehingga bisa diajukan ke pengadilan. Lebih khusus dijelaskan bahwa dalam forensik digital yang menjadi objek utama adalah system digital. Sehingga seorang ahli forensik digital harus mampu menganalisa setiap temuan bukti digital untuk membantu penuntasan suatu perkara jika diperlukan.

Penunjukkan sakhi ahli juga berbeda-beda. Tergantung dengan kebutuhan yang diinginkan oleh penegak hukum. Saksi ahli bisa diperlukan oleh penuntut dalam proses penyidikan. Selain itu, saksi ahli bisa berada dalam posisi pihak terdakwa untuk membantu menggumpulkan materi dan bukti yang diajukan. Sebagai saksi ahli mempunyai fungsi utama, yaitu dapat membuat terang sebuah perkara. Sebuah perkara ini bisa dalam tingkat penyidikan, pengadilan, maupun tuntutan. Meyakinkan hakim atas sebuah perkara dengan pembuktian ilmiah. Seorang saksi ahli harus mempunyai kompetensi yang sesuai

(9)

dalam bidangnya. Dalam KUHAP memang tidak mengatur tentang syarat teknis yang harusdimiliki oleh seorang saksi ahli. Namun, berikut ini disampaiakan kriteria yang harus dimiliki oleh saksi ahli menurut Debra Shinder :19

1. Gelar pendidikan tinggi atau pelatihan lanjutan dibidang tertentu;

2. Mempunyai spesialisasi tertentu;

3. Pengakuan sebagai guru, dosen, atau pelatih dibidang tertentu; 4. Lisensi Profesional;

5. Anggota dalam suatu organisasi profesi 6. Publikasi artikel, buku, atau publikasi lainnya;

7. Sertifikasi teknis. Untuk bidang Forensika Digital diantaranya yaitu CEH, CHFI, GCIH, LPT, CEI, MCSE;

8. Penghargaan atau pengakuan dari industri.

Sebuah keberatan terhadap keterangan seorang saksi ahli bisa diutarakan oleh salah satu pihak apabila meragukan hasil keterangannya. Keberatan tersebut diajukan kepada hakim yang selanjutnya diputuskan apakah penolakan tersebut diterima atau ditolak. Apabila keberatan diterima maka harus mencari saksi ahli lain yang lebih dipercaya kemampuannya. Oleh karena penyebab ini maka, pemilihan saksi ahli harus cermat. Harus dipastikan semua kriteria dimiliki oleh seorang saksi ahli. Supaya keterangan yang disampaikannya tepat dan tidak diragukan lagi kesaksian yang disampaikannya.

III.2 Etika dan Profesionalisme Saksi Ahli

Etika (Etimologi) berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” yang artinya watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Etika ini berkaitan dengan moral. Namun, dari keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Moral

(10)

merupakan penilaian terhadap sebuah perbuatan yang dilakukan seseorang. Namun, apabila etika merupakan pengkajian dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Sebuah etika diterapkan juga dalam sebuah profesi yang merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya. Sehingga dikenal istilah etika profesi. Pengertian dari etika profesi menurut Suhrawardi Lubis adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat. 20

Setiap orang yang menjalankan profesinya harus memegang rasa profesionalisme dalam pekerjaannya. Profesionalisme adalah sebuah komitmen dari para anggota suatu profesi untuk terus meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Profesionalisme mengacu terhadap sikap mental yang berupa bentuk komitmen dari anggota suatu profesi agar senantiasa meningkatkan kualitas profesionalnya untuk sebuah kemajuan.

Penjelasan tersebut mengarahkan bahwa seorang saksi ahli juga harus mempunya etika dan profesionalisme dalam memberikan keterangan. Saksi ahli harus berani bertanggung jawab atas keterangan yang disampaikannya adalah sebuah kebenaran. Tanggung jawab tersebut meliputi proses dan hasil yang disampaikan. Seorang saksi ahli juga harus mempunyai rasa keadilan. Memberikan hak keterangan yang sesuai kepada pihak yang meminta keterangan darinya. Saksi ahli juga harus mempunyai kompetensi dalam melaksanakan pekerjaan sesuai jasa profesionalnya.

