• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR (1)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR

Nuzul Qur’aniati

Departemen Keperawatan Maternitas dan Anak Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya

Nuzul-q-a@fkp.unair.ac.id

PENDAHULUAN

Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia sampai dengan 28 hari. Pada masa tersebut terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim dan terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi, berbagai masalah kesehatan bisa muncul. Sehingga tanpa penanganan yang tepat, bisa berakibat fatal. Neonatal dengan komplikasi adalah neonatal dengan penyakit dan atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti asfiksia (Kementerian Kesehatan, 2015). Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu asfiksia, bayi berat lahir rendah, dan infeksi (Riskesdas, 2007). Asfiksia saat lahir menjadi penyebab kurang lebih 23% dari sekitar 4 juta kematian neonatus di seluruh dunia setiah tahunnya (Kitamura et al, 2010).

Komplikasi ini sebetulnya dapat dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik, terlambatnya deteksi dini, dan kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kesehatan. Penanganan neonatal dengan komplikasi adalah penanganan terhadap neonatal sakit dan atau neonatal dengan kelainan atau komplikasi/kegawatdaruratan yang mendapat pelayanan sesuai standar oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat) terlatih baik dirumah, sarana pelayanan kesehatan dasar maupun sarana pelayanan kesehatan rujukan. Pelayanan sesuai standar antara lain manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir, atau standar operasional pelayanan lainnya (Kementerian Kesehatan, 2015).

Sekitar 10% bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk mulai bernapas saat lahir; dan kurang dari 1% membutuhkan tindakan resusitasi ekstensif agar selamat. Sebaiknya kurang lebih 90% bayi baru lahir menjalani transisi dari kehidupan intrauterin ke ekstra uterin tanpa kesulitan.

DEFINISI

“Asphyxia is defined as

progressive hypoxemia and hypercapnea accompanied by the

progressive development of metabolic acidosis. The definition has both clinical and

biochemical components, and indicates that, unless the process is reversed, it will lead to cellular

dama

ge and ultimately death of the patient” (www.cambridge.org).

FISIOLOGI PERNAPASAN: TRANSISI INTRA KE EKSTRAUTERIN

Sebelum lahir, seluruh oksigen yang digunakan oleh janin berasal dari difusi darah ibu ke darah janin melewati membran plasenta. Hanya sebagian kecil darah janin yang mengalir ke paru-paru janin. Paru janin tidak berfungsi sebagai jalur transportasi O2 atau ekskresi CO2 ataupun keseimbangan asam basa pada janin. Paru-paru janin mengemband dalam uterus akan tetapi kantung-kantung udara yang akan menjadi alveoli berisi cairan bukan udara. Selain itu pembuluh arteriol konstriksi (mengkerut) karena tekanan parsial oksigen (PO2) pada janin rendah. Sebelum lahir, sebagian besar darah dari sisi kanan jantung tidak dapat memasuki paru karena resistensi yang lebih rendah yaitu melewati duktus arteriosus menuju aorta.

(2)

membuka untuk meningkatkan aliran darah ke alveoli sehingga oksigen dapat diabsorpsi dan dibawa ke sleuruh tubuh (Perinasia, 2012)

PERUBAHAN NORMAL SETELAH KELAHIRAN, meliputi (Perinasia, 2012):

1. Cairan dalam alveoli diserap ke pembuluh limfe paru dan digantikan oleh udara. 2. Arteri umbilikalis konstriksi, kemudian arteri dan vena umbilikalis menutup ketika tali

pusat dijepit.

3. Pembuluh darah paru relaksasi sehingga tekanan terhadap aliran darah menurun karena mengembangnya alveoli oleh udara yang berisi oksigen sehingga kadar oksigen dalam alveoli meningkat.

MASALAH YANG DAPAT MENGGANGGU TRANSISI NORMAL (Perinasia, 2012): 1. Paru tidak terisi udara meskipun sudah ada pernapasan spontan (ventilasi tidak

adekuat).

2. Tidak terjadi peningkatan tekanan darah sistemik (hipotensi sistemik)

3. Arteri pulmonal tetap konstrikso setelah kelahiran karena sebagian atau seluruh paru gagal mengembang atau karena kekurangan oksige sebelum/ selama persalinan (hipertesi pulmonal persisten neonatus)

Bila transisi normal tidak terjadi, cadangan oksigen ke jaringan berkurang dan arteri di usus, ginjal, otot, dan kulit akan konstriksi. Suatu refleks pertahanan hidup akan berusaha mempertahankan atau meningkatkan aliran darah ke jantung dan otak untuk mempertahankan stabilitas pasokan oksigen. Redistribusi aliran darah ini mempertahankan fungsi organ-organ vital. Akan tetapi, jika kekurangan oksigen berlanjut, fungsi miokardial dan curah jantung akan mengalamai penurunan, tekanan darah menurun dan aliran darah ke semua organ juga akan berkurang (irreversibel) sehingga menyebabkan kerusakan organ-organ lain atau kematian.

PERSIAPAN RESUSITASI (Perinasia, 2012)

Pada setiap kelahiran, harus ada paling sedikit 1 orang di kamar bersalin yang tugasnya khusus bertanggung jawab untuk penanganan bayi dan dapat melakukan langkah awal resusitasi, termasuk pemberian ventilasi tekanan positif (VTP) dan membantu kompresi dada. Jadi tidak benar mengandalkan tenaga yang hadir secara “on call” (baik di rumahnya atau di area Rumah Sakit/ RS yang sulit dijangkau) untuk melakukan resusitasi neonatus di kamar bersalin. Kebutuhan resusitasi pada tiap bayi bisa saja timbul mendadak

Nilai APGAR adalah metode obyektf untuk menilai kondisi bayi baru lahir dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan bayi secara umum, serta responnya terhadap resusitasi. Intervensi resusitasi adalah modifikasi dari nilai APGAR sehingga resusitasi yang dilakukan pada saat nilai ditentukan harus dicatat. Nilai APGAR ditentukan pada menit ke-1 dan menit ke-5 setelah lahir. Jika nilai APGAR pada menit ke-5 kurang dari 7 maka ada tambahan nilai setiap 5 menit sampai 20 menit.

Tabel 1. Nilai APGAR

TANDA 0 1 2 Umur kehamilan...minggu Frekuensi jantung Tidak ada >100 dpm >100 dpm Refleks rangsangan Tidak ada

respon

Sedikit Menangis

(3)

Tonus otot Lemas Sedikit refleksi

Gerak aktif

Pernapasan Tidak ada Menangis

lemah

Evaluasi gawat napas menurut (PONEK, 2008) dapat menggunakan Skor Downe adalah sebagai berikut:

Tabel. 2 Evaluasi gawat napas dengan menggunakan Skor Downe (Ponek, 2008)

Pemeriksaaan Skor

0 1 2

Frekuensi napas <60dpm 60-80 dpm >80dpm

Retraksi Tidak ada

retraksi

Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak ada

Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan

Nilai APGAR tidak digunakan untuk memulai tindakan resusitasi ataupun menunda intervensi pada bayi dengan depresi sampai penilaian menit ke-1. Akan tetapi resusitasi harus segera dimulai sebelum menit ke-1 dihitung.

Menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi atau tidak dilihat dari: 1. Apakah bayi lahir cukup bulan

2. Apakah bayi bernapas/ menangis 3. Apakah tonus otot baik

(4)

Gambar 1. Gambaran Umum dan Prinsip Resusitasi

Faktor Resiko Kebutuhan Resusitasi pada Bayi Baru Lahir 1. Faktor Antepartum

 Diabetes maternal

 Hipertensi gestasional atau preeklampsia

 Hipertensi kronik

 Riwayat kematian

janin/neonatus

 Infeksi maternal

 Polihidramnion

 Oligohidromnion

 Berkurangnya gerakan janin

 Berat janin tidak sesuai masa kehamilan

 Ibu berusia >35 tahun

(5)

2. Faktor Intrapartum

 Kelahiran dengan ekstraksi forsep

 Prolaps tali pusat

 Solutio placenta

 Perdarahan intrapartum yang banyak

 Penggunaan anastesi umum

KOMPLIKASI BAYI DENGAN RESUSITASI BERKELANJUTAN/ KOMPLEKS (Perinasia, 2012) Bayi yang membutuhkan VTP berkepanjangan, intubasi, dan atau kompresi dada kemungkinan mengalami stress berat dan beresiko mengalami disfungsi multiorgan (Tabel 3) yang mungkin tidak terlihat sehingga bayi perlu dirawat di ruang perawatan lanjutan.

Tabel 3. Kerusakan sistem organ yang dapat terjadi setelah resusitasi dan terapi Sistem Organ Komplikasi yang mungkin

terjadi

Memberi ventilasi bila dibutuhkan Memantau glukosa dan elektrolit Mencegah hipertermia

Mempertimbangkan terapi anti kejang; hipotermia

Paru-paru - Hipertensi pulmoner - Pneumonia

- Pneumothoraks - Takipnea sementara - Sindrom aspirasi mekonium - Defisiensi surfaktan

Mempertahankan oksigenasi dan ventilasi adekuat

Mempertimbangkan antibiotik Melakukan sinarX dan gas darah Menunda minum jika ada gawat napas

Kardiovaskuler Hipotensi Memantau tekanan darah dan frekuensi jantung

Mempertimbangkan penggantian volume, diikuti pemberian inotropik jika ada hipotensi

Ginjal Nekrosis tubuler akut Memantau produksi urin Memantau serum elektrolit

Membatasi cairan bila bayi oliguri sedangkan volume vaskuler cukup Gastrointestinal - Ileus

- Enterokolitis nekrotikans

Menunda pemberian minum riwayat kehilangan darah akut

- Sebagian besar bayi lahir bugar. Hanya sekitar 10% bayi membutuhkan beberapa jenis bantuan dan hanya 1% yang membutuhkan tindakan resusitasi lengkap untuk bertahan hidup

(6)

dengan rangsang taktil. Jika kekurangan oksigen tetap terjadi, makan akan terjadi periode apnea sekunder selanjutnya diikutu penurunan frekuensi jantung dan tekanan darah. Apnea sekunder tidak dapat diatasi dengan pemberian rangsangan; harus diberikan ventilasi.

- Semua bayi baru lahir perlu penilaian awal untuk menetukan apakah resusitasi dibutuhkan atau tidak

- Resusitasi harus dilakukan segera karena Anda memiliki waktu kurang lebih 30 detik untuk melihat respon dari setiap tahap sebelum memutuskan ke tahap berikutnya; evaluasi dan pengambilan keputusan didasarkan terutama pada pernapasan, frekuensi jantung dan oksigenasi

- Tahap resusitasi neonatus adalah A. Tahap awal

- Berikan kehangatan

- Posisikan kepala dan bersihkan jalan napas bila diperlukan* - Keringkan dan rangsang bayi agar bernapas

- Evaluasi pernapasan, frekuensi jantung dan oksigenasi

B. Berikan ventilasi tekanan positif dengan alat resusitasi tekanan positif dan pasang oksimetri*

C. Berikan kompresi dada sambil melanjutkan bantuan ventilasi dan masukkan kateter vena umbillikalis*

D. Berikan epineprin sambil melanjutkan bantuan kompresi dada* *pertimbangkan intubasi trakea pada titik-titik ini

DAFTAR PUSTAKA

Cambridge University Press, Fetal and Neonatal Brain Injury: Mechanisms, Management and the Risks of Practice, Third Edition, www.cambridge.org

Kementerian Kesehatan RI (2015) Profil Kesehatan Indonesia Tahun. 2014

Kitamura T, Iwami T, Kawamura T, Nagao K, Tnaka H, Nadkarni VM, Berg RA, Hiraide A (2010) Conventional and Chest Compression only Cardiopulmonary Resucitation by Standers for Children who have out of hospital Cardiac Arrest: a Prospectives, nationwide, population based cohort study. Lancet; 375, 1347-1354.

Kementerian Kesehatan (2008) Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK)

Gambar

Gambar 1. Gambaran Umum dan Prinsip Resusitasi
Tabel 3. Kerusakan sistem organ yang dapat terjadi setelah resusitasi dan terapi Sistem Organ Komplikasi yang mungkin Tindakan Pasca Resusitas

Referensi

Dokumen terkait

Dari evaluasi yang dilakukan melalui tanya jawab terhadap para peserta, diperoleh kesimpulan materi yang disampaikan telah memberikan manfaat bagi para peserta, diantaranya:

Adapun pola suhu muka laut (SST) dan anomali suhu muka laut (SSTA) di samudera India dan samudera Pasifik tropis saat TBO berpengaruh dominan terhadap pola curah hujan

Analog dengan gambar (4.5.), (4.6.), dan (4.7.) di atas, tampak bahwa dari gambar (4.8.), (4.9.), dan (4.10.) yang masing-masing menunjukkan ragam osilasi curah hujan daerah

Tertulis pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 mengenai Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial, mendefiniskan

Contoh animasi ini adalah ketika kita membuat rangkaian gambar yang berbeda pada tepian sebuah buku, kemudian kita buka buku tersebut sedemikian rupa menggunakan

Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar pada siswa IPS kelas XI di SMA Negeri 01

Komersialisasi hasil kegiatan penelitian (penggandaan buku hasil penelitian yang dijuaf kepada umum) harus seizin instansi yang berwenang dan wajib menyetor hasil

Beban pendinginan pada ruang rapat paripurna lantai 3 adalah 44.890,88 Watt atau 44,89 KW atau 0,04 MW sedangkan Kapasitas beban mesin terpasang pada gedung Nusantara II ruang