• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam proses pembelajaran menghadapi ujian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dalam proses pembelajaran menghadapi ujian "

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

1. Paradigma Tentang Proses Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran, masih banyak guru menggunakan pardigma lama, yaitu paradigma ‘guru menjelaskan dan murid mendengarkan’. Metode pembelajaran semacam ini telah menjadikan pelajaran membosankan. Ia kemudian tidak memberikan sentuhan emosional karena siswa merasa tidak terlibat aktif di dalam proses pembelajarannya. Sementara paradigma baru, yaitu paradigma ‘siswa aktif mengkonstruksi makna dan guru membantu’. Paradigma di atas merupakan dua paradigma dalam proses belajar-mengajar yang sangat berbeda satu sama lain. Paradigma baru dianggap sulit diterapkan dan membingungkan guru serta siswa. Untuk itu diperlukan metode yang dipergunakan harus bisa mengkostruk “ingatan historis”. Alhasil, siswa menjadikan pelajaran hanya sebagai fakta-fakta hafalan tanpa adanya ketertarikan dan minat untuk memaknainya, juga mampu menggali lebih jauh lagi.

Proses pembelajaran kemudian tak hanya berhenti pada penghafalan saja, siswa bisa aktif dalam komunikasi dua arah dengan guru untuk mengutarakan pendapatnya mengenai obyek sejarah yang tengah dipelajari karena sedari awal ia telah merasa menjadi bagian dari proses pembelajaran yang penuh dengan makna. Agar “ingatan emosional” muncul dan bertahan lama, maka paradigma pembelajaran harus diubah. Mengubah paradigma yang dianut oleh seorang guru dari paradigma lama ke paradigma baru, bukan sesuatu hal yang mudah. Hal ini disebabkan karena kebanyakan guru sudah terbiasa dengan paradigma lama, dan mereka sendiripun pada waktu masih menjadi siswa sudah terbiasa dengan paradigma tersebut. Sungguh-sungguh diperlukan kemauan dan tekad yang kuat untuk bisa mengubah paradigma tersebut secara nyata.

a. Pengertian Paradigma Pembelajaran

(2)

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar agar proses perolehan ilmu dan pengetahuan dapat membentuk sikap dan perilaku peserta didik. Paradigma pembelajaran ini dapat berubah menurut sistem pembelajaran yang terus berkembang, sehingga ada yang menyebutkan ada paradigma lama dan paradigma alternatif dalam pembelajaran.

b. Paradigma Lama Pembelajaran

Paradigma lama dalam pembelajaran yaitu pembelajaran tradisional yang merupakan pembelajaran di mana secara umum pusat pembelajaran pada guru. Jadi di sini guru berperan sebagai pengajar yang cenderung aktif di mana siswa hanyalah sebagai objek dari pendidikan. Sistem pembelajaran tradisional dicirikan dengan bertemunya antara pelajar dan pengajar untuk melakukan proses belajar mengajar. Metode ini menghadapi kendala yang berkaitan dengan keterbatasan tempat dan waktu penyelenggaraan dengan semakin meningkatnya aktifitas pelajar/mahasiswa dan pengajar/dosennya.

Pendekatan atau model pembelajaran tradisional cenderung berasumsi bahwa siswa memiliki kebutuhan yang sama dan belajar dengan cara yang sama, pada waktu yang sama, dalam ruang kelas yang tenang, dengan kegiatan materi pelajaran yang terstruktur secara ketat dan didominasi oleh guru. Dengan demikian perubahan siswa dalam paradigma ini adalah perubahan tingkah laku saja. Oleh karena itu perlu adanya paradigma baru pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak.

c. Paradigma Alternatif Pembelajaran

(3)

1. Perlunya Paradigma Baru Pendidikan

Untuk membangun masyarakat terdidik, masyarakat yang cerdas, maka mau tidak mau harus merubah paradigma dan sistem pendidikan. Maka yang perlu dilakukan sekarang menata kembali sistem pendidikan yang ada dengan paradigma baru yang lebih baik. Dengan paradigma baru, praktik pembelajaran akan digeser menjadi pembelajaran yang lebih bertumpu pada teori kognitif dan konstruktivitas.

Dalam proses pembelajaran misalnya, pengembangan suasana kesetaraan melalui komunikasi dialog transparan, toleran, dan tidak arogan seharusnya terwujud di dalam aktivitas pembelajaran, pengembangan potensi-potensi siswa harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Guru memegang peranan startegi terutama dalam upaya membentuk membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan.

2. Pembelajaran Sebagai Pilar Utama

Komisi Pendidikan untuk abad XXI (Unesco 1996: 85) melihat bahwa hakikat pendidikan sesungguhnya adalah belajar (learning). Selanjutnya dikemukakan bahwa pendidikan bertumpu pada 4 pilar, yaitu :

a) Learning to know adalah upaya memahami instrumen-instrumen pengetahuan baik sebagai alat maupun sebagai tujuan.

b) Learning to do lebih ditekankan pada bagaimana mengajarkan anak-anak untuk mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya.

c) Learning to live together, learning to live with other, pada dasarnya adalah mengajarkan, melatih, dan membimbing peserta didik agar mereka dapat menciptakan hubungan melalui komunikasi yang baik.

d) Learning to be, pendidikan hendaklah mampu memberikan konstribusi untuk perkembangan seutuhnya setiap orang, jiwa dan raga, intelegensi kepekaan, rasa etika, tanggung jawab pribadi, dan nilai-nilai spiritual.

(4)

luas wawasan seseorang tentabg pengetahuan, tentang nilai-nilai positif, tentang orang lain serta tentangberbagai dinamika perubahan yang terjadi.

3. 10 Mega Tren Dalam Pembelajaran

Pembelajaran dari waktu ke waktu selalu mengalami perkembangan. Demikian juga dengan cara perkembeangan berfikir. Oleh karena itu kita mengenal 10 megatrend dalam pendidikan.

1. Belajar melalui kehidupan kita

2. Belajar dalam organisasi, institusi, asosiasi, jaringan. 3. Belajar berfokus pada kehidupan nyata

4. Belajar dengan seluruh kemampuan otak 5. Belajar bersama

6. Belajar melalui multi media, teknologi, format, dan gaya 7. Belajar langsung dari berpikir

8. Belajar melalui pengajaran/ pembelajaran

9. Belajar melalui sistem pendidikan kita yang akan berubah cepat (atau lambat) untuk membantu belajar sepanjang hayat

10. Belajar bagaimana belajar

4. Paradigma Konstruktivisme Dalam Pembelajaran

Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktekkan dalam proses belajar dan pembelajaran baik di tingkat sekolah dasar, menengah, maupun universitas, meskipun belum jelas terlihat. Berdasarkan faham konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar, guru tidak serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna. Dengan kata lain, pesera didik harus membangun suatu pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masing masing.

Pembelajaran adalah hasil dari usaha peserta didik itu sendiri. Pola pembinaan ilmu pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema, yaitu aktivitas mental yang digunakan oleh peserta didik sebagai bahan mentah bagi proses renungan dan pengabstrakan. Fikiran peserta didik tidak akan menghadapi kenyataan dalam bentuk yang terasing dalam lingkungan sekitar. Realita yang diketahui peserta didik adalah realita yang dia bina sendiri.

(5)

baru telah disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagian daripada pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina.

Dalam konstruktivisme, fungsi guru akan berubah. Perubahan akan berlaku dalam teknik pengajaran dan pembelajaran, penilaian, penelitian dan cara melaksanakan kurikulum. Sebagai contoh, perspektif ini akan mengubah kaidah pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kemampuan peserta didik mencontoh dengan tepat apa saja yang disampaikan oleh guru, kepada kaidah pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kemampuan peserta didik dalam membina skema pengkonsepan berdasarkan pengalaman yang aktif. Ia juga akan mengubah tumpuan penelitian dari pembinaan model berdasarkan kaca mata guru kepada pembelajaran sesuatu konsep ditinjau dari kaca mata peserta didik. Oleh karena itu paradigma konstruktivisme dapat memberikan ruang bagi siswa untuk membentuk konsep tersendiri tentang gambaran materi yang diajarkan. d. Tabel Perbedaan Antara Paradigma Lama dan Paradigma Baru Pembelajaran

Dimensi Paradigma lama Paradigma baru

Ruang lingkup

pembelajaran

Disajikan secara terpisah, bagian perbaikan engan keterkaitan antar bagian, dengan penekanan pada konsep-konseo utama Kurikulum Harus diikuti sampai habis Pertanyaan dan konstruksi

(6)

kosong tempat

Guru bersikap interaktif dalam pembelajaran, menjadi fasilitator dan mediator bagi siswa

(7)

belajar sesuai kemampuannya, adanya kesulitan belajar berarti belum dapat tercapai perubahan tingkah laku siswa secara bulat sebagai hasil belajar, untuk mengatasi kesulitan belajar tersebut diperlukan suatu teknik bimbingan belajar. Pengajaran remedial digunakan agar murid yang mengalami kesulitan belajar dapat mencapai prestasi belajar yang diharapkan guru melalui proses perbaikan, baik segi proses belajar mengajar maupun kepribadian murid.

Pemberian pembelajaran remedial meliputi dua langkah pokok, yaitu pertama mendiagnosis kesulitan belajar, dan yang kedua memberikan pembelajaran remedial. Dalam proses pembelajaran sekolah, tidak semua siawa memiliki kemampuan belajar yang sama dan tidak semua pembelajaran belajar dengan mulus. Seringkali siswa mengalami kesulitan belajar pada mata pelajaran tertentu,sedangkan kita tahu, semua siswa miliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pengajaran dan pemperoleh hasil maksimal dalam proses pembelajaran. Kesulitan belajar yang dialami siswa di sekolah bisa bermacam macam, baik dalam hal menerima pelajaran, menyerap pelajaran atau kedua duanya. Selain itu ada banyak faktoryang dapat menyebabkan kesulitan belajar tersebut, baik dalam kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan, maupun pendekatan belajar yang tepat untuknya.

(8)

bantuan yang diberikan kepada murid dapat berhasil , maka harus melalui suatu proses diagnosis dan diakhiri dengan pengajaran remedial. Berhasil tidaknya seorang guru, dapat dilihat dalam kemampuannya melaksanakan proses belajar mengajar yang sebaik-baiknya, sehingga semua murid dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ketiga, Proses belajar, pengajaran remedial diperlukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang sebenarnya. Pada dasarnya belajar yang sesungguhnya dapat diartikan sebagai sesuatu proses perubahan tingkah laku secara keseluruhan. Adanya gejala kesulitan belajar merupakan indikasi belum adanya perubahan tingkah laku secara keseluruhan, oleh karena itu masih diperlukan proses belajar mengajar khusus yang dapat membantu pencapaian keseluruhan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar.

Dengan demikian, pembelajaran remedial sangatlah penting. Proses pembelajaran remedial ini sifatnya lebih khusus karena disesuaikan dengan karakteristik kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Proses bantuan ditekankan pada usaha perbaikan cara mengajar, menyesuaikan materi pelajaran, arah belajar dan menyembuhkan hambatan-hambatab yang dihadapi siswa. Pembelajaran remedial dilaksanakan setelah diketahui kesulitan belajar siswa dan kemudian diberikan pelayanan khusus sesuai dengan sifat, jenis dan latar belakangnya. Pembelajaran remedial pun membutuhkan perencanaan karena Pembelajaran remedial mempunyai peranan penting dalam keseluruhan proses belajar mengajar, khususnya dalam mencapai hasil belajar yang optimal. namun pembelajaran remedial tidak harus diberikan kepada siswa selama siswa-siswa tersebut sudah mampu mencapai standar kompetensi yang diinginkan.

3. Tujuan Pengajaran Remedial

(9)

1. Memahami dirinya, khususnya yang menyangkut prestasi belajar meliputi segi kekuatan, kelemahan, jenis dan sifat kesulitan.

2. Memperbaiki cara-cara belajar ke arah yang lebih baik sesuai dengan kesulitan yang dihadapi.

3. Memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat untuk mengatasi kesulitan belajarnya.

4. Mengembangkan sikap-sikap dan kebiasaan baru yang dapat mendorong tercapainya hasil belajar yang baik.

5. Mengatasi hambatan-hambatan belajar yang menjadi latar belakang kesulitannya

4. Fungsi Pembelajaran Remedial

Berdasarkan pengertian sebagaimana telah dikemukakan di atas, jelas bahwa pengajaran remedial mempunyai fungsi yang amat penting dalam keseluruhan proses belajar mengajar. Adapun beberapa fungsi pengajaran remedial adalah sebagai berikut:

1. Fungsi korektif

Pengajaran remedial mempunyai fungsi korektif, artinya melalui pengajaran remedial dapat diadakan pembentukan atau perbaikan terhadap sesuatu yang dianggap masih belum mencapai apa yang diharapakan dalam keseluruhan proses belajar mengajar. Hal-hal yang diperbaiki atau dibetulkan melalui pengajaran remedial anatara lain meliputi perumusan tujuan

1. Penggunaan metode mengajar 2. Cara-cara belajar

3. Materi dana alat pelajaran 4. Evaluasi

5. Segi-segi pribadi murid

(10)

2. Fungsi penyesuaian

Yang dimaksud penyesuaian adalah agar dapat membantu murid untuk menyesuaikan dirinya terhadap tuntutan kegiatan belajar. Murid dapat belajar sesuai dengan keadaan dan kemampuan pribadinya sehingga mempunyai peluang besar untuk memperoleh prestasi belajar yang lebih baik. Tuntuan belajar yang diberikan murid telah disesuaikan denan sifat jenis dan latar belakang kesulitannya sehingga murid diharapkan lebih terdorong untuk belajar.

3. Fungsi pemahaman

Fungsi pemahaman adalah agar pengajaran remedial memunkinkan guru, murid dan pihak lain dapat memeperoleh pemahaman yang lebih memahami dirinya dan segala aspeknya. Begitu pula guru dan pihak-pihak lainnya dapat lebih memahami akan keadaan pribadi murid.

4. Fungsi pengayaan

Fungsi pengayaan dimaksud agar pengajaran remedial dapat memperkaya proses belajar mengajar. Bahan pelajaran yang tidak disampaikan dalam pengajaran regular, dapat iperoleh melalui pengajaran remedial. Pengayaan lain adalah dalam segi metode dan alat yang dipergunakan dalam pengajara

remedial. Dengan demikian, diharapkan hasil yang diperoleh murid dapat lebih banyak, lebih luas dan lebih dalam sehingga hasil belajarnya lebih kaya.

5. Fungsi terapeutik

(11)

6. Fungsi akselerasi

Fungsi akselerasi adalah agar pengajaran remedial dapat mempercepat proses belajar baik dalam arti waktu maupun materi. Misalnya murid yang tergolong lambat dalam belajar, dapat dibantu lebih cepat proses belajarnya melalui pengajaran remedial.

5. Prinsip Pembelajran Remedial

Pembelajaran remedial merupakan pemberian perlakuan khusus terhadap peserta didik yang mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya. Hambatan yang terjadi dapat berupa kurangnya pengetahuan dan keterampilan prasyarat atau lambat dalam mecapai kompetensi. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain:

1. Adaptif

Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu program pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing. Dengan kata lain, pembelajaran remedial harus mengakomodasi perbedaan individual peserta didik.

2. Interaktif

(12)

kemajuan belajarnya. Jika dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan segera diberikan bantuan.

3. Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran dan Penilaian

Sejalan dengan sifat keunikan dan kesulitan belajar peserta didik yang berbeda-beda, maka dalam pembelajaran remedial perlu digunakan berbagai metode mengajar dan metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik peserta didik. 4. Pemberian Umpan Balik Sesegera Mungkin

Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik mengenai kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin. Umpan balik dapat bersifat korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin memberikan umpan balik dapat dihindari kekeliruan belajar yang berlarut-larut yang dialami peserta didik.

5. Kesinambungan dan Ketersediaan dalam Pemberian Pelayanan

Program pembelajaran reguler dengan pembelajaran remedial merupakan satu kesatuan, dengan demikian program pembelajaran reguler dengan remedial harus berkesinambungan dan programnya selalu tersedia agar setiap saat peserta didik dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan masing-masing.

Dalam pembelajaran remedial kita sebagai calon pendidik harus mampu membuat siswa tidak malu kepada teman-temannya yang sudah tuntas atau tidak remedial karena jika hal tersebut terjadi akan membuat siswa menjadi malas dan malu untuk datang kesekolah, dan untuk mengatasi hal tersebut kita sebagai calon pendidik harus bisa mendekati siswa yang mengalami remedial dan memberi motivasi kepada siswa yang mengalami remedial tersebut.

6. Kedudukan Remedial dalam Proses Pembeljrn

A. Kedudukan Diagnostik Kesulitan Belajar dalam Belajar

Kesulitan belajar yang dialami individu atau siswa yang belajar dapat

(13)

Faktor-faktor kesulitan belajar yang berasal dari dalam diri siswa sangat terkait dengan kondisi-kondisi fisiologis dan psikologisnya ketika belajar sedangkan faktor-faktor kesulitan belajar yang berasal dari luar diri siswa banyak yang bersumber pada kurangnya fasilitas, sebagai salah satu faktor penunjang keberhasilan aktivitas atau perbuatan belajar.

Ketidakberhasilan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai suatu ketuntasan materi tidak dapat dilihat hanya pada satu faktor saja, akan tetapi banyak faktor yang terlibat dan mempengaruhi dalam proses belajar mengajar. Faktor yang dapat dipersoalkan adalah: siswa yang belajar, jenis kesulitan yang dihadapi dan kegiatan-kegiatan dalam proses belajar. Jadi, yang terpenting dalam kegiatan proses diagnosis kesulitan belajar adalah menemukan letak kesulitan belajar dan jenis kesulitan belajar yang dihadapi siswa agar pengajaran perbaikan (learning corrective) yang dilakukan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Proses belajar merupakan hal yang kompleks, di mana siswa sendiri yang menentukan terjadi atau tidak terjadinya aktivitas atau perbuatan belajar. Dalam kegiatan-kegiatan belajarnya, siswa menghadapi masalah-masalah secara intern dan ekstern. Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka siswa tidak dapat belajar dengan baik. Dimyati dan Mudjiono (1994 : 228 – 235) mengatakan: Faktor-faktor intern yang dialami dan dihayati oleh siswa yang berpengaruh pada proses belajar adalah sebagai berikut:

1. Sikap terhadap belajar 2. Motivasi belajar 3. Konsentrasi belajar 4. Mengolah bahan belajar

5. Menyimpan perolehan hasil belajar 6. Menggali hasil belajar yang tersimpan

(14)

8. Rasa percaya diri siswa

9. Inteligensi dan keberhasilan belajar 10. Kebiasaan belajar

11. Cita-cita siswa.

Selanjutnya, berdasarkan faktor-faktor ekstern ditinjau dari siswa, ditemukan beberapa faktor yang berpengaruh pada aktivitas belajar. Dimyati dan Mudjiono, (1994) menyebutkan faktor-faktor tersebut, sebagai berikut:

1. Guru sebagai pembina siswa belajar 2. Prasarana dan sarana pembelajaran 3. Kebijakan penilaian

4. Lingkungan sosial siswa di sekolah 5. Kurikulum sekolah.

Dalam Buku II Modul Diagnostik Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remedial, Depdikbud Universitas Terbuka (1985) menjelaskan: Bila telah ditemukan bahwa sejumlah siswa tidak memenuhi kriteria persyaratan ketuntasan materi yang ditetapkan, maka kegiatan diagnosis terutama harus ditujukan kepada: 1. Bakat yang dimiliki siswa yang berbeda antara satu dari yang lainnya,

2. Ketekunan dan tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam menguasai bahan yang dipelajarinya

3. Waktu yang tersedia untuk menguasai ruang lingkup tertentu sesuai dengan bakat siswa yang sifatnya individual dan usaha yang dilakukannya

4. Kualitas pengajaran yang tersedia yang dapat sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan serta karakteristik individu

(15)

6. Tingkat dari jenis kesulitan yang diderita siswa sehingga dapat ditentukan perbaikannya apa dengan cukup mengulang dengan cara yang sama mengambil alternatif kegiatan lain melalui pengajaran remedial.

Jadi, proses diagnosis kesulitan belajar adalah menemukan kesulitan belajar siswa dan menentukan kemungkinan cara mengatasinya dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan belajar.

B. Pengertian Kesulitan Belajar

Pada umumnya, “kesulitan belajar” merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai suatu tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih keras untuk dapat mengatasinya. Prayitno, dalam buku Bahan Pelatihan Bimbingan dan Konseling (Dari “Pola Tidak Jelas ke Pola Tujuh Belas”) Materi Layanan Pembelajaran, Depdikbud (1995/1996:1-2) menjelaskan: Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Hambatan-hambatan tersebut mungkin dirasakan atau mungkin tidak dirasakan oleh siswa yang bersangkutan. Jenis hambatan ini dapat bersifat psikologis, sosiologis dan fisiologis dalam keseluruhan proses belajar mengajar.

Dapat dikatakan bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar akan mengalami hambatan dalam proses mencapai hasil belajarnya, sehingga prestasi yang

dicapainya berada dibawah yang semestinya. Alan O. Ross (1974), mengatakan “A learning difficulty represente a discrepancy between a chill’s estimated academic potential and his actual level of academic performance”.

(16)

Dari kesulitan-kesulitan belajar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Learning disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan di mana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar adalah mengacu kepada gejala dimana anak tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar yang dicapai berada di bawah potensi intelektualnya. Learning disfunction, mengacu kepada gejala dimana proses belajar tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya anak tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan-gangguan psikologis lainnya. Underachiever, adalah mengacu kepada anak-anak yang memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong diatas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Kemudian, slow learner (lambat belajar) adalah anak-anak yang lambat dalam proses belajarnya, sehingga anak tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan

sekelompok anak lain yang memiliki taraf intelektual yang sama. Individu yang tergolong dalam pengertian-pengertian tersebut di atas, akan mengalami kesulitan belajar yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam proses

belajarnya.

Kesulitan belajar, pada dasarnya merupakan suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifestasi tingkah lakunya. Gejala kesulitan belajar akan dimanifestasikan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam berbagai bentuk tingkah laku. Sesuai dengan pengertian kesulitan belajar di atas, tingkah laku yang dimanifestasikannya ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu. Gejala ini akan nampak dalam aspek-aspek motoris, kognitif, konatif dan afektif, baik dalam proses maupun hasil belajar yang dicapainya.

Beberapa ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain:

(17)

b Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang selalu berusaha untuk belajar dengan giat, tapi nilainya yang dicapainya selalu rendah.

c Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Ia selalu tertinggal dari kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan waktu yang tersedia.

d Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.

e Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar,

mengasingkan diri, tersisihkan, tidak mau bekerja sama, dan sebagainya. f Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.

Sejalan dengan apa yang dikemukakan di atas Burton (1952 : 622 – 624) mengidentifikasikan seseorang siswa itu dapat dipandang atau dapat diduga sebagai mengalami kesulitan belajar, apabila yang bersangkutan menunjukkan kegagalan (failure) tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Oleh karena itu, Burton mendefinisikan kegagalan belajar, sebagai berikut:

1. Siswa dikatakan gagal, apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat

penguasaan (mastery level), minimal dalam pelajaran tertentu seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru (criterion referenced).

2. Siswa dikatakan gagal, apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran tingkat

(18)

3. Siswa dikatakan gagal, apabila yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial, sesuai dengan pola organismiknya (his organismic pattern) pada fase perkembangan tertentu seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia yang bersangkutan (norm referenced). 4. Siswa dikatakan gagal, apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat

(prerequisiti) bagi kelanjutan (continuity) pada tingkat pelajaran berikutnya. Dengan demikian dari empat pengertian kesulitan belajar atau kegagalan belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang siswa dapat diduga sebagai mengalami kesulitan belajar, apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar tertentu dan dalam batas-batas tertentu.

C. Prosedur dan Teknik Diagnostik Kesulitan Belajar (DKB)

Salah satu tugas lembaga pendidikan formal adalah menciptakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap siswa untuk mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan potensi diri yang dimilikinya, dan sesuai pula dengan lingkungan yang ada. Kenyataan masih juga dijumpai, bahwa ada sementara siswa yang memperoleh prestasi hasil belajarnya jauh di bawah ukuran rata-rata (average) atau norma yang telah ditetapkan bila dibandingkan dengan teman-teman dalam kelompoknya. Banyak pula dijumpai sejumlah siswa, secara potensial diharapkan memperoleh hasil yang tinggi, akan tetapi prestasinya biasa-biasa saja, bahkan mungkin lebih rendah dari teman lain yang potensinya lebih kurang dari dirinya.

(19)

dapat memahami sifat kesulitan yang dialami, mengetahui secara tepat faktor yang menyebabkannya serta menemukan berbagai cara mengatasinya yang relevan dengan faktor penyebabnya.

Prayitno dalam Buku Bahan Pelatihan Bimbingan dan Konseling (Dari “Pola Tidak Jelas ke Pola Tujuh Belas”) Materi Layanan Pembelajaran, Depdikbud (1996) mengatakan bahwa secara skematik langkah-langkah diagnostik dan remedial kesulitan belajar untuk kegiatan bimbingan belajar, sebagai berikut:

1 2 Identifikasi ---> Identifikasi

Kasus Masalah

6

(20)

Rekomendasi <--- Progosis <--- Identifikasi Referal Faktor Penyebab

6 Pengulangan Remedial ---> Pengayaan

Pengukuhan Percepatan

Berikut ini, penjelasan skema di atas tentang langkah-langkah diagnostik dan remedial kesulitan belajar, sebagai berikut :

1. Identifikasi Kasus

Pada langkah ini, menentukan siswa mana yang diduga mengalami kesulitan belajar. Cara-cara yang ditempuh dalam langkah ini, sebagai berikut:

(21)

b. Caranya, ialah dengan membandingkan posisi atau kedudukan prestasi siswa dengan prestasi kelompok atau dengan kriteria tingkat keberhasilan yang telah ditetapkan.

c. Teknik yang ditempuh dapat bermacam-macam, antara lain:

(1) Meneliti nilai hasil ujian semester yang tercantum dalam laporan hasil belajar (buku leger), dan kemudian membandingkan dengan nilai rata-rata kelompok atau dengan kriteria yang telah ditentukan.

(2) Mengobservasi kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar, siswa yang berperilaku menyimpang dalam proses belajar mengajar diperkirakan akan mengalami kesulitan belajar.

2. Identifikasi Masalah

Setelah menentukan dan memprioritaskan siswa mana yang diduga mengalami kesulitan belajar, maka langkah berikutnya adalah menentukan atau

melokalisasikan pada bidang studi apa dan pada aspek mana siswa tersebut mengalami kesulitan. Antara bidang studi tentu saja ada bedanya, karena itu guru bedang studi lebih mengetahuinya. Pada tahap ini kerjasama antara petugas bimbingan dan konseling, wali kelas, guru bidang studi akan sangat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajarnya. Cara dan alat yang dapat digunakan, antara lain:

a. Cara yang langsung dapat digunakan oleh guru, misalnya:

(1) Tes diagnostik yang dibuat oleh guru untuk bidang studi masing-masing, seperti untuk bidang studi Matematika, IPA, IPS, Bahasa dan yang lainnya. Dengan tes diagnostik ini dapat diketemukan karakteristik dan sifat kesulitan belajar yang dialami siswa.

(22)

tinggi. Sehingga dengan tes prestasi hasil belajar pun, seandainya valid dalam batas-batas tertentu akan dapat mengdiagnosis kesulitan belajar siswa.

(3) Memeriksa buku catatan atau pekerjaan siswa. Hasil analisis dalam aspek ini pun akan membantu dalam mendiagnosis kesulitan belajar siswa.

Mungkin pula untuk melengkapi data di atas, bisa bekerjasama dengan orang tua atau pihak lain yang erat kaitannya dengan lembaga sekolah. Caranya, antara lain: a Menggunakan tes diagnostik yang sudah standar

b Wawancara khusus oleh ahli yang berwewenang dalam bidang ini. c Mengadakan observasi yang intensif, baik di dalam lingkungan rumah maupun di luar rumah.

d Wawancara dengan guru pembimbing dan wali kelas, dengan orang tua atau dengan teman-teman di sekolah.

3. Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Faktor penyebab kesulitan belajar dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang berasal dalam diri siswa itu sendiri. Hal ini antara lain, disebabkan oleh:

(1) Kelemahan fisik, pancaindera, syaraf, cacat karena sakit, dan sebagainya. (2) Kelemahan mental: faktor kecerdasan, seperti inteligensi dan bakat yang dapat diketahui dengan tes psikologis.

(3) Gangguan-gangguan yang bersifat emosional.

(23)

(5) Belum memiliki pengetahuan dan kecakapan dasar yang dibutuhkan untuk memahami materi pelajaran lebih lanjut.

b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, sebagai penyebab kesulitan belajar, antara lain:

(1) Situasi atau proses belajar mengajar yang tidak merangsang siswa untuk aktif antisipatif (kurang memungkinkan siswa untuk belajar secara aktif “student active learning”).

(2) Sifat kurikulum yang kurang fleksibel. (3) Beban studi yang terlampau berat. (4) Metode mengajar yang kurang menarik

(5) Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar (6) Situasi rumah yang kurang kondusif untuk belajar.

Untuk memperoleh berbagai informasi di atas, dapat menggunakan berbagai cara dan bekerjasama dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan kegiatan ini. Misalnya, untuk mendapatkan informasi tentang keadaan fisik siswa, perlu bekerjasama dengan dokter atau klinik sekolah, untuk memperoleh data tentang kemampuan potensial siswa dapat bekerjasama dengan petugas bimbingan dan konseling (konselor) atau dengan psikolog, untuk mengetahui sikap dan kebiasaan belajar siswa dapat mengamatinya secara langsung di kelas, menggunakan skala sikap dan kebiasaan belajar, wawancara dengan wali kelas, dengan orang tua, dengan siswa itu sendiri, atau dengan teman-temannya, dan masih banyak cara yang dapat ditempuh.

(24)

Setelah mengetahui letak kesulitan belajar yang dialami siswa, jenis dan sifat kesulitan dengan faktor-faktor penyebabnya, maka akan dapat memperkirakan kemungkinan bantuan atau tindakan yang tepat untuk membantu kesulitan belajar siswa. Pada langkah ini, dapat menyimpulkan tentang:

a. Apakah siswa masih dapat ditolong untuk dapat mengatasi kesulitan belajarnya atau tidak ?

b. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami siswa tersebut ?

c. Kapan dan di mana pertolongan itu dapat diberikan ? d. Siapa yang dapat memberikan pertolongan ?

e. Bagaimana caranya agar siswa dapat ditolong secara efektif ?

f. Siapa sajakah yang perlu dilibatkan atau disertakan dalam membantu siswa tersebut, dan apakah peranan atau sumbangan yang dapat diberikan masing-masing pihak dalam menolong siswa tersebut ?

5. Referal

Pada langkah ini, menyusun suatu rencana atau alternatif bantuan yang akan dilaksanakan. Rencana ini hendaknya mencakup:

a. Cara-cara yang harus ditempuh untuk menyembuhkan kesulitan belajar yang dialami siswa yang bersangkutan.

b. Menjaga agar kesulitan yang serupa jangan sampai terulang lagi.

Dalam membuat rencana kegiatan untuk pelaksanaan sebagai alternatif bantuan sebaiknya, didiskusikan dan dikomunikasikan dengan pihak-pihak yang

(25)

Prosedur dan langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar di atas, tampaknya lebih cenderung bersifat kuratif, dalam arti upaya mendeteksi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar setelah kegiatan belajar selesai dilaksanakan atau setelah diketahui prestasi belajar/hasil belajar siswa. Namun, dapat juga mengembangkan suatu prosedur diagnostik yang tidak hanya bersifat kuratif, tetapi juga dapat bersifat preventive developmental. Misalnya, sebelum pelajaran dimulai dapat memberikan test entering behavior atau pretest. Data yang diperoleh dengan tes tersebut dapat dijadikan dasar untuk memprediksi taraf kesiapan untuk mengikuti pelajaran.

Dari data yang diperoleh siswa dapat dikelompokkan ke dalam beberapa

kelompok yang lebih homogen, sehingga memudahkan untuk memperlakukannya dalam mengajar. Cara ini merupakan tidakan atau upaya pencegahan (preventive). Contoh lain, selama proses belajar mengajar berlangsung, guru dapat mengamati kegiatan dan pekerjaan siswa dengan begitu guru dapat mengetahui kekeliruan-kekeliruan yang dibuat oleh siswa dan dengan segera dan langsung memberikan upaya bantuan. Dalam kegiatan ini adalah merupakan upaya diagnostik yang lebih bersifat pengembangan (developmental) karena dengan upaya itu siswa pada setiap saat dapat memperbaiki kekeliruannya sehingga sangat diharapkan dapat memperoleh kemajuan belajar secara kontinyu. Kemajuan belajar siswa dilihat sebagai suatu indikasi adanya perubahan kearah kemajuan yang ditunjukkan dengan prestasi belajar yang diperoleh siswa.

Dalam melaksanakan pengajaran remedial, bahwa boleh jadi akan terjadi

pengulangan (repetition), pengayaan (enrichment), pengukuhan (reinforcement), dan percepatan (acceleration). Karena itu, meyangkut segala kegiatan dan pelaksanaannya hendaknya dicermati dengan sungguh-sungguh agar hasilnya memuaskan dan optimal keberhasilannya. Remedial yang dilakukan oleh guru, untuk mengetahui ada tidaknya perubahan pada diri siswa, perlu dilakukan evaluasi kembali.

(26)

Pengajaran Remedial, yaitu suatu proses kegiatan pelaksanaan program belajar mengajar khusus bersifat individual, diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar, yang bersifat mengoreksi (menyembuhkan) siswa yang mengalami gangguan belajar tersebut sehingga dapat mengikuti proses belajar mengajar secara klasikal kembali untuk mencapai prestasi optimal.

Jika tidak dilakukan program pengajaran remedial, maka siswa tersebut secara kumulatif akan semakin ketinggalan dan tidak dapat mengikuti proses belajar mengajar secara klasikal. Akibatnya siswa semakin merasa rendah diri karena rendah prestasi. Ada pula siswa yang rendah prestasi tidak dapat mengikuti proses belajar mengajar secara klasikal, terus mencari kompensasi dengan mengganggu suasana kelas, berbuat ramai, melempar teman, mencari perhatian. Karena itu, guru harus memahami pentingnya pengajaran remedial dan sanggup

melaksanakannya.

E. Prosedur Pengajaran Remedial

Dalam pelaksanaannya, pengajaran remedial mengikuti prosedur, sebagai berikut:

1. Langkah pertama: Penelaahan Kembali Kasus

Guru menelaah kembali secara lebih dalam tentang siswa yang akan diberi bantuan. Dari diagnosis kesulitan belajar yang sudah diperoleh lebih dahulu guru perlu menelaah lebih jauh untuk memperoleh gambaran secara definitif tentang siswa yang dihadapi, permasalahannya, kelemahannya, letak kelemahan, penyebab utama kelemahan, berat ringannya kelemahan, apakah perlu bantuan ahli lain, merencanakan waktu dan siapa yang melaksanakan.

(27)

Setelah memperoleh gambaran lengkap tentang siswa, baru direncanakan alternatif tindakan, sesuai dengan karakteristik kesulitan siswa. Alternatif pilihan tindakan bagi kasus yang mendapatkan kesulitan di dalam belajar, maka langsung saja melakukan remedial, dan jika ditemukan kasus yang memiliki kesulitan belajar dan memiliki masalah di luar itu, seperti masalah sosial psikologis dan sebagainya, maka sebelum diremedial kasus harus mendapatkan layanan konseling, layanan psikologis dan atau layanan psikoterapis terlebih dahulu. Alternatif tindakan ini dapat berupa:

a. Mengulang bahan yang telah diberikan dan diberi petunjuk-petunjuk: (1) Memahami istilah-istilah kunci/pokok yang ada dalam TIK.

(2) Memberi tanda bagian-bagian penting yang merupakan kelemahan siswa. (3) Membuat pertanyaan-pertanyaan untuk mengarahkan siswa.

(4) Memberi dorongan dan semangat belajar.

(5) Menyediakan bahan-bahan lain untuk mempermudah. (6) Mendiskusikan kesulitan-kesulitan siswa.

b. Memberi kegiatan lain yang setara dengan kegiatan belajar mengajar yang sudah ditempuh. Disini dimaksudkan untuk memperkaya bahan yang telah

diberikan kepada siswa, misalnya:

(1) Kegiatan apa yang harus dikerjakan siswa.

(2) Bahan apa yang dapat menunjang kegiatan yang sedang dilakukan. (3) Bagian mana yang harus mendapat penekanan.

(4) Pertanyaan apa yang diajukan untuk memusatkan pada inti masalah. (5) Cara yang baik untuk menguasai bahan.

(28)

Jika kesulitan belajar disebabkan oleh faktor sosial, pribadi, psikologis yang di luar jangkauan guru, maka guru melakukan alih tangan kepada ahli lain, misalnya: konselor, psikolog, terapis, psikiater, sosiolog, dan sebagainya.

3. Langkah ketiga: Evaluasi Pengajaran Remedial

Pada akhir pengajaran remedial perlu dilakukan evaluasi, seberapa pengajaran remedial tersebut meningkatkan prestasi belajar. Tujuannya untuk mencapai tingkat kebehasilan 75% menguasai bahan. Jika belum berhasil, kemudian dilakukan diagnosis kembali, prognosis dan pengajaran remedial berikutnya; demikian seterusnya sampai beberapa siklus hingga tercapai tingkat keberhasilan tersebut.

F. Pendekatan dan Metode Pengajaran Remedial Ada tiga pendekatan pengajaran remedial, yaitu: 1. Pendekatan Pencegahan (preventive approach)

Sebelum proses belajar mengajar dimulai guru seharusnya berusaha dengan berbagai cara untuk mengetahui kondisi awal para siswa, dan memprediksi beberapa siswa yang mungkin akan mengalami kesulitan. Dengan demikian, guru dapat mencegah kesulitan berkembang secara berlarut-larut dengan menggunakan multi media, multi metode, alat peraga yang lengkap dan gaya mengajar yang menarik dalam proses belajar mengajar.

2. Pendekatan Penyembuhan (curative approach)

Pendekatan ini diberikan terhadap siswa yang nyata-nyata telah mengalami kesulitan dalam mengikuti proses belajar mengajar. Gejalanya, prestasi belajar sangat rendah dibandingkan dengan kriteria, misalnya 75% penguasaan bahan. 3. Pendekatan Perkembangan (developmental approach)

(29)

belajar mengajar. Setiap menemui hambatan, segera dipecahkan bersama siswa secara terus menerus.

G. Rangkuman

Kesulitan belajar yang dialami siswa, diidentifikasi melalui faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Ada dua faktor yang

mempengaruhinya, yaitu: faktor yang berasal dari dalam diri siswa sebagai faktor intern dan faktor yang berasal dari luar diri siswa sebagai faktor ekstern.

Pengelompokkan faktor-faktor tersebut di atas, sebagai berikut: Faktor-faktor intern, adalah: 1). Sikap terhadap belajar, 2). Motivasi belajar, 3). Konsentrasi dalam belajar, 4). Mengolah bahan belajar, 5). Menyimpan perolehan hasil belajar, 6). Menggali hasil belajar yang tersimpan, 7). Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil kerja, 8). Rasa percaya diri siswa, 9). Inteligensi dan keberhasilan belajar, 10). Kebiasaan belajar, 11). Cita-cita siswa. Sedangkan, faktor-faktor ekstern, adalah: 1). Guru sebagai pembina siswa dalam belajar, 2). Prasarana dan sarana pembelajaran, 3). Kebijakan dalam penilaian, 4). Lingkungan sosial siswa di sekolah, 5). Kurikulum sekolah.

Bila kemudian ditemukan sejumlah siswa tidak memenuhi kriteria

persyaratan ketuntasan materi yang ditetapkan, maka kegiatan diagnosis terutama harus ditujukan kepada: 1). Bakat yang dimiliki siswa yang berbeda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain, 2). Ketekunan dan tingkat usaha yang

dilakukan siswa, 3). Waktu yang tersedia untuk menguasai ruang lingkup tertentu sesuai bakat siswa, 4). Kualitas pengajaran yang tersedia sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan karakteristik siswa, 5). Kemampuan siswa untuk memahami tugas-tugas belajarnya, 6). Tingkat dari jenis kesulitan yang diderita siswa.

(30)

Beberapa ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar: 1). Menunjukkan hasil belajar yang rendah dibawah rata-rata nilai kelompok, 2). Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan, 3). Lambat dalam melakukan tugas kegiatan belajar, 4). Menujukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti: acuh ta acuh, menentang, berpura-pura, dusta, 5). Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan,seperti: membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam dan di luar kelas, tidak mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar,

mengasingkan diri, tersisihkan, tidak mau bekerja sama, 6). Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti: pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam mengahadpi situasi tertentu.

Prosedur dan teknik diagnosis kesulitan belajar, dapat ditempuh dengan melaksanakan langkah-langkah, sebagai berikut: 1). Identifikasi kasus, 2). Identifikasi masalah, 3). Identifikasi faktor penyebab kesulitan belajar, 4). Prognosis/Perkiraan kemungkinan bantuan, 5). Referal, dimaksudkan untuk menyusun rencana atau alternatif bantuan yang akan dilaksanakan.

Pengajaran remedial, yaitu: Proses pelaksanaan program belajar mengajar khusus secara individual kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar, bersifat mengoreksi (menyembuhkan), sehingga dapat mengikuti proses belajar mengajar secara klasikal lagi, sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang optimal. Prosedur pengajaran remedial meliputi tiga langkah, sebagai berikut: 1. Menelaah secara mendalam untuk mengetahui secara pasti masalah, kesulitan, kelemahan, letak kelemahan dan sebab utama kelemahan untuk mempertimbangkan perlunya ahli lain.

2. Memberikan alternatif tindakan: Mungkin siswa perlu mengulang bahan yang telah diberikan, diberikan bahan pengayaan atau direfer ke ahli lain.

(31)

mencapai harapan, perlu dilakukan diagnosis kembali, prognosa dan remedial lagi, sampai beberapa siklus hingga berhasil.

Pendekatan pengajaran remedial meliputi tiga macam, yaitu:

1. Pengajaran preventif, diberikan kepada siswa untuk mengantisipasi jangan sampai menemui kesulitan.

Referensi

Dokumen terkait

2018, STIKOM kresnayana yahya, digital

„Laporan berkelanjutan merupakan sebuah istilah umum yang dianggap sinonim dengan istilah lainnya untuk menggambarkan laporan mengenai dampak ekonomi, lingkungan, dan

Pada tepung pisang dilakukan analisa fisik meliputi kadar air dan warna, sedangkan analisa kimia tepung pisang meliputi water holding capacity (WHC), water

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak dan fraksi etanol daun jarum tujuh bilah ( Pereskia bleo

Telah dilakukan penelitian Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel Ekstrak Kulit Buah Rambutan ( Nephelium Lappaceum L.) Sebagai Obat Sariawan Menggunakan

Tabel 7 Apakah cara perhitungan METRIS (Metode Horizontal) dalam game “Run Plica Run” telah membantu Anda untuk mengerjakan soal perkalian Matematika dengan lebih cepat. Jawaban

Hal ini sesuai dengan penelitian Utami (2005) semakin tinggi manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan dalam memanipulasi labanya, maka akan semakin tinggi biaya modal

kasus seperti ini si pelaku harus dijatuhi hukuman ta’zi&gt;r. Disamping itu ta’zi&gt;r berkaitan dengan hak Adami hanya dapat di maafkan oleh korban dan tidak dapat dimaafkan