Etika seorang ahli diatur dalam Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, antara lain :21

1. Ahli adalah orang yang dipanggil dalam persidangan untuk memberikan keterangan sesuai keahliannya;

20 Suhrawardi Lubis, 1994:6-7

21 Mahkamah Konstitusi RI, “Pengajuan Saksi Ahli.”

(11)

2. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan dalam persidangan;

3. Ahli dapat diajukan oleh pemohon, presiden atau pemerintah, dpr, dpd, pihak terkait, atau dipanggil atas perintah mahkamah; 4. Ahli wajib dipanggil secara sah dan patut;

5. Ahli wajib hadir memenuhi panggilan mahkamah;

6. Keterangan ahli yang dapat dipertimbangkan oleh Mahkamah adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang tidak memiliki kepentingan yang bersifat pribadi (conflict interst) dengan subjek dan atau objek perkara yang sedang diperiska; 7. Sebelum memberikan keterangannya, ahli wajib mengangkat

sumpah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;

8. Pemeriksaan ahli dalam bidang keahlian yang sama yang diajukan oleh pihak-pihak dilakukan dalam waktu yang bersamaan;

(12)

menjaga etika dan menumbuhkan profesionalisme seorang ahli forensik digital adalah sangat penting.

Sudah disinggung bahwa seorang ahli harus mempunyai prinsip keadilan. Sehingga untuk menjalankan prinsip tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :

1. legitimasi moral keahlian.

Ahli harus benar-benar mempunyai kompetensi pada bidang keahliannya tersebut

2. Kebebasan profesi

Dalam memberikan keterangan ahli tidak boleh ditekan untuk memberikan keterangan sesuai permintaan pihak tertentu. Keterangan yang disampaikan harus berdasarkan kebenaran dan keadilan.

3. Kebenaran Ilmiah

Keterangan yang diberikan ahli harus bersifat seilmiah mungkin bersama dengan barang bukti yang ada.

Penyampaian keterangan ahli mempunyai mekanisme yang harus dipatuhi. Berikut ini mekanisme tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Yahya Harahap :22

1. Diminta penyidik pada taraf pemeriksaan penyidikan. Tata cara dan bentuk atau jenis keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah pada bentuk ini:

a. Diminta dan diberikan ahli pada saat pemriksaan penyidikan. Jadi pada saat penyidikan demi kepentingan peradilan, penyidik meminta keterangan ahli. Permintaan itu dilakukan oleh penyidik secara tertulis dengan menyebut secara tegas untuk hal apa pemeriksaan itu dilakukan.

(13)

b. Atas permintaan penyidik, ahli yang bersangkutan membuat laporan. Laporan itu berupa surat keterangan, misalnya visum et repertum.

c. Laporan atau visum et repertum itu dibuat oleh ahli yang bersangkutan mengingat sumpah di waktu ahli menerima jabatan atau pekerjaan.

d. Dengan tata cara dan bentuk laporan ahli, keterangan yang dituangkan dalam laporan, mepunyai sifat dan nilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang.

2. Tata cara keterangan ahli yang diminta dan diberikan di persidangan melalui mekanisme:

a. Apabila dianggap perlu dan dikehenndaki baik oleh ketua sidang karena jabatan atau permintaan penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum dapat meminta pemeriksaan keterangan ahli dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.

b. Keterangan ahli menurut tata cara ini berbentuk keterangan lisan dan secara langsung diberikan dalam pemeriksaan sidang pengadilan oleh panitera.

c. Dan untuk itu ahli yang memberikan keterangan lebih dahulu mengucapkan sumpah atau janji sebelum ia memberikan keterangan.

(14)

Seorang saksi ahli selain memberikan keterangan yang diinginkan oleh pihak hukum yang berwenang juga harus membuat laporan. Dalam membuat laporan atau keterangan ahli mempunyai standart yang harus dijalankan. Laporan yang dibuat ini merujuk terhadap Visum et Repertum

dari forensik kedokteran. Dalam laporan tersebut harus memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Bagian paling adalah kepala surat dari instansi

2. Bagian pembuka harus terdapat kata “projustisia” yang berarti untuk keperluan pengadilan.

3. Bagian Pendahuluan. Memuat sejumlah informasi antara lain; identitas pemeriksa, intitusi tempat bekerja, tanggal dan tempat pemeriksaan, institusi peminta pemeriksanaan, obyek pemeriksaan sesuai dengan uraian dalam surat pemeriksaan. Dalam hal permintaan pemeriksaan, maka harus ada surat untuk menunjukkan hal itu bukan semata-mata permintaan informal dan sifatnya verbal.

4. Bagian Pemberitaan. Memuat hasil pemeriksaan tentang obyek pemeriksaan yang terkait dengan perkara. Bagian ini harus diuraikan secara rinci dan obyektif.

5. Bagian Kesimpulan. Bagian ini memuat kesimpulan pemeriksanaan berdasarkan kompetensi keilmuan tentang temuan yang didapat selama proses pemeriksaan. Bila memungkinkan maka kaitkan temuan dengan status perkara yang dihadapi dan ketentuan hukum yang relevan. Bagian ini bersifat lihat dan laporkan, yaitu harus dilaporkan semua yang dilihat. Kesimpulan ini membantu hakim untuk mengarahkan dalam penyelesaian perkara.

(15)

sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan. Dan terdapat jaminan bahwa laporan ini adalah asli.

Untuk keabsahan, dalam visum et repertum harus dibubuhi tanda tangan dan cap instantsi. Visum ini juga harus dibuat dengan bahasa yang sebiasa mungkin supaya dapat digunakan oleh orang-orang yang berkepentingan namun bukan ahli dalam bidang pembuat visum ini. Ketika laporan ini lebih dari satu lembar, maka harus dibubuhkan paraf disetiap lembarnya.

Seorang saksi ahli harus bisa menjaga kerahasiaan setap informasi yang dimilikinya. Saksi ahli tidak boleh menyampaikan detail data yang ada di dalam visum et repertum. Karena detail keterangan yang ada di dalam visum et repertum hanya ditujukan untuk keperluan pengadilan dan hanya boleh disampaikan di dalam pengadilan. Ahli boleh menyampaikan kepada publik proses yang dilakukan dalam menganalisa barang bukti untuk mendapatkan data yang relevan.

III.3 Lembaga Profesi Ahli Forensik Digital

Ahli forensik digital bisa bergabung dengan lembaga Polri untuk membantu menanggani sebuah kasus. Namun, ahli forensik digital juga bisa berdiri sendiri atau melakukan pekerjaannya secara independent.

Sebuah profesi biasanya mempunyai perkumpulan atau asosiasi. Hal ini bertujuan untuk menghimpun orang-orang yang mempunyai profesi yang sama sehingga bisa saling berbagi ilmu yang mereka miliki. Setiap asosiasi mempunyai peraturan yang harus ditaati oleh setiap anggota. Dengan adanya asosiasi profesi diharapkan dapat menjaga dan meningkatkan profesionalisme mereka. Sama halnya dengan ahli forensik digital juga mempunyai asosiasi yang berskala internasional maupun nasional. Berikut ini asosiasi dari forensik digital yaitu :

(16)

Asosiasi ini dibentuk untuk memberikan pendidikan dan kolaborasi sesame anggota secara global untuk pencegahan dan investigasi kejahatan cyber tingkat tinggi. Asosiasi ini mempunyai tujuan untuk membantu orang yang dibidang teknologi dengan memberikan informasi, pendidikan,kemitraan kolektif. HTCIA ini merupakan asosiasi non profit atau asosiasi yang tidak mencari keuntungan. Untuk menjadi anggota asosiasi ini harus membayar uang pendaftaran dan disetujui oleh Komite Keanggotaan HTCIA. Besarnya biaya pendaftaran berbeda untuk setiap Negara berbeda-beda. Untuk di wilayah Asia sebesar 75 dollar. sifat keanggotaan ini tidak permanaen. Jadi haru diperpanjang setiap tahun dengan kembali membayar biaya perpanjangan untuk tetap menjadi anggota. HTCIA ini berada di 140 Bogart Court Roseville, California 95747. Praktisi forensic digital yang bergabung dengan HTCIA ini salah satunya adalah Ruby Alamsyah.

2. Asosiasi Forensik Digital Indonesia (AFDI)

(17)

III.4 Sanksi dan Pembinaan Pelanggaran Saksi Ahli

Orang yang menjadi saksi ahli harus benar-benar orang yang mempunya kompetensi dan keahlian dalam bidangnya. Ketika saksi ahli kurang memiliki kredibilitas atau terdapat faktor lain yang dapat menimbulkan membuat kesalahan, maka saksi ahli tidak bisa diberi sanksi. Selain itu, KUHAP juga tidak mengatur pemberlakukan sanksi apabila seorang ahli melakukan kesalahan dalam penyampaian keterangannya. Hal ini relevan dengan pernyataan Reynolds,

“Pertama, walaupun ahli sesungguhnya sudah disumpah, namun apa yang ia kemukakan di pengadilan hanyalah sebatas opini yang apabila ia berbohong, tidak bisa dikenakan sanksi pidana atas sumpah palsu. Kedua, Saksi ahli “dipekerjakan” oleh yang memanggilnya. Seberapa jujur si ahli, secara alamiah pendapatnya akan bisa mendukung orang yang membayarnya. Hal tersebut menurutnya sangat mungkin terjadi dalam sistem peradilan adversarial (adversarial system) karena ahli hanya memiliki akses kepada satu pandangan saja dan satu sisi pembuktian saja, yakni dari kliennya.”23

Sistem perundangan-undangan Indonesia juga belum mengatur tentang permasalahan ini. Sehingga dengan menerapkan etika dan profesionalisme sebagai ahli yang dimintai keterangan untuk membuat jelas sebuah perkara diharapkan bisa membuat para ahli benar-benar bisa memberikan keterangan berasa keadilan. Tanpa ada dorongan untuk berusaha menguntungkan diri sendiri maupun pihak tertentu.

Indonesia belum terdapat pembinaan khusus bagi ahli forensik digital. Kecuali untuk mereka yang tergabung dalam sebuah asosiasi atau perkumpulan, maka mereka akan mendapatkan ilmu dan pengarahan tentang menjadi seorang ahli forensik digital yang kompeten.

III.5 Contoh Kasus

(18)

Ahli forensik digital bisa menganalisa keasliaan sebuah foto ataupun bukti digital lain. Berikut ini akan diberikan contoh ahli Forensik Digital Ruby Alamsyah dalam menganalisa sebuah foto mesra yang mirip Abraham Samad dan wanita yang diduga Puteri Indonesia 2014 Elvira Devinamira Wirayanti. Menurut menuturan Ruby, foto bisa dipastikan keasliannya ketika ada foto aslinya. Ruby tidak bisa langsung menyimpulkan asli atau tidak foto itu sebelum melakukan investigasi ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan melalui ilmu forensik digital.

Teknik yang pertama dilakukan adalah melakukan pencarian sumber aslinya. Yaitu tentang keberadaan foto aslinya, keberadaan pengirim foto asli, dan siapa yang mengirim foto asli. Menurut Ruby kasus tersebut simple karena sumbernya hanya satu dan terlacak IP address-nya. Dengan kecanggihan teknologi, Ruby mengakui dua foto yang berbeda bisa tampak asli dengan teknik cropping yang halus. Satu-satunya cara untuk membuktikan keaslian foto hanyalah melalui analisa ilmiah. Menurut pendapat Ruby, orang awam bisa saja membantah keaslian dari foto yang beredar dan menyatakan bahwa foto itu palsu, akan tetapi pembuktian secara ilmiah tidak pernah salah. Persepsi bisa banyak jumlahnya, tetapi ilmiah hanya satu jawabannya dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan ilmiah.

Ruby Alamsyah juga pernah menangani kasus Artis yang bernama Alda yang dibunuh di sebuah hotel di daerah Jakarta Timur. Ruby melakukan analisa video cctv yang terekam di sebuah server yang tersimpan dalam hardisc. Akan tetapi cctv tersebut terus merekam selama 2 minggu setelah kejadian hingga diterima oleh Ruby. Sehingga data yang penting tertimpa dengan data yang lain. Hal ini menjadikan barang bukti pertama tertimpa sehingga tidak berhasil untuk pengambilan data yang bisa dianalisa. Hal ini bisa diantisipasi dengan cara segera mengamankan barang bukti yang ditemukan.

(19)

IV.1 Kesimpulan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah mengatur segala tatacara peradilan. Salah satu yang diatur adalah jenis alat bukti yang sah, yang diantaranya keterangan saksi dan keterangan ahli. Alat bukti keterangan ahli dikaitkan dengan penyebutan saksi ahli. Dan dalam prakteknya serta para pakar menyebut keterangan dari ahli ini ini disebut Saksi ahli. Saksi ahli bisa menyampaikan keterangan secara tertulis maupun menyampaikan langsung di pengadilan. Saksi ahli dalam persidangan bertindak untuk membuat terang suatu perkara pidana dari alat bukti yang ada, bukan menjadi penambahan alat bukti.

Kasus yang melibatkan forensika digital biasanya bukti yang ada beruba bukti digital. Supaya bukti digital dapat sah menjadi alat bukti dan dapat diajukan ke persidangan perlu dilakukan tindakan forensik digital yang terdiri atas pengumpulan, akuisisi, pemulihan, penyimpanan, serta pemeriksaan bukti digital berdasarkan cara dan dengan alat yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah untuk kepentingan pembuktian sebuah perkara tersebut. Saksi ahli harus menjaga etika dan profesionalismenya sebagai ahli. Hal ini selain bertujuan untuk menjaga kualitas dirinya secara pribadi juga bertujuan untuk menjaga, menganalisa, dan menyampaikan keterangan secara tepat. Hingga saat ini Perundangan-Undangan Indonesia belum mengatur tentang syarat dan kriteria untuk menjadi saksi ahli.

IV.2 Saran

(20)

pihak tertentu. Selain itu diharapkan Departemen kehakiman Indonesia bisa membuat peraturan khusus tentang forensik digital dan membuat membuat perundang-undangan untuk melindungi maupun sanksi untuk orang-orang yang profesinya sebagai ahli forensik digital.

V. DAFTAR PUSTAKA

D. L. Shinder, “Testifying as an expert witness in computer crimes cases,” techrepublic.com.

Michael P. Reynolds, 2002, The Expert Witness in Construction Disputes, Blackwell Science Ltd, United Kingdom.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Jakarta: Sekretaris Negara, 1981.

Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jakarta:

Sekretaris Negara.

https://academia.edu/16480565/Etika_dan_Profesionalisme_Saksi_Ahli

[accessed : 29 March 2016]

https://academia.edu/9052193/etika_dan_profesionalisme_saksi_ahli_forensik

[accessed : 29 March 2016]

http://beritasatu.com/hukum/240618-ruby-alamsyah-kebenaran-foto-hanya-bisa-dibuktikan-jika-ada-foto-asli.html

http:/bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/20215-yang-benar,-saksi-ahli-atau-ahli [accessed : 29 March 2016]

https://catatanforensikadigital.wordpress.com/2014/01/22/keterangan-saksi-ahli/ [accessed : 29 March 2016]

https://catatanforensikadigital.wordpress.com/2014/06/22/prinsip-menjadi-saksi-ahli/ [accessed : 29 March 2016]

http://corporate.findlaw.com/litigation-disputes/the-top-five-mistakes-expert-witnesses-make.html [accessed : 31 March 2016]

https://csagboyz.wordpress.com/2015/11/08/pengertian-etika-profesi-serta-profesionalisme/ [accessed : 31 March 2016]

(21)

http://forensikdigital.web.id/category/manajemen-investigasi-tindak-kriminal/

[accessed : 30 March 2016]

https://www.htcia.org/about/ [accessed : 31 March 2016]

https://www.htcia.org/how-to-become-a-member/ [accessed : 31 March 2016]

http://kbbi.web.id/saksi [accessed : 29 March 2016]

https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/6419/Siaran+Pers+No.87-PIH-

KOMINFO-112015+tentang+Kemkominfo+Dukung+Pembentukan+Asosiasi+Digital+For ensik+Indonesia/0/siaran_pers [accessed : 31March 2016]

http://mudjisantosa.net/2012/10/saksi-ahli-berbeda-dengan-keterangan.html

[accessed : 29 March 2016]

http://negarahukum.com/hukum/keterangan-ahli.html [accessed : 29 March 2016]

http://raypratama.blogspot.co.id/2012/02/pengertian-keterangan-ahli-dalam-proses.html [accessed : 29 March 2016]

Referensi

Dokumen terkait

Distribusi mitos yang terbatas pada orang-orang tua dan tertentu ini menghadirkan tantangan tersendiri yang mesti saya hadapi sebagai peneliti yang tidak

Untuk mengetahui adanya cemaran mikroba pacia ikan maka diiakui<an pei.isntuan nnglra Lempeng Totai bakteri, jumiah perkiraan terciekat bakteri goiongan Coiiform Faecal, jumiah

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan menunjukkan bahwa pada permukiman Hindu di Dusun Sawun lokalitas ruangnya berupa hirarki ruang dengan konsep Tri

Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri hanya dapat mengusulkan 1 (satu) orang Pengelola Keuangan berprestasib. Pimpinan Perguruan

Oleh karena itu pasir yang digunakan untuk dibuat inti untuk proses pengecoran logam harus memiliki beberapa karakteristik khusus seperti, kekerasan permukaan yang lebih baik dari

Ke lima jenis fakultas yang dimiliki oleh IAIN Alauddin Makassar (kini UIN Alauddin Makassar), pada saat itu telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Metode pembelajaran Perbanyakan Tanaman secara Generatif terutama pada kompetensi dasar perhitungan dalam menentukan hasil dari persilangan tanaman yang diperlukan

Namun yang sangat kami herankan, ketika seorang syaikh termasyhur dari jajaran syaikh al-Ikhwan , yakni Syaikh Abdullah Nashih ‘Ulwan 3 , menulis sebuah buku berharga yang